Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84308 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suwarno Putra R.
"Sebagai pola dasar pembangunan nasional, ketahanan nasional Indonesia yang tangguh akan lebih mendorong laju pembangunan nasional, dan berhasilnya pembangunan nasional akan lebih meningkatkan ketahanan nasional (Lemhan.nas 1993: 25). Ini berarti terdapat kaitan timbal balik antara pembangunan dan ketahanan nasional, Pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian pertumbuhan dan perobahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (national-building) (Siagian 1985 : 3). Proses pembangunan terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Proses ini berkaitan satu dengan yang lain membentuk sistem pembangunan, yang dikelola dalam administrasi pembangunan.
Mengingat kemungkinan kekeliruan dan dalam keseluruhan proses pembangunan itu, maka dilakukanlah pengawasan pembangunan. Pengawasan dalam pembangunan sangat penting, karena bila tidak, maka tidak mungkin dilakukan koreksi/perbaikan manajemen (administrasi) pembangunan. Tanpa pengawasan maka pembangunan tidak akan berj,alan sebagaimana mestinya. Dengan demikian pengawasan pembangunan merupakan bagian integral dari pembangunan itu sendiri.
Perencanaan pembangunan merupakan produk hukum yang akan diimplementasikan dalam proses pelaksanaan pembangunan. Bentuk pengawasan pelaksanaan pembangunan yang telah dilaksanakan saat ini adalah oleh atasan langsung (Pengawasan Melekat) dan oleh aparat pengawas (pengawasan fungsional).Pengawasan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T5610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asrori
"ABSTRAK
Masalah pengembangan suatu daerah sebetulnya merupakan suatu masalah yang tidak bisa dipisahkan dengan Masalah Pembangunan Nasional secara keseluruhan. Banyak para ahli yang memperdebatkan teori-teori atau pendekatan-pendekatan yang lebih cocok untuk mengembangkan suatu daerah, tetapi nampaknya perdebatan tersebut masih akan berlangsung terus, karena diantara mereka memang sulit untuk menemukan suatu teori atau suatu pendekatan yang manjur yang bisa digunakan di setiap daerah yang mempunyai potensi yang sangat heterogen. Walaupun demikian, diantara perbedaan-perbedaan pendapat di kalangan para ahli, diantara mereka sebetulnya mempunyai konsensus bahwa pembangunan daerah haruslah merupakan bagian dari pembangunan secara keseluruhan.
Pentingnya pembangunan daerah ini juga dirasakan di Indonesia, karena pada dasarnya pembangunan daerah merupakan suatu proses untuk meratakan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh penjuru tanah air.
Di dalam Trilogi Pembangunan juga disebutkan bahwa unsur atau logi pertama dari Trilogi Pembangunan ialah pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh tanah air. Untuk mewujudkan adanya pemerataan pembangunan di seluruh tanah air, maka Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mencantumkan perlunya pembangunan daerah berdampingan dengan pembangunan sektoral, dalam suatu kerangka pembangunan nasional, sesuai dengan konsep wawasan nusantara.
Karena Indonesia merupakan suatu negara yang terdiri dari berbagai daerah dengan tingkat perkembangan ekonomi, sosial dan kebudayaan yang masing-masing berbeda. Maka hal ini menuntut penanganan yang berbeda pula bagi masing-masing daerah.
Pentingnya pembangunan daerah ini juga dinyatakan oleh Benyamin Fisher, dengan mana ia mengatakan bahwa Indonesia saat ini sudah mencapai suatu tahap pembangunan nasional yang menuntut dipentingkannya kebijaksanaan pembangunan daerah atau regional.
Di dalam Repelita IV, kebijaksanaan pembangunan daerah antara lain akan diarahkan pada keserasian antara pembangunan regional dengan pembangunan sektoral serta peningkatan pendapatan daerah.
Untuk mencapai keserasian antara pembangunan sektoral dengan pembangunan regional, diperlukan adanya perencanaan regional di daerah tersebut. Perencanaan regional juga menjadi penting karena dalam proses pembangunan daerah, biasanya daerah tersebut dihadapkan dengan masalah keterbatasan berbagai sumber yang dibutuhkan untuk pembangunan, tetapi di lain pihak daerah tersebut harus mampu menghasilkan suatu output yang maksimal, sehingga untuk mencapai semuanya ini diperlukan adanya suatu perencanaan regional.
Selain diperlukan adanya perencanaan regional yang tepat, daerah dalam membangun atau mengembangkan dirinya juga memerlukan adanya sumber dana dari daerah tersebut dalam jumlah yang mencukupi, sehingga kombinasi dari perencanaan regional dan peningkatan keuangan daerah akan merupakan suatu faktor yang sangat penting untuk mengembangkan suatu daerah.
"
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muis Sudarmadi
"Penelitian ini bermaksud mengevaluasi pelaksanaan program perencanaan pembangunan di wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Dalam penelitian ini ditunjukkan sebuah proses transisi dalam pelaksanaan program perencanaan pembangunan yang semula lebih banyak diperankan oleh pemerintah (top down); sekarang, sejak tahun 2002, peran tersebut Iebih banyak diberikan kepada masyarakat sendiri (bottom up). Proses transisi yang demikian itu tergambar dengan jelas pada pelaksanaan program Forum Pengkajian Perencanaan Pembangunan Jakarta Timur.
Penelitian tentang topik tersebut didisain berdasarkan pendekatan evaluasi program dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Melalui teknik pengamatan terlibat, wawancara mendalam (berpedoman), dan studi dokumen, penelitian ini berusaha menggali data dan informasi seobyektif mungkin untuk mengetahui tingkat
keabsahan program tersebut dilihat dari aspek legalitas hukum/kebijakannya, tingkat kesesuaian antara hasil pelaksanaan program dengan keluaran (output) yang ditetapkan dalam petunjuk pelaksanaan program, dan untuk mengetahui sejauhmana manfaat yang diberikan oleh program perencanaan pembangunan tersebut. Data dan informasi mengenai hal di atas akan digali secara mendalam pada tingkat persiapan, tingkat pelaksanaan dan tingkat pelaporan program Forum Pengkajian Perencanaan Pembangunan Jakarta Timur, khususnya pada pelaksanaan tahun 2003.
Dalam penelitian ini ditemukan beberapa hal. Pertama, bahwa pelaksanaan Forum Pengkajian Perencanaan Pembangunan Jakarta Timur telah memiliki landasan hukum yang cukup kuat, apabila ditinjau dari sumber hukum Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Keputusan Gubernur, Surat Edaran Menteri dan Surat Edaran Gubernur terkait. Tetapi program tersebut dapat dinilai lemah, karena tidak memiliki landasan hukum yang pasti pada tingkat kotamadya.
Kedua, bahwa sebagian besar basil yang dicapai dari pelaksanaan Forum Pengkajian Perencanaan Pembangunan Jakarta Timur tahun 2003 telah sesuai dengan output yang diharapkan program. Pada Forum Perencanaan Tingkat Kelurahan telah berhasil mengidentifikasi permasalahan dan menyepakati usulan kegiatan mikro dan usulan makro berikut skala prioritasnya. Pada Forum Konsoiidasi Tingkat Kecamatan telah berhasil menggali permasalahan dan menyepakati usulan program pembangunan yang telah disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Renstra, Repetada, dan arah kebijakan pembangunan kecamatan setempat. Dan pada Forum Pengkajian Tingkat Kotamadya telah berhasil menggali permasalahan pembangunan yang dihadapi Kotamadya Jakarta Timur, dan juga telah berhasil merumuskan program pembangunan di wilayah Jakarta Timur berikut rumusan skala prioritas programnya untuk tahun anggaran 2004.
Ketiga, bahwa Forum Pengkajian Perencanaan Pembangunan Jakarta Timur yang dilaksanakan pada tahun 2003 telah memberikan manfaat yang cukup besar terhadap kehidupan masyarakat kelurahan. Salah satu contoh untuk menunjukkan bahwa forum tersebut telah membawa manfaat bagi -kehidupan masyarakat kelurahan dan sekaligus sebagai bukti bahwa forum tersebut menjadi efektif adalah dengan terealisasinya Program Pernberdayaan Masyarakat Ke/urahan (PPMK) pada tahun 2004."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutanto Hambali
"Otonomi daerah merupakan suatu thema yang sedang dan cukup popular oleh berbagai kalangan mulai dari tingkat pemerhati, pengambil kebijakan serta masyarakat umum pada akhir abad dan awal millenium kedua. Perhatian besar atas thema tersebut karena adanya tuntutan redefinisi perencanaan pembangunan yang telah dilaksanakan selama lebih kurang 32 tahun masa orde baru. Salah satu esensi otonomi daerah yang juga mendapat perhatian penting adalah peranan langsung pemerintah didalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah (termasuk Daerah Kabupaten Banggai). Peranan langsung itu adalah memberikan pelayanan serta pemberian stimulus terhadap perekonomian yang dibutuhkan oleh masyarakat melalui dukungan dana pembangunan daerah. Dampak lain atas upaya pemerintah pusat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat adalah adanya tuntutan masyarakat agar pusat-pusat pelayanan semakin dekat dengan masyarakat. Konsekuensi atas tuntutan itu bagi daerah-daerah yang memiliki wilayah yang luas diperlukan pemekaran sebagian wilayah, baik pada level pemerintahan tingkat desa, kecamatan, kabupaten, kota bahkan tingkat propinsi. Salah satu daerah yang dimekarkan di wilayah Propinsi Sulawesi Tengah adalah wilayah administrasi Kabupaten Banggai yang dibagi menjadi Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai Kepulauan. Hal ini membawa perubahan orientasi perencanaan pembangunan bagi daerah yang dimekarkan baik induk maupun pecahannya.
Permasalahannya, pertama, apakah kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Banggai dengan data terbatas di bidang perencanaan telah optimal dalam upaya mendukung peningkatan kinerja perencanaan pembangunan daerah, baik untuk kondisi sebelum dan sesudah wilayah dimekarkan dan kemungkinannya apabila otonomi diberlakukan. Kedua, apakah kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan tersebut diatas menjadi stimulus bagi peningkatan kinerja perekonomian daerah Kabupaten Banggai. Untuk melihat perkembangan perekonomian kedua Daerah Kabupaten Banggai dilakukan berbagai analisis, baik analisa struktur perekonomian daerah, laju pertumbuhan ekonomi daerah, pendapatan masyarakat, metode location untuk mencari sektor-sektor keunggulan daerah, analisa shift share untuk menghitung perubahan pertumbuhan regional, teori economic base digunakan mengkalkulasi multiplier daerah, ratio APBD terhadap PDRB guna melihat peranan pemerintah daerah dan metode program linear untuk menilai kinerja kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah yang diterapkan dalam kurun waktu tahun 1993 sampai tahun 1997.
Berdasarkan ukuran-ukuran tersebut diatas, untuk wilayah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan kondisi perekonomiannya adalah ; perkembangan nilai tambah bruto berdasarkan harga konstan '93 untuk tahun 1993 sebesar Rp. 327.786 juta meningkat menjadi Rp. 431.741 juta pada tahun 1997, dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 7,14 %. Kontribusi sektoral terbesar masih disumbangkan oleh sektor pertanian yang mencapai angka 47,53 % dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 1997 menjadi 48,40 %. Dengan menggunakan harga konstan yang sama, nilai pendapatan per kapita masyarakat pada tahun 1993 sebesar Rp. 832.219 meningkat juga menjadi Rp. 1.002.619 di tahun 1997 dengan penduduk yang bekerja pada tahun 1993 sebanyak 184.272 orang, mengalami kenaikan menjadi 194.980 orang tahun 1997. Sektor-sektor unggulan dengan menggunakan data out put daerah pads tahun 1993 berada di sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, sampai tahun 1997 keunggulan daerah tinggal sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedang memakai data tenaga kerja, make keunggulan daerah tahun 1993 terletak pads sektor pertanian, sektor penggalian, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, kemudian untuk tahun 1997 sisa unggul disektor pertanian dan sektor bangunan. Hal ini dicerminkan oleh multiplier daerah dari nilai 1,7145 kali tahun 1993 mengalami penurunan hingga menjadi 1,6425 kali tahun 1997. Kajian atas perubahan pertumbuhan daerah dari tahun 1993 sampai tahun 1997 digambarkan bahwa bacarnya total perubahan pertumbuhan daerah (G) sebesar Rp. 103.915 juta, share propinsi (R) senilai Rp. 131.549,5 juta dan nilai shift share (S) sebesar Rp. 27.634,5 jut& Hal ini berarti bahwa perekonomian daerah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan lebih banyak dipeng rubi oleh perekonomian propinsi atan daerah kabupaten lain di dalam propinsi Sulawesi Tengah, walaupun secara sektoral pertumbuhan den dalam daerah didapat dari sektor penggalian dan sektor bangunan. Kalau menggunakan data tenaga kerja maka perubahan pertumbuhan tenaga kerja dari tahun 1993 sampai tahun 1997 sebanyak 10.708 orang, share propinsi (R) sebanyak 48.404 orang dan shift share kabupaten sebanyak 37.696 orang, artinya tenaga kerja yang bekerja di daerah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan dalam jangka waktu tersebut lebih banyak diisi dari luar daerah. Parameter lain yang digunakaa untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mendorong perekonomian daerah yang digambar oleh proporsi APED terhadap PDRB, dimana pads tahun 1993 hanya sebesar 4,57 % meningkat menjadi 8,76 % pada tahun 1997.
Dengan menggunakan parameter yang sama, untuk wilayah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan gambaran perekonomiannya adabah; perkembangan nilai tambah bruto berdasarkan harga konstan 93 untuk tahun 1993 sebesar Rp 236.781 juta meningkat menjadi Rp. 314.034 juta pada tahun 1997, dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 7,32 %. Kontribusi sektoral terbesar masih disumbangkan oleh sektor pertanian yang mencapai angka 46,69 % dan terns mengalami peningkatan hingga tahun 1997 menjadi 48,09 %. Dengan menggunakan harga konstan yang sama, nilai pendapatan per kapita masyarakat pads tahun 1993 sebesar Rp. 923.899 meningkat juga menjadi Rp. 1.120.879 di tahun 1997 dengan penduduk yang bekerja pada tahun 1993 sebanyak 113.350 orang, mengalami kenaikan menjadi 133.940 orang tahun 1997. Sektor-sektor unggulan dengan menggunakan data out put daerah pads tahun 1993 berada di sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, sedang pada tahun 1997 keunggulan daerah tinggal sektor pertanian dan sektor bangunan. Sedang memakai data tenaga kerja, maka keunggulan daerah tahun 1993 terletak pada sektor pertanian, sektor penggalian, sektor listrik dan air bersih, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, kemudian untuk tahun 1997 sisa unggul disektor pertanian, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor angkutan dan komunikasi. Hal ini dicerminkan oleh multiplier daerah dari nilai 1,8333 kali tahun 1993 mengalami penurunan hingga menjadi 1,7314 kali tahun 1997. Kajian atas perubahan pertumbuhan daerah dari tahun 1993 sampai tahun 1997 digambarkan bahwa besarnya total perubahan pertumbuhan daerah (G) sebesar Rp. 77.235 jute, share propinsi (R) senilai Rp. 95.026,7 juta dan nilai shift share (S) sebesar Rp. 17.773,7 juta. Hal ini berarti bahwa perekonomian daerah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan lebih banyak dipengaruhi oleh perekonomian propinsi atau daerah kabupaten lain di dalam propinsi Sulawesi Tengah, walaupun secara sektoral pertumbuhan dari dalam daerah didapat dari sektor penggalian dan sektor bangunan. Kalau menggunakan data tenaga kerja maka perubaban pertumbuhan tenaga kerja dari tahun 1993 sampai tahun 1997 sebanyak 20.590 orang, share propinsi (R) sebanyak 29.775 orang dan shift share kabupaten sebanyak - 9.185 orang, artinya tenaga kerja yang bekerja di daerah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan dalam jangka waktu tersebut mengalami kekurangan tenaga kerja sebanyak 9.185 orang. Parameter lain yang digunakan untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mendorong perekonomian daerah yang digambar oleh proporsi APBD terhadap PDRB, dimana pads tahun 1993 hanya sebesar 6,31 % meningkat menjadi 12,04 % pada tahun 1997.
Kebijakan perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Banggai dalam Repelitada VI yang diterapkan adalah memprioritaskan percepatan pembangunan pedesaan, pembangunan transportasi khusunya prasarana jalan, pembangunan sektor pendidikan, pembangunan sektor kesehatan dan pembangunan aparatur pemerintah daerah. Sedang kebijakan pengeluaran pembangunan daerah pada tahun anggaran 1997 / 1998 adalah mengacu pada skala prioritas pembangunan daerah, pengentasan kemiskinan melalui peningkatan bantuan langsung, peningkatan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat, dan peningkatan kualitas aparatur pemerintah daerah melalui pendidikan teknis maupun fungsional serta menambah kelengkapan saran dan prasarana aparatur pemerintah daerah.
Karena itu perhatian atas penelitian ini, selain kajian analisis kondisi perekonomian Daerah Kabupaten Banggai diatas, juga dilakukan analisis kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah. Didalam analisis yang kedua ini dipergunakan metode program linear dengan penyelesaian berbagai bentuk problemnya memakai software komputer ABQM. Terkait dengan analisis kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah adalah sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah yang diterapkan selama ini. Sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah sampai scat ini masih mengacu pada Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D) dengan pola bottom up dan top down planning. Dalam implementasinya poin ini secara ringkas menyerap berbagai usulan rencana kegiatan masyarakat dari level pemerintahan paling bawah (desa), kemudian diusulkan berdasarkan prioritas kepada tingkat pemerintahan diatasnya. Setelah semua proses dari bawah selesai, maka pemerintah pusat mengalokasikan dana atas berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan secara proporsional kepada daerah-daerah (mekanisme lengkap lihat bagan 4.01).
Mekanisme perencanaan yang demikian memang telah cukup komprehensif mengakomodasikan berbagai kepentingan perencanaan dari masyarakat, dunia usaha dan pemerintah, tetapi masih terdapat berbagai hal yang menjadikan implementasinya kurang berjalan baik ; pertama, diperlukan kualitas tenaga-tenaga perencana yang memiliki kualifikasi tertentu, kedua, sistem dan mekanisme perencanaannya hanya dapat dimengerti secara komprehensif oleh birokrat sampai level pemerintahan kabupaten, ketiga, manajemen usulan rencana kegiatan dikelompokkan dalam program yang sauna untuk semua level pemerintahan, keempat, tidak adanya ruang publik (public hearing) yang jelas pada saat usulan rencana memasuki proses penganggaran, kelima, bagi daerah-daerah dengan Pendapatan Asli Daerah Sendiri (PADS) relatif kecil akan sangat tergantung kepada pemerintah pusat, keenam, diperlukan proses sosialisasi program yang kontinue sebelum implementasi kegiatan dilaksanakan.
Konsekuensi yang harus diterima atas implementasi proses perencanaan diatas adalah, pertama, kualitas usulan rencana kegiatan dari masyarakat tidak memenuhi standar perencanaan, kedua, usulan rencana dari masyarakat tidak mencerminkan kebutuhan tetapi hanya sebatas keinginan, ketiga, masing-masing level pemerintahan dimungkinkan terjadinya duplikasi kegiatan sehingga tidak menunjukkan level of authority (dekonsentrasi, decent l asi dan medebewind), keempat, masyarakat, pemerintah tingkat bawah (desa, kecamatan) kurang mengetahui jenis-jenis kegiatan apa raja dan lokasinya dimana terhadap implementasi kegiatan pembangunan pemerintah tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, sehingga ada kecenderungan menimbulkan konflik atas penetapan lokasi pada saat kegiatan dilaksanakan? kelirna, khusus bagi Kabupaten Banggai dengan kontribusi PADS hanya berkisar 3 % - 5,5 % selang waktu TA. 1993/1994 -1997/1998 dari total penerimaan APBDnya, maka sifat ketergantungan kepada pemerintah pusat sangat besar sekali, keenain, proses sosialisasi yang tidak jelas alas semua kegiatan pembangunan yang dilaksanaknn oleh semua level pemerintahan (kabupaten, propinsi dan pusat).
Berdasarkan analisis kondisi perencanaan pengeluaran pembangunan daerah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai pada tahun anggaran 1997/1998, menunjukkan bahwa dana pengeluaran pembangunan sebesar Rp. 37.808.753.000 dialokasikan dengan prioritas sektor maupun program yang dibelanjai dengan besaran alokasi dana adalah, pertama sektor transportasi, meteorologi dan geofxsika (56,17 %) melalui program rehabilitasi pemeliharaan jalan dan jembatan, program peningkatan jalan dan jembatan serta program pembangunan jalan dan jembatan, kedua, sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Malta Esa, pemuda dan olah raga (10,74 %), lewat program pembinaan pendidikan dasar, program pembinaan pendidikan tinggi, program operasi dan perawatan fasilitas pendidikan dan kebudayaan, serta program pendidikan kedinasan, ketiga, sektor perumahan dan pemukiman (9,41 %) dengan program penyehatan lingkungan pemukiman, program penyediaan dan pengeloaaan air bersih, dan program penataan kota, keempat sektor pembangunan daerah dan transmigrasi (5,96 %) melalui program pembangunan desa, program pembangunan desa tertinggal, dan program pengembangan kawasan khusus, kelrma, sektor keselahteraan sosial, kesehatan, peranan wanita anak dan remaja (4,80 %), lewat program penyuluhan kesehatan, program pelayanan kesehatan dan rujukan rumah sakit, program pelayanan kesehatan masyarakat, program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, program perbaikan gizi dan program peranan wanita. Kemudian disusul oleh sektor aparatur negara, dan pengawasan (4,57 %), sektor pertanian dan kehutanan (3,40 %) serta tiga belas sektor lainnya (4,95 %). Dengan jumlah program yang terdanai sebanyak 59 buah dari total program sebanyak 146 buah.
Bila pola kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah sebesar Rp. 37.808353.000 care mengalokasikannya menggunakan analisis program linear, maka out put opiimalnya menunjukkan bahwa prioritas sektor yang akan dikembangkan adalah sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga (68,405 %), dengan program-program seperti tersebut dalam alinea sebelum ini, sektor transportasi meteorologi dan geofisika (31,464 %), sektor tenaga kerja (0,057 %), sektor pertambangan dan energi (0,034 %), sektor industri (0,013 %), sektor sumber days air dan irigasi (0,013 %), sektor keamanan dan ketertiban (0,011 %), serta sektor kependudukan dan keluarga sejahtera (0,003 %). Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa sumber dana yang langkah atau terbatas jumlahnya adalah alokasi dana bidang fisik dan prasarana bersumber clan bantuan Dati II komponen umum (block grant). Hal ini memberikan gambaran bahwa kebutuhan dana pengeluaran pembangunan yang bersumber dari sifat dana block grant cukup sensitif bagi pelaksanaan pembangunan daerah Kabupaten Banggai. Kondisi ini semakin memperjelas tingkat ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat semakin tinggi.
Menghadapi kondisi pemekaran wilayah dan pelaksanaan otonomi daerah, dimana secara signifikan berpengaruh langsung terhadap besarnya sumber penerimaan pendapatan daerah sehingga somber dana pembangunan alokasinya juga berkurang dan program yang dikelola bertambah karena beban kewenangan yang diserahkan semakin banyak. Hasil perhitungan menunjukkan, total sumber dana yang dapat dialokasikan untuk pengeluaran pembangunan daerah sebesar Rp. 31.029.738,000,-. Out put simulasi program linear menunjukkan bahwa sektor-sektor yang menyebabkan penyelesaian optimal adalah sektor politik, hubungan luar negeri, penerangan, komunikasi dan media massa (46,27 %), sektor perdagangan, pengembangan usaha daerah, keuangan dan koperasi (19,18 %), sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga (13,92 %), sektor transportasi, meteorologi dan geofisika (13,20 %) serta sektor aparatur negara dan pengawasan (7,43 %). Dengan demikian program-program seperti program penyelengaraan otonmi daerah, program pembinaan politik dalam negeri, program pengembangan perdagangan dan sistem distribusi, program pengembangan dan pembinaan usaha daerah, program penyehaaan modal pemerintah daerah, program penerimaan keuangan daerah, program pembinaan kekayaan daerah, program pembinaan usaha kecil, program peningkatan prasarana dan sarana aparatur negara, program peningkatan efisiensi aparatur negara, program pendidikan dan peiatihan aparatur negara serta program pendayagunaan sistem dan pelaksanaan pengawasan ditambah program-program dari sektor transportasi dan sektor pendidikan yang telah disebutkan terdahulu akan semaldn krusial untuk diperhatikan. Di samping itu hasil simulasi menunjukkan bahwa sumber dana pembangunan yang langkah lagi-lagi adalah alokasi dana bidang fisik dan prasarana serta bidang ekonomi yang berasal dari bantuan Dati II komponen umum (block grant).
Melihat semua kondisi diatas, dimana pemrograman pembangunan sama untuk semua level pemerintahan, beban urusan semakin meningkat, kebutuhan dana pembangunan semakin meningkat, sumber dana relatif terbatas, tingkat ketergantungan sangat besar, masyarakat tak memiliki ruang koreksi terhadap perencanaan pengeluaran pembangunan, perekonomian daerah hanya unggul disektor pertanian dan sektor bangunan Kalau ini terns berlanjut maka implikasi yang akan dihadapi pemerintah daerah, adalah kreativitas pemerintah daerah dalam menyusun program pembangunan berdasarkan kondisi daerah lemah, tuntutan masyarakat akan pelayanan dimungkin tidak terlayani dengan balk, kebutuhan dana pembangunan memnngkinan tidak tercukupi, masyarakat menjadi terbebani dalam pembiayaan pembangunan, konflik kepentingan didalam pengalokasian dana semaldn meningkat, pengembangan sektor basis kemungldnan terabaikan, dan secara keseluruhan didalam jangka panjang memungldnkan kredibilitas pemerintah daerah semakin menurun dimata masyarakat daerah.
Dengan demikian kondisi perekonomian dan kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah Kabupaten Banggai dapat disimpulkan Panama, kondisi perekonomian wilayah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan kontribusi terbesar dikembangkan oleh bagian wilayah sesudah dimekarkan, basis perekonomian wilayah sebelum dan sesudah dimekarkan berada disektor pertanian, serta kondisi perekonomian wilayah sesudah dimekarkan lebih baik dibandingkan wilayah sebelum dimekarkan. Kedua, implementasi sistem perencanaan bottom up dan top down planning menyebabkan pemrograman pengeluaran pembangunan sama untuk semua level pemerintahan, pemerintah daerah kurang kreativ membuat program yang mencerminkan kondisi masyarakat daerah, kontrol publik yang kurang selama proses penganggaran berlangsung, dan diperlukan tenaga-tenaga perencana yang memiliki kualifikasi tertentu. Ketiga, seyogyanya selama ini pemerintah daerah memprioritaskan pengembangan program-program yang berada disektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Matta Esa, pemuda dan olah raga, sektor tenaga kerja, sektor pertambangan dan energi, sektor industri, sector sumber daya air dari irigasi, sektor keamanan dan ketertiban serta sektor kependudukan dan keluarga berencana. Hal ini terlihat bahwa sektor yang dikembangkan secara relatif meningkatkan kapasitas sumber daya manusia daerah. Disamping itu, karena pemerintah daerah sumber dananya terbatas maka kebutuhan bantuan sumber dana dari pemerintah pusat cukup besar tetapi yang memiliki sifat bantuan umum moral (pemerintah pusat menyediakan dana sedang pemerintah daerah bebas mengalokasikan ke sektor mana saja). Keempat, menyikapi pemekaran wilayah dan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah selain mengembangkan program dikedua sektor diatas ditambah lagi dengan mengembangkan program-program pads sektor perdagangan, pengembangan dunia usaha, keuangan dan koperasi, sektor aparatur negara dan pengawasan dan sektor politik, hubungan luar negeri, penerangan, komunikasi dan media massa& Karma masih terlihat langkahnya sumber dana bantuan umum make bagi daerah Kabupaten Banggai untuk mengurangi tingkat ketergantungan pembiayaan ini sudah hams melakukan upaya yang lebih komprehensif dan terpadu didalam mencari sumber-sumber penerimaan baru serta mengefektifkan sumber penerimaan yang telah berjalan.
Untuk itu berbagai solusi alternatif yang dapat direkomendasikan adalah sebagai berikut ; pertama, dalam rangka pembangunan ekonomi daerah, make Pemerintah dan Masyarakat Daerah Kabupaten Banggai perlu memperhatikan indikator pembangunan ekonomi, baik bersifat umum dan khusus. Pemerintah Daerah memprakarsai tersedianya data indikator-indikator ekonomi yang dapat diakses masyarakat secara bebas dan terpadu. Selain itu pembangunan ekonomi diarahkan kepada pengembangan jenis usaha yang berbasis disektor pertanian sebagai keunggulan daerah. Kedua, untuk mewujudkan pola perencanaan pengeluaran pembangunan daerah, Pemerintah Pusat seyogyanya merubah pemrograman pengeluaran pembangunan yang mencerminkan tanggung jawab masing-masing level pemerintahan, memberikan peluang kepada daerah untuk mengembangkan program program yang mencerminkan kondisi daerah, bagi daerah mengkaji lebih lanjut jenis program yang menjadi tanggung jawab daerah dan memberikan ruang publik bagi masyarakat daerah didalam proses penganggaran pembangunan daerah (usulan penulis began 5.02). Ketiga, pada saat kondisi tingkat ketergantungan pemerintah daerah cukup tinggi kepada pemerintah pusat, maka pemerintah daerah seyogyanya memacu kegiatan pembanguan infrastruktur daerah dan pengembangan sumber daya manusia khususnya bidang pendidikan. Selain itu perlu juga memperhatikan pengembangan industri, peningkatan kualitas tenaga kerja, pengembangan pertambangang dan stabilitas daerah. Keempat, menyikapi kondisi wilayah yang dimekarkan dan mengantisipasi pelaksanaan otonomi daerah, maka pemerintah daerah perlu mengkaji lebih intensif berbagai jenis-jenis kegiatan yang sangat mendukung pengembangan program-program pada sektor perdagangan, pengembangan dunia usaha, keuangan daerah dan koperasi, sektor aparatur negara dan pengawasan serta sektor politik, hubungan luar negeri (antar daerah), komunikasi dan media massa. Disamping meningkatkan terns pengembangan kegiatan-kegiatan sektor pendidikan dan sektor transportasi. Kegiatan-kegiatan yang diprioritaskan lebih difokuskan pada upaya-upaya pengembangan industri dan dunia usaha daerah, peningkatan pendapatan daerah, peningkatan kualitas aparatur pemerintah dan penguatan institusi politik maupun budaya masyarakat lokal."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T2336
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Kadarmanto
"ABSTRAK
Setelah bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, sebagai bangsa yang merdeka, bebas dari kungkungan penjajah, mempunyai kedaulatan dan kebebasan untuk menentukan arah kehidupan yang sesuai dengan cita-cita luhur yang diinginkan.
Perjuangan mencapai cita-cita bangsa yang luhur tersebut diwujudkan dalam tahap-tahap pembangunan nasional yang arah tujuannya termuat dalam UUD 1945, yaitu masyarakat yang adil dan makmur, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang merdeka, bersatu dan berdaulat, dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam penyelenggaraan pembangunan nasional, agar dapat mencapai tujuan, diperlukan adanya Wawasan Nasional. Wawasan Nasional bangsa Indonesia dinamakan Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara tercipta karena bangsa Indonesia secara rasional dan realistis menyadari akan diri dan lingkungannya, untuk memanfaatkan kondisi geografi wilayah negaranya.
Hakekat Wawasan Nusantara adalah :
a. Jiwa Persatuan Kesatuan, yang mendorong bangsa Indonesia untuk bertekad mewujudkan kesatuan wilayahnya, yaitu Kesatuan bidang-bidang Ideologi, Politik, Ekonomi, Budaya dan Pertahanan Keamanan.
b. Rasa Tanggung Jawab, terhadap pemanfaatan dan kelestarian lingkungan hidup untuk digunakan sebanyak-banyaknya untuk kemakmuran dan kesejahteraan serta keamanan bangsa dan negara. Agar jalannya pembangunan nasional dapat mencapai tujuan yang dii nginkan, dan mampu untuk secara efektif mengatasi AGHT (Ancaman, Gangguan, Hambatan, Tantangan) yang timbul, baik dari dalam maupun dari luar negeri, diperlukan penyelenggaraan pembangunan nasional dengan pendekatan konsepsi Ketahanan Nasional. Adapun unsur esensial konsepsi Ketahanan Nasional adalah :
a. Kemampuan mempertahankan kehidupan bangsa, identitas dan integritas bangsa dan negara.
b. Kemampuan mengembangkan kelangsungan negara dan bangsa dalam mencapai cita-citanya.
Dalam pembangunan lima tahun kelima, kebijaksanaan pembangunan bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yaitu :
a. Pemerataan Pembangunan.
b. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
c. Stabilitas Nasional yang sehat dan dinamis.
Dengan hakekat Wawasan Nusantara dan unsur-unsur esensial konsepsi Ketahanan Nasional serta kebijaksanaan yang bertumpu pada Trilogi Pembangunan Nasional, maka lengkaplah dasar-dasar perlunya pemerataan pembangunan keseluruh pelosok tanah air yang merupakan salah satu penjabaran menuju cita-cita bangsa Indonesia. Terlebih bagi daerah Batas wilayah kedaulatan nasional Indonesia yang masih terisolir, yang belum cukup mantap tingkat ketahanan wilayahnya, untuk tangguh menghadapi setiap AGHT terhadap kedaulatan negara dan persatuan kesatuan bangsa.
Salah satu daerah perbatasan yang masih terisolir adalah perbatasan darat di Kalimantan yang berbatasan dengan wilayah Malaysia Timur.
Pulau Kalimantan merupakan pulau terbesar diwilayah Republik Indonesia, dengan luas seluruhnya 549.032 km2, mempunyai kelangkaan dalam transportasi darat. Beberapa sungai dapat dimanfaatkan sebagai jal an air, namun demikian tidak seluruh wilayah dihubungkan oleh transportasi sungai."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhardi
"Garin-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mengamanatkan bahwa perhatian sebesar-besarnya perlu diberikan kepada peningkatan pembangunan pedesaan terutama melalui prakarsa dan swadaya masyarakat desa serta memanfaatkan secara maksimal dana-dana yang langsung maupun yang tidak langsung diperuntukan bagi pembangunan pedesaan. Dan pembangunan pedesaan perlu terus ditingkatkan terutama melalui pengembangan kemampuan sumber daya manusia termasuk penciptaan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat pedesaan. Sejalan dengan itu perlu ditingkatkan kemampuan masyarakat pedesaan untuk berproduksi serta menciptakan lapangan kerja. Dengan demikian masyarakat pedesaan makin mampu mengarahkan dan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya segala dana dan daya bagi peningkatan pendapatan dan taraf hidup (1988: 70).
Dapat dikatakan bahwa pembangunan pedesaaan tidak terlepas dari usaha empowerment (pemberdayaan) masyarakat desa (pembangunan sosial budaya), khususnya usaha peningkatan kemampunan sumber daya manusia untuk berproduksi dan menciptakan lapangan kerja, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan ekonomi keluarga.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Rizal Edy Praja
"Apapun bentuk program dan proyek pembangunan yang digulirkan ke desa, hendaknya melibatkan masyarakat di dalam proses pembangunan untuk mewujudkan suatu perubahan terencana untuk mencapai kemajuan masyarakat lokal. Karena ditujukan untuk merubah masyarakat itulah, sudah sewajarnya masyarakat dijadikan sebagai pemilik program dan proyek pembangunan. Perubahan yang dituju adalah suatu tahapan pembangunan yang hasilnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Wacana mengenai pembangunan desa tidak terlepas dari dua model perencanaan pembangunan top down planning dan bottom up planning. Pada dasarnya setiap program pemerintah senantiasa mencerminkan kedua model tersebut, hanya intensitasnya yang berbeda. Sesuai dengan tuntutan paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development), sudah semestinya pendekatan bottom up planning diperbesar dan menjadi inti proses pembangunan yang memberdayakan masyarakat.
Tesis ini meneliti tentang suatu dimensi yang lebih khusus yaitu kajian tentang perencanaan pembangunan di tingkat lokal dalam desain progam dan proyek pembangunan yang aktual dan bersifat lokal, yaitu Program Dana Bantuan Pembangunan Nagori/Kelurahan (BPN/K), Program Pengembangan Prsarana Perdesaan (P2D) dan Proyek Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT). Implementasi desain tersebut berupa keterlibatan masyarakat dalam local planning sebagai perwujudan proses pemberdayaan masyarakat.
Penelitian ini berlokasi pada desa-desa (istilah desa adalah interchangeable dengan istilah Nagori sebagai sebutan lokal) di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat masih rendah dalam perencanaan pembangunan. Tanpa disadari peranan pemerintah masih lebih besar, meskipun tidak secara fisik, akan tetapi dalam wujud regulasi yang kurang memberikan keleluasaan bagi masyarakat.
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa ucapan orang-orang serta fenomena sosial yang dapat diamati. Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengamatan dan kajian secara langsung, selain wawancara yang tidak terstruktur dan mendalam untuk memperoleh data tentang keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan di tingkat lokal.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa pada tataran desain, keterlibatan masyarakat sudah diadopsi dalam desain program dan proyek pembangunan yang digulirkan, sedangkan dalam tataran implementasi, keterlibatan masyarakat sudah baik dalam program BPN/K dan P2D, dibandingkan dalam proyek P2KT yang masih didominasi oleh birokrat kecamatan.
Masyarakat sebenarnya antusias dan mempunyai respon yang tinggi dalam proses perencanaan pembangunan yang memang berkenaan langsung dengan kebutuhan lokal. Keterlibatan dalam proses pelaksanaan saja sudah dianggap baik, akan tetapi akan sangat lebih baik terlibat sejak dari perencanaan, namun banyak kepentingan yang menjadi tantangannya, sehingga tidak serta merta terwujud pada program dan proyek yang ada. Masyarakat banyak yang tidak mengerti tentang mekanisme dan segala aspek-aspeknya, akan tetapi mereka secara sederhana memahaminya kalau mereka disertakan dan klop dengan solusi permasalahan yang dihadapi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T8978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullah Puteh
"Pendahuluan
Latar Belakang
Di dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa bangsa Indonesia terbagi menjadi daerah-daerah propinsi, dan daerah-daerah propinsi terbagi lagi menjadi daerah-daerah yang lebih kecil yang masing-masing bersifat otonom. Implikasi dari ketentuan tersebut dikeluarkannya Undang-Undang nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Kemudian untuk tingkat yang lebih rendah diatur dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1979 yang mengatur Pokok-Pokok Pemerintahan Desa.
Berdasarkan ketentuan tersebut, desa merupakan bagian yang integral dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintah terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T 5609
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ende Abraham Badu
"Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan proses perencanaan pembangunan di tingkat akar rumput (grass roof), dimana lokasi yang dipilih adalah di Desa Kekasewa Kecamatan Ndona Kabupaten Ende Nusa Tenggara Timur.
Secara spesifik, penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan proses perencanaan program pembangunan di lokasi penelitian dan mengidentifikasi serta menjelaskan faktor-faktor pendukung dan penghambatnya.
Melalui penelitian deskriptif kualitatif, digambarkan secara lebih akurat dari pengamatan yang dilakukan secara lengkap tentang suatu gejala atau situasi sosial diantaranya melalui pengamatan dan wawancara. Beberapa informan yang dipilih adalah aparat pemerintah, lembaga masyarakat, dan warga masyarakat. Analisis dilakukan dengan menelaah data yang diperoleh dari berbagai sumber dan informan.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa:
1) penerapan prinsip-prinsip partisipatoris dalam proses perencanaan program pembangunan di Desa Kekasewa dapat dikatakan berjalan meskipun tidak mengikuti sepenuhnya prinsip-prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat,
2) proses perencanaan program pembangunan di Desa Kekasewa telah dilakukan proses perencanaan program pembangunan yang partisipatoris, yang langkah-langkahnya meliputi: tinjauan keadaan atau review situasi, identifikasi kebutuhan ke depan, identifikasi ketersediaan sumberdaya, dan penyepakatan rencana.
Disamping itu, hasil yang dapat dicatat dari lapangan menunjukkan bahwa dari empat faktor pokok yang mempengaruhi proses perencanaan partisipatoris di lokasi penelitian, dua faktor diantaranya (adanya rasa saling percaya dan kesepakatan yang demokratis) terbukti merupakan faktor pendukung dalam proses perencanaan program/kegiatan pembangunan. Sedangkan untuk dua faktor lainnya (profesionalisme sumberdaya manusia dan pemahaman terhadap persoalan pembangunan sendiri) secara umum belum memperlihatkan perannya dalam mendukung kelancaran proses perencanaan program pembangunan, dan justru (saat ini) menjadi penghambat proses perencanaan.
Terhadap hasil penelitian di atas beberapa hal panting yang direkomendasikan dalam penelitian ini adalah:
1) mempertahankan proses perencanaan yang ada karena secara esensial sudah memenuhi prinsip dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Kalaupun harus ada langkah perbaikan, disarankan untuk mempertajam dan mempertegas fungsi dan peran forum Musbangdus dan Musbangdes sebagai wahana penyaringan/seleksi dengan menerapkan skala prioritas,
2) mempertimbangkan fungsi Musbangdus dan Musbangdes sebagai sarana atau media sosialisasi bagi usulan rencana yang ada baik yang diusulkan oleh warga maupun usulan rencana yang sektoral,
3) memanfaatkan lembaga adat melalui kesepakatan bersama dengan pemerintah desa untuk menanamkan nilai yang relevan kepada seluruh warga masyarakat untuk lebih perhatan terhadap masalah waktu, misalnya melalui wora nau yang disampaikan oleh para mosafaki sehari sebelum hari pertemuan, dan
4) peningkatan kesadaran melalui pelatihan in situ berkenaan dengan survei swadaya pengenalan potensi atau bentuk-bentuk participatory rural appraisal (PRA) lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11573
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catur Ebyandri Mushendra
"Tesis ini sebagai wujud hasil penelitian tentang pelaksanaan Program Pembangunan Sarana dan Prasarana Desa/Kelurahan, sebagai salah satu bentuk upaya pembangunan partisipatif yang dilakukan pada Kota Sawahlunto. Latar belakang tesis ini diasumsikan kepada sejauhmana Pemerintah Kota Sawahlunto melaksanakan pembangunan yang partisipatif dan dan dukungan masyarakat dalam berpartisipasi untuk ikut serta dalam proses pembangunan untuk mensukseskan program Pemerintah dan visi kota Sawahlunto. Partisipasi masyarakat di daerah akan sangat membantu meningkatkan kemampuan Daerah Kota atau Kabupaten dalam melaksanakan otonomi daerahnya.
Paradigma pembangunan partisipatif mengedepankan upaya untuk melaksanakan pembangunan sebuah wilayah dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Pada era ini partisipasi bukan lagi sebagai ancaman namun telah menjadi slogan yang menarik secara politis dan sebagai sebuah instrumen yang lebih efektif dan efisien, serta sebagai sumber investasi baru bagi pembangunan sebuah daerah. Pembangunan sebagai proses yang panjang, sejak diawali dari tahap perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi terhadap pembangunan tersebut. Dalam wacana ini, masyarakat adalah objek dan sekaligus merupakan subjek dan sasaran hingga pada saat yang sama, ia merupakan unsur yang dominan dalam keikutsertaannya untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan kegiatan pembangunan yang dilakukan.
Penelitian tesis ini dilakukan di kota Sawahlunto dengan menggunakan metode kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi kepustakaan, observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan para informan. Pemilihan informan dilakukan secara snowball sampling dimana informan pertama dapat memberikan petunjuk tentang informasi yang tepat dan mendalam atas informan yang berikutnya.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk dan saluran partisipasi yang diberikan dan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk terlibat aktif dalam pembangunan daerah, sangat tergantung dari adanya goodwill pemerintah daerahnya. Bahwa dalam rangka menciptakan Good Governance diperlukan syarat antara lain responsif yang berarti cepat tanggap dan sekaligus memberikan respon positif atas aspirasi masyarakat yang berkembang. Kemudian, metode perencanaan partisipatif adalah merupakan metode yang telah disepakati dalam perencanaan pembangunan Kota Sawahlunto. Metode partisipatif dalam pembangunan kota berarti suatu upaya melibatkan langsung masyarakat yang sebelumnya hanya menjadi objek pembangunan ke perlakuan masyarakat sebagai subjek (pelaku/pelaksana) yang sekaligus juga perencana dan pemelihara pembangunan itu sendiri. Hanya saja realisasi sepenuhnya terhadap aspirasi masyarakat tidak mungkin bisa menjadi kenyataan karena berbagai keterbatasan yang dimiliki sebuah daerah. Program ini sebagai salah satu upaya untuk memenuhi aspirasi pembangunan yang tumbuh dari bawah. Program ini juga didasarkan atas asumsi segala bentuk pembangunan fisik Kota Sawahlunto dalam upaya mencapai visi kota Sawahlunto 2020 menjadi kota wisata tambang yang berbudaya pada hakekatnya adalah bermuara/berlokasi di Desa/Kelurahan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa tentunya terdapat beberapa hambatan dan kendala yang dihadapi seperti: SDM yang kurang mendukung, kepentingan para kontraktor yang terganggu rejekinya serta hal-hal teknis yang berkaitan langsung dengan kegiatan program. Namun paling tidak, program yang dilaksanakan pada tahun 2001 ini telah berhasil untuk memberikan proses belajar untuk meningkatkan rasa memiliki tanggung jawab terhadap pembangunan kota dalam mencapai visi, karena masyarakat kota telah berpartisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan hasilnya. Meningkatkan kemampuan masyarakat (mendidik masyarakat untuk belajar membuat perencanaan dan mengelola semua proses pembangunan sesuai dengan potensi/sumber daya yang tersedia). Memberikan kewenangan dan kepercayaan yang lebih luas kepada masyarakat untuk melaksanakan pembangunan di wilayahnya sendiri. Pemberdayaan tenaga kerja potensial di tingkat Desa dan membantu pengurangan beban pengangguran selama program berlangsung, serta demi meningkatkan rasa kebersamaan dan kegotong-royongan masyarakat.
Pembangunan partisipatif yang dilaksanakan dapat dikatakan masih berorientasi partisipatif efisiensi. Partisipatif efisiensi lebih mengarah kepada kepentingan pemerintah. Hal ini dapat menjadikan beberapa asumsi yang tidak sesuai dengan konsep pembangunan partisipatif Mikkelsen dimana feed back yang diharapkan adalah adanya proses belajar sebagai kegiatan pembangunan. Asumsi dari tinjauan konsep pembangunan partisipatif dapat mengkritisi program ini sebagai kegiatan eksploitasi dan mobilisasi terhadap masyarakat kota dalam suatu kegiatan pembangunan. Pemerintah Kota Sawahlunto diharapkan dapat melakukan terobosan-terobosan untuk lebih berani memberikan kesempatan dalam berbagai bentuk dan saluran partisipasi masyarakat kota."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4418
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>