Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164147 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lien Dwiari Ratnawati
"Makanan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi proses kimiawi dalam kehidupan manusia (Chang 1977: 3), karena makanan bukan hanya berfungsi sebagai sumber energi yang diperlukan tubuh, melainkan juga menyediakan unsure-unsur kimia tubuh yang dikenal sebagai zat gizi (Suhardjo 1985: 12)2. Dalam kenyataannya makan lebih dari sekedar kebutuhan vital, karena tanpa makanan manusia tidak dapat hidup. Makan, dan minum adalah kebutuhan jasmani yang diperlukan oleh manusia dalam proses metabolisme sebagai sumber energi bagi tubuhnya, Manusia senantiasa memerlukan energi tersebut sebagai tenaga untuk melakukan berbagai pekerjaan. Walaupun kegiatan makan bukan kegiatan yang mendominasi hidup, tetapi manusia harus dan pasti melakukannya setiap hari. Jadi kebutuhan makan dan juga minum adalah kebutuhan yang tidak dapat digantikan3. Pada masa Plestosen, manusia hidup berburu dan mengumpulkan makanan yang berupa umbi-umbian, kerang, daging binatang, dari lain-lain. Mereka sangat bergantung kepada lingkungan alamnya. Hal ini masih berlanjut hingga akhir masa plestosen atau permulaan masa Holosen. Gejala hidup bercocok tanam dan berternak barn timbul sekitar 6000 tahun SM diikuti dengan pembuatan wadah-wadah gerabah (Soejono 1984: 26-27)"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
T6356
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tommy Soerjo Poetranto
"Kajian Seni Pertunjukan pada Masyarakat Jawa Kuna Berdasarkan Sumber Prasasti dan. Data Arkeologis Abad ke-9 Hingga 10 Masehi. Membahas mengenai seni pertunjukan pada abad ke-9 hingga ke-10 sebagai suatu sistem, yang memiliki komponen-komponen yang saling mendukung. Seni pertunjukan sebagai suatu sistem terdiri atas bagian-bagian atau unsur-unsur yang secara bersamaan menyusun dan mewujudkan sebuah karya seni). Kesenian terdiri atas berbagai komponen atau bagian yang diolah, ditata, diorganisasikan, dikomposisikan, digabung atau disatupadukan sehingga memiliki kebulatan yang menarik, memiliki kedirian atau kepribadian, bermakna dan berfungsi dengan baik. Komponen sistem seni pertunjukan dibagi dalam lima bagian yaitu, seniman, penonton, hasil seni, alat bantu berkesenian, serta konsep. Penggambaran mengenai komponen seni pertunjukan cukup jelas sehingga dapat terlihat bagaimana hubungan antar komponen pembentuknya. Hubungan antar komponen seni pertunjukan digambarkan dengan penggambaran diagram hubungan emosi keagamaan yang dibuat oleh Koentjaraningrat, karena antara komponen satu dengan komponen lain saling mengikat sehingga kehilangan satu komponen menyebabkan ketidaksempurnaan dari sistem seni pertunjukan abad ke-9 hingga ke-10."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S12036
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I. Kuntara Wiryamartana
Yogyakarta: Duta Wacana University, 1990
899.29 KUN a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
I. Kuntara Wiryamartana
Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1990
899.29 KUN a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pande Wayan Tusan
Karangasem: Citra Lekha Sanggraha, 2002
701.759 8 PAN s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dian Sulistyowati
"Pengelolaan lingkungan adalah salah satu cara yang dilakukan manusia untuk menjaga agar lingkungan alam tidak mengalami kerusakan sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup manusia secara berkesinambungan. Hingga saat ini, pemerintah dan masyarakat tetap berusaha melakukan berbagai tindakan pengelolaan lingkungan, baik dengan pembuatan berbagai sarana fisik maupun dengan membuat kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan, mengingat posisi Indonesia yang sangat strategis dengan berbagai kekayaan sumber daya alamnya. Kemudahan untuk mengidentifikasi berbagai tindakan pengelolaan lingkungan di masa kini, tidaklah semudah mengidentifikasi tindakan pengelolaan lingkungan di masa lalu. Walaupun ternyata di masa lalu, masyarakat Jawa Kuna, khususnya abad X-XI Masehi telah menunjukkan adanya usaha untuk mengelola lingkungan alamnya. Mereka menyadari jika sumber daya alam yang ada disekeliling mereka tidak dijaga dan dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan kerugian bagi diri mereka, dan turut berdampak pada pemasukan yang berkurang bagi daerah wanua, watak dan kerajaan. Jadi, tindakan pengelolaan lingkungan di masa Jawa kuna jelas merupakan tindakan yang melibatkan kepentingan orang banyak, sehingga secara otomatis memerlukan sistem pengorganisasian dan peraturan yang jelas untuk menjaga agar tindakan pengelolaan yang diambil tetap berjalan dengan baik. Untuk mengetahui tindakan pengelolaan lingkungan pada masa kerajaan kuna dapat diidentifikasi lewat data prasasti dan naskah. Namun, bagaimanapun juga, keterbatasan yang ada pada prasasti seringkali menimbulkan kesan dan persepsi yang berbeda-beda, karena jarang sekali ditemui sebuah prasasti memberikan keterangan yang lengkap mengenai suatu peristiwa. Keterbatasan ini juga ditemui pada 7 buah data prasasti dari abad X-XI Masehi yang isinya memuat keterangan tentang tindakan pengelolaan lingkungan pada masa Jawa Kuna, sehingga terkadang alasan utama dari suatu tindakan pengelolaan lingkungan tidak dapat diketahui dengan jelas. Tujuh prasasti dari abad X-XI Masehi yang berisi data mengenai tindakan pengelolaan lingkungan adalah prasasti Kubukubu (905 Masehi) yang berisi tentang pembuatan sebuah saluran air, prasasti Rukam (907 Masehi) berisi tentang perbaikan desa Rukam yang terkena bencana, prasasti Kaladi (909 Masehi) berisi perubahan fungsi tanah hutan menjadi sawah, prasasti Wulig (935 Masehi) berisi pembuatan 3 buah bendungan oleh salah satu istri Pu Sindok, prasasti Baru (1030 Masehi) berisi larangan untuk mengambil beberapa jenis tumbuhan tertentu, prasasti Sanghyang Tapak (1030 Masehi) berisi pembuatan sebuah tepek, dan prasasti Kamalagyan (1037 Masehi) yang berisi pembuatan tambak di Waringin Sapta oleh Dharmmawangsa Airlangga. Berdasarkan hasil analisis tujuh data prasasti itu kemudian diketahui bahwa tindakan pengelolaan Iingkungan dimasa Jawa Kuna terdiri dari pembuatan sarana fisik dan pembuatan aturan. Berbagai tindakan pengelolaan lingkungan tersebut ternyata merupakan kelanjutan dari tindakan pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan pada abad sebelumnya. Bahkan, di masa kemudian, tindakan pengelolaan lingkungan ini semakin berkembang ke berbagai bidang dan tidak hanya meninggalkan bukti tertulis, tetapi juga bukti artefaktual. Konsep kosmologis yang dianut oleh masyarakat Jawa Kuna pun turut berperan dalam setiap tindakan pengelolaan lingkungan, karena masyarakat Jawa kuna sangat mempercayai apabila mereka merusak lingkungan alam, maka keseimbangan antara dunia manusia dan jagad raya akan terganggu sehingga akan menimbulkan malapetaka bagi mereka. Hal ini terbukti pada masa sekarang, ketika manusia tidak lagi mementingkan keseimbangan lingkungan, maka yang berikutnya terjadi adalah bencana yang datang secara beruntun"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S11593
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Cahyanita
"ABSTRACT
Seseorang yang meninggal menyebabkan munculnya berbagai permasalahan mengenai kelanjutan hak dan kewajibannya, penyelesaiannya akan diatur dalam hukum waris. Pewarisan sudah berlangsung sejak zaman dahulu seperti pada masa Jawa Kuna. Pewarisan masa Jawa Kuna dapat diketahui berdasarkan prasasti dan kitab-kitab dari masa tersebut seperti kitab agama dan Manawadharmasastra. Beberapa peneliti sudah melakukan penelitian mengenai pewarisan masa Jawa Kuna, tetapi belum pernah dibahas secara mendalam. Penelitian ini membahas mengenai penerapan pewarisan pada masa Jawa Kuna. Pewarisan dalam prasasti dikaitkan dengan kitab agama dan Manawadharmasastra yang menghasilkan penjelasan mengenai penerapan pewarisan masa Jawa Kuna. Pewarisan pada masa tersebut memiliki tiga unsur yaitu pewaris, harta warisan, dan ahli waris. Pewaris dan ahli waris masa Jawa Kuna berdasarkan prasasti tidak membedakan jenis kelamin. Harta warisan yang diteruskan dibagi menjadi dua yaitu harta berwujud yang berupa tanah, kebun, dan sawah, serta harta tidak berwujud berupa takhta, hak-hak istimewa, hutang piutang, dan pajak. Pewarisan pada masa Jawa Kuna menerapkan pewarisan parental seperti masyarakat adat Jawa sekarang ini.

ABSTRACT
People who dies causes the emergence of various problems regarding the continuity of his rights and obligations, the settlement will be regulated in law of inheritance. Inheritance has been going on since long time ago as in ancient Javanese. The inheritance of the Old Javanese can be known by the inscriptions and books of the period such as agama and Manawadharmasastra. Some researchers have done research on ancient Javanese inheritance, but have not been discussed in depth. This research discusses the application of inheritance in the Old Javanese period. Inheritance in the inscription is associated with the agama and Manawadharmasastra books which resulted in an explanation of the application of the ancient Javanese inheritance. Inheritance at that time had three elements: inheritors, inheritance, and heirs. The inheritors and the heirs of Javanese Kuna based on the inscription do not distinguish the sexes. The proceeds of the inheritance are divided into two: tangible property in the form of land, gardens, and fields, and intangibles in the form of thrones, privileges, accounts payable, and taxes. The inheritance of the Old Javanese implements parental inheritance such as the Javanese indigenous people today."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Swandayani
"Manusia selama hidupnya tidak lepas dari kegiatan makan, karena itu kegiatan mencari makan hampir selalu mendominasi kegiatan manusia di segala jaman, mulai dari jaman prasejarah sampai saat ini. Penelitian ini ditekankan pada berbagai makanan dan minuman yang ada pada masyarakat Jawa kuno pada abad 9-10 M. Dari sumber prasasti, naskah, relief candi dan berita Cina diketahui bahwa ada banyak macam hidangan yang telah dikenal oleh masyarakat Jawa kuno saat itu.
Dengan penelitian ini diharapkan mengetahui bagaimana sebenarnya hidangan masyarakat Jawa masa Mataram abad 9-10 M. Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan. Prasasti dari masa Balitung sampai Pu Sindok yang sudah di_alihaksarakan dan naskah Ramayana menjadi data utama, dan data dari relief candi Borobudur dan candi Prambanan serta berita Cina dari dinasti T_ang (618-906 M) dan Sung (960-1279 M) menjadi data penunjang. Selanjutnya tahap pengolahan data.
Pada tahap ini diperhatikan segala unsur perbedaan dan variasi hidangan di setiap sumber data, serta segala sesuatu yang berhubungan dengan pengadaan hidangan tersebut. Kemudian tahap penafsiran data. Melalui tahap ini diketahui bahwa pada abad 9-10 M itu, masyarakat Jawa kuno telah mengenal hidangan yang dapat dikategorikan dalam berbagai fungsi, yaitu hidangan sehari-hari, hidangan pesta, dan hidangan upacara. Hidangan-hidangan yang ada itu berasal dari berbagai sumber makanan (nabati dan hewani), dijadikan beraneka makanan yang lezat melalui berbagai macam cara pembuatan. Hidangan-hidangan ini pada dasarnya terdiri dari makanan pokok yang berupa nasi beserta lauk pauknya dan makanan tambahan. Berbicara mengenai makanan tentunya tidak terlepas dari kondisi serta lingkungan masyarakat yang mengkonsumsikannya. Karena itu dengan diketahuinya bahwa ada perbedaan atau pun variasi makanan dalam masyarakat Jawa kuno, hal ini dapat menjadi salah satu acuan untuk penelitian mengenai kehidupan masyarakat Jawa masa lalu, terutama yang berhubungan dengan lingkungan hidup."
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Nawangningrum
"Erotisme yang cenderung ditabukan dalam karya-karya sastra modern ternyata banyak dijumpai dalam karya-karya sastra Jawa khususnya Jawa Kuna. Erotisme dalam karya-karya sastra Jawa ,Kuna ternyata muncul juga dalam karya sadurannya.
Berdasarkan pengolahan data dijumpai bahwa erotisme dalam Kakawin Arjuna Wiwaha dan Serat Wiwaha Jarwa menunjukkan adanya keberlanjutan. Dalam keberlanjutan tersebut terdapat pengembangan-pengembangan yang dilakukan oleh pengarangnya, baik itu berupa penambahan atau pengurangan. Selain itu, erotisme dalam Kakawin Arjuna Wiwaha dan Serat Wiwaha Jarwa mengikuti suatu pola tertentu. Berdasarkan kategori isi dalam struktur naratif erotisme terdapat dalam adegan percintaan khususnya pada rasa asmara dan ulah cinta penuh kesenangan. Sementara itu, erotisme dalam Kakawin Arjuna Wiwaha berdasarkan sandhi terdapat dalam pratimukha, vimarsa, dan nirvahana, begitu juga dalam Serat Wiwaha Jarwa. Erotisme berdasarkan empat tujuan hidup muncul dalam kama.
Erotisme dalam Kakawin Arjuna Wiwaha tampaknya tidak terlepas dari tujuan ibadah. Hal tersebut disadari oleh pujangga Serat Wiwaha Jarwa, sehingga sang pujangga cenderung untuk mengikuti pola yang terdapat dalam karya Jawa Kunanya. Walaupun itu tidak menutupi adanya perubahan baik itu pengurangan maupun penambahan erotisme dalam karya gubahannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>