Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200719 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dance Wamafma
"Modalitas imperatif pada tataran semantik dikaji secara morfosintaksis untuk menguak makna yang berpangkal pada verba dan makna relasionalitas yang ditimbulkan oleh adanya hubungan makna antarverba dengan unsur lain dalam suatu kalimat. Analisis dilakukan secara terpisah di mana bahasa Jepang dan bahasa Indonesia diamati dari sudut pandang pendekatan masing-masing bahasa lalu diperbandingkan untuk menemukan perbedaan bentuk bahasa dan makna bahasa yang menjadi ciri khas bahasa bersangkutan.
Konsep dasar yang merupakan takaran pada tataran imperatif dirumuskan sebagai; "Aktualisasi peristiwa was desakan bersifat ajaran". Makna ini dirumuskan oleh Nitta Yoshio dalam bahasa Jepang dengan sebutan `hatarakikake', yaitu `haraku' bertindak, bekerja, dan `kakeru' ujaran. Konsep ini dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia ternyata mendasari suatu pandangan tentang pikiran manusia yang dapat diamati melalui kalimat dan unsur-unsurnya pada kategori modalitas imperatif, yang mencakup, modalitas perintah, modalitas permohonan atau permintaan, modalitas permohonan negatif, modalitas larangan, modalitas perintah negatif, dan modalitas izin.
Aspek-aspek di atas pada tataran konsep yang sama itu dikontrastifkan untuk menguak perbedaan bentuk bahasa, kedudukan semantis modus, dan cakupan makna modalitas yang juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti kedudukan sosial pelaku bahasa (pembicara dan lawan bicara) dan hubungannya dengan penanda imperatif dalam kalimat. Kedua bahasa akhirnya dapat dinyatakan memiliki perbedaan yang sangat lebar, yaitu (1) untuk membentuk modus imperatif, proses morfemis verba bahasa Jepang berciri infleksi sementara bahasa Indonesia menggunakan afksasi. (2) Makna imperatif kedua bahasa memperlihatkan cakupan makna yang cukup banyak. Misalnya pernarkah jangan' dalam bahasa Indonesia dapat diungkapkan dalam bahasa Jepang dengan permohonan negatif, larangan, perintah negatif. (3) Unsur lain seperti partikel khusus dalam kalimat perintah tidak ditunjukkan oleh bahasa Indonesia. Misalnya partikel 'g-a' yang menyatakan makna kepelakuan pada subjek dalam kalimat perintah bahasa Jepang. Ini sangat jelas diamati karena tata bahasa Indonesia tidak mengenal struktur dengan kata bantu seperti dalam jenis rumpun bahasa tleksi. (4) Hubungan sosial pelaku bahasa dalam kalimat imperatif banyak mempengaruhi terbentuknya verba bahasa Jepang. Sehingga bentuk-bentuk infleksi verba bahasa Jepang erat kaitannya dengan subjek pelaku dan pembicara dalam tataran deontik, Hal mana ini tidak terjadi dalam bahasa Indonesia. (5) Penanda imperatif bahasa Jepang dapat menunjukkan restriksi yang berbeda-beda dengan penanda modalitas imperatif lain. Pada bahasa Indonesia tidak ada. (6) Konstruksi dasar imperatif bahasa Jepang adalah infleksi verba sedangkan dalam bahasa Indonesia berbentuk kata dasar untuk larangan dan dalam bahasa Indonesia untuk penghalus perintah menggunakan prefiks 'di + verba dasar', 'verba dasar + sufiks lalr', 'verba dasar + kan'. (7) Terdapat bentuk imperatif untuk anak kecil dalambahasa Jepang, seperti `te + choudai', sini!, hal mana tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. (8) Penanda izin dalam bahasa Indonesia dinyatakan dengan adverbia `boleh + verba dasar', sementara dalam bahasa Jepang dinyatakan dengan ajektifa dalam konstruksi 'sufiks te mo ii', atau 'sufiks te mo yoi', atau verba negasi `kamau'. (9) Letak kata pembentuk larangan negatif `jangan' dengan penanda 'na' berlawanan, misalnya pada kata 'jangan makan' (BI), `taberu na', makna jangan, cakupan maknanya pun berbeda. Adverbia 'na' menyatakan perintah negatif sedangkan 'jangan' dapat memaknai perintah negatif, larangan, permohonan negatif dan lain-lain. "Na" wajib hadir di belakang verba bentuk kamus sementara `jangan' terletak di depan verba yang dapat melesap. (10) Hubungan antar penanda permohonan dalam makna keinginan `tai' dengan pesona 1,2,3, dapat dibedakan berdasarkan bentuk mofologi verbanya. Hal ini tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. (11) Perbedaan budaya dan tingkat sosial turut menentukan terbentuknya infleksi verba yang digunakan pelaku bahasa."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bestie Fania Rakhmita N.A.
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tema penerjemahan yang difokuskan kepada idiom verbal yang memiliki konstituen nama anggota tubuh. Penelitian dilakukan dengan membandingkan novel Madogiwa no Totto-chan dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami metode serta teknik yang digunakan dalam menerjemahkan idiom dalam bentuk frase verbal dan mengetahui sejauh mana pergeseran yang dilakukan demi menjaga pesan dari bahasa sumber (BSu). Penelitian ini dilakukan secara kualitatif berupa studi pustaka dengan metode penulisan deskriptif analisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa idiom yang ditemukan pada BSu tidak diterjemahkan ke dalam bentuk idiom. Selain itu, hasil terjemahan dalam Bsa tetap mempertahankan konsep inti ungkapan tersebut meskipun terjadi pergeseran makna.

ABSTRACT
The focus of this study is translation focused on verbal idiom that has constituent name of body parts. This research compares Madogiwa no Totto -chan and its translation in Indonesia. The purpose of this study is analyzing and understanding method and technic which is used for translating idiom in verbal phrase form, and also understanding how far the translator do frictions to keep the message of Source Language (SL). This study is qualitative and written in descriptive analysis. The results show that idiom found in SL is not translated to the same form. Besides, the results in recipient language is keeping the main concept eventhough friction of meaning is occured."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S263
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Novika Stri Wrihatni
"Penelitian ini berjudul Pengulangan Morfologis dan Morfosintaktis di dalam Bahasa Sunda. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang bentuk ulang dalam bahasa Sunda; untuk memastikan apakah bentuk ulang bahasa sunda merupakan proses derivasional dan / atau infleksional.
Kerangka teori di dalam penelitian ini menggunakan: (1) aksionalitas yang dikemukakan oleh Bache 1985 dan Saeed 1997; (2) aspektualitas oleh Bache 1985, Saeed 1997, dan Cruse 2000., (3) modalitas oleh Palmer 1981, Saeed 1997, dan Cruse 2000, dan (4) jumlah oleh Lyons 1968 dan Cruse 2000.
Metodologi di dalam penelitian ini menggunakan ancangan kualitatif. Dengan ancangan kualitatif itu data diidentifikasi, dideskripsi, dan diintepretasi berdasarkan unsur pembentuknya maupun konteks kalimat.
Penggunaan sumber data penelitian yang berasal dari penelitian terdahulu karena alasan efektifitas. Data yang diperoleh diperiksa ulangkan kepada informan sehingga menjadi data primer. Korpus data aksionalitas, aspektualitas, dan modalitas dalam bentuk kalimat karena dapat mengungkapkan ciri semantis kewaktuan yang berbeda, sedangkan korpus data jumlah dalam bentuk kata.
Hasil analisis data menunjukkan pengulangan sebagai pemarkah aksionalitas [±duratif], [± dinamis], [±telis]; aspektualitas meliputi awal mula, sedang berlangsung, dan sudah selesai; modalitas meliputi keharusan, kemampuan, dan keinginan; sedangkan jumlah meliputi ketaktunggalan dan ketunggalan. Ketaktunggalan terdiri atas keanekaan, kekolektifan, dan kepaukalan.
Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya. Perbedaan itu meliputi proses pembentukan, teori yang dipergunakan untuk menganalisis data, dan bentuk ulang yang berupa leksem baru atau bentukan kata dari leksem yang sama. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipertimbangkan sebagai pengembangan keilmuan terutama untuk pengembangan buku ajar bahasa Sunda."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanisyah
"Skripsi ini berjudul Peminjaman istilah-istilah Bahasa Inggris dalam Bahasa Indonesia dalam bidang Penerbangan. Penulis Haniyah, diajukan untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Sastra. Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah mengapa terjadi peminjaman bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia di dunia penerbangan, dan bagaimana bentuk dan maknanya dalam bahasa Indonesia. Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai peminjaman istilah penerbangan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, ditinjau dari segi semantis dan motivasi peminjamannya. Korpus diambil dari sejumlah artikel yang terdapat pada beberapa edisi majalah Angkasa dan majalah Rajawali dan terkumpul 50 istilah penerbangan. Kerangka terori yang digunakan adalah teori pembentukan istilah dari Albert C. Bough, teori peminjaman istilah dari Kridalaksana, langkah-langkah pembentukan istilah dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, dan teori perubahan maksa dari Baugh. Dari 50 istilah penerbangan ada 37 istilah yang tidak mengalami pergeseran makna dan 28 istilah yang dipinjam sesuai dengan aslinya/tanpa penyesuaian ejaan dan lafal. Peminjaman istilah pada bidang khusus, seperti halnya dalam bidang penerbangan cenderung meminjam istilah sesuai dengan aslinya. Bila terjadi pergeseran makna cenderung meluas maknanya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S14219
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Mungkinkah bahasa Indonesia (BI) dipakai sebagai dasar pembentukan dan pengembangan kebudayaan Indonesia?
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Melliana Yachya Abbas
"Penerjemahan bukan semata-mata masalah kebahasaan, tetapi juga kegiatan lintas budaya. Karena itu penerjemahan tidak hanya mengalami hambatan dari segi bahasa, tetapi juga dari segi kebudayaan, antara lain dalam penerjemahan kata bermuatan budaya (Kbb).
Karena sifatnya Kbb hampir tidak dapat diterjemahkan secara harfiah, atau kata demi kata. Dalam mewujudkan terjemahan yang sepadan yaitu terjemahan yang dipahami oleh pembaca biasa seperti pembaca Hsu memahami Kbb dalam Tsu dapat diterapkan berbagai prosedur yaitu transposisi, modulasi, pemadanan fungsional, pemadanan berkonteks, pemadanan budaya, transferensi dan pemberian catatan.
Dengan memperhatikan hal-hal yang telah diuraikan di atas, melalui penelitian ini ingin diketahui (1) prosedur penerjemahan apa yang ditempuh dalam menerjemahkan Kbb bahasa Jepang ke Bahasa Indonesia. (2) Apa unsur bahasa Indonesia yang digunakan oleh penerjemah sebagai padanan bagi suatu Kbb Tsu di dalam Tsa (berupa kata, frasa, klausa atau kalimat). (3) Geseran (shift) apa yang terjadi pada penerjemahan Kbb Tsu ke Tsa. (4) Dengan mengecek melalui informan dan menggunakan prinsip kesepadanan dinamis (Nida dan Taber 1974) ingin diketahui apakah terjemahan suatu Kbb Tsa selalu sepadan dengan aslinya di dalam Tsu. (5) Faktor-faktor apa yang menyebabkan tercapai dan tidaknya kesepadanan di antara Kbb Tsu dan terjemahannya di dalam Tsa.
Dari sumber data berupa buku cerita berjudul Madogiwa No Tottochan dan terjemahnnya Tottochan Si Gadis Kecil Di Tepi Jendela dalarn bahasa Indonesia, diperoleh 49 butir Kbb yang meliputi Kbb yang mengungkapkan faktor religi, kebudayaan materiil, dan kebudayaan sosial. Dari jumlah data tersebut dipilih 40 butir data yang dianggap dapat mewakili untuk dianalisis. Analisis terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah analisis semantis yang dimulai dengan mengidentifikasi unsur bahasa dalam Tsu yang diduga sebagai Kbb.
Identifkasi dilakukan dengan berpedoman kepada pendapat Nida (1996), Newmark (1988) dan Matsui (1997), dilanjutkan dengan analisis komponen makna untuk mengetahui perbedaan dan persamaan komponen makna Kbb dalam Tsu dan terjemahannya di dalam Tsa. Tahap berikutnya adalah analisis terjemahan. Dengan berpedoman kepada keserupaan atau ketidakserupaan pemahaman informan Bsu dan Bsa, masing- masing terjemahan tersebut dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu terjemahan yang sepadan dan yang tidak sepadan. Untuk mengetahui kesepadanan Kbb Bsu dan terjemahannya di dalam Bsa, masing-masing digunakan, satu orang informan Bsu, dan satu orang informan Bsa. Dari analisis terhadap terjemahan Kbb di ketahui hal-hal berikut:
Prosedur penerjemahan yang ditemukan adalah modulasi, transposisi, pemadanan fungsional, pemadanan berkonteks, pemadanan budaya, tranferensi dan pemadanan bercatatan. Unsur bahasa Indonesia yang digunakan sebagai terjemahan di dalam Tsa adalah kata, frasa, klausa, dan kalimat. Prosedur yang diterapkan mengakibatkan adanya geseran struktural maupun geseran semantis. Geseran struktural meliputi geseran unit dan geseran struktur, sedangkan geseran semantis yang ada adalah geseran sudut pandang dan geseran cakupan luasan makna.
Dari 40 butir data terjemahan yang dianalisis, 32 data mencapai kesepadanan dinamis dan 8 butir data tidak. Kesepadanan dapat tercapai karena informan Bsa dapat memahami terjemahan Kbb dalam Tsa sama seperti informan Bsu memahami Kbb dalam Tsu nya. Tidak tercapainya kesepadanan pada terjemahan Kbb disebabkan terjemahan Kbb dalam teks sasaran tidak dapat dipahami oleh pembaca Bsa seperti pembaca Bsu memahami Kbb dalam Tsu nya. Hal ini dikarenakan oleh :
- Konsep, objek, benda atau referen yang dimaksud tidak dikenal dalam kebudayaan Bsa.
- Penggunaan prosedur penerjemahan yang kurang tepat.
- Ada kesalahan linguistis, yaitu pemilihan kata termasuk penerjemahan Kbb secara harfiah."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T10941
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Muis
Jakarta: Pusat Bahasa Kementrian Pendidikan Nasional, 2010
499.221 MUH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arzaqia Luthfi Yani
"Sikap terhadap bahasa Indonesia dan penggunaan bahasa Indonesia oleh para pelajar dan mahasiswa Indonesia di luar negeri menarik untuk diteliti. Berbeda dengan situasi di Indonesia, bahasa Indonesia adalah bahasa minoritas di lingkungan mereka sekarang. Penelitian ini mengkaji sikap terhadap bahasa Indonesia dan hubungannya dengan masa tinggal di luar negeri serta penggunaan bahasa Indonesia berdasarkan situasi dan frekuensinya. Responden penelitian ini adalah 103 pelajar dan mahasiswa Indonesia yang sedang berada di Jepang. Metode yang digunakan adalah kuantitatif. Dalam penelitian ini, responden menunjukkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Durasi masa tinggal tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap bahasa, namun ditemukan sedikit penurunan pada aspek konatif sikap bahasa. Saat berada di Jepang, mayoritas responden menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan orang Indonesia lain. Para responden mempertahankan bahasa Indonesia dengan berbicara, membaca berita, mendengarkan lagu, dan menonton tayangan berbahasa Indonesia secara cukup rutin.

Attitudes towards the Indonesian language and the use of Indonesian language by Indonesian students abroad are fascinating subjects. Unlike their home country, Indonesian is a minority language in their current environment. This study discusses the attitudes toward the Indonesian language, its correlation with the length of stay abroad, and the use of Indonesian based on the situation and frequency. The respondents of this study are 103 Indonesian students who are currently in Japan. The method used is quantitative. In this study, respondents show a positive attitude towards the Indonesian language. The length of stay had no significant effect on language attitudes, but there is a slight decrease in the conative aspect. The majority of respondents use Indonesian to communicate with compatriots in Japan. The respondents maintain the Indonesian language by speaking, reading the news, listening to songs, and watching shows in Indonesian quite regularly."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>