Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4789 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dalilul Falihin
"Tulisan ini, akan menggunakan pandangan-pandangan Ibn `Arabi tentang alam semesta yang penjelasannya penuh dengan visi mistik dan visi rasionil. Ibn' Arabi dengan konsepsi paham wahdat al wujud sebagai dasar pijakan dalam tema kosmologinya. Mengungkapkan betapa keseluruhan sifat kosmos itu merupakan gema dari berbagai nama dan sifat Tuhan dan sesungguhnya hanya ada satu wujud, satu realitas, dan segala entitas yang ada (termasuk makhluk alam) hanyalah refleksi nama-nama dan sifat-sifat Tuhan di atas cermin noneksistensi.
Secara filosofis lbn `Arabi menjelaskan bahwa inti substansi alam semesta merupakan nafas Tuhan (nafs al-rahman) yang diembuskan kepada entitas-entitas permanen (al-a'yc n al-tadbitah ), Nafas Yang Maha Pengasih adalah substansi yang mendasari segala sesuatu. Ibn `Arabi mengatakan: yang ingin mengetahui nafas Tuhan hendaklah mengetahui alam semesta, karena barang siapa yang mengetahui dirinya akan mengetahui Tuhannya. Nafas Rahman adalah substansi dimana berkembang wujud materil dan rohaniah. Kasus Adam (yang dianugerahi nafas ini) merupakan simbol penciptaan alam (kosmos).
Penciptaan alam dalam teori Ibn `Arabi adalah konsep tajalli (teofani, penampakan diri) diri Tuhan pada alam emperis yang serba ganda. Konsep tajalli ini merupakan tiang filsafat Ibn `Arabi tentang wahdat al-wujud karena tajalli ditafsirkan dengan penciptaan, yaitu cara munculnya yang banyak dari Yang satu tanpa akibat, Yang satu itu menjadi banyak. Tuhan menciptakan alam semesta agar dapat melihat diri-Nya dan memperlihatkan diri-Nya. Dia mengenal diri-Nya dan memperkenalkan diri-Nya melalui eksistensi alam. Ibn `Arabi banyak menggunakan istilah metaforis dalam mengungkapkan hubungan Tuhan dan alam, salah satunya adalah tentang cermin. Alam ini adalah cermin tempat Tuhan melihat diri-Nya. Cinta untuk melihat diri-Nya merupakan tujuan dan sebab penciptaan alam.
Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah kajian kepustakaan (Library Research), yaitu menelaah buku-buku dan tulisan yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas. Sedangkan pemecahan masalah tesis ini akan menggunakan metoda deskrifirf analisis, yaitu menganalisa data-data yang berkaitan dengan pemikiran Ibn `Arabi tentang kosmologi.

This article, will elaborate about views of Ibn ' Arabi about universe which its clarification full of mystique vision and rationale vision. Ibn' Arabi with conception understand united existence as stepping base in its cosmology theme. Laying open what a the overall of the nature of that cosmos represent echo from various name and nature of God and in fact there's only one form, one reality, and all existing entities (including natural creature) only the name reflections and nature of God above mirror of nonexistence.
Philosophically Ibn 'Arabi explain that the core of universe substance represent God breath (breath of Rahman) blown to permanent realities (al-a'yan of al-tsabitah), Breath Which Enamored The most is a substance constitution anything. lbn 'Arabi tell: who wish to know the breath of God shall know universe, because who know his/her self will know his/her God. Breath of Rabman is substansi-expanding form of material and of rohaniah. The Case of Adam (awarded this breath) representing creation of nature symbol (kosmos).
Creation of nature in theory of Ibn 'Arabi is a concept of tajalli (theophany, vision/appearance of self) God self in emperies nature all duplicate. This concept of Tajallis represent philosophy pillar of Ibn 'Arabi about united existence because tajalli interpreted with creation, that is way of appearance which many from Which is one without effect, The one that become much. God create universe in order to see His God self and show God self. God recognize God self and introduce God self through natural existence. Ibn 'Arabi using many term of metaphoric in laying open relation God and nature, one of them is about mirror. This Natural is the mirror that God see God self. Love to see God self represent cause and target of nature creation.
As for research methodologies, which used in this article is Library Research, that is analyzing existing article and books which have relation with problem studied. While trouble-shooting of this thesis will use descriptive analysis method, that is data analyzing that related to lbn'Arabi idea about cosmology.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11935
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amar Makruf
""Pendekatan lslami" yang muncul dari pemikir Islam, sebagai pendekatan alternatif dari pendekatan barat yang materialis dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong kebangkitan kembali umat Islam. Tokoh dunia Islam kontemporer yang mempelopori pendekatan ini, Ismail Raji al-Faruqi, memandang selama ini landasan untuk mencari, mengembangkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi hanya didasari oleh akal semata dan mengabaikan wahyu. Pendekatan ini telah menimbulkan ketidakadilan sehingga timbul upaya untuk memperkenalkan kembali cara Islami yang pernah menghantarkan umat Islam berjaya di abad pertengahan.
Pandangan dan langkah ini ditemukan pula di Indonesia. Habibie dengan organisasi keislamannya, ICMI, berupaya mensinergikan nilai agama dan ilmu pengetahuan modern untuk menghindari terlucutinya nilai-nilai insani akibat pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak seimbang.
Pemikiran kedua tokoh ini mempunyai banyak persamaan yang dapat melengkapi khususnya untuk program mengembangkan Sumber Daya Manusia melalui metode yang tidak menyanipingkan aspek moral/agama dengan ilmu terapan.

Islamic approach as the alternate approach toward the western approach that considered materialism has supported the Renaissance of Islamic people. Ismail Raji al-Faruqi, the iniator of the alternate approach, views that the western epistemology is only based on ratio neglecting wahyu that caused injustice. So there must be an effort to change the situation by reintroducing Islamic approach.
The same view and measure are also found in Indonesia. BJ Habibie and Islamic intellectual association (ICMI) are trying to synergize religious and modern applied sciences and technology in the way of searching and utilizing science and technology to avoid dehumanization of human itself.
Habibie and al-Faruqi's thinking being considered to be complementary to each others, especially in their effort to develop human resources by doing the education program that not neglecting religious and applied science and technology.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13224
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ebstein, Michael
"Muslim Spain gave rise to two unusual figures in the mystical tradition of Islam: Ibn Masarra (269/883-319/931) and Ibn al-Arabi (560/1165-638/1240). Representing, respectively, the beginning and the pinnacle of Islamic mysticism in al-Andalus, Ibn Masarra and Ibn al-Arabi embody in their writings a type of mystical discourse which is quite different from the Sufi discourse that evolved in the Islamic east during the 9th-12th centuries.
In Mysticism and Philosophy in al-Andalus, Michael Ebstein points to the Isma ili tradition as one possible source which helped shape the distinct intellectual world from which both Ibn Masarra and Ibn al-Arabi derived. By analyzing their writings and the works of various Isma ili authors, Michael Ebstein unearths the many links that connect the thought of Ibn Masarra and Ibn al-Arabi to the Isma ili tradition. "
Leiden: Brill, 2014
e20497969
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Murata, Sachiko
Bandung: Mizan, 1997
R 297.2 MUR tt
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Haekal Pradifa Furqon
"Tesis ini membahas kosmologi Ibn Thufail yang bersifat holistik yang memuat relasi integral manusia-alam-Tuhan dan kaitannya dengan krisis lingkungan hidup. Dewasa ini, kerusakan alam menjadi latar belakang faktual kehidupan. Krisis tersebut dilatari oleh tercerabutnya alam dari keutuhannya yang luhur oleh kerangka kosmologi modern yang mendesakralisasi nilai spiritual-metafisis menjadi hanya objek kuantifikasi dan materi yang kering. Dengan demikian, dibutuhkan resakralisasi keutuhan pandangan kosmologi. Kosmologi Ibn Thufail membentangkan gagasan tentang semesta yang padu. Alam dan manusia merupakan bagian dari satu kesatuan dan interalsi integral yang memancar dari Wujud Niscaya. Mengelaborasi hermeneutika Gadamer sebagai metode penelitiannya, tesis ini mengiksplisitkan secara interpretatif-elaboratif temuan penelitian berupa konstruksi pandangan ekosofi dari bangunan kosmologi Ibn Thufail, yang memuat nilai-nilai ekologis seperti kesatuan (tawḥīd) semesta, providensialitas segenap wujud, teleologi semesta yang menandakan nilai atau ‘maksud’ setiap eksistensi, serta alam sebagai epifani divinitas. Alam dipandang sebagai yang menghidupi. Manusia bereksistensi bersama alam. Alam adalah guru. Kesadaran dan kedirian manusia berproses di dalam dan bersamanya. Ibn Thufail membawa nilai tersebut tidak hanya secara teoretis melainkan menawarkan alternatif praksis melalui konsep etika yang disebut tiga mimesis, yang masing-masingnya mencirikan relasi pada setiap entitas semesta, yakni diri, alam dan Tuhan serta memuat disposisi pada konservasi lingkungan.

This thesis discusses Ibn Ṭufayl's holistic cosmology and contains the integral humanity-nature-God relationship and its relation to environmental crisis. Today, the destruction of nature becomes the factual background of life. The crisis is driven by the nature uprooted from its sublime wholeness by a modern cosmological framework that desecrates spiritual-metaphysical values into mere objects of quantification and dry matter. Therefore, it takes the sacredness of the wholeness of the cosmological view back. Ibn Ṭufayl's cosmology presents the idea of a solid universe or cosmos. Nature and man are part of one integral unicity and interaction that radiate from the Necessary Existent. Elaborating on Gadamer’s hermeneutics as the research method, this thesis interpretively and elaboratively explicitizes the findings of the research in the form of the construction of the ecosophical view of Ibn Ṭufayl's cosmology, which contains ecological values such as universal unicity (tawḥīd), providence of all forms, teleology of the cosmos that signifies the value or 'intention' of each existence, as well as nature as an epiphany of divinity. Nature is seen as life-giver. Human has existence with nature. Nature is the teacher. Consciousness and selfness of human are processed in and with it.  Ibn Ṭufayl carries these values not only theoretically, but he also offers praxis alternative through an ethical concept called three mimesis, each of which characterizes relationships in each entity of the universe, namely self, nature and God and contains a disposition on environmental conservation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juhdi Syarif
"Tesis ini berjudul KONSEP MANUSIA SEMPURNA PADA PEMI KIRAN IBN `ARABI, suatu kajian tentang sistem pemikiran seorang sufi-filsuf. Penelitian ini bertujuan ingin mengungkapkan pemikiran Ibn `Arabi tentang konsep asal manusia yang tertuang dalam karya-karyanya, terutama dalam kitab Al-Futuhat Al-Ma Idyyah (Wahyu-wrrhyu Me/cab) dan Fusus Al-Hikam (Untaian Hrkmab) yang ditulisnya dalam bahasa Arab. Yang dimaksud dengan konsep asal Manusia Sempuma ialah proses munctilnya manusia sempurna melalui `penampakan diri', ' manifestasi' atau `pancaran suci Ilahi' (tajalli Al Hagq) pada alam.
Penelitian ini pada dasarnya merupakan penelitian kepustakaan melalui sumber utama dua karyanya, yang telah disebut di atas. Untuk memahami sistematika pemikiran Ibn 'Arabi, penulis menggunakan pendekatan fenomenologi hermeneutilsa dan kerangka berpikir yang diajukan oleh W.T. Stace tentang "paradoks panteistik". Dengan metode ini dan kerangka berpikir State, penulis berusaha mendeskripsikan pemikiran Ibn 'Arabi, terutama tentang konsep asal Manusia Sempurna yang bertumpu pada doktrin Wahdat al-Wujud, 'Kesatuan Wujud'.
Tesis ini diawali dengan pemahaman tentang hubungan Tuhan dengan alam menurut Ibn `Arabi yang dirumuskannya dengan Hanwa la Huwa 'Dia bukan Dia' (He/Not He). Konsekwensi logisnya realitas ini mempunyai dua aspek: aspek ketuhanan yaitu Realitas Absolut dan aspek kernanusiaan, yaitu segala sesuatu yang relatif. Kedua aspek ini dikenal dengan istilah AI-Haqq yang dipandang sebagai esensi dari semua fenomena dan Al-Khalq sebagai fenomena yang memanifestasikan esensi tersebut. Kedua aspek ini muncul merupakan tanggapan akal semata, sedangkan pada hakikatnya segala sesuatu itu satu. Nampak di sini Ibn `Arabi memandang bahwa hanya ada satu realitas tunggal, yaitu Tuhan. Sedangkan alam fenomena hanya merupakan wadah `pancaran suci Bald' (tajalliA Hagq) saja. Dikatakan bahwa proses terjadi karma Tuhan ingin dikenal dan ingin melihat diri-Nya melalui alam tersebut. Namun alam yang serba ganda ini mash terpecah-percah tidak mampu meneri magambaran Tuhan secara sempurna, yang diibaratkan bagaikan cermin yang buram. Dan hanya pada Manusia Sempurnalah gambaran Tuhan secara utuh dapat diterima secara jelas, yang diibaratkan seperti bayangan pada cermin yang jernih.
Pemikiran Ibn. `Arabi tentang Manusia Sempurna meliputi pembicaraan tentang hubungan Tuhan dengan alam. Dengan dernkian untuk mengetahui konsep Manusia Sempurna, terlebih dahulu harus mengetahui konsepnya tentang Tuhan. Dalam filsafat Barat masalah ketuhanan ini dimasukkan dalam pembicaraan teologi kodrati yang didasarkan pada akal, dan dibedakan dengan teologi kodrati yang didasarkan kepada wahyu. Dan dalam konteks ini pula, refleksi filosofis mengenai Tuhan menurut Leahy lebih sutra disebut Usafat ketuhanan dalam. bahasa Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Karlina Leksono Supelli
"Revolusi Copernicus pada pertengahan abad ke-16 menyingkapkan kenyataan bahwa Bumi bukan merupakan pusat alam semesta sebagaimana diyakini selama berabad-abad. Bumi adalah sebuah planet di antara planet-planet lain yang beredar megelilingi sebuah bintang normal, yaitu Matahari. Penemuan hukum--hukum gerak planet di dalam tata surya oleh Johannes Kepler {1571--1630) serta pengungkapan hukum universal gravitasi oleh Isaac Newton (1643-1727) memperkuat keyakinan baru bahwa tidak ada kekhususan pada Bumi, begitu pula pada planet-planet yang mengembara di langit. Baik Bumi maupun planet-planet merupakan bendabenda material yang dapat dipahami berdasarkan hukumhukum alam. Langit bukan lagi wilayah benda-benda spiritual yang tidak terjangkau akal budi manusia sebagaimana diyakini sejak Aristoteles, dan kosmos menjelma menjadi sebuah model matematika yang memperoleh keabsahannya melalui pengukuran dan pengamatan.
Betapapun revolusionernya pemikiran Copernicus, ia belum sepenuhnya meninggalkan alam pemikiran skolastik. Hal ini dapat dilihat dari komentarnya terhadap posisi Matahari. Ia juga berpendapat bahwa Matahari bukan hanya pusat tata surya, tetapi pusat kosmos yang berhingga. Namun pandangan yang menyingkirkan Bumi sebagai pusat kegiatan Semesta berkembang dan mendasari hampir semua penyelidikan alam. Galileo Galilei (1564-1642) menolak sepenuhnya rancangan kosmos antroposentrik dengan alasan bahwa manusia terlalu arogan bila beranggapan bahwa semesta tidak diciptakan untuk sesuatu yang lain di luar manusia.
Ditinjau dari sudut pandang yang sempit, revolusi Copernicus dapat dipahami sebagai semata-mata sebuah pergeseran paradigma di dalam perkembangan astronomi dan kosmologi. Namun dari sudut pandang yang lebih luas revolusi ini membawa serta dasar yang paling penting untuk pemikiran modern, yaitu pengenalan kritis bahwa kondisi semu dunia obyektif secara tidak sadar ditentukan oleh kondisi subyek."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karlina Leksono Supelli
"Salah satu ciri ilmu pengetahuan modern yang kita kenal sekarang ini adalah penanggalan subyek manusia dari proses pemerolehan dan pembentukan pengetahuan. Ciri ini berangkat dari pemahaman positivisme yang dirintis oleh Auguste Comte (1798-1857). Daaam pandangan positivisme, kegiatan keilmuan adalah langkah-langkah metodologis untuk mengkonstruksikan teori dan menguji kesahihannya. Subyek adalah pengamat yang bertugas menguji teori-teori keilmuan tanpa menimbulkan pengaruh baik pada obyek yang menjadi bahan penelitiannya, maupun pada proses pembentukan pengetahuan itu sendiri.
Bila dalam pandangan sebelurnnya penyelidikan terhadap pengetahuan yang mungkin masih mensyaratkan sintesis antara subyek dan obyek, dalam pandangan positivisme penyelidikan menjadi bermakna hanya bila ditempuh dalam bentuk penyelidikan metodologis terhadap syarat-syarat untuk membangun dan mengkoroborasikan teori-teori ilmu pengetahuan. Subyek-yang-mengetahui tidak lagi menjadi sistem acuan. Positivisme menandai puncak pergeseran peran subyek dalam membentuk pengetahuan tentang dunia. Sekalipun positivisme sudah mati, namun sikap dasar yang melandasi pemikiran positivistik tetap dominan dalam sebagian besar kerja ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan alam.
Sebetulnya, jauh sebelum positivisme berkembang, peran manusia yang berhubungan dengan posisi spasial dan epistemologis dalam pemerolehan pengetahuan mengenai alam semesta, telah menjadi bahan perdebatan yang panjang. Bila dalam kaitan ini kita meninjau sejarah perkembangan kosmologi, tampaklah bahwa semua upaya pemahaman tentang alam semesta sebetulnya merupakan sejarah perjuangan kesadaran untuk memahami posisinya dalam alam semesta.
Itu sebabnya ketika konsep heliosentris Copernicus (1473-1543) diperkenalkan pada pertengahan abad ke-15, akibat yang ditimbulkan bukan semata-mata pergantian paradigma di dalam astronomi. Ditinjau dari sudut pandang yang lebih luas gagasan Copernicus membawa serta pemikiran epistemologis penting, yaitu pengenalan kritis bahwa tampakan dunia obyektif ditentukan oleh kondisi subyektif. Dalam gagasan ini tampak penekanan pada pandangan, bahwa sekalipun posisi spasial manusia (Bumi) mengalami penggusuran dari pusat alam semesta, namun posisi epistemologisnya justru mendapat penguatan. Selain sebagai suatu proses alihragam (transformation) dalam konsepsi manusia mengenai alam semesta, pengembangan gagasan Copernicus juga merupakan proses pergeseran pemahaman manusia mengenai hubungannya dengan alam semesta. Kuhn melihat revolusi Copernicus sebagai suatu titik balik bersifat plural dalam perkembangan intelektual masyarakat Barat yang berpengaruh besar pada perubahan konseptual baik dalam filsafat dan maupun agama. Ada tiga tataran makna tempat revolusi Copernicus bekerja. Tataran makna pertama bersifat astronomis, yaitu pembaharuan konsep-konsep dasar astronomi; tataran makna kedua bersifat keilmuan yang lebih luas, yaitu perubahan radikal dalam pemahaman manusia tentang alam semesta yang mencapai puncaknya dalam konsepsi Newton mengenai alam semesta; dan yang ketiga bersifat filosofis, yaitu sebagai bagian dari peralihan pemahaman masyarakat Barat atas nilai-nilai.
Gagasan Copernicus sendiri baru menjadi sebuah revolusi yang ikut berperan dalam revolusi ilmu pengetahuan secara umum melalui hukum-hukum gerak planet Johannes Kepler (1571-1630), tafsiran matematis Galileo Galileo (1564-1642) dan konsepsi mekanistik Isaac Newton (1642-1727). Dalam tataran yang lebih luas revolusi ini berlangsung melalui pemikiran metodologis dan epistemologis Rene Descartes (1596-1650). Keseluruhannya membentuk suatu paduan pemahaman mengenai hukum-hukum mekanika yang bekerja di seluruh alam semesta. Konsepsi Aristoteles yang memilah alam atas wilayah duniawi yang fana dan wilayah eterial yang kekal serta tak terjangkau hukum-hukum alam, runtuh bersarna hukum-hukum mekanika yang bekerja tanpa pembedaan pada seluruh wilayah alam semesta.
Revolusi ilmu pengetahuan meningkatkan pemahaman manusia mengenai alam semesta, namun pemahaman itu tidak serta merta menyebabkan tempat manusia dalam keteraturan alam semesta menjadi lebih khusus; yang terjadi justru adalah kebalikannya. Revolusi Copernicus sudah didahului oleh penggusuran manusia dari pusat kegiatan alam semesta mitis melalui peralihan dari kosmogoni ke kosmologi. Revolusi Copernicus sendiri diikuti oleh pergeseran Matahari dari pusat alam semesta heliosentris (Copernicus masih menganggap Matahari sebagai pusat lingkaran kosentrik bintang-bintang) ke tepian galaksi berpenghuni 100 milyar bintang. Pergeseran paling radikal berlangsung melalui konsepsi modern alam semesta berhingga takberbatas yang memuai ke segala arah dalam keserbasamaan; tak ada kekhususan apapun untuk posisi manusia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
D201
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Landau, Rom, 1899-
London: George Allen and Unwin, 1959
297.01 LAN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>