Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184924 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gabriel Fajar Sasmita Aji
"Tesis ini menyajikan fenomena munculnya sekelompok masyarakat imigran yang muncul sebagai "masyarakat baru" dalam kategori masyarakat pascakolonial. Pada umumnya masyarakat pascakolonial merupakan representasi dari Dunia Ketiga, namun VS. Naipaul lewat karya-karyanya mengungkapkan bahwa telah muncul pula kelompok masyarakat pascakolonial yang masuk dalam kategori Dunia Kelima. Pemisahan kategori ini terjadi karena identitas yang mereka sandang memang berbeda, bahkan dalam representasinya masyarakat imigran menunjukkan upaya resistensi justru terhadap identitas kultural nenek moyang, yang merupakan masyarakat dari kategori Dunia Ketiga. Di samping upaya resistensi, masyarakat baru ini pun merepresentasikan diri pula lewat upaya rekonstruksi demi berdiri sejajar dengan mereka yang ada dalam kelompok bangsa kolonial. Lewat dua karya VS Naipaul, An Area Of Darkness dan A Way In The World, tesis ini mengkaji upaya-upaya resistensi dan rekonstruksi yang telah dijalani masyarakat imigran tersebut untuk muncul sebagai "masyarakat baru".
Bahwa figur sang pengarang sendiri, VS Naipaul, sebagai seorang imigran keturunan India menjadikan kajian persoalan masyarakat imigran dilihat dalam perspektif "suara imigran" daripada perspektif mengenai imigran. Novel pertama, An Area Of Darkness, merupakan kampus guna mengkaji secara mendalam upaya masyarakat keturunan imigran dalam berproses menuju suatu hibriditas bagi identitasnya. Di sini sang pengarang mencoba mengetengahkan suatu realitas yang terjadi pada masyarakat imigran yang telah tercerabut dari tanah leluhurnya, teristimewa secara kultural.
Ketercerabutan ini telah menciptakan kondisi teralienasi baik dengan budaya nenek moyang maupun dengan orang-orang yang masih memiliki budaya tersebut sebagai identitas kulturalnya. Kondisi teralienasi ini hanya salah satu aspek saja yang mengantar mereka pada sikap penolakan atau resistensi terhadap budaya nenek moyangnya. Aspek yang lain ialah stereotip masyarakat Timur (East) yang merupakan representasi akan keterbelakangan dan "masa lampau". Aspek kedua ini sangat penting bagi masyarakat imigran untuk melakukan upaya resistensi pula terhadap dominasi kolonial, sehingga mereka tidak lagi berada dalam bayang-bayang masyarakat yang dikuasai oleh kolonial.
Dalam novel kedua, A Way In The World, VS Naipaul kembali menegaskan pentingnya upaya rekonstruksi sebagai proses untuk bangkit dan melepaskan diri dari inferioritas karena dominasi kolonial. Rekonstruksi ini dapat diamati lewat beberapa proses, misalnya proses memutus hubungan dengan "nenek moyang", proses membuat sejarah sendiri bersama-sama dengan kelompok imigran dari etnik lain, dan juga proses memperluas wawasan dengan dunia luar dalam kerangka melakukan perubahan-perubahan yang lebih baik demi masa depan bangsa. Upaya rekonstruksi ini memang melampaui proses yang panjang dan waktu yang juga lama karena tujuan utamanya ialah melahirkan bagi mereka suatu identitas yang pasti. Bahwa identitas yang mereka bentuk merupakan proses dialog baik dengan identitas kultural nenek moyang maupun kolonial membuktikan upaya mereka untuk memiliki posisi mereka sendiri, khususnya dalam merepresentasikan diri di tengah-tengah bangsa yang lain.
Muncul pula berbagai kecurigaan tentang fenomena ini, karena seolah-olah masyarakat ini merupakan bentukan masyarakat kolonial yang bermaksud melestarikan hegemoninya setelah dekade dekolonialisme. Namun demikian, identitas yang dilahirkan oleh masyarakat imigran ini, yakni suatu hibriditas, dapat menunjukkan salah satu kelebihannya dalam menghadapi budaya kolonial.
Budaya kolonial bukanlah "hantu" yang harus ditakuti, karena sikap yang demikian justru bakal melanggengkan hegemoninya. Budaya kolonial bukanlah musuh, melainkan sesama untuk bersama-sama melakukan dialog bagi kemajuan masa depan. Hibriditas identitas merupakan upaya untuk menihilkan superioritas kolonialisme. Maka, demikianlah mereka lahir sebagai fenomena baru dalam kajian masyarakat pascakolonial."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11240
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tyagita Silka Hapsari
"Vidiadhar Surajprasad Naipaul adalah keturunan generasi ketiga buruh kontrak India yang lahir di Trinidad dan menempuh pendidikan tinggi di Inggris. Ia menuliskan perjalanan pertamanya ke India dalam novel perjalanan An Area of Darkness dan ia mempersonifikasikan dirinya sebagai tokoh 'Aku' dalam teks. Dalam perjalanan tersebut Naipaul juga seringkali mengingat dan membandingkan India dengan pengalaman hidupnya di Trinidad dan di Inggris. Hal ini menunjukkan betapa kehidupannya di kedua tempat itu memengaruhi caranya melihat India sebagai negeri nenek moyangnya. Permasalahan utama yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana kontradiksi yang dialami oleh tokoh 'Aku' dalam An Area of Darkness berkaitan dengan latar belakang diaspora yang dimilikinya memengaruhi cara pandangnya dalam perjalanan.
Kontradiksi dalam identitas tokoh 'Aku' diteliti berdasarkan kajian-kajian pascakolonial yang membahas tentang identitas, terutama konsep identitas diaspora. Dua buah konsep yang bersifat fundamental bagi penelitian ini adalah konsep yang dicetuskan Stuart Hall (1990) dan Amal Treacher (2000). Hall menyatakan adanya dua macam identitas budaya: pertama, identitas budaya yang bersifat tetap dan kolektif sehingga menyatukan orang-orang dengan kesamaan budaya; kedua, identitas budaya yang terus berubah karena perjalanan waktu dan perbedaan pengalaman masing-masing orang dalam lingkup budaya tersebut. Treacher menuliskan adanya kontradiksi keinginan yang dimiliki kaum diaspora, antara lain keinginan untuk tidak berbeda dengan orang lain dan pada saat yang bersamaan penolakan untuk dianggap sama; serta keinginan untuk pergi dan hasrat untuk pulang.
Penelitian difokuskan pada karakter J.S. Naipaul dalam teks An Area of Darkness sebagai tokoh 'Aku', dengan menggunakan dua buah konsep yang dikemukakan di alas sebagai dasar pembacaan. Penelitian dibagi ke dalam segmen_segmen berdasarkan lokasi geografis tokoh, yaitu Trinidad, Inggris, dan India, Pembahasan dalam segmen India dibagi ke dalam beberapa subbagian yang lebih spesifik untuk menunjukkan identitas tokoh di awal, pertengahan, dan akhir perjalanan. Analisis karakter tokoh 'Aku' difokuskan pada pikiran, emosi, dan reaksi yang terkait dengan identitas diaspora tokoh tersebut yang terjadi dalam segmen-segmen geografis seperti disebutkan sebelumnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan identitas tokoh 'Aku' dalam perjalanan, baik perjalanan hidup dalam lingkup besar, maupun dalam lingkup yang lebih spesifik yaitu perjalanan di India, Perubahan tersebut menunjukkan bahwa walaupun ia percaya akan identitas budaya yang bersifat tetap dari masa lalu, ia sebetulnya adalah bukti hidup dari identitas budaya yang terus berubah karena pengalaman perpindahan tempat dan ketercerabutan dari akar budayanya. Hasil temuan penelitian ini menggambarkan bagaimana identitas budaya seseorang yang berlatar belakang diaspora cenderung mengalami perubahan karena perpindahan tempat dan perbedaan budaya yang menuntut terjadinya adaptasi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S14028
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naipul, V.S.
Harmondsworth : Penguin Books, 1968
915 NAI a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Kartini Lasman
"Imigrasi telah menjadi isu besar bagi negara Prancis sejak pasca perang dunia kedua, menimbulkan beragam permasalahan dan belum pernah ditemukan formula yang tepat untuk mengatasinya. Anak muda imigran di Prancis memiliki kekhasan sebagai generasi kedua atau ketiga yang dilahirkan dan dibesarkan di Prancis karena mengenyam pendidikan Prancis dalam suasana diskriminatif dan keterpinggiran. Lagu rap sebagai salah satu produk budaya urban menjadi salah satu sarana ekspresi mereka.
Tesis ini akan mengkaji representasi identitas anak muda imigran di Prancis dalam lagu-lagu rap karya Rohff, seorang rapper terkenal di Prancis. Teori yang digunakan dalam tesis ini adalah mengenai representasi dan identitas dari Stuart Hall, didukung oleh konsep-konsep Kathryn Woodward mengenai identitas.
Hasil analisis menunjukan bahwa dalam lagu-lagu rap karya Rohff, anak muda imigran di Prancis direpresentasikan sebagai kaum yang tertindas dan terkurung oleh sistem yang melingkupi mereka, baik sistem pemerintahan ataupun sosial ekonomi.

Immigration has been a big issue in France since post second world war. It has been the roots of many problems, such as riots, discrimination, racism,etc. Nebertheless,the formula to overtake this big issue has not been found yet. Young immigrant in France, has unique caracteristic for being the second or third immgrant generation in France. They were born and grew up in France in the heat of discrimination and marginalisation as an immigrant. They need space to express themselves and therefore street art or l?art de la rue was born.
This tesis is focusing on representation of young immigrant identity in France through Rohff's rap. Stuart Hall theory's on representation and Cultural Identity, combined with Kathryn Woodward concept on Identity and Difference is the main theory employed.
The result shows that young immigrant in France represent their identity as someone who is imprisoned by the discriminative system (government and/or social-economny)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
T27853
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriel Fajar Sasmita Aji
""Dunia Baru" mendekonststruksi paradigma dari para penjelajah Eropa yang datang ke Karibia, dan ini merupakan ideologi dari para poskolonialis Karibia. Omeros, sebuah epik karya Derek Walcott, dan The Enigma of Arrival, sebuah novel otobiografi karya VS Naipaul, mengangkatnya sebagai upaya membangun identitas dan kontestasi melawan hegemoni kolonial. Masing-masing menerapkan strategi dalam mengadaptasi pandangan-pandangan Eropa sebagai salah satu elemen fiksinya. Namun demikian, keduanya ternyata mengusung berbagai makna ambivalen demi makna-makna yang hendak dikemukakan dalam kaitannya dengan poskolonialitas Karibia. Bagaimana masing-masing mengetengahkan makna-makna dekonstruktif tersebut merupakan fokus dari disertasi ini. Juga, dipaparkan di sini analisis terhadap masing-masing perspektif dalam mengangkat ideologi tersebut.
Pendekatan yang digunakan ialah poskolonial, dan sebagai kajian sastra metodologi yang diterapkan ialah analisis tekstual. Pemahaman dan interpretasi secara kualitatif terhadap teks-teks merupakan hal yang utama dalam mengerjakan kajian di sini. Karena pada dasarnya sastra Karibia ada dalam ranah atau konteks poskolonial, beberapa teks penting lainnya dibahas demi keperluan pembahasan permasalahan-permasalahan yang ditemukan dalam korpus penelitian, Omeros dan The Enigma of Arrival. Dalam hal ini sumbangan pikiran dari Stuart Hall tentang identitas kultural menjadi landasan penting bagi pembahasan berbagai fenomena yang terjadi di Karibia, di samping juga teoriteori mendasar mengenai poskolonialisme itu sendiri.
Akhirnya, beberapa temuan sebagai hasil kajian penelitian disertasi ini. Pertama, strategi adaptasi terhadap pandangan Eropa oleh Omeros diterjemahkan ke dalam ide tentang Eden Baru, dan The Enigma of Arrival mengungkapkannya dalam Kebun Jack. Keduanya menjadi representasi cara baru dalam membangun identitas, yang menekankan masa depan karena masa lalu hanya menjadi mitos yang mengganggu dan sekadar memenuhi memori. Kedua, ada beberapa aspek yang dimiliki Eden Baru dan Kebun Jack, yakni perubahan, perbedaan, dan masa depan. Ketiga, bagi Omeros cara menghadapi masa depan ialah berani dan bijak mengadaptasi pandangan Eropa untuk disesuaikan dengan kondisi lokal. Bagi The Enigma of Arrival cara menghadapi masa depan ialah berdiri sejajar dengan dunia Eropa sehingga inferioritas warisan masa lalu tidak menghambat kemajuan.

"New World" is to deconstruct the paradigm owned by the European explorers of Caribbean. It is the ideology of Caribbean postcolonialists. Omeros, by Derek Walcott, and The Enigma of Arrival, by VS Naipaul, mounted it as an establishment of identity and contestation against the colonial hegemony. Each underwent a strategy, especially in adapting European views as one of its fictious elements. However, they provided ambivalent meanings in order to bring their own messages due to Caribbean post coloniality. How each of them deconstructed those views is the focus of this dissertation. It also analysed the perspective of each in uplifting the ideology.
The approach applied was postcolonial and as a literary study the methodology of this dissertation was textual analysis. Qualitatively understanding and interpreting the texts were the main conduct to undergo the study. Since the Caribbean literature belongs to the realm of postcolonial context, several important texts were worth discussing in order to analyze the problems found in the main corpus of study, Omeros and The Enigma of Arrival. Stuart Hall's notions on cultural identity was an important basis in providing any concepts dealing the Caribbean phenomena, besides also several significant theories about postcolonialism.
Finally, there are some findings in the dissertation. First, the strategy of adapting European views in Omeros provided a notion of New Eden and in The Enigma of Arrival a notion of "Jack’s Garden." Both represented a new way of establishing identity, in which the emphasis was mainly on the future life because the past stood as the myth which burdened with only memories. Secondly, some aspects of both New Eden and Jack’s Garden were change, difference, and future. Thirdly, for Omeros the way of facing the future was by adapting it into the local conducts, and not by imitating European views. Meanwhile, for The Enigma of Arrival the way of facing the future was to stand as high as Europe in order to abolish inferiority given by the past.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
D1934
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reny Yuniawati
"Kripsi ini menggunakan teori representasi sebagai alat analisis. Skripsi ini berusaha untuk menjawab pertanyaan: bagaimana identitas budaya dan diaspora imigran Turki dipresentasikan dalam masyarakat Jerman. Dalam novel Yildiz Heisst Stern digambarkan bahwa representasi identitas budaya imigran Turki sangat terkait dengan Stereotip-stereotip mereka yang dipandang sebagai 'kebenaran' oleh masyarakat Jerman (kelompok mayoritas). Pada akhrirnya, stereotip-stereotip ini menjadi 'pemisah' antara imigran Turki sebagai kelompok minoritas dan masyarakat Jerman. Imigran Turki kemudain membentuk komunitas sendiri, yang disebut 'komunitas diaspora'. Mereka menggunakan komunitas ini sebagai simbol dari eksistensi budaya mereka, yaitu budaya Turki. Dalam skripsi ini, mereka disebut ;generasi kdua' yang terdiri dari anak atau cucu dari imigran Turki pertaman yang datang ke Jerman sebagai 'pekerja tentu'. Beberapa 'kejadian' yang menimpa mereka di dalam lingkungan Jerman, seperti diskriminasi, telah membangkitkan 'mitos bersama' dan identitas budaya mereka sebagai orang Turki sehingga akhirnya, mereka menjadi 'komunitas diaspora'.

Abstract
using the representation theory as the tool to analyze, this thesis try to answer this question: how the cultural identity and diaspora of the Turkish immigrant in German siciety are represented. the novel "Yildiz Heisst Stern" by Isolde Heyne describes, the representation of the Turkish immigrants's cultural identity related to their stereotypes. These stereotypes are seen as 'the truth' by the German society (major society). In the end, these stereotypes will cause the Turkish immigrant (minor society) and the Germn society to seperate. As the result, the Turkish immigrants use this community, called 'community of diaspora'. The Turkish immigrants use this cummunity as the symbol of their cultural existence. In this community, every Turkish immigrant retains their cultural root, which is Turkish culture. Here, they are called 'the second generation'. They are the children or grand children of the first Turkish immigrants, who came to Germany as guestworkrs. They belong to the community of diaspora because certain events that happened to them, for example discrimination, have awaked their 'joint myth' and cultural identity as the Turkish immigrant."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S15015
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinov Fajar Anugerah
"Tulisan ini akan membahas mengenai praktik di balik proses pembentukan citra presiden di Instagram. Skripsi ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan selama kurang lebih tiga bulan, serta dibekali pengalaman mengikuti juru foto pribadi Jokowi saat pemilihan presiden tahun 2019 dengan melakukan wawancara dan observasi sebagai metode pengumpulan data. Penelitian ini menjelaskan rangkaian praktik yang terjadi di balik pembentukan citra Jokowi di Instagram. Kehadiran Jokowi di Instagram merupakan bentuk adaptasi dari perkembangan teknologi komunikasi. Akun Instagram resmi Jokowi dikelola oleh Tim Komunikasi Digital Presiden. Pengelolaan tersebut melibatkan beberapa pihak sehingga muncul rangkaian praktik yang mendukung terbentuknya citra Jokowi di Instagram. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya pertimbangan-pertimbangan signifikan terhadap pembentukan citra presiden di Instagram. Lebih dari itu, pertimbangan tersebut menjadi hal yang mendasari tersampaikan atau tidaknya pesan yang dibentuk.

This paper will discuss the practices behind the process of forming a presidential image on Instagram. This thesis is based on research conducted for approximately three months, as well as the experience of following Jokowi's personal photographer during the 2019 presidential election by conducting interviews and observations as data collection methods. This research explain the series of practices that have occurred behind the formation of Jokowi's image on Instagram. Jokowi's presence on Instagram is an adaptation of the communication technology development. Jokowi's official Instagram account is managed by the President's Digital Communications Team. This management involved several parties so that a series of practices emerged supported the formation of Jokowi's image on Instagram. The results of this study indicate that there are significant considerations for shaping the image of the president on Instagram. More than that, these considerations become the basis for whether the message is formed or not."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasya Ayudia Kartika
"ABSTRAK
Masalah diskriminasi terhadap kaum imigran masih menjadi isu hangat di Prancis hingga saat ini. Perbedaan latar belakang sejarah, budaya, agama, dan ras di antara kaum imigran dan masyarakat asli Prancis merupakan faktor yang menjadi pemicu utama dari berbagai permasalahan sosial yang dikenal dengan ldquo;masalah imigran rdquo; yang berujung pada tindakan diskriminasi, rasisme, serta segregasi sosial dalam masyarakat. Banlieue memiliki dua peran penting bagi anak-anak muda imigran di Prancis, yaitu sebagai ruang sosial dan ruang berekspresi. Lagu rap merupakan salah satu produk budaya dari kaum muda imigran di Prancis yang lahir di ruang sosial ini. Artikel ini akan memperlihatkan representasi kaum imigran di Prancis dalam lagu rap lsquo; rsquo;Banlieue rsquo; rsquo; karya Sadek. Banlieue dalam lagu ini tidak hanya ditampilkan sebagai ruang konstruksi bangunan melainkan sebagai ruang multidimensi, yang merepresentasikan kehidupan dari para imigran di Prancis yang tak pernah lepas dari berbagai permasalahan sosial yang terjadi di dalamnya. Dalam artikel ini pula, kita dapat melihat sisi lain dari banlieue sebagai ruang pertarungan sekaligus ruang impian bagi kaum muda imigran.Kata Kunci : banlieue ; imigran; masalah imigran; rap; representasi.

ABSTRACT
AbstractThe problem of discrimination against immigrants is still a topical issue in France. The different of historical contexts, cultural mix, different religions, differents ethnicities between immigrants and french are factors triggering various social problems, known as lsquo rsquo the problem of immigrants rsquo rsquo , which leads to various acts of discrimination, racism, and social segregation in society. The suburbs has two important roles for the young immigrants in France, as the social space and the expression space. Rap is one of the cultural products of young immigrants that was born in this social space. This article will show the extent to which commuters are represented in Sadek rsquo s song lsquo rsquo Banlieue rsquo rsquo . In this song, the suburb is not only represented as a space of construction, but more like a multidimensional space that represents the life of the immigrants in France who never escapes from the various social problems that occur there. In this article, we can see the other side of the suburbs as a battle arena and dream space for the immigrant youth.Keywords immigrant problems of immigrants rap representation suburbs. "
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tasrifin Tahara
"ABSTRAK
Disertasi ini mengkaji bagaimana stereotipe direproduksi oleh kelompok kaomuwalaka terhadap orang Katobengke sebagai kelompok papara dalam berbagai kesempatan. Pada masa Kesultanan Wolio, kelompok kaomu dan walaka sebagai kelas dominan melakukan distinction terhadap orang Katobengke sebagai kelompok lapis bawah atau didominasi. Distinction ini mengacu pada ciri-ciri yang membedakan kelompok kaomu-walaka dengan orang Katobengke sebagai proses produksi stereotipe sebagai strategi kekuasaan. Sebagai kelompok yang pernah berkuasa pada masa Kesultanan Wolio (eksekutif dan legislatif), ingin mempertahankan kekuasaan, privilese dan prestise dengan stereotipe orang Katobengke kotor dan bau, bodoh, kuat makan, lebar kaki, dan budak (batua) sebagai stereotipe yang bersifat internal. Bahkan pada saat ini, kelompok kaomuwalaka menguasai berusaha kedudukan penting dalam sistem pemerintah (walikota, camat, dan legislatif) serta pranata agama (sara kidina) Mesjid Agung Keraton yang pengangkatan pejabatnya tetap mengacu garis keturunan (kamia). Sebagai kelompok yang didominasi atau disematkan stereotipe, orang Katobengke berusaha melawan definisi yang diberikan kelompok kaomu-walaka. Bentukbentuk perlawanan terhadap kelompok kaomu-walaka berupa perlawanan terhadap sistem pengetahuan orang Wolio, resistensi lewat jalur pendidikan, resistensi dengan menggunakan simbol negara/militer, dan resistensi lewat jalur politik sebagai ruang negosiasi status orang Katobengke dalam struktur masyarakat Buton. Penelitian yang dilakukan sejak Maret 2008 hingga Oktober 2009 ini merupakan penelitian etnografi yang menekankan kasus-kasus keseharian orang Katobengke dalam struktur masyarakat Buton. Penelitian ini melingkupi penelitian arsip/pustaka dan penelitian lapangan. Metode pengumpulan data menggunakan metode wawancara, pengamatan terlibat, dan analisis dokumen.
Penelitian dilakukan di Kota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara dan meluas ke beberapa wilayah seperti Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kota Kendari, Kota Makassar, Kota Bogor, dan Jakarta. Para informan adalah tokoh adat dan tokoh agama masyarakat Buton dan Katobengke dan orang-orang yang memiliki pengalaman memberikan stereotipe bagi orang Katobengke dan orang Katobengke baik pemuda dan beberapa orang perempuan yang berhasil secara ekonomi.
Temuan yang diperoleh adalah bahwa, 1) stratifikasi sosial masyarakat Buton masa kesultanan adalah sistem rank yang mengacu pada peluang untuk memperoleh kekuasaan, privilese, dan prestise sehingga menyebabkan perbedaan antar lapis sosial (kaomu, walaka, papara atau orang Katobengke) Stereotipe direproduksi dalam berbagai kesempatan sebagai strategi mempertahankan posisinya sebagai kelompok sosial lapis atas; 2) Orang Katobengke sebagai kelompok lapis bawah berusaha melawan definisi kelompok kaomu-walaka terhadap meereka sebagai upaya mobilitas status; dan 3) Secara umum, saat ini perubahan struktur sosial masyarakat Buton masih mencari pola baru; kelompok kaomu-walaka berusaha mempertahankan kekuasaan, privilese, dan prestise dengan memahami dunia sosial dengan status tradisional (kamia) masa kesultanan, sedangkan orang Katobengke memahami dunia sosial dengan status baru berdasarkan pendidikan, agama, dan politik.

ABSTRACT
This dissertation studies how the stereotypes which were reproduced by the kaomu-walaka group foward the Katobengke people as the papara group in different opportunities. In the age of Wolio Sultanate, the groups of kaomu and walaka as the dominant classes made distinction to regard the Katobengke as the low social stratification or the dominated group. This distinction refered to the characteristics which differentiated the kaomu-walaka group from the Katobengke group as stereotyped production process used as the strategic power. As a group which had ever governed in the era of Wolio Sultanate (executive and legislative), would like to defend their power, their priviledge, and their prestige against, the stereotyped Katobengke people whose characteristics internally such as: dirty, smell, eating much, wide feet, and slaves (batua). Even, today the kaomu-walaka group still occeupy the important positions in the governmental system (mayor, camat or head of sub regency administration, and legislative members), and religious institution (sara kidina) of the palace graund mosque (Mesjid Agung Keraton) whose functionaries appointed based on the hereditary position (kamia). As the dominated group or called stereotyped people, the Katobengke try to fight against the definition whic has been given by the kaomu-walaka group. The forms of resistence against the kaomu-walaka group have been done by the Katobengke people such as: resistence against the knowledge system of Wolio people, resistence against the field of education, resistence by using the state/military simbols, resistence through political field as the place of negotiation concerning the statuses/positions of Katobengke people in the Buton social structure. The research was implemented from march 2008 until october 2009. It was the ethnographical investigation emphasizing the daily cases of Katobengke people in the Buton social structure. This research covered the library and archieves studies and field work. The methods were used in data collecting, namely, interview, participant observation, and document analysis.
The places of research were in South East Sulawesi Province, such as Bau-Bau city, Buton regency, North Buton regency, Kendari city, and other cities for example, Makassar, Bogor and Jakarta. The informants interviewed were the adat figures, the religions figures in both Buton and Katobengke society who could give information about the stereotypes of Katobengke people. Besides, the youth, the successful businesmen and women of the Katobengke also were interviewed to gain the information needed in the research.
The data which have been obtained are as follows: 1) the social statification in the age of Buton sultanate was the rank system whis was refered to the possibility to get the power, the priviledge, and prestige, which could result in the different social stratification (kaomu, walaka, and papara or Katobengke). The stereotypes of Katobengke were reproduced in different oppotunities as the strategy to defend the position of high social strata group; 2) the Katobengke group as the low social stratification tries to resist the definition made by the kaomu-walaka group as an effort for the mobilty of status; and 3) Generally speaking, nowadays the change of social structure in Buton society is still looking for a new pattern (model), the kaomu-walaka group has tried to defend its own power, its own priviledge, and its own prestige by rethinking its social world with its traditional status (kamia) in the former sultanate period, while the Katobengke group understands its social world with a new status based on an achiaved status through an element of competition in education, religion, and politics, to occupy a given position in Buton society."
Depok: 2010
D1194
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tasrifin Tahara
"Buton manuscripts indicated that Buton Kingdom appeared in 14th Century. In the periods of the 17 th, 18th, and 19th centuries, Buton Kingdom initiated to be the free kingdom. In the begining of 20th , dutch colonial goverment incorporated that the Buton kingdom and placed it under their rule. The principles were laid down based on the social cultural in eceonomic development. Relation to be governed especially are in the field of education, health, and economy. In 1960, Buton kingdom was dissolved following the death of Sultan Laode Muhammad Falihi as the last sultan. During the kingdom era, Buton social system consisted of three groups namelly kaomu, walaka, and papara. The system was established as power of ideology in Buton social political system in the era of goverment the fourth Sultan Dayanu Ikhsanuddin in 1578-1615. The Katobengke people as the subject and object of this paper belong to papara group. In the era of Buton Kingdom, the society was dominated by kaomu and walaka groups. This condition existed until the new order era, where in this period the dominant groups still have cultural and stereotype views toward this people as ini the era Buton kingdom. This paper focuses on the phenomena of power in the dynamic Buton?s social structure. In the Buton social structure, kaomu and walaka groups claimed them selves as the groups who have higher civilization in comparation with the Katobengke people, until today."
Depok: Jurnal Antropologi Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>