Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170671 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Suari Wahyudi
"Tesis ini bertujuan menunjukkan bahwa kemunculan dan beroperasinya kejahatan terorganisasi terhadap TKI dapat terjadi karena lemahnya posisi TKI baik secara sosial terlebih secara hukum dalam Struktur Ketenagakerjaan Republik Indonesia. Kejahatan terorganisasi terhadap TKI merupakan kejahatan yang memiliki pola yang selalu mengikuti eksistensi pola pengelolaan penempatan TKI itu sendiri, dimana keberadaannya sengaja diorganisir secara rahasia oleh orang-orang yang memiliki legalitas formal untuk mengelola penempatan TKI ke luar negeri. Untuk mempertahankan kelanggengan tindak kejahatannya, para pelaku menjalin hubungan kolusi dengan berbagai pihak, baik yang memiliki otoritas formal maupun informal. Pihak-pihak yang memiliki otoritas formal meliputi oknum anggota Polisi, TNI, Depnaker, Depkeh: Dephub, Pemda, DPRD, oknum pegawai Bank, dan lain-lain. Sedangkan pihak yang memiliki otoritas informal terdiri atas oknum warga masyarakat yang memiliki modal, Wartawan, LSM, dan Tokoh Masyarakat.
Adanya hubungan yang bersifat kolusi antara para pelaku kejahatan terorganisasi dengan aparat hukum dan aparat lainnya menunjukkan bahwa praktek kejahatan teroganisasi berbaur dengan tingkah laku hukum dan lebih bergantung pada kerjasama politik. Oleh karenanya eksistensi kejahatan terorganisasi lebih berbahaya karena mampu mempengaruhi aparat publik dalam mengambil kebijakan. Kenyataan demikian mengukuhkan pendapat Massimo Pavarini yang menyebutkan bahwa kejahatan terorganisasi adalah kejahatan yang lebih teratur, lebih berbahaya, lebih bercampur dengan tingkah laku hukum dan lebih bergantung pada kerjasama politik (David Nelken:48-50).
Sasaran utama para pelaku kejahatan terorganisasi terhadap TKI pada tahap pemulangan adalah valuta asing yang dibawa oleh TKI sekembalinya mereka dari bekerja di luar negeri, yang umumnya dalam bentuk tunai atau kertas berharga. Jenis kejahatan yang paling sering menimpa TKI adalah penipuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUHP dan atau pemerasan seperti termuat dalam pasal 368 KUHP. Para pelaku mengemas tindak kejahatan dengan menjalin hubungan simbiotis dengan ekonomi yang legal/sah, yang diwujudkan dalam bentuk usaha penukaran valuta asing, penjualan barang souvenir, elektronik dan atau perhiasan. Kejahatan penipuan dan atau pemerasan juga ditampilkan dengan melakukan rakayasa kerusakan kendaraan dan atau perampokan serta pemalakan.
Keengganan TKI memanfaatkan jasa Bank untuk melakukan penyimpanan dan pengiriman uang yang diperolehnya selama bekerja di luar negeri serta kebiasaan TKI membawa uang dalam bentuk tunai memberi andil dominan bagi merajalelanya kejahatan terhadap TKI. Hal lain yang turut menjadi penyumbang bagi merajalelanya kejahatan terhadap TKI adalah celah-celah sistem pengelolaan pemulangan TKI yang belum mampu memberikan jalan keluar terhadap akar masalah yang sesungguhnya, yaitu pengamanan uang yang dibawa oleh TKI. Akibatnya, TKI tidak hanya sekedar dirugikan melainkan juga tidak dapat menikmati hasil jerih payahnya guna peningkatan kualitas kesejahteraan dari aspek ekonomi secara leluasa karena sebagian dari uang yang dibawanya telah berpindah tangan ke para pelaku.
Penanganan oleh pihak kepolisian, khususnya dalam hal penegakan hukum terhadap kejahatan terorganisasi yang menimpa TKI, dalam kenyataannya belum mampu menumbuhkan efek jera, karena hanya mampu menjerat pelaku di lapis terdepan, sementara pelaku pada lapis tengah dan lapis atas belum terjamah, sehingga mereka tetap memiliki keleluasaan untuk mengatur jalannya praktek illegalnya . Kenyataan demikian tidak terlepas dari efektivitas cara kerja yang digunakan oleh para pelaku kejahatan yang menerapkan strategi sistem kerja terputus (cut out system) dan dan kepiawaian mereka memanfaatkan peluang dan kelemahan hukum sehingga menyulitkan aparat kepolisian pada sisi pembuktian. Upaya preventif oleh pihak kepolisian pun belum mampu meniadakan faktor korelatif bagi berprakteknya kejahatan terorganisasi, yakni dalam bentuk pengamanan uang yang dibawa oleh TKI. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pihak yang turut menentukan suatu langkah pemecahan, sehingga memakan waktu bahkan dalam proses pembahasannya kehilangan fokus. Ditemukan pula adanya ekses dari tindakan kepolisian.
Mengacu pada hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kejahatan dapat berlangsung dan bepotensi untuk berkembang secara terus menerus karena dilakukan oleh lebih dari satu orang, dalam pelaksanaannya dikelola secara terorganisasi dengan pembagian peran yang sistematis, melibatkan pihak-pihak yang memiliki otoritas serta senantiasa mengikuti perkembangan fenomena pasar untuk menentukan strategi kejahatan. Penerapan strategi yang selalu berorientasi pada fenomena pasar dalam kejahatan penipuan dan atau pemerasan terorganisasi tidak hanya efektif memperdaya calon korbannya melainkan juga efektif dalam mengamankan aktivitas kejahatan dari jeratan dan pantauan aparat hukum, karena eksistensi fenomena pasar bepeluang bagi timbulnya variasi interpretasi gramatikal hukum, baik oleh para pelaku untuk membela dirinya maupun dikalangan aparat hukum itu sendiri, sehingga, ditemukan variasi keputusan penyelesaian terhadap suatu peristiwa pidana yang serupa."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T11094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adistikah Aqmarina
"Data Badan Pusat Statistik (2013) menunjukkan bahwa selama tahun 2010 hingga 2013 laju pertumbuhan angkatan kerja di Indonesia mengalami peningkatan. Hal tersebut mendorong terbukanya keberagaman lapangan pekerjaan, salah satunya industri otomotif. Sektor industi otomotif berperan cukup besar dalam memberikan polusi udara dikarenakan banyaknya exposure yang terdapat di wilayah kerja. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pekerja bengkel memiliki risiko untuk terkena berbagai jenis gangguan kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko gangguan kesehatan pada pekerja ditinjau dari kondisi fisik lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan di Pusat Bengkel dan Onderdil Margonda Depok. Disain penelitian yang digunakan adalah Cross sectional dengan metode Sampling Aksidental. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengukuran PM10, suhu, dan kelembaban di 7 titik, observasi kondisi kios serta wawancara dengan kuesioner untuk karakteristik pekerjaan dan jenis gangguan kesehatan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa 55,0% pekerja di Pusat Bengkel dan Onderdil Margonda Depok berisiko terhadap gangguan kesehatan dengan jenis gangguan kesehatan yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah gangguan pernafasan (74,2%). Faktor risiko tertinggi yang berhubungan signifikan dengan gangguan kesehatan pekerja yakni konsentrasi PM10 di wilayah kerja (OR = 4,24) dan kondisi kios (OR = 3,77). Perlunya dibuat kebijakan untuk melindungi kesehatan pekerja di Pusat Bengkel dan Onderdil Margonda Depok.

Central Bureau of Statistics (2013) show that during the year 2010 to 2013 the rate of growth of the labor force in Indonesia increased. It encourages diversity job opening, one of the automotive industry. Sectors of the automotive industry, a large enough role in providing air pollution exposure due to the amount contained in the working area. Several studies have shown that the workshop workers are at risk for various types of health problems.
This study aimed to determine the risk factors for health problems in workers seen from Physical Work Environment and Characteristics of Work at Central Workshop and Parts Margonda Depok 2014. The design of the study is Cross-sectional with Accidental Sampling method. The data collection was done by measurement of PM10, temperature, and humidity at 7 points, observation and interviews with stall condition questionnaire for job characteristics and types of health problems.
The analysis showed that 55,0% of workers in Central Workshop and Parts Margonda Depok had risk for health problems with most types of health problems experienced by workers are respiratory problems (74,2%). The highest risk factor significantly associated with the health problems of workers in the region of PM10 concentrations (OR = 4,24) and a stall condition (OR = 3,77). It needs to make a policies to protect the health of workers in Central Workshop and Parts Margonda Depok.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54756
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daviq Chairilsyah
"PT JICT (Jakarta Intemational Container Terminal) adalah salah satu perusahaan operator kontainer terminal yang berada di pelabuhan Tanjung Priok. Sebelum privatisasi PT JICT dilakukan (Sebelum tahun 1999), fakta di lapangan menunjukkanan bahwa upah karyawan, jumlah tunjangan, dan jumlah insentif masih rendah. Selain itu pungutan berupa uang sering dilakukan oleh karyawan kepada para pengguna jasa kontainer, disiplin kerja karyawan masih rendah dan tingkat produktifitas kerja karyawan di lapangan juga masih rendah.
Saat dilakukan privatisasi, manajemen perusahaan berusaha untuk menjadikan PT JICT sebagai terminal pelabuhan petikemas dengan standar internasional. Untuk mencapai hal tersebut, pihak manajeman berusaha meningkatkan kesejahteraan karyawan dengan cara meningkatkan upah pokok, bonus, insentif dan tunjangan Iainnya secara signifikan. Harapan pihak manajemen perusahaan setelah dilakukannya privatisasi agar para karyawan menjadi semakin termotivasi untuk bekerja, semakin loyal pada perusahaan, kepuasan kerja meningkat, menghilangkan pungutan atau sogokan oleh konsumen, dan peningkatan disiplin kerja pada kenyataannya masih belum terwujud.
Masalah yang paling besar saat ini adalah para karyawan masih melakukan pungutan liar atau menerima sogokan dari konsumen. Timbul pertanyaan mengapa setelah adanya program privatisasi dan pemberian treatment oleh manajemen PT JICT dengan cara meningkatkan kesejahteraan para karyawan melalui peningkatkan upah pokok, tunjangan-tunjangan dan bonus namun masih terjadi perilaku meminta dan menerima pungutan berupa uang oleh karyawan PT JICT kepada konsumennya.
Manfaat penelitian ini untuk mendapatkan gambaran tentang penyebab adanya perilaku menerima dan meminta pungutan uang oleh karyawan PT JICT Serta nantinya diharapkan dapat menetapkan program intervensi yang sesuai untuk perusahaan PT JICT. Penyebab perilaku individu/karyawan meminta dan menerima sogokan uang menurut teori Perilaku Organisasi (OB) tergantung dari tiga faktor penentu, yaitu; dari dalam diri individu sendiri, interaksi individu dengan kelompoknya, dan sistem organisasinya. (Robbins, 2003).
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka individu yang menjadi subyek penelitian adalah para karyawan yang tercatat bekerja di Departemen Operasional PT JICT. Pengambilan sampel (sampling) akan dilakukan dengan menggunakan teknik accidental sampilng. Jumlah karyawan yang direncanakan menjadi responden penelitian sebanyak 131 orang (30%) jumlah karyawan departemen operasional PT JICT. Variabel bebas pada penelilian ini adalah determinan faktor individual, kelompok dan sistem organisasi. Sedangkan variabel terikat adalah perilaku menerima dan meminta sogokan karyawan PT JICT.
Alat pengumpul data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Dalam kuesioner ini akan digunakan bentuk skala likert, dengan 6 alternatif pilihan jawaban. Pengujian validitas kuesioner dengan menggunakan teknik korelasi Pearson's Product Moment Sedangkan pengujian reliabilitas menggunakan teknik statistik Alpha Cronbach. Hasil data dari angket yang telah diperoleh pada saat melakukan kegiatan pengambilan data di lapangan diuji dengan menggunakan teknik Multiple Regression."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38495
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mathilda Margrietha I.K.
"Tulisan ini merupakan suatu bentuk analisa dan usulan dalam meningkatkan komitmen karyawan terhadap organisasi sehubungan dengan tidak jelasnya kesempatan karir yang dapat diraih di PT X. PT X merupakan Iink corporate dari Perusahaan Jepang yang bergerak di bidang teknologi informasi Informazion technology). Selama masa berdirinya, perusahaan telah berulang kali mengalami pergantian karyawan. Masalah kesempatan pengembangan karir yang tidak jelas jadi hal yang bisa disimpulkan dad semua alasan yang dikemukakan oleh karyawan yang mengundurkan diri.
Dalam menganalisa permasalahan yang ada, akan dipakai kerangka teori Interaksi Individu dan Organisasi dari Schein (1978) dan pandangan Steers (1977, dalam Muchinsky, 1993) mengenai komitmen terhadap organisasi. Menurut Schein, organisasi tergantung pada kinerja individu-individu yang mcreka miliki dan individu tergantung pada organisasi untuk memperoleh pekerjaan dan kesempatan karir. Dalam interaksinya, ada proses penyesuaian yang membawa organisasi dan individu pada hubungan yang saling menguntungkan. Jika proses penyesuaian ini berjalan optimal, maka organisasi akan memperoleh keuntungan berupa peningkatan produktivitas, kreativitas, efektivitas jangka panjang, dan sebagainya. Sedangkan individu akan memperoleh keuntungan berupa kepuasan kerja yang akan berlanjut pada peningkatan motivasi kerja, pengembangan personal yang optimal, keterlibatan dalam kerja dan organisasi, dan sebagainya. Mengenai komitmen terhadap organisasi, Steers mendefinisikan sebagai kekuatan identifikasi individu terhadap keterlibatan dalam organisasi yang dikarakteristikkan dengan penerimaan dan keyakinan yang kuat atas nilai dan tujuan organisasi, kesediaan berusaha bagi organisasi, dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi.
Pada PT X, proses penyesuaian bagi karyawan terhadap perusahaan tidak berjalan dengan lancar. Tidak adanya sistem perekrutan dan seleksi yang jelas, penilaian kinerja yang memberikan umpan balik, dan jejang karir yang membuka kesempatan pada tingkat yang lebih tinggi, membuat karyawan khawatir bahwa apa yang rnenjadi harapan mereka dalam perusahaan tidak dapat tercapai Keyakinan karyawan akan nilai dan tujuan perusahaan tidak terbangun dengan baik, sehingga ketika mereka melihat ada kesempatan yang Iebih baik untuk dapat berkembang di perusahaan lain, mereka memilih untuk mengundurkan diri.
Untuk menangani masalah ini, perlu adanya sistem pengembangan karir yang direncanakan dan dikelola dengan baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh pihak manajemen PT X adalah (1) melakukan analisa pekerjaan untuk membuat uraian pekerjaan yang jelas, (2) memperjelas sistem rekruitmen dan seleksi, (3) melakukan survei terhadap kebutuhan karyawan berkenaan masalah karir, (4) melakukan tahap pengukuran untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan karyawan, (5) melakukan tahap pengarahan dengan mengadakan konseling karir atau memberikan pelayanan informasi, (6) melakukan tahap pengembangan dcngan memilih program pengembangan karir yang sesuai dengan kondisi dan harapan perusahaan. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T38201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alessia Anindiya Melinda
"Skripsi ini bertujuan untuk melihat pengaruh tingkat kohesivitas kelompok terhadap tingkat komitmen organisasi karyawan. Kohesivitas kelompok dikatakan tinggi jika anggota kelompok terlibat dalam interaksi yang mengarah pada menguatkan kelompok, sedangkan komitmen organisasi tinggi jika karyawan bersedia bekerja keras dan memilih melanjutkan keanggotaannya dalam perusahaan.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui survey yang dilakukan di PT. Bank Syariah X, Jakarta. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 46 orang yang terdiri dari seluruh staf pada divisi bisnis institusi komersial. Teknik penarikan sampel menggunakan total sampling karena jumlah populasi sedikit.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa tingkat kohesivitas kelompok memberikan pengaruh yang cukup atau moderat positif terhadap tingkat komitmen organisasi karyawan, setelah mengeluarkan dimensi turnover anggota kelompok dari variabel tingkat kohesivitas kelompok. Lebih lanjut, penelitian ini juga melihat pengaruh tingkat kohesivitas kelompok terhadap tingkat komitmen organisasi karyawan dengan menggunakan variabel kontrol identitas responden. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa memang terdapat hubungan antara kohesivitas kelompok dengan komitmen organisasi karyawan, namun variabel itu hanya berhubungan dalam kondisi karyawan laki-laki, bersuku bangsa Jawa, berusia tua, dan berpendidikan rendah ataupun tinggi.

This undergraduate thesis discusses the influence of group cohesiveness on employees' organizational commitment. Group cohesiveness is high when group members involve in an interaction which lead to the integration of the group. Meanwhile the employees' organizational commitment is categorized as high when the employees have willingness to work hard and choose to continuing their membership in the company.
This study uses quantitative methode by doing survey as the technique to collect the data from PT. Bank Syariah X. The sample consists of 46 workers who work as the staff at the bussiness institution and commercial division. Total sampling is used as the techinque to get the sample since the amount of population is small.
The findings of the study indicate that group cohesiveness has a moderate and positive influence on employees' organizational commitment after taking out the turnover membership dimension. Furthermore this study also test the relationship between group cohesiveness with employees' organizational commitment by using the control variable respondent identity. Statistical test show that there is a relationship between group cohesiveness with employees' organizational commitment. But that relationship only applied for male respondent, javanese respondent, old responden, and respondent who have high and low educational background.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Wahyudin
"Kelangkaan sumber daya manusia di bidang keuangan syariah di Indonesia mengakibatkan perbankan syariah harus bersaing dalam mendapatkan sumber daya manusia yang butuhkan. Penawaran nilai-nilai employee value proposition (EVP) yang menarik bagi calon pencari kerja menjadi suatu strategi baru dalam mencari sumber daya manusia yang berkompeten . Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruhemployee value proposition (EVP) bank syariah dan bank konvensional terhadap keinginan untuk mencari pekerjaan bagi calon pencari kerja.
Penelitian ini menggunakan metode desain eksperimen faktorial 2X2 dimana partisipan(N=120) diberikan sebuah brosur yang berisi nilai-nilai employee value proposition (EVP) bank syariah dan bank konvensional kemuadian partisipan diminta untuk menjawab pertanyaan mengenai keinginan untuk mencari pekerjaan.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah ada interaksi yang signifikan antara employee value proposition (EVP) bank syariah dan bank konvensional terhadap keinginan untuk mencari pekerjaan. Orang yang berlatar belakang pendidikan ekonomi syariah lebih menyukai untuk bekerja pada bank syariah dan orang yang berlatar belakang ekonomi konvensional lebih menyukai untuk bekerja pada bank konvensional.

Scarcity of human resources in the field of Islamic finance in Indonesia resulted Islamic banking to compete in getting the human resources. Offering interest employee value proposition (EVP) to prospective job seekers become a new strategy to recruit competent employees. This study aimed to compare the effect of employee value proposition (EVP) Islamic banks and conventional banks on attraction of job applicants.
This study uses a 2X2 factorial experimental design in which participants(N=120) were given a brochure that contains the values of employee value proposition (EVP) Islamic and conventional bank.Participants were asked to answer questions about job pursuit intention.
The results of this study show that there is a significant interaction between employee value proposition (EVP) of Islamic and conventional banking on attraction of job applicants. People who has Educational background in Islamic Economics prefer to work in Islamic bank whereas people who has conventional economic backgrounds prefer to work in a conventional bank.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S46884
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidhestira Dwimadia
"Konsep kompetensi telah digunakan dalam bidang-bidang industri. Penerapan konsep kompetensi dimulai sejak penelitian McClelland tahun 1973 menunjukkan bahwa kompetensi dipercaya sebagai faktor kunci dalam keberhasilan seseorang di dalam pekerjaannya. Identifikasi kompetensi yang tepat memiliki nilai prediksi yang cukup valid terhadap kinerja seorang karyawan. Di dalam industri penerbangan telah di luar negeri telah banyak digunakan standar komptensi. Namun di Indonesia belum ada standar kompetensi pilot. Padahal standar tersebut perlu dibuat demi tercapainya keselamatan penerbangam. Peneliti tertarik memfokuskan penelitian pada PT. Dirgantara Air Service (PT.DAS) karena PT. DAS merupakan satu-satunya perusahaan yang ditetapkan sebagai perusahaan penerbangan perintis sejak tahun 1993.
Suatu penerbangan perintis dilakukan pada medan yang ganas seorang pilot akan menghadapi kondisi cuaca yang cepat berubah, kabut tebal yang menghalangi jarak pandang minimal, gunung-gunung bukit-bukit yang menjulang dan lain sebagainya Keadaan-keadaan ini membutuhkan keterampilan-keterampilan yang prima dari pilot (yang tercakup di dalam kompetensinya). Selain itu, peneliti tertarik meneliti mengapa pilot-pilot baru PT.DAS kinerjanya kurang memuaskan. Terhadap permasalahan ini peneliti mengusulkan untuk menerapkan seleksi berdasarkan kompetensi. Seleksi berdasarkan kompetensi menjamin perusahaan merekrut pilot yang tepat sesuai maktelistik yang di pemyamtkan perusahaan dan memberikan kinerja optimal di dalam pekerjaannya. Untuk mendapatkan data, penulis melakukan wawancara dengan pemegang jabatan, atasan pemegang jabatan dan manajemen puncak."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38376
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S.P. Doulers
"Propinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang pada akhir Pelita V merupakan propinsi yang banyak dituju oleh para migran, hal ini disebabkan pembangunan di propinsi NTB relatif pesat dibanding propinsi lainnya di kawasan Timur Indonesia, terutama pembangunan di bidang Pariwisata dan Pembangunan fisik.
Beberapa studi mengungkapkan bahwa membengkaknya pekerjaan di sektor informal yang terjadi di kota-kota besar disebabkan terbatasnya daya serap pekerjaan di sektor formal (sektor modern) terhadap angkatan kerja. Meningkatnya jumlah angkatan kerja di perkotaan, diantaranya disebabkan oleh arus migrasi dari daerah pedesaan dan karena mereka tidak dapat tertampung di sektor formal. Sehingga alternatif yang paling tepat adalah menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri dengan Cara memasuki pekerjaan di sektor informal.
Tesis ini mencoba menganalisis apakah resiko atau kemungkinan memasuki pekerjaan di sektor informal ditentukan oleh status migrannya atau lebih dipengaruhi oleh variabel demografisnya, seperti tingkat pendidikan, status perkawinan, tempat tinggal, jenis kelamin dan kelompok umur, dengan menggunakan data Sensus Penduduk 1990. Responden yang digunakan dibatasi pada mereka yang berusia 10 tahun ke atas yang bekerja disektor formal maupun informal. Kriteria migran yang digunakan adalah migran berdasarkan propinsi tempat lahir (life time migrant).
Model statistik yang dipakai untuk memperkirakan resiko atau kemungkinan migran atau non migran dalam memasuki kegiatan di sektor formal atau informal adalah model regresi logistik berganda. Variabel yang diperhatikan adalah status migran, tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, tempat tinggal dan status perkawinan. Selain variabel utama tersebut di atas juga diperhatikan adanya pengaruh variabel interaksi baik interaksi dua faktor maupun interaksi tiga faktor.
Dari hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara status migran dengan sektor pekerjaan informal. Kemudian setelah memperhatikan tingkat pendidikan terhadap sektor pekerjaannya didapatkan hubungan yang negatif, artinya semakin rendah tingkat pendidikan migran atau non migran maka kemungkinannya memasuki pekerjaan di sektor informal semakin besar.
Perbedaan resiko atau kemungkinan dalam memasuki pekerjaan di sektor informal antara migran dan non migran menurut tingkat pendidikan terdapat perhedaan yang menyolok antara migran yang berpendidikan tidak tamat SD, tamat SD dibanding yang tidak sekolah dan SMTP ke atas.
Berdasarkan perbedaan variabel jenis kelamin migran laki-laki mempunyai resiko atau kemungkinan sehesar 0,7811 kali resiko wanita migran dalam memasuki pekerjaan di sektor informal. Dari hasil perhitungan, hubungan antara status migran dan sektor pekerjaan di sektor informal, setelah memperhatikan kelompok umur ternyata migran yang berumur 10-19 tahun mempunyai resiko atau kemungkinan lebih besar 7,2551 kali resiko migran atau non migran yang berumur 30 tahun ke atas untuk memasuki pekerjaan di sektor informal, Sedangkan pada migran atau non migran yang berumur 20-29 tahun, mempunyai resiko atau kemungkinan sebesar 0,9142 kali resiko migran atau non migran yang berumur 30 tahun ke atas dalam memasuki pekerjaan di sektor informal.
Apabila di perhatikan migran yang berstatus pernah kawin, ternyata mempunyai resiko atau kemungkinan sebesar 0,1278 kali dalam memasuki pekerjaan di sektor informal dibanding migran yang berstatus belum kawin. Dan kalau diperhatikan status tempat tinggal migran, maka terlihat migran yang bertempat tinggal di perkotaan mempunyai resiko atau kemungkinan sebesar 0,3055 kali dalam memasuki pekerjaan di sektor informal, dibanding migran yang bertempat tinggal di pedesaan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eri Suhendra Irawan
"Dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang menitik beratkan pada otonomi daerah, membawa konsekwensi logis terhadap tuntutan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia di berbagai bidang. Kebijakan pembangunan dalam kerangka otonomi daerah hamslah diartikan sebagai peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan bangsa di masa depan. Oleh karena itu tidak ada pilihan Iain kecuali memberikan perhatian yang seksama tentang arti penting kompetensi sumber daya manusia aparatur di daerah untuk terus menerus ditingkatkan secara konsisten dan berkesinambungan. Dalam konteks ini permasalahan yang muncul adalah sejauh mana tingkat kompetensi sumber daya manusia aparatur yang ada pada saat ini untuk menunjang kebijakan yang dimaksud. Kemudian seberapa jauh sumber daya manusia aparatur dalam memahami berbagai aspek desentralisasi dan identifikasi pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan untuk peningkatan kompetensi sumber daya manusia aparatur tersebut sehingga semua itu dapat memberikan sumbangan yang besar terhadap pelaksanaan otonomi daerah di masa yang akan datang. Penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran tingkat pengusaan kompetensi berdasarkan konsep kompetensi generik Civil Service Coiiege terhadap 30 orang pegawai negeri sipil golongan III di lingkungan Sekretariat Dewan Peiwakilan Rakyat Daerah Propinsi Kalimantn Selatan. Pendekatan yang dilakukan terhadap penelitian ini adalah bersifat kualitatif, dengan juga melakukan studi kepustakaan terhadap teori-teori yang relevan dan melakukan pengamatan dan observasi serta melakukan serangkaian wawancara dengan 30 orang responden yang dipilih secara purposive sampiing. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu yang sedang berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Berdasarkan hasil penelitian disimpuikan bahwa gambaran tentang persepsi pegawai tentang kompetensi secara generik berdasarkan konsep kompetensi Civil Service College sudah cukup memadai. Kemudian tingkatpemahaman para pegawai terhadap konsep desentralisasi sudah cukupmemadai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T3231
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pribadi
"ABSTRAK
Peningkatan produktivitas kerja karyawan berkaitan erat dengan pengalaman, pelatihan, keterampilan dan peluang untuk mengembangkan bakat, karier dan potensinya. Oleh karena itu peningkatan produktivitas kerja merupakan salah satu hal penting untuk pengembangan sumber daya manusia dan perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengalaman kerja dan pelatihan dengan produktivitas kerja karyawan serta seberapa besar sumbangan pengalaman kerja dan pelatihan terhadap peningkatan produktivitas kcrja. Sampel penelitian yang diambil sebanyak 200 orang.
Berdasarkan analisis hasil penelitian ditemukan bahwa rata-rata pengalaman kcrja karyawan adalah 9 tahun dengan standar deviasi 4.01. pelatihan yang pernah diikuti rata-rata 75 jam dengan standar deviasi 13.26 dan produktivitas kerja rata-rata 1.092 dengan standar deviasi 0,164.
Disamping itu juga terungkap bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan secara bersama-sama antara pengalaman kerja dan pelatihan dengan produktivitas kerja pada taraf signifikansi 0,05 dan diperoleli harga koefisien determinasi R2 = 0,558. Pengalaman kerja memberikan sumbangan relatif sebesar 62.08 persen dan sumbangan efektif sebesar 34,64 persen terhadap produktivitas keija sedangkan pelatihan memberikan sumbangan relatif sebesar 37,92 persen dan sumbangan efektif sebesar 21,16 persen terhadap produktivitas kerja.
Dari penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa ada 45,08 persen responden yang tingkat produktivitasnya diatas rata-rata dan pengalaman kerja memberikan sumbangan relatif dan efektif yang lebih besar dalam peningkatan produktivitas kerja dari pada pelatihan.
Dengan demikian untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan seyogyanya perusahaan lebih memperhatikan pengalaman kerja dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan sekaligus mempersiapkan SDM yang berkualitas untuk menghadapi pasar global tahun 2003."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>