Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48933 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zaily Oktosab Fitri Abidin
"Seiring dengan dinamika perkembangan masyarakat di era reformasi dan dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang mulai dilaksanakan per 1 Januari 2001, muncul fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah untuk membentuk suatu daerah otonom baru (baik Propinsi, maupun daerah Kabupaten dan daerah Kota) yang terlepas dari induknya. Keinginan masyarakat diberbagai daerah untuk menjadikan daerahnya sebagai daerah otonom itu antara lain juga disebabkan karena UU No. 22/1999 tidak lagi mengenal adanya Kota Administratif (Kotif), namun hanya daerah Propinsi, Kabupaten dan Daerah Kota. Kebijakan Pemerintah tersebut tentu saja di respon oleh sebagian besar masyarakat di wilayah Kota Administratif Pagar Alam. Apabila Kotif Pagar Alam tidak mengajukan peningkatan status untuk menjadi Daerah Kota Pagar Alam, maka harus kembali menjadi Kecamatan dalam wilayah Kabupaten Lahat.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan status wilayah administrasi di Kota Pagar Alam dan proses peningkatan status wilayah administrasi di Kota Pagar Alam.
Permasalahan penelitian dirumuskan dengan 2 pertanyaan penelitian yaitu : " Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pembentukan Daerah Kota Pagar Alam ? ? dan Bagaimana Proses pembentukan Daerah Kota Pagar Alam dilakukan ? ".
Untuk mencari jawaban atas pertanyaan diatas digunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif. Proses pengumpulan data dilakukan dalam dua tahapan, Tahapan pertama adalah wawancara mendalam dan observasi dan tahapan kedua adalah kajian dokumentasi dan kepustakaan.
Analisa data menggunakan teknik analisa kualitatif deskriptif sehingga terhadap data-data statistik yang bersifat kuantitatif dipergunakan sebagai pendukung analisa.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder dan data primer sebagai dasar analisis. Teknik Analisis Data yang digunakan adalah Data Reduction (Reduksi data), Data Organization (Pengorganisasian data) dan Interpretation (Interpretasi atau Penafsiran) serta didukung oleh ketentuan dari PP No 129 Tahun 2000. Kelayakan untuk menjadi daerah Kota dilihat dari 7 kriteria yaitu kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lainnya, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000. Dari perhitungan diperoleh bahwa jumlah skor minimal kelulusan adalah 2280.
Peningkatan Status Wilayah Administrasi diidentifikasi dengan beberapa indikator yaitu Kontribusi PDS terhadap Pengeluaran Rutin, PDRB Per Kapita, Laju Pertumbuhan Ekonomi, Kondisi SDA, Pengembangan Ekonomi Masyarakat, Pendidikan dan Kesehatan, Transportasi dan Komunikasi, Sarana Pariwisata, Ketenagakerjaan, sarana tempat peribadatan, Sarana kegiatan institusi, sarana olah raga, jumlah penduduk, luas wilayah, mata pencaharian, penataan wilayah Kota, keamanan dan ketertiban, sarana dan prasarana pemerintahan dan rentang kendali.
Dari Hasil Analisa diperoleh kesimpulan bahwa Kotif Pagar Alam Layak untuk ditingkatkan statusnya menjadi Daerah Kota, karena total skor dari beberapa indikator pada Calon Kota Pagar Alam adalah sebesar 2735, atau lebih besar dari jumlah skor minimal yang dipersyaratkan sebesar 2280.
Sedangkan skor total Kabupaten Induk adalah sebesar 2640. Skor tersebut meskipun masih lebih rendah dari skor total Calon Kota Pagar Alam, namun bila dibandingkan dengan total skor minimal juga masih lebih besar. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa adanya daerah Kota Pagar Alam tidak terlalu mengganggu pertumbuhan Kabupaten induknya. Dari analisa ini dapat dijelaskan juga bahwa penulis menganalisa kelemahan dari Peraturan Pemerintah ini.
Rekomendasi hasil analisa adalah bahwa Kotif Pagar Alam telah menjadi daerah Kota, perlu memperhatikan Kabupaten Induknya agar tidak terjadi ketimpangan yang semakin besar, mengingat hasil kajian menunjukan bahwa skor daerah Kota lebih besar dari Kabupaten Induk. Padahal jumlah penduduk dan Kecamatan lebih besar di daerah Kabupaten Induk."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11428
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Deny Sugandi
"Keberhasilan pembangunan yang telah diamanatkan melalui TAP MPR dan GBHN tahun 1993 ditentukan dan ditunjang oleh dana yang sifatnya sektoral dalam APBN dan regional dalam APBD TK. I, APBD TK. II Kabupaten juga partisipasi masyarakat yang berbentuk swadaya masyarakat.
Dalam pengentasan kemiskinan pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan taraf hidup di desa tertinggal yaitu Inpres No. 5 Tahun 1993 sedangkan dalam pelaksanaannya telah ditingkat Propinsi dikeluarkan Instruksi Gubernur No. 13 Tahun 1994 dan Surat Keputusan Gubernur No. 144 Tahun 1994.
Penanggulangan kemiskinan di dalam operasionalnya memerlukan adanya suatu kerja sama yang meliputi anggaran koordinasi, perencanaan, pengaturan monitoring dan evaluasi namun dalam teknisnya masih ada kendala baik yang sifatnya intern maupun ekstern.
Dalam penelitian di Propinsi Jawa Barat pada tahun 1990 masih terdapat penduduk miskin sekitar 4,8 juta jiwa dari jumlah penduduk 27,2 juta; hal tersebut menjadi suatu beban yang cukup berat dalam pelaksanaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei-deksriptif dimana sumber data di peroleh dari desa tertinggal yaitu Desa Buah Bata Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung. Teknik pengumpulan data melalui studi lapangan dan studi pustaka serta teknik wawancara dan kuesioner.
Program IDT No. 5 Tahun 1994 dalam pemanfaatannya tanpa adanya penunjang dari dana anggaran sektoral pusat dan regional tingkat Propinsi, Kabupaten serta swadaya masyarakat tidak mungkin cepat tercapai dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat dalam program Pengentasan Kemiskinan di Desa Tertinggal."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gidion P. Adirinekso
"Tujuan dari studi adalah: pertama, mengetahui dan menganalisis taktor-faktor apa yang mendorong optimasi pertumbuhan ekonomi daerah; kedua, mengetahui dan menganalisis besarnya alokasi pengeluaran pemerintah pusat untuk daerah dan pengeluaran daerah yang mengoptimalkan pertumbuhan ekonominya; ketiga, mengetahui dan menganalisis tingkat desentralisasi yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi daerah.
Studi ini didasarkan pada studi Tao Zang dan Heng-fu Zou dari Bank Dunia, dengan kasus China. Masalah pokok yang hendak dikaji adalah apakah desentralisasi mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, dan seberapa besar pengeluaran pemerintah pusat ke daerah dan pengeluaran pemerintah daerah yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi daerah serta berapa tingkat desentralisasi yang optimal.
Studi terhadap Indonesia dilakukan dengan mengambil periode 1986-1996 dan mencakup 27 propinsi di Indonesia. Studi ini akan 1). mengestimasi faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan 2). mengestimasi besarnya pengeluaran pemerintah pusat ke daerah dan pengeluaran pemerintah daerah yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi daerah. 3) mengestimasi tingkat desentralisasi yang optimal.
Beberapa faktor yang diperkirakan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia mencakup 3 faktor besar, yaitu Sumber Daya, Keterbukaan daerah dan Kebijakan. Faktor sumber daya mencakup sumber daya alam, keuangan daerah dan sumber daya manusia, Sedangkan faktor kebijakan terdiri dari Upah dan Desentralisasi. Estimasi dilakukan dengan menggunakan teknik panel data.
Dalam menyelesaikan model optimasi pertumbuhan, akan digunakan model optimasi pertumbuhan ekonomi neoklasik. Untuk itu perlu diestimasi terlebih dahulu besarnya stok modal swasta dengan menggunakan Perpetual Inventory Method (PIM). Spesifikasi fungsi produksi diestimasi dengan teknik panel data.
Hasil estimasi terhadap faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi daerah menunjukkan bahwa faktor sumber daya alam, sumber daya keuangan, keterbukaan suatu daerah, upah dan desentralisasi fiskal mendorong perturnbuhan ekonomi daerah secara signifikan. Faktor sumber daya manusia tidak signifikan secara statistik dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Faktor Desentralisasi secara umum mendorong pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia. Desentralisasi akan semakin sensitif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, khususnya untuk daerah di Iuar Pulau Jawa dan Sumatera, daerah dengan tingkat pendapatan rendah, daerah dengan tingkat pendapatan dan penduduk rendah, serta daerah dengan kesenjangan pendapatan rendah.
Nilai konsumsi optimal (c*), stok modal swasta optimal (k*), Pengeluaran pemerintah pusat ke daerah optimal (s*) dan pengeluaran pemerintah daerah optimal (p*) membentuk pola yang sama. Pada periode 1986-1996, ternyata besarnya stok modal swasta, pengeluaran pemerintah pusat ke daerah dan pengeluaran pemerintah daerah masih dibawah tingkat optimalnya pada saat kondisi "steady state", terlebih pada saat kondisi "Golden Rule" tercapai.
Tingkat desentralisasi optimal untuk mencapai pertumbuhan yang mengoptimalkan konsumsi masyarakatnya ternyata lebih tinggi dibandingkan tingkat desentralisasi aktualnya. Ini menunjukkan bahwa tingkat desentralisasi yang terjadi pada periode yang diamati belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah mencapai kondisi yang mengoptimalkan konsumsi masyarakatnya. Implikasinya, bagaimana pemerintah pusat dan daerah dapat meningkatkan kapabilitasnya dalam menarik investor ke daerah sehingga terjadi peningkatan permintaan (konsumsi) masyarakat dan menggali sumber-sumber penerimaan daerah yang lebih besar untuk pertumbuhan.
Dari studi ini setidaknya masih bisa dilakukan penelitian lanjutan berkaitan dengan dua hal. Pertama, proksi yang dipakai untuk mengukur sumber daya manusia, mungkin bisa mempergunakan rasio Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Kedua, berkenaan dengan fungsi produksi, meskipun dalam studi ini akhirnya menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang lebih sesuai dibandingkan fungsi produksi CES, mungkin perlu dilakukan pengujian khusus atas kedua fungsi tersebut dalam kaitannya dengan masalah pertumbuhan ekonomi."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T20628
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baharis
"Tesis ini meneliti tentang Pemberdayaan Masyarakat melalui Program PDM-DKE di desa Pagar Dewa dan desa Sukarami Kecamatan Selebar Kota Bengkulu di Propinsi Bengkulu. Program PDM-DKE ini muncul seiring dengan terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Program ini berlaku di seluruh wilayah RI termasuk juga desa Pagar Dewa dan desa Sukarami. Akibat dari krisis ekonomi ini masyarakat di kedua desa tersebut menghadapi berbagai permasalahan yang sangat berat yaitu: Pertama, rendahnya tingkat pendapatan masyarakat disebabkan usaha produktif yang mereka kelola kurang mendatangkan hasil yang memadai dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, untuk mengembangkan usaha produktifnya mereka membutuhkan modal dari pihak lain. Kedua, terjadinya persaingan yang tidak sehat antar sesama masyarakat, masyarakat saling curiga mencurigai satu dengan yang lainnya oleh karena itu masyarakat selalu tertutup dalam hal menerima gagasan maupun kehadiran orang lain. Ketiga, tidak ada lembaga yang dapat menyatukan pandangan, gerak dan Iangkah mereka secara bersama-sama untuk keluar dari kemelut kemiskinan yang dialami oleh mereka. Keempat, masyarakat belum menyadari rnasalah dan potensi, serta belum mampu memilih alternatif dan merencanakan usaha apa yang harus mereka kembangkan di desanya. Masyarakat dikedua desa ini menjadi tidak berdaya nnenghadapi situasi yang demikian, oleh karena itu pemerintah menggulirkan program PDM-DKE.
Program PDM-DKE merupakan program pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan masyarakat ini dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan masyarakat agar mereka marnpu mengatasi permasalahan hidupnya sehari-hari dan tidak terjebak dalam kemiskinan. Proses pemberdayaan masyarakat dalam program ini dilaksanakan melalui empat tahap yaitu tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian. Adapun tujuan penelitian ini adalah pertama untuk mengetahui proses pemberdayaan masyarakat, kedua mengetahui hasil yang dicapai, dan ketiga untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemberdayaan masyarakat melalui program PDM-DKE di kedua desa tersebut.
Metode yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif, dengan teknik pengumpulan data berupa: studi kepustakaan, studi dokumentasi dan wawancara tidak terstruktur. Sedangkan yang menjadi informan dalam penelitian ini sebanyak 18 orang. Mereka ini adalah orang-orang yang terlibat secara langsung dalam kegiatan program PDM-DKE di desa Pagar Dewa maupun di desa Sukarami.
Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa proses pelaksanaan program PDM-DKE di kedua desa tersebut berjalan dengan baik sesuai dengan prinsip pengelolaan program, dilaksanakan secara transparan di ketahui oleh seluruh lapisan masyarakat dengan mudah dan terbuka dengan melibatkan peran aktif masyarakat mulai dari tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, hingga pelestarian. Setiap pengambilan keputusan didasarkan atas hasil kesepakatan bersama melalui rapat musyawarah desa. Hasil yang telah dicapai dari proses pemberdayaan ini cukup baik. Baik ditinjau dari faktor peningkatan pendapatan, keterbukaan, musyawarah desa, maupun kemandirian. Sedangkan faktor yang mempengaruhi dalam kegiatan ini adalah kondisi masyarakat dikedua desa tersebut dan kebijakan program itu sendiri. Secara keseluruhan proses pemberdayaan masyarakat melalui program PDM-DKE di desa Pagar Dewa dan desa Sukarami dapat dikatakan cukup berhasil. Namun, dalam prakteknya masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan yang dihadapi baik oleh pengurus sebagai pendamping, maupun masyarakat sebagai anggota pokmas penerima manfaat.
Saran yang disampaikan, dalam memberdayakan masyarakat miskin selain dengan memberikan bantuan dana untuk pengembangan usaha produktif, masyarakat juga perlu diberikan pengetahuan yang memadai agar usaha yang akan dikelola tidak bersifat spekulatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal perlu lebih ditanamkan kesadaran dan motivasi yang kuat mulai dari tahap persiapan sampai pada tahap pelestarian program. Sedangkan untuk menghindari faktor-faktor yang dapat menghambat pelaksanaan program dapat diadakan pendekatan secara individual atau pendekatan kelompok."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Tulus Pangidoan
"Tesis ini mengangkat permasalahan lemahnya koordinasi pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian secara menyeluruh yang meliputi pertanian tanaman pangan, perikanan dan peternakan. Adapun mengenai pelaksanaan koordinasi penyuluhan pertanian tersebut agar dapat berjalan lancar dan efektif dipengaruhi oleh faktor kepastian hukum terhadap kedudukan dan tanggungjawab pelaksanaan kegiatan serta pedoman penyelenggaraan pelaksanaan penyuluhan pertanian secara umum, keterpaduan perencanaan kegiatan penyuluhan pertanian secara umum, susunan birokrasi penyuluhan pertanian yang proporsional, profesionalisme SDM penyuluh pertanian, sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi, serta ketaatan dan loyalitas terhadap pekerjaan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para informan, observasi, dan studi kepustakaan. Pemilihan informan dilakukan dengan cara purposive, dengan memilih sumber yang dapat memberi informasi yang relevan. Dengan demikian maka informan yang dipilih dapat memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini secara tepat dan mendalam.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, dengan adanya perubahan yang dilakukan terhadap penyuluhan pertanian secara menyeluruh, yang meliputi pertanian tanaman pangan, perikanan, dan peternakan, menuntut para penyuluh pertanian dapat menyelaraskan keadaan tersebut terhadap pelaksanaan penyuluhan pertanian. Dan untuk mewujudkan hal tersebut, kegiatan penyuluhan pertanian perlu mengadakan koordinasi agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap penyuluhan pertanian secara umum. Namun, adanya kendala-kendala yang dihadapi dalam melaksanakan koordinasi berupa belum adanya pengaturan yang jelas terhadap pelaksanaan koordinasi, perencanaan penyuluhan pertanian yang belum terpadu dan terarah, struktur birokrasi yang tidak proporsional, profesionalisme dan jumlah SDM yang belum memadai, sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi yang tidak mendukung, serta ketaatan dan loyalitas terhadap pekerjaan, menyebabkan lemahnya pelaksanaan koordinasi tersebut dan belum dapat dilakukan secara efektif. Untuk itu, perlu ada pembenahan dari faktor-faktor tersebut agar kelancaran dan keefekfifan dari pelaksanaan koordinasi dapat berjalan dengan baik.
Sangat diharapkan agar kegiatan penyuluhan pertanian dapat terlaksana dengan baik melalui koordinasi pelaksanaan penyuluhan pertanian. Untuk itu, perlu kiranya Pemerintah Daerah sesegera mungkin membuat suatu pengaturan terhadap kegiatan koordinasi penyuluhan pertanian melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perikanan dan Peternakan agar koordinasi kegiatan penyuluhan pertanian dapat berjalan lancar. Selain itu, perlu adanya pengkajian kembali dari pihak Dinas terhadap keberadaan dan Kantor Cabang Dinas dan Balai Penyuluhan Pertanian yang sama-sama mempunyai kewenangan dalam pengaturan penyuluhan pertanian di tingkat kecamatan. Dan penyuluh sendiri juga harus mempunyai kesadaran dan pengabdian yang tinggi terhadap tugas dan pekerjaannya agar pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian dapat terlaksana."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khusaini
"Penelitian ini diniaksudkan untuk mengetahui dan mengukur kesenjangan pendapatan antar daerah kabupaten/ kota di provinsi Banten dan mengetahui pengaruh kesenjangan pendapatan antar daerah terhadap pertumbuhan ekonomi regional, serta faktor faktor lain yang dapat nrempengaruhi pertumbuhan ekonomi regional tersebut. Data dalam penelitian ini adalah gabungan dari data runtut waktu dengan keral lintang atau disebut dengan panel data periode 1993-2003. Estimasi dilakukan secara keseluruhan kabupaten/ kota dan pengelompokan data Banten Utara dan Banten Selatan.
Hasil perhitungan kesenjangan (disparitas) antar daerah dengan menggunakan formula Williamson menunjukkan terjadi kesenjangan pendapatan antar daerah kabupaten/ kota selama kurun waktu 1993-2002. Nilai indeks Wlilliamson terendah terdapat di kola Tangerang (0,0999) pada tahun 2002 dan tertinggi terdapat di kola Cilegon (0,4465) pada tahun 2003.
Sedangkan untuk mengetahui dampak kesenjangan dan variabel lain lerhadap pertumbuhan regional digunakan model regress persamaan tunggal sebagai berikut:
In Y a = 1nA +/31nP, +y1 1nK? +y2 In N? + y3 IW, + y4 DPr+ea
Hasil estimasi dari model fixed effect dengan asumsi intercept (a) berbeda setiap individu dan koefisien (4) soma unluk semua individu adalah untuk keseluruhan sampel daerah kabupatenikota menunjukkan hubungan positif, tetapi tidak signifrkan secara statistik Sedangkan variabel aglomerasi, kapital, tenaga kerja, dan variabel dummy provinsi berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi regional yang significan secara statistik dengan lingkat kepercayaan 99% alau a =1 % (menggunakan uji-F). Jadi hasil estimasi menolak Ho dan menerima 1I .
Hasil estimasi pengelompokan sampel dengan menghilangkan variabel dummy provinsi menus jukkan seluruh variabel berdampak posilif pada pertumbuhan ekonomi regional dan signifrkan secara statistik Namun variable tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi regional, dan tidak signifikan secara stalistik.
Hasil penelitian tersebut memiliki implikasi kebijakan pada yang diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi antara lain kebijakan distribusi pendapatan, kebijakan investasi, dan kebijakan tenaga kerja dan kependudukan.

This research is meant to know interregional disparity of kabupaten/ kota, to estimate the impact of interregional disparity, and to see other factors can influence the growth of regional economics of kabupaten/ kota in Banten province, The research uses panel data sample of the year 1993 - 2003. The estimation is conducted in a whole Kabuputen/ Kota exist in Banten province and it is divided Banten North and Banten South.
The result of calculation of interregional disparity using index of Williamson shows different kabupaten/ kota earning in 1993 - 2003 period. The lowest value of the index Williamson occurs in kola Tangerang (0, 0999) in 2002 and the highest occurs in kota Cilegon (0, 4465) in 2003.
Model of regression uses estimation by single equation, that is.
In Y a = 1nA +/31nP, +y1 1nK? +y2 In N? + y3 IW, + y4 DPr+ea
The result of estimation affixed effect model with assumption of intercept (a) is difference to each individual, while /3 coefficients are same for all individual. The estimation with whole samples indicated that the differences have an effect on the positive to growth of regional economics, but it does not have a significant statistic_ Whereas agglomeration variable, capital, labor, and variable of dummy have an effect on positive growth of regional economics and its significant statistic is 99% (a = I%)
The result of estimation pursuant to subdivision of panel data by eliminating a dummy variable that all of independent variables have a positive impact to the growth of regional economics, which is significant statistically. In contrary labor variable has a negative impact to the growth of regional economics. It does not have any significant statistics.
As the policy implication of the result of this research for example the policy of earnings redistribution, investment policy, labor policy of population.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinaldi Aulia
"Kecamatan Tapaktuan yang juga merupakan ibukota Kabupaten Aceh Selatan, ternyata tidak menunjukkan perkembangan sebagaimana layaknya sebuah ibukota kabupaten dalam 20 tahun terakhir ini. Terdapat beberapa hal yang diduga/diasumsikan sebagai penghambat pengembangan kota Tapaktuan, yaitu : Keadaan geografis Tapaktuan yang merupakan pegunungan terjal dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia; Tidak berfungsinya Tapaktuan sebagai pusat pertumbuhan dan akumulasi perekonomian; Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan kota; Perbedaan visi dan misi dari masing-masing periode kepemimpinan kepala daerah; dan Pelaksanaan RUTRK yang tidak sesuai dengan dokumen RUTRK yang telah ditetapkan.
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, dalam studi dilakukan kajian terhadap berbagai konsep dan teori yang relevan dengan masalah pengembangan kota. Dimana konsep dan teori tersebut lebih berorientasi pada aspek sosial tentang Kota dan Perkotaan (Budiardjo, Kartasasmita, Rodinelli); Sosial Budaya Dalam Perkotaan (Suryasumantri); Aspek-Aspek Dalam Perkembangan Kota (Branch, Northam, ChristalIer, Rapoport); dan Kriteria untuk sebuah ibukota kabupaten (UN dan Dep. PU). Sehingga dari berbagai konsep dan teori tersebut, diperoleh kerangka pemikiran studi/penelitian untuk mengkaji faktor-faktor penyebab tidak berkembangnya Kecamatan Tapaktuan sebagai ibukota Kabupaten Aceh Selatan, yang mencakup aspek geografi, ekonomi, demografi, birokrasi dan RUTRK.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berdasarkan analisis pada data primer dan sekunder juga melalui pengkajian literatur, observasi lapangan dan wawancara mendalam dengan para informan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, dengan lingkup informan mencakup unsur pemerintahan/4 (empat) orang dan unsur masyarakat yang merupakan tokoh masyarakat dan tokoh adat yang sangat berpengaruh dan dihormati oleh masyarakat kecamatan Tapaktuan/4 (empat) orang. Dengan demikian dari keseluruhan studi ini, didapat suatu data deskriptif yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan tidak berkembangnya Kecamatan Tapaktuan sebagai ibukota Kabupaten Aceh Selatan. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa faktor-faktor yang menyebabkan tidak berkembangnya kota Tapaktuan sebagai suatu ibukota kabupaten adalah :
1. Kondisi geografis kota Tapaktuan yang terdiri dari pegunungan yang curam dan terjal (kemiringan 400). Serta berbatasan langsung lautan Samudera Hindia, temyata mengakibatkan ketersediaan lahan untuk membangun menjadi terbatas. Sehingga konsentrasi kegiatan penduduk lebih terkonsentrasi pada BWK A dan B. Walaupun pada dasamya, BWK C dan D lebih memiliki ketersediaan lahan yang cukup luas untuk penyediaan berbagai sarana dan prasarana. Namun BWK A dan B merupakan wilayah yang paling potensial untuk dikembangkan karena letaknya yang berada di pusat perkotaan dibandingkan dengan BWK C dan D yang letaknya jauh dare pusat kota.
2. Permasalahan dibidang ekonomi, muncul akibat dari jalur perdagangan yang menyebabkan Tapaktuan tidak dapat menjadi pusat akumulasi perdagangan dan jasa. Sehingga Tapaktuan bukan merupakan pusat ekonomi regional.
3. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang juga dipengaruhi oleh pendapatan perkapita masyarakat Tapaktuan yang masih sangat rendah.
4. Pergantian kepemimpinan daerah mengakibatkan kebijakan pengembangan kota menjadi sesuatu yang unsustainable. Sebab masing-masing kepada daerah memiliki visi yang berbeda-beda. Kerjasama lintas instansi yang kurang terkoordinasi dengan baik, menyebabkan pelaksanaan berbagai proyek pembangunan menjadi tumpang tindih antar instansi. Ditambah lagi dengan adanya kebijakan dalam penempatan dan mutasi pegawai dilingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan yang kurang mengacu pada profesionalisme bidang kerja masing-masing. Sehingga akhimya mengakibatkan suatu pekerjaan menjadi tidak terlaksana dengan baik.
5. RUTRK Tapaktuan yang pelaksanaannya telah bergeser dan tidak berpedoman pada RUTRK yang telah ditetapkan sesuai dengan perencanaan (1989/1999).
Dalam usaha untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, maka ditempuh usaha-usaha sebagai berikut :
1. Pengembangan ekonomi daerah; Membuka beberapa daerah yang dijadikan pusat-pusat perdagangan/pertokoan sehingga dapat lebih menggairahkan perdagangan regional di Tapaktuan.
2. Peningkatan fungsi transportasi pelabuhan laut Tapaktuan yang dapat menjangkau daerah Sibolga, Padang dan Aceh Barat.
3. Mendatangkan investor luar daerah yang akan membangun pasar dan pertokoan, sehingga akan meningkatkan kompetisi dalam penyediaan barang-barang kebutuhan masyarakat.
4. Rencana reklamasi pantai sebelah timur; sepanjang 2 Km yang akan diperuntukkan bagi pengembangan kawasan perdagangan.
5. Pendekatan kepada masyarakat melalui tokoh-tokoh masyarakat yang ada. Sehingga sosialisasi program pengembangan kota Tapaktuan didukung oleh partisipasi masyarakat
6. Revisi ulang RUTRK 198911999; Dalam RUTRK yang barer ini nantinya pengembangan wilayah kota Tapaktuan akan lebih berpusat di kota Tapaktuan itu sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Mitra Tira R.B.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S49005
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asrori
"ABSTRAK
Masalah pengembangan suatu daerah sebetulnya merupakan suatu masalah yang tidak bisa dipisahkan dengan Masalah Pembangunan Nasional secara keseluruhan. Banyak para ahli yang memperdebatkan teori-teori atau pendekatan-pendekatan yang lebih cocok untuk mengembangkan suatu daerah, tetapi nampaknya perdebatan tersebut masih akan berlangsung terus, karena diantara mereka memang sulit untuk menemukan suatu teori atau suatu pendekatan yang manjur yang bisa digunakan di setiap daerah yang mempunyai potensi yang sangat heterogen. Walaupun demikian, diantara perbedaan-perbedaan pendapat di kalangan para ahli, diantara mereka sebetulnya mempunyai konsensus bahwa pembangunan daerah haruslah merupakan bagian dari pembangunan secara keseluruhan.
Pentingnya pembangunan daerah ini juga dirasakan di Indonesia, karena pada dasarnya pembangunan daerah merupakan suatu proses untuk meratakan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh penjuru tanah air.
Di dalam Trilogi Pembangunan juga disebutkan bahwa unsur atau logi pertama dari Trilogi Pembangunan ialah pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh tanah air. Untuk mewujudkan adanya pemerataan pembangunan di seluruh tanah air, maka Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mencantumkan perlunya pembangunan daerah berdampingan dengan pembangunan sektoral, dalam suatu kerangka pembangunan nasional, sesuai dengan konsep wawasan nusantara.
Karena Indonesia merupakan suatu negara yang terdiri dari berbagai daerah dengan tingkat perkembangan ekonomi, sosial dan kebudayaan yang masing-masing berbeda. Maka hal ini menuntut penanganan yang berbeda pula bagi masing-masing daerah.
Pentingnya pembangunan daerah ini juga dinyatakan oleh Benyamin Fisher, dengan mana ia mengatakan bahwa Indonesia saat ini sudah mencapai suatu tahap pembangunan nasional yang menuntut dipentingkannya kebijaksanaan pembangunan daerah atau regional.
Di dalam Repelita IV, kebijaksanaan pembangunan daerah antara lain akan diarahkan pada keserasian antara pembangunan regional dengan pembangunan sektoral serta peningkatan pendapatan daerah.
Untuk mencapai keserasian antara pembangunan sektoral dengan pembangunan regional, diperlukan adanya perencanaan regional di daerah tersebut. Perencanaan regional juga menjadi penting karena dalam proses pembangunan daerah, biasanya daerah tersebut dihadapkan dengan masalah keterbatasan berbagai sumber yang dibutuhkan untuk pembangunan, tetapi di lain pihak daerah tersebut harus mampu menghasilkan suatu output yang maksimal, sehingga untuk mencapai semuanya ini diperlukan adanya suatu perencanaan regional.
Selain diperlukan adanya perencanaan regional yang tepat, daerah dalam membangun atau mengembangkan dirinya juga memerlukan adanya sumber dana dari daerah tersebut dalam jumlah yang mencukupi, sehingga kombinasi dari perencanaan regional dan peningkatan keuangan daerah akan merupakan suatu faktor yang sangat penting untuk mengembangkan suatu daerah.
"
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah
"Tesis ini mencoba melihat seberapa besar pengaruh komposisi fiskal pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sebelum dan sejak kebijakan otonomi daerah dilaksanakan dengan periode data dari tahun 1997-2003. Analisis dilakukan dengan mengunakan metode kuantitatif dengan Analisa GLS (Generally Least Square) yang menggabungkan data dari 30 propinsi beserta kabupaten/kota di Indonesia selama kurun waktu 1997-2003 (Panel Data). Pengolahan dilakukan dengan bantuan software Eviews 3.1.
Berdasarkan hasil pengolahan, model terbaik yang dihasilkan dan dengan melakukan pengujian kriteria a priori ekonomi, kriteria statistika dan kriteria ekonometrika mengindikasikan bahwa pengaruh komposisi fiskal pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sejak diterapkannya kebijakan otonomi daerah adalah positif, hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 1.16% dari pertumbuhan ekonomi sebelum otonomi daerah diterapkan.
Dari sisi penerimaan daerah, kebijakan otonomi daerah telah dapat mengurangi pengaruh negatif dari komposisi pajak daerah dan bagi hasil pajak terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, yang terutama berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sedangkan pengaruh komposisi penerimaan daerah yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) adalah positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah; meskipun pengaruhnya menurun di era otonomi daerah, yang mengindikasikan meningkatnya kemandirian daerah dan mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap transfer pemerintah pusat. Sedangkan dari sisi pengeluaran mengindikasikan bahwa kebijakan otonomi daerah telah dapat memberikan pengaruh positif yang berasal dari komposisi pengeluaran pembangunan sektor transportasi, sementara pengeluaran pembangunan sektor lainnya belum memberikan. Dengan demikian, hasil penelitian tesis ini mengindikasikan perubahan struktur fiskal yang diakibatkan diterapkannya kebijakan otonomi daerah mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T20561
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>