Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105139 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abunawas
"Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian investasi di DKI Jakarta dalam kaitannya dengan dikeluarkannya Kebijakan Pakto 93. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk (1) Memberikan penjelasan mengenai Kebijakan Ekonomi Pakto 93. (2) Memberikan penjelasan mengenai proses perijinan investasi di DKI Jakarta serta, (3) Analisis kebijakan Deregulasi Pakto 93 Bidang investasi di DKI Jakarta terhadap pengusaha yang telah memperoleh persetujuan investasi. Minat penanaman modal PMDN dan PMA di DKI Jakarta pada tahun 1993/1994 relatif rendah yaitu sekitar Rp. 11.670 milyar untuk PMDN dari target investasi Rp. 12.300 milyar, dan USS 2.229 juta untuk PMA dari target investasi USS 4.500 juta. Sementara itu minat investasi ditingkat nasional pada tahun 1993x'1994 adalah Rp. 50.525 milyar untuk PMDN dan USS 8.027 juta untuk PMA. Rendahnya minat investasi di DKI Jakarta ini memberi tanda kemungkinan adanya hambatan kegiatan investasi.
Proses perijinan penanaman modal khususnya di DKI Jakarta sebelum dikeluarkan Pakto 93 yang mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 1984 dan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 17.30 Tahun 1985. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tabun 1984 tersebut disebutkan bahwa proses perijinan penanaman modal dilakukan dengan sistim pelayanan tunggal (One Stop Service). yaitu dikoordinir oleh BKPMD yang bekerjasama dengan instansi terkait baik di Tingkat I maupun di Tingkat II. Adapun inti dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tabun 1984 tersebut meliputi 3 hal yaitu :
Ijin Pencadangan Tanah/Surat Pencadangan Tanah diberikan kepada pemohon/calon Investor yang telah memperoleh Surat Persetujuan Sementara (SPS) dari BKPM Pusat dengan melampirkan bukti pemilikan Tanah dan Keterangan Rencana Umum dari Sudin Tata Kota wilayah.
Ijin Lokasi dan Ijin Pembebasan Hak atas Pembelian Tanah diberikan kepada pemohon/penanaman modal yang telah memperoleh Surat Persetujuan Tetap (SPT) atau Surat Pemberitahuan Persetujuan Presiden (SP3) dengan melampirkan bukti pemilikan tanah/bukti-bukti pembebasan tanah, keterangan rencana kota, dan rekomendasi Analisis Dampak Lingkungan.
Untuk Ijin Bangunan akan diberikan kepada pemohon/penanam modal setelah BKPMD terlebih dahulu mengadakan konsultasi teknis dan kelengkapan administrasi dengan Dinas Pengawas Peinbangunan Kota (DP2K) dan telah melunasi biaya retribusi yang telah ditentukan.
Sedang untuk Ijin Undang-Undang Gangguan baru akan diberikan kepada penanam modal setelah permohonan tersebut oleh Biro Ketertiban c.q. Bagian Undang-Undang Gangguan meneliti dan memeriksa keberadaannya di lapangan. Secara keseluruhan proses perijinan dan pemberian pelayanan ini dibutuhkan waktu selama 221 hari.
Setelah keluarnya Pakto 93. maka terjadi pemangkasan birokrasi, dimana beberapa perijinan penanaman modal PMA dan PMDN kewenanganya diserahkan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II, yaitu. meliputi (1) Ijin lokasi sesuai dengan Rencana Tata Ruang, dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. (2) Hak Guna Bangunan. Hak Guna Usaha dan Hak Pengelolaan dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. (3) Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum Dati II/Satuan Kerja Teknis atas nama Bupati/Walikotamadya yang bersangkutan atau Kepala Dinas P2K (bagi DKI Jakarta) atas nama Gubernur KDKI Jakarta. (4) Ijin Undang-undang Gangguan (HO) dikeluarkan oleh Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat II atas nama Bupati/Walikotamadya yang bersangkutan atau Kepala Biro Ketertiban atas nama Gubernur KDKI Jakarta.
Dengan berlakunya Pakto 93 berdasarkan perhitungan dan hasil studi lapangan menunjukkan adanya keterlambatan dalam pengurusan perizinan khususnya dalam pemberian Ijin Lokasi dan Pembebasan Hak Atas Pembelian Tanah serta Pemberian Hak Atas Tanah sebagai akibat dan hambatan internal (instansi pemberi pelayanan) maupun sebagai akibat hambatan eksternal (pengurusan untuk penyelesaian pemrosesan perijinan). Rata-rata lama proses perijinan investasi baik PMA/PMDN adalah 515 Mari, sedangkan khusus untuk PMA lama keterlambatan proses perijinan adalah 599 hari, serta untuk PMDN 423 hari.
Realisasi investasi nasional baik PMA maupun PMDN, realisasinva masih rendah. Untuk PMA realisasi investasi dari tahun 1993 - 1994 sebesar 40,7 persen dan terus menurun dimana pada tahun 1996 - 1997 hanya sebesar 27,3 persen. Sedangkan untuk PMDN pada tahun 1997 sebesar 58,6 persen. dimana pada tahun 1995/1996 sebesar 60,4 persen dan pada tahun 1996/1997 mengalami penurunan sehingga menjadi 54,5 persen. Untuk menarik minat investasi. tindak lanjut dari berbagai kebijaksanaan untuk mengurangi hambatan investasi sebaiknva dilakukan usaha untuk mempercepat lamanya waktu pemrosesan perijinan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donny Rahyudhie
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
S19379
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saraswati Rupini
Depok: Universitas Indonesia, 1995
S22811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinambela, Hotman
"Di kota Metropolitan seperti DKI Jakarta, ketertiban umum adalah hal yang sangat penting bahkan dapat dikategorikan sebagai kebutuhan primer. Penyelenggaraan ketertiban umum merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah, dan untuk itu Pemerintah diberi kewenangan untuk memaksa publik menaati peraturan yang ada demi terselenggaranya ketertiban umum. Faktanya, ketertiban umum di DKI Jakarta masih jauh dari yang diharapkan. Dengan demikian perlu ditelusuri bagaimana seluk beluk penyelenggaraan ketertiban umum di DKI Jakarta.
Secara teoritis, hukum yang baik adalah hukum yang memenuhi rasa keadilan. Penegakkan hukum diperlukan untuk memastikan bahwa barang siapa yang melanggar hukum akan dikenai sanksi tanpa terkecuali. Penyelenggaraan ketertiban umum di katakan berhasil, jika Pemerintah berhasil menyusun hukum yang baik dan penegakkan hukum yang efektif. Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah : (1) mendeskripsikan rasa keadilan publik DKI Jakarta terhadap peraturan Daerah Nomor 11 tahun 1988 tentang Ketertiban Umum dalam Wilayah DKI Jakarta, (2) mendeskripsikan efektivitas penegakkan Perda tersebut, dan (3) merumuskan cara terbaik penyelenggaraan ketertiban umum di DKI Jakarta.
Penelitian dilakukan terhadap 204 orang responden masyarakat DKI Jakarta. Pengumpulan data mengenai rasa keadilan dilakukan melalui wawancara terbuka dengan responden. Jawaban masing-masing responden kemudian dikelompokkan, sehingga terlihat variasi rasa keadilan publik terhadap Perda 11/1988. Untuk mengetahui efektivitas penegakkan Perda 11/1988, dilakukan wawancara dengan para pejabat di Dinas Ketentraman Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat, sebagai bagian dari Pemerintah Propinsi DKI Jakarta yang bertanggung jawab melakukan penegakkan Perda yang terkait dengan ketertiban umum. Untuk mengkorfirmasi hasil wawancara, dilakukan juga pengumpulan data melalui observasi (Pengamatan) langsung ke lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rasa keadilan publik Jakarta relatis rasional. Artinya, terdapat kecenderungan bahwa publik akan menerima peraturan yang obyektif dan masuk akal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa publik Jakarta akhirnya dapat menerima lalu lintas yang semeraut oleh karena memang secara obyektif masalah lalu lintas memang sangat kompleks. Hal yang mengusik rasa keadilan publik lebih dari pada adanya kewenangan Kepala Daerah (Gubernur) untuk mengambil kebijakan di luar peraturan yang ada, seperti izin Gubernur untuk penggunaan jalur hijau menjadi tempat usaha. Kewenangan Gubernur tersebut cenderung menimbulkan perdebatan karena rentan terhadap penyalahgunaan kewenangan. Pemberian izin oleh Gubernur untuk menggunakan jalur hijau atau ruang publik lainnya untuk kegiatan bisnis tentu akan menguntungkan sekelompok masyarakat (pengguna). Di sisi lain akan ada pihak yang merasa dirugikan atau merasa tidak diberi kesempatan yang sama. Hal-hal sedemikian mengusik rasa keadilan publik.
Secara organisatoris, penegakkan Perda 11/1988 ada dalam ruang lingkup tugas dan tanggung jawab Dinas Ketentraman Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat (DKKPM). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa selama ini penegakkan peraturan yang dilakukan DKKPM bersifat represif seperti menangkap para penyandang masalah kesejahteraan sosial (Pengemis, wanita tuna susila, anak jalanan), menggusur para penggarap yang tinggaI di bantaran kali, serta menertibkan pedagang kaki lima. Untuk melaksanakan tugas-tugas DKKPM memang tidak diperlukan kualifikasi profesionalisme, Yang diperlukan adalah kekuatan fisik, kesiapan mental, dan keberanian untuk menanggung resiko berhadapan dengan masyarakat pelanggar Perda.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Pemerintah Propinsi DKI Jakarta belum memiliki strategi penyelanggaraan ketertiban umum yang komprehensif. Yang ada adalah strategi insidentil dan jangka pendek. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya masalah ketertiban umum yang selesai secara tuntas. Sulitnya menyelenggarakan ketertiban umum di DKI Jakarta terkait dengan kompleksitas persoalan yang terjadi di DKI Jakarta. Jumlah penduduk DKI Jakarta tidak sebanding lagi dengan daya dukung lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Berkenaan dengan dampak/pengaruh penyelenggaraan ketertiban umum terhadap ketahanan DKI Jakarta, hasil penelitian menunjukkan pengaruh Perda yang dirasakan adil 62,2%; pengaruh penegakkan Perda 26,5%; pengaruh peningkatan Perda 11,3%.
Mengingat kompleksitas ketertiban umum tersebut, maka diperlukan pendekatan yang komprehensif. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah : (1) meningkatkan partisipasi publik dalam perencanaan dan pelaksanaan ketertiban umum sehingga dirasakan adil, (2) meaakukan perubahan Perda 11/1988 untuk mengakomodir dinamika rasa keadilan yang berkembang di masyarakat, (3) meningkatkan kinerja DKKPM sebagai aparat penegak Perda melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan (4) meningkatkan koordinasi di lingkungan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta untuk terbangunnnya suatu sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan ketertiban umum secara terpadu."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T7701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andari Yurikosari
"Deregulasi ekonomi timbul pada saat kegiatan ekonomi membutuhkan perangkat pengaturan persaingan usaha yang cepat dapat mengatasi permasalahan, sementara di lain pihak proses penyusunan rancangan undang-undang banyak menemui kendala dan sulit untuk segera diproses menjadi undang-undang.
Di dalam kerangka hirarki atau tata unit peraturan perundang-undangan berdasarkan TAP MPRS No. XX/MPRS/1966, yang termasuk deregulasi adalah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, yaitu Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden.
Iklim penanaman modal, khususnya penanaman modal asing secara langsung (direct investment) di Indonesia, juga membutuhkan perangkat deregulasi untuk pengaturan persaingan usaha. Hal ini antara lain telah ditempuh dengan dikeluarkannya PP No. 20/1994.
Di samping itu, dalam periode tertentu telah dikeluarkan Keppres yang mengatur mengenai Daftar Negatif Investasi (DNI) sehingga bidang-bidang usaha tertentu yang masih menguasai hajat hidup orang banyak sesuai ketentuan Pasal 33 UUD 1945 tidak menjadi dikuasai oleh pihak asing.
Pada kenyataannya deregulasi PP No. 2011994 bertentangan dengan undang-undang yang berlaku di atasnya termasuk UU No. 1/1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Berlangsungnya deregulasi di bidang hukum investasi, seperti DNI, terkadang tidak konsisten. Selain itu deregulasi yang diharapkan membuka persaingan di kalangan swasta, hanya menguntungkan beberapa kelompok usaha atau bahkan hanya pihak asing dan merugikan industri dalam negeri seperti Keppres No. 96/1995 yang menghambat pedagang eceran dalam negeri. Dengan demikian, dengan deregulasi saja tidak cukup untuk menyelesaikan masalah. Dikeluarkannya UU No. 5/1999 pada masakabinet reformasi pembangunan diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam menerbitkan deregulasi ekonomi yang akan datang."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Universitas Indonesia , 1990
332.6 SEM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S24078
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Minarni
"Penelitian ini berfokus pada analisis implementasi kebijakan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta di Bidang Transportasi Massal khususnya Mass Rapid Transit (MRT) atau yang sering kita kenal dengan Busway. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan desain deskriftip. Model operasional penelitian menggunakan teori Implementasi Kebijakan George Edward III Tahun 1980 yaitu ada 4 variabel penting yang menentukan apakah suatu kebijakan di katakan efektif atau tidak efektif, variabel itu adalah Komunikasi, Sumber daya, Disposisi (sikap) dan Struktur Birokrasi.Informan dalam penelitian ini terdiri dan 8 unsur yang mewakili steakholder kebijakan transportasi massal (Busway). Pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur dan wawancara mendalam, sedangkan analisis di lakukan menggunakan analisis GAP yaitu analisis perbedaan antara persepsi harapan yang diinginkan dengan adanya kebijakan Busway dengan implementasi kebijakan busway oleh komponen kebijakan yang terdiri dari Regulator kebijakan, operator kebijakan dan pengguna kebijakan. Dari analisis GAP terhadap hasil wawancara dan survei dilapangan, diperoleh kesimpulan bahwa implementasi kebijakan Transportasi massal (busway) berdasarkan 4 variabel penting George Edwars III Tahun 1980 dinyatakan belum efektif."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T24973
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Silatomo Panji Nugroho
"Pada 27 Oktober 1988 Pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi Paket Oktober (Pakto '88) yang bertujuan untuk meningkatkan pengerahan dana masyarakat melalui perbankan. Perizinan untuk mendirikan bank dipermudah oleh pemerintah yang memicu ledakan jumlah bank di Indonesia. Skripsi ini mencoba untuk mengungkapkan dampak akibat diterapkannya kebijakan deregulasi Pakto ‟88 terhadap sistem perbankan nasional. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.
Hasil dari penelitian ini adalah Pakto‟88 menyebabkan perkembangan jumlah yang signifikan terhadap bank-bank di Indonesia yang menyebabkan kerentanan terhadap sistem perbankan nasional akibat lemahnya pengawasan oleh Bank Indonesia.

On October 27th 1988, Indonesian Government issued a policy of deregulation October Package 1988 (Pakto '88) which aims to improve the deployment of public funds through banks. The Government admits liberalization of bank licensing. This thesis attempts to reveal the impact from the Pakto '88 deregulation policy for the national banking system. This research using historical methods which consist of four steps: heuristic, critic, interpretation and historiography.
The results of this research are Pakto '88 lead to the development of a significant number of banks in Indonesia, which causes susceptibility to the national banking system due to lack of supervision by Bank Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S54407
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Purwanto
"Indonesia mempunyai potensi geologi yang menarik untuk investasi di bidang pertambangan mineral dan batubara. Tetapi potensi geologi hanya merupakan salah satu faktor yang dapat dipertimbangkan untuk investasi di bidang pertambangan, karena masih banyak faktor lain yang perlu dipertimbangkan.
Investasi bidang pertambangan mineral dan batubara di Indonesia pada kurun waktu tahun terakhir ini mengalami penurunan, karena tidak ada investasi baru yang dilakukan oleh investor.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan investasi bidang pertambangan mineral dan batubara, akan dianalisa dengan menggunakan Proses Hirarki Analitik. Selanjutnya dari hasil analisis akan diusulkan usul atau saran-saran untuk meningkatkan investasi bidang pertambangan mineral dan batubara.

Indonesia has an attractive geology potential for investment to mineral and coal-mining sector. However, potential geology is only one of factors able be considered to investment at mining sector, because there are many factors that should be taken into account.
Investment at mineral and coal mine sector in Indonesia within nowadays era it has decreased, because there is no new investment undertook by the investors.
To understand some factors that cause the occurrence of decreasing to investment at mineral and coal-mining sector should be analyzed with Analytic Hierarchy Process. Further from results of the analysis will be proposed suggestion and proposal to increase the investment in sector of mineral and coal-mining sector."
2003
T5741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>