Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160138 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bulakh, J. Christian
"Sebagai perwujudan atas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, setiap daerah mendapatkan hak otonomi. Pemberian hak otonomi kepada daerah dimaksudkan untuk mencapai efektifitas penyelenggaraan pemerintah terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Otonomi daerah adalah hak daerah untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya sebagai urusan otonomi daerah berdasarkan prakarsanya sandhi dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia.
Penyelenggaraan otonomi daerah mencakup penetapan dan pelaksanaan kebijaksanaan oleh daerah sendiri adalah dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan potensi dan sumber daya daerah untuk kepentingan bersama masyarakat Kota Kupang. Kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonominya ditentukan oleh partisipasi masyarakat, kepemimpinan dan kemampuan aparat. Dalam hubungan ini maka dalam tesis ini penulis mengangkat tentang -persepsi -pemerintah dan Masyarakat terhadap -penyelenggaraan otonomi daerah Kota Kupang, studi kasus dan segi ketahanan Nasional sebagai pokok bahasan dan meneliti permasalahan hubungan dan pengaruh kemampuan daerah dengan penyelenggaraan otonomi dan ketahanan Nasional di Daerah Kota Kupang.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis dan "teknik deskriptif dengan persentase" untuk mengetahui persepsi pemerintah dan masyarakat terhadap kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah Kota Kupang. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini maka ditentukan bairwa secara keseluruhan ketiga variabel yaitu partisipasi masyarakat, kepemimpinan dan kemampuan aparat mempunyai hubungan yang positif dan eukup berpengaruh pada penyelenggaraan otonomi daerah serta -pemerintah Daerah Kota Kupang cukup berhasil dalam menyelenggarakan otonomi daerahnya sehingga kondisi ketahanan Nasional di Daerah Kota Kupang cukup mantap, setidak-tidaknya pada saat penelitian ini dilakukan. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah Kota Kupang untuk mencapai sasaran otonomi daerah berupa kesejahteraan rakyat, persatuan-kesatuan dan demokratisasi terlihat bahwa pelaksanaan kepemimpinan pemerintahan daerah dapat menanggapi berbagai aspirasi masyarakat, partisipasi masyarakat terus meningkat serta adanya kemampuan aparat menyelesaikan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan Daerah Kota Kupang. Penyelenggaraan otonomi daerah yang demikian memungkinkan terpenuhinya kepentingan Masyarakat Daerah Kota Kupang secara keseluruhan yang berwujud kesejahteraan dan keamanan sebagai hakekat ketahanan Nasional."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T11503
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rufinus Djemana
"Terpusatnya kekuasaan dan kewenangan Pemerintahan di masa kepemimpinan Orde Baru yang mengabaikan kebebasan dan Hak Asasi Manusia menimbulkan berbagai ketimpangan dan kesenjangan regional antar wilayah daerah dan terjadinya kerusakan sistim sosial yang multi dimensional dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan nasional. Birokrasi yang tidak mencerminkan aspirasi dan kebutuhan spesifik yang ada di setiap daerah mengakibatkan hilangnya kepercayaan terhadap Pemerintah Pusat dan kecenderungan semakin menderasnya tuntutan untuk membangun kemandirian yang otonom dan babas dari tekanan pemerintah pusat.
Menderasnya arus reformasi yang mengedepankan pentingnya demokratisasi yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia yang bernuansa kebebasan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan yang hakiki dan bermartabat sesuai dengan tujuan terbentuknya negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Kebutuhan akan pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance) merupakan prasyarat bagi terwujudnya cita-cita demokratisasi yang bernuansa kebebasan dan Hak Asasi manusia. Karena perlakuan Pemerintah Pusat yang sentralistik, daerah-daerah tersebut merasa diperlakukan kurang adil dalam pembagian hasil pendapatan nasional dimana terjadinya kesalahan alokasi sumber-sumber daya nasional yang lebih banyak dinikmati oleh Pemerintah Pusat.
Lahirnya Undang-undang Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah merupakan koreksi dan suatu langkah maju untuk mempercepat reformasi dan penyempurnaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974. Sebagai hasil kajian dan koordinasi dari Departernen dan Lembaga yang terkait dalam urusan otonomi daerah yang mengedepankan suatu tatanan otonomi kepada dua jenis daerah otonom yang meletakkan kadar otonomi yang lebih besar kepada daerah Kabupaten/Kotamadya yang dipimpin oleh seorang Bupati/Walikota. Kadar otonomi daerah propinsi menjadi lebih kecil didalam menjalankan fungsi Pemerintah Pusat di Daerah. Dengan ditetapkannya kedua undang-undang tersebut diharapkan manajemen sumber-sumber daya pada berbagai jenjang pemerintahan dapat ditata kembali secara mendasar sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan produktifitas dan daya saing masyarakat di daerah. Dalam kaitan ini kedudukan Gubernur dan Bupati menjadi sangat strategis sebagai posisi kunci karena bertindak sebagai Top Manager di dalam menata dan mengelola birokrasi pemerintahan yang transparan, partisipatif dan akuntabel di dalam mengakomodasikan berbagai aspirasi dan tuntutan kebutuhan yang berkembang di daerah.
Sehubungan dengan itu upaya pembenahan dan pemberdayaan pengelolaan keuangan daerah di dalam merespons tuntutan aspirasi daerah merupakan langkah penting yang perlu segera dilaksanakan. Disadari, kapasitas keuangan Pemerintah Daerah akan menentukan kemampuan Pemerintah Daerah untuk menjalankan fungsi-fungsinya di dalam memberikan pelayanan dan mendorong terjadinya proses pembangunan daerah. Rendahnya kemampuan keuangan daerah akan menimbulkan siklus efek yang negatif yaitu rendahnya kemampuan pelayanan kepada masyarakat yang pada gilirannya akan mengundang campur tangan Pusat atau bahkan dalam bentuk ekstrim, menyebabkan dialihkannya sebagian fungsi-fungsi pemerintah daerah ke tingkat pemerintahan yang lebih atas yang tidak diharapkan oleh masing-masing daerah, Kebijakan keuangan daerah diharapkan mampu menata dan mengorganisir sistim perekonomian daerah dalam rangka perwujudan otonomi daerah yang nyata, serasi, dinamis dan bertanggung jawab.
Kebijaksanaan keuangan daerah pada hakikatnya mencakup dua dimensi penataan sektor publik yaitu penataan aspek pendapatan (revenue side), dan aspek pengeluaran (expenditures side), seperti yang tercermin di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Anggaran Daerah (APBD). Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan salah satu wujud peran Pemerintah Daerah untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi dengan merubah struktur pengeluaran atau pendapatan (Pajak Daerah) untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi, anggaran daerah merupakan instrumen kebijakan penting Pemerintah Daerah untuk mengarahkan perkembangan sosia1 ekonomi, menjamin kesinambungan pertumbuhan dan meningkatkan kehidupan serta kesejahteraan masyarakat. Karena itu pemberdayaan anggaran daerah hares mampu mencerminkan dinamika perubahan prioritas keinginan masyarakat melalui penataan arah dan kebijakan Pemerintah Daerah dalam kerangka pengendalian pengeluaran maupun perpajakan serta retribusi di daerah. Mekanisme perencanaan pembangunan daerah yang selama ini diatur dengan keputusan Mendagri no. 9 tahun 1982 tentang (P5D) menempatkan dominasi peranan Pusat, sedangkan tuntutan kebutuhan daerah kurang mendapat porsi yang seimbang, maka dengan berlakunya UU Otonomi Daerah yang baru, setiap daerah mendapatkan keleluasaan untuk mengembangkan kemandirian sesuai potensi dan peluangnya. Beberapa makna penting yang menyebabkan perlunya perubahan paradigma pembangunan daerah sesuai dengan UU Otonomi Daerah yang baru adalah sebagai berikut, Pertama, lebih ditingkatkannya proses demokrasi manajemen daerah. Kedua, lebih ditingkatkannya peran serta masyarakat dalam manajemen pembangunan daerah. Ketiga, lebih ditingkatkannya pemerataan dan keadilan pembangunan daerah. Keempat, lebih diperhatikannya potensi daerah dalam proses pengelolaan pembangunan daerah. Kelima, lebih diperhatikannya keanekaragaman daerah dalam pengelolaan pembangunan daerah. Dalam rangka pemberdayaan APBD sebagai instrumen kebijakan Otonomi Daerah di Propinsi Nusa Tenggara Timur agar menempatkan kepentingan dan kesejahteraan rakyat menjadi dasar dan ukuran untuk menilai kemampuan kinerja Pemda Propinsi NTT. Dalam kaitan itu rumusan APBD harus melibatkan kelima kelompok kepentingan (stakeholders) secara solid dan utuh sesuai peran dan fungsinya, sehingga mampu menghasilkan keputusan perencanaan yang realistis sesuai aspirasi dan prioritas kebutuhan masyarakat di daerah yang bersangkutan.
Usaha penataan dan pembenahan anggaran daerah ditujukan agar Pertama, untuk memenuhi pertanggungjawaban (accountability) tugas-tugas keuangan pemerintah daerah kepada institusi pejabat yang berwenang dan kepada masyarakat. Kedua, keuangan daerah dikelola agar mampu melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendek dari jangka panjang. Ketiga, pengurusan keuangan harus dilakukan oleh pegawai-pegawai yang jujur sehingga peluang untuk melakukan kecurangan bisa diperkecil. Keempat, prinsip pengelolaan keuangan daerah yaitu hemat dan mencapai sasaran (efektif). Kelima, adalah pengendalian harus dilakukan oleh keputusan keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD), serta petugas pengelolaan dan pengawasan keuangan yang dilakukan secara transparan. Kelima prinsip tersebut merupakan unsur-unsur pokok pada manajemen keuangan daerah yang mencerminkan terciptanya good governance pada tataran Pemerintahan Daerah.
Kajian tesis yang berjudul "Pemberdayaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Sebagai Instrumen Kebijakan Dtonomi Daerah Di Propinsi Nusa Tenggara Timor", merupakan suatu upaya untuk mencoba mengidentifikasi dan mencermati potensi, peluang dan permasalahan dasar di Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam merespon tuntutan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Otonomi yang baru terkandung maksud untuk melihat secara spesifik daya dukung Propinsi Nusa Tenggara Timur dan prospeknya ke depan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode LQ (Location Quotient) untuk mengolah data sekunder dan analisa SWOT untuk mengolah data primer (kuesioner) untuk kelima stakeholders yaitu kelompok masyarakat, kelompok DPRD, kelompok Kepala Daerah, kelompok Unit Penunjang dan Unit Pelayanan. Selain itu data dan informasi dari berbagai hasil pengalaman empirik penulis selama bekerja di propinsi Nusa Tenggara Timur. Dengan analisa LQ menunjukkan bahwa kedudukan sektor pertanian masih merupakan sektor andalan di propinsi Nusa Tenggara Timur (LQ> I) kecuali kabupaten Kupang dan kabupaten Ende.
Hasil kajian tesis menunjukkan strategi tertinggi saat ini dan saat mendatang terletak pada kelompok DPRD dan Kepala Daerah. Dalam rangka pemberdayaan APBD maka tindakan penting dan mendesak untuk kelompok DPRD adalah pertama, perlunya program peningkatan mutu dan keterampilan sumber daya manusia. Kedua, memperluas forum konsultasi untuk menampung tuntutan aspirasi publik. Ketiga, meningkatkan mutu pembuatan Peraturan Daerah dan meningkatkan fungsi pengawasan umum. Keempat, meningkatkan fungsi pengawasan terhadap tugas pelayanan dasar yang dilakukan Pemerintah. Sedangkan untuk masa yang akan datang terletak pada kelompok Kepala Daerah, dengan rekomendasi kegiatan penting dan mendesak yang harus dilakukan adalah, pertama, perlunya mempertegas penataan Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) serta standar kinerja sesuai karakteristik dan tuntutan kebutuhan lokal di NTT. Kedua, perlunya mempertajam analisa kebutuhan yang mendasari sistem alokasi APBD pada sektor yang menjadi prioritas (kompetensi unggulan) daerah. Ketiga, meningkatkan kemampuan profesional para SDM daerah sesuai tugas dan tanggung jawabnya. Keempat, meningkatkan transparansi dan pemasyarakatan berbagai kebijakan dan Perda tentang APBD dan Kelima, berusaha meningkatkan mutu perencanaan dan pengembangan komoditi unggulan sesuai potensi dan peluang daerah pada upaya untuk mengembangkan kemampuan otonominya."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T1385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martina Rupidara
"Most important thing which become central attention of this study is implementation of Regional Autonomy Program that commenced on applicable of Act Number 22 11999. Most important alteration on this act is the more strengthen of local political institution (DPRD), which strictly separated between institutions on Head of Regional and DPRD. And institutionally, DPRD is no longer part of Local Government rather as equal partner in its position for Local Legislative Body. This is a huge opportunity for DPRD of NTT Province to implement their wider authority. Nevertheless, DPRD of NTT Province can be an effective people's representative as their people's hope.
Therefore, this study and research is focused on role and function effectiveness of DPRD and Regional Autonomy. However, this is not an easy task to do for DPRD of NTT Province. There are many influencing factors to this institution to have more optimal roles. Those factors are internal and external factors, whereas both factors are effectively influencing to weaken or even strengthen role and function of DPRD as local political institution. External factor on this study is factors which beyond DPRD institution which also influencing effectiveness on role and function of DRPD. In fact, DPRD is actively join to influence effectiveness on role and function of DPRD.
Data of this study is gathered from qualitative study method. Sources are primary data (study informant) and secondary data (documentation review). Researcher is the study instrument herself whereas to gather data through interview and to review documentation. Gathered data, then, being processed with take primary and secondary data along with its characteristics with its tendency on one to another to applied research indicators. Then, it will be analyzed and interpreted with suing applicable formal rules or theory framework. In this study, writer did not testing relationship or testing the influencing factors rather to explain about those influencing factors that based on theories.
Based on this study, it showed that roles and function of DPRD of NTT Province is not effective as its local people's hope or the regulation itself. Performance of DPRD of NTT Province in the implementation of legislation function is possible so DPRD can create Local Regulation Initiative on NTT and to include consultation or participation of NTTs people, control function on DPRD is political, not technical or functional supervision observation or control. So arrogance from DPRD can be more reduced; it hope that DPRD as political representative function put people interest more rather than political party interest or local elites. These political representatives are also hope that members of house of representative to have more intensive relation with their voters and not to their local elites.
At the end of this thesis is suggestion in form of recommendation in order to reach effectiveness on role and function of DPRD of NTT Province and DPRD of NTT Province needs to give more attention to external and internal factors that influencing performance effectiveness of house's members in the era of Regional Autonomy. And the most important thing to implementing Regional Autonomy in NTT Province is DPRD as a stepping stone of local people and those house's members can be an effective people's representative for local people. And the essence of Regional Autonomy is community autonomy which can be a reality as their hope.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14037
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Eddy M.T.
"Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah yang mulai diberlakukan sejak awal tahun 200I merupakan salah satu agenda reformasi dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya demokratisasi dalam pengelolaan negara dan penyelenggaraan pemerintahan. Pembagian sebagian besar kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat, sehingga pemerintah daerah memiliki kesempatan besar untuk menggali dan mengembangkan segenap potensi daerahnya untuk kesejahteraan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan di era Otonomi Daerah menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip demokrasi yaitu meningkatnya partisipasi masyarakat daiam proses pengambilan keputusan kebijakan publik, transparansi dan akuntabilitas pertanggungjawaban publik. Prinsip-prinsip tersebut mengamanatkan adanya sharing afpower antara lembaga-lembaga negara, khususnya eksekutif dan legislatif.
Departemen Dalam Negeri mengakui bahwa selama Iima tahun pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia belumlah menunjukkan basil yang memuaskan. Permasalahan yang paling sering ditemukan antara lain terjadinya konflik kepentingan antar elite di daerah, khususnya eksekutif dengan legislatif, hak-hak politik masyarakat yang belum terakomodasi secara memadai dan tidak konsistennya penegakan hukum. Kondisi-kondisi tersebut mengakibatkan terhambatnya proses pembangunan yang berujung tidak tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat.
Kota Bekasi sebagai salah satu kota penyanggah ibukota negara memiliki posisi yang semakin strategis dituntut untuk berkembang secara cepat. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi saat ini seiring dengan semakin derasnya arus urbanisasi ke Kota Bekasi mempersyaratkan terjalinnya koordinasi yang balk antar lembaga negara dengan berbagai elemen masyarakat, khususnya sinergi dan harmonisasi hubungan antara eksekutif (Walikota) dengan legislatif (DPRD).
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hubungan antara eksekutif dengan legislatif di Kota Bekasi, namun peningkatan tersebut belum optimal sesuai harapan dan keinginan masyarakat. Beberapa bidang pelayanan publik khususnya pendidikan, kesehatan, dan transportasi masih jauh dari yang diharapkah. Kurang fokusnya pemerintah Kota Bekasi dalam menetapkan prioritas sasaran program pembangunan dan lemahnya pengawasan internal birokrasi menjadi penyebab utama lambatnya perbaikan pelayanan publik. Kebijakan Pemkot Bekasi dengan slogan "Pelayanan Satu Atap" dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan publik belum menunjukkan basil yang memadai, karena tidak diikuti dengan perubahan perilaku dari aparatur. Dampak hubungan eksekutif dan legislatif di Kota Bekasi mulai menunjukkan adanya peningkatan partisipasi publik (partisipasi politik) dart kontrol sosial dalam meningkatkan peran serta masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik dan pengawasan terhadap kinerja eksekutif dan Iegislatif. Partisipasi masyarakat Kota Bekasi tersebut masih Iebih banyak diinisiasi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan media massa, sementara peran partai politik belum memadai dalam meningkatkan pemberdayaan partisipasi politik masyarakat.

The policy of decentralization and autonomy that have been applied since 2001 is one of the reformation agendas to boost democratization in state management and governance. The dividing of central government's authorities to local governments in order to accelerate and improve people's prosperities, so that the local governments have a lot of opportunities to explore and develop their area's potencies. The government conducts its role in the era of area's autonomy guarantees the democracy principles including increase of people's political engagement in the decision making process of public policy, transparency and accountability. Those principles order a sharing of power among state institutions, especially between the executive and legislative.
The Department of Home Affairs states that during five years of the conduction of autonomy policy in Indonesia not enough yet show a satisfied result. The most problems have been found i.e.: the conflict of interest among local elites, especially the executive against the legislative, the public political rights that have not been accommodated equally and the inconsistency of Law enforcement. Those conditions hamper the development process, in turns it will impede the achievement of people's improvement and prosperity.
The Bekasi Municipality as one of the state's capital hinterland has a strategic position and it is expended to develop rapidly. The complexity of problems such as a growing number of urbanization to Bekasi Municipality is required a good coordination among the state institutions with several of society elements, especially a synergic and harmonic relationship between the executive (Mayor) and legislative (DPRD).
The result of this study indicates that there is an improvement in relationship between the executive and the legislative in Bekasi Municipality, nevertheless that improvement has not been optimal and it has not satisfied people's expectations and Needs. Some of public services especially education, health and transportation are still Far from the expectation. Since the Bekasi Municipality was failed to remain focus in determining its target priority of development programmed and the weakness of internal bureaucratic -control- become- -the--main--factor- of--the -lateness--of -public services Improvement. The policy of Bekasi Municipality by a slogan "One Roof Service" in conducting its roles and functions as a public servants still not yet shows a significant performance improvement, because of not yet followed by a changing of apparatus behavior. The impact of the relation between the executive and legislative in Bekasi Municipality indicates and improvement in public political engagement and social control in the process of public policy decision making and to control the performance of the Executive and legislative. The participation of Bekasi Municipality urban communities is still initiated by NGO's and mass media; other while the role of political parties are still not optimal yet in improving the empowerment of public political engagement."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
La Ode M. Suhartono
"Realisasi PAD Kabupaten Muna dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi, bahkan cenderung mengalami penurunan. Permasalahan utama yang dihadapi dalam mencapai target PAD disebabkan oleh (1) Perda PAD yang berkaitan dengan penentuan tarif pajak dan retribusi daerah sudah tidak sesuai lagi dengan nilai pasar yang terjadi; (2) Sulitnya membuat Perda Baru tentang PAD karena dikhawatirkan terjadi tumpang tindih dengan pajak-pajak propinsi dan pusat yang telah ada dalam menentukan definisi dan ketetapan pajak itu sendiri; (3) Ketidakmampuan SKPD dalam melihat potensi dan efektivitas serta permasalahan sistem dan prosedur PAD; (4) Belum optimalnya penggalian potensi pajak dan retribusi daerah; (5) Belum optimalnya sarana dan prasarana pelayanan yang dapat menunjang peningkatan penerimaan PAD; (6) Masih kurangnya tingkat kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak; dan (7) Masih kurang optimalnya pemberian sanksi kepada wajib pajak dan retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk melakukan pembayaran. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk merumuskan strategi peningkatan PAD Kabupaten Muna. Tujuan khusus penelitian adalah: (1) mengukur efektivitas dan efisiensi PAD Kabupaten Muna; (2) mengukur elastisitas PAD terhadap PDRB Kabupaten Muna; (3) mengukur rasio kemandirian daerah; (4) mendeskripsikan strategi untuk peningkatan PAD Kabupaten Muna; (5) mendeskripsikan peran PAD hubungannya dengan ketahanan daerah. Objek penelitian ini adalah PAD Kabupaten Muna. Lokasi penelitian di Kabupaten Muna, khususnya pada Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD). Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari 10 responden yang dipilih dengan metode purposive sampling. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Muna. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah efektivitas, efisiensi, elastisitas, kemandirian daerah, dan pertumbuhan PAD. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa (1) efektivitas PAD Kabupaten Muna selama tahun 2007-2011 berfluktuasi dan cenderung menurun, (2) Efisiensi PAD Kabupaten Muna cenderung mengalami peningkatan dan Elastisitas PAD terhadap PDRB Kabupaten Muna memiliki nilai positif, (3) Rasio kemandirian daerah fluktuasi dan cenderung menurun, (4) Strategi yang digunakan untuk meningkatkan PAD Kabupaten Muna adalah; (i) melakukan perbaikan terhadap sistem informasi manajemen data; (ii) melakukan sosialisasi UU dan Peraturan Daerah kepada masyarakat akan pentingnya pajak/retribusi daerah bagi pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan daerah; (iii) peningkatan sarana dan prasaran yang memadai; dan (iv) melakukan peningkatan keahlian SDM apartur yang profesional dan bertanggung jawab, dan (5) Peningkatan PAD akan menjamin kesejahteraan masyarakat dan menciptakan kondisi keamanan yang kondusif yang merupakan tujuan dari ketahanan daerah.

Actual PAD Muna from year to year fluctuations, and even tends to decrease. The main problems encountered in achieving revenue targets caused by (1) PAD regulations relating to determination of tax rates and local retribution are no longer in line with market value that occurred, (2) The difficulty of making new laws about PAD because they feared overlap with taxes provincial and national taxes that already exist in determining the definition and the assessment itself, (3) SKPD inability to see the potential and effectiveness and PAD system and procedure problems (4) Not potential of potential taxes and local retribution, (5) Not optimal service infrastructure to support the increasing acceptance of PAD, (6) Still lack the level of public awareness in fulfilling its obligations as a taxpayer, and (7) Still less optimal sanctions to compulsory taxes and charges are not carrying out their obligations to make payments. The general objective of this study was to formulate a strategy to increase local original revenue of Muna District. Specific objectives of research are: (1) measure the effectiveness and efficiency of PAD, (2) measure the elasticity of PAD to GDP Muna, (3) measures the ratio of local independence, (4) describe strategies to increase PAD Muna, (5) describe the role of PAD realtion to regional resilience. Object of this study is PAD Muna. Location of research in Muna District, especially at the Department of Revenue, Finance Management and Regional Asset (DPPKAD). The data used are primary data and secondary data. Primary data were obtained from 10 respondents were selected by purposive sampling method. While the secondary data obtained from the Department of Revenue, Finance Management and Regional Asset in Muna District. The analysis used in this study are effectiveness, efficiency, elasticity, local independence, and the growth of PAD. The results of this study revealed that (1) The effectiveness of PAD Muna during 2007-2011 fluctuated and tended to decline, (2) PAD Muna efficiency tends to increase and the elasticity of PAD to GDP Muna has a positive value, (3) The ratio of local independence and fluctuation tends to decrease, (4) Strategies used to increase PAD Muna are: (i) make improvements to data management information system, (ii) to disseminate the Law and Local Regulations to the public on the importance of taxes/ retribution for the implementation of governance and local development, (iii) improvement of facilities and infrastructure are adequate, and (iv) skills upgrading human resources and professional personnel who are responsible, and (5) Increase in PAD will ensure the welfare of the community and create security conditions conducive that is the purpose of the local resilience."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Riduansyah
"Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu daerah otonom. Pendapatan asli daerah merupakan suatu wujud kemampuan masyarakat lokal untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah yang diberikan kepadanya. Pendapatan asli daerah terdiri dari empat komponen utama, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, laba BIMD, dan pendapatan lain-lain. Dari keempat komponen utama ini, pajak daerah dan retribusi daerah merupakan dua komponen yang penting bagi penerimaan PAD, karena merupakan sumber utama yang memberikan sumbangan yang signifikan dalam perolehan PAD sumber utama.
Jumlah penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang diterapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang terkait dengan penerimaan kedua komponen tersebut.
Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan pendapatan asli daerah Pemerintah Daerah Kota Bogor dalam kurun waktu Tahun Anggaran 1993/1994-2000 cukup signifikan dengan rata-rata kontribusi sebesar 27,78 % per tahun dan pertumbuhan rata-rata sebesar 22,89 % per tahun untuk komponen pajak daerah serta rata-rata kontribusi sebesar 47,58 % per tahun dan pertumbuhan rata-rata sebesar 5,08 % per tahun untuk komponen retribusi daerah.
Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total perolehan penerimaan Pemerintah Daerah Kota Bogor yang tercermin dalam APBD-nya, dikaitkan dengan kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah, terlihat cukup baik. Komponen pajak daerah dalam kurun waktu Tahun Anggaran 1993/1994-2000 rata-rata per tahunnya memberikan kontribusi sebesar 7,81 % per tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 22,89 % per tahunnya. Sedangkan pendapatan yang berasal dua komponen retribusi daerah, pada kurun waktu yang sama, memberikan kontribusi rata-rata per tahunnya sebesar 15,61 % dengan rata-rata pertumbuhan per tahunnya sebesar 5,08 % per tahun.
Untuk meningkatkan porsi kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total penerimaan pendapatan asli daerah dan sekaligius memperbesar kontribusinya terhadap APBD Pemerintah Daerah Kota Bogor, beberapa langkah perlu dilakukan. Pertama, perlu dilakukan peningkatkan intensifikasi pemungutan jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang telah diberlakukan. Intensifikasi ini dapat dilakukan antara lain dengan melakukan validasi wajib pajak daerah dan wajib retribusi daerah yang ada, penyesuian peraturan daerah yang mengatur pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, serta meningkatkan keterampilan aparat daerah yang mengelola pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Kedua, dilakukannya ekstensifikasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Ekstensifikasi ini dapat dilakukan antara lain dengan jalan memberlakukan jenis pajak dan retribusi baru sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada dengan memanfaatkan kesempatan yang diberikan dalam Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 serta peraturan perundang-undangan lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Mohammad Riduansyah
"Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu daerah otonom. Jumlah penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang diterapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang terkait dengan penerimaan kedua komponen tersebut. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan PAD Pemerintah Kota Bogor dalam kurun waktu Tahun Anggaran (TA) 1993/1994 ? 2000 cukup signifikan dengan rata-rata kontribusi sebesar 27,78% per tahun. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total perolehan penerimaan Pemda Bogor tercermin dalam APBD-nya, dikaitkan dengan kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah terlihat cukup baik. Komponen pajak daerah dalam kurun waktu TA 1993/1994 ? 2000 rata-rata pertahunnya memberikan kontribusi sebesar 7,81% per tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 22,89% pertahunnya. Sedangkan pendapatan yang berasal dari komponen retribusi daerah, pada kurun waktu yang sama, memberikan kontribusi rata-rata per tahunnya sebesar 15,61% dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya sebesar 5,08% per tahun. Untuk meningkatkan kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total penerimaan PAD dan sekaligus memperbesar kontribusinya terhadap APBD Pemda Kota Bogor perlu dilakukan beberapa langkah di antaranya perlu dilakukan peningkatan intensifikasi pemungutan jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah, kemudian dilakukan ekstensifikasi dengan jalan memberlakukan jenis pajak dan retribusi baru sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada.

The income of local own revenues is a significant sources for routine and developmen expenditure in local government. The amount of local taxation and user charges income are influenced by the kind of local taxation and user charges which is being implemented and adjusted by the rule that is implemented, related with income of local taxation and user charges. The contribution of local taxation and user charges income to acceptance of local own resources in Bogor Municipal in the periode of budget years 1993/1994-2000 has significant meaning with the average income 27,78 per years. The contributin of local taxation and user charges income to the total income of Bogor Municipal can be see in their local government budget, related to the ability in doing local authonomy is good enough. The component of local taxation in the period 1993/1994-2000 has contribute 7,81 % per years with the growth average about 22.89 % per years. Mean while, the acceptance that come form the user charge component, in the same periode has contributed 15,61 % per years with the growth average 5.08 % per years. In increasing the contribution of local taxation and user charge income to the total of local own resources income and their contribution to the local government budget of Bogor Municipal, several things need to be done, such as intensification of collecting local taxation and user charges and also extensification by implementation of new local taxation and user charge, adjusted with the condition and potention that available."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Budhi Hardijatmo
"Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah yang menyangkut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang Daerah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan Undang Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sangatlah menentukan perkembangan ekonomi daerah. Oleh karena itu, kewenangan daerah dalam pelaksanaan Undang-Undang tersebut merupakan hal penting dan mempengaruhi dalam penyelenggaraan desentralisasi pajak daerah.
Penelitian ini bertujuan untuk menyoroti desentralisasi pajak daerah dengan isu pokok mengenai kewenangan terhadap daerah yang terjadi selama bertahun-tahun dengan dominasi kewenangan pemerintah pusat yang sangat sentralistik. Oleh karena itu, pemahamam yang simplistik semacam itu, tidak aneh apabila sebagian besar solusi yang ditawarkan cenderung berupa pemberian kewenangan kepada daerah-daerah untuk memanfaatkan atau mengelola potensi PAD di wilayahnya sebagai proses penyerahan kewenangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah.
Dalam penelitian ini akan dikaji bebrapa faktor yang menunjukkan implikasi kewenangan Pajak Daerah. Kewenangan penentuan jenis pajak, tarif pajak, dan administrasi pajaknya bagi suatu pemerintahan yang demokratis. Meskipun ada 5 (lima) sektor yang mesti dikelola oleh pemerintah pusat, antara lain dalam kebijakan keuangan moneter dan fiskal.
Pada tingkat nasional, kewenangan publik sangat penting untuk memelihara kepercayaan publik terhadap pemerintah, membenarkan kegiatan pemerintah, dan meyakinkan legitimasi negara secara menyeluruh. Meskipun kewenangan tersebut berbeda seturut perbedaan sosiohistoris, budaya politik, dan ideologi tiap daerah.
Akan tetapi, tanpa kewenangan yang jelas tingkat lokal, akuntabilitas pada tingkat pusat akan tidak efektif, karena pemerintah pusat terlalu jauh dari rakyat. Dengan pemerintah Iokal-lah rakyat mempunyai kaitan langsung dan dapat melaksanakan pengendaliannya. Kebebasan untuk menetapkan jenis pajak daerah menurut kriteria Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang sebelumnya kewenangan tersebut berada di Pemerintah Pusat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya penyerahan kewenangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Penyerahan kewenangan ke daerah ini berupa penetapan jenis pajak daerah melalui Peraturan Daerah, yang disebut Desentralisasi Pajak Daerah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T2405
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>