Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203472 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yvonne Suzy Handajani
"ABSTRAK
Kualitas udara pemukiman meliputi udara dalam rumah dan udara sekitar pemukiman. Didalam rumah kualitas udara berkaitan dengan lingkungan fisik(ventilasi dan kelembaban), kegiatan penghuni didalamnya dan kepadatan penghuni.
Kualitas udara yang buruk sering dijumpai pada pemukiman kumuh dan pada umumnya pemukiman yang demikian tidak memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga memudahkan terjadinya penularan penyakit terutama yang ditularkan meialui udara.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor kualitas udara dalam rumah yang berhubungan dengan kejadian gangguan saluran pernapasan pada anak balita. Demikian halnya untuk melihat faktor yang terdapat pada anak(umur,status gizi dan status imunisasi anak) yang diperkirakan mempengaruhi hubungan kualitas udara dalam rumah dengan kejadian gangguan saluran pernapasan pada anak balita.
Menggunakan desain survei dengan pendekatan cross sectional , pengambilan sampel dengan cam random sampling berstrata sebanyak 464 responden.
Dengan menggunakan uji statistik multivariabel regresi logistik, didapatkan basil sebagai berilcut : penggunaan bahan baker masak, kepadatan penghuni, kelembaban mempunyai hubungan secara statistik(p<0,05) dengan kejadian infeksi saluran pemapasan akut(ISPA) pada anak balita. Demikian pula ventilasi dan penggunaan alat nyamuk bakar mempunyai hubungan secara statistik dengan kejadian penyakit asthma pada anak balita. Akan tetapi ventilasi,perokok dalam rumah, penggunaan obat nyamuk bakar tidak menunjukkan hubungan secara statistik dengan kejadian ISPA pada anak balita. Demikian halnya dengan kelembaban, perokok dalam rumah, penggunaan bahan bakar masak dan kepadatan tidak menunjukkan hubungan secara statistik dengan kejadian asthma pada anak balita.
Dalam penelitian ini ditemukan risiko terjadinya penyakit ISPA 3,8 kali lebih besar pada anak balita dengan bahan bakar minyak tanah dibandingkan dengan bahan bakar gas dan risiko terjadinya penyakit asthma sebesar 2,2 kali lebih besar pada anak balita dengan obat nyamuk bakar dibandingkan dengan tanpa ahat nyamuk bakar.
Faktor umur, status gizi dan imunisasi anak tidak mempengaruhi hubungan kualitas udara dalam rumah dengan kejadian gangguan saluran perrnapasan (ISPA dan asthma) pada anak balita, sehingga dengan demikian ketiga faktor tersebut bukan sebagai faktor pengganggu/confounding dalam penelitian ini.
Model regresi logistik yang fit terhadap kejadian ISPA adalah bahan bakar masak,kelembaban, kepadatan penghuni dalam rumah dan umur anak, sedangkan terhadap kejadian penyakit asthma adalah penggunaan obat nyamuk bakar dan ventilasi.
Berdasarkan pengukuran gas pencemar dalam rumah(gas 502 dan NOX),ternyata terdapat hubungan secara stalistik antara gas pencemar NOX dan S02 dengan kejadian ISPA pada anak balita, demikian pula gas pencemar NOX dengan kejadian penyakit asthma pads anak balita.

ABSTRACT
The Relationship Between Air Quality Indoors and Respiratory Diseases among Children Living in Slums in Kalianyar, West Jakarta.The air quality in settlements comprises the indoor and outdoor air of the area. The air quality indoors relates to the physical surroundings (ventilation and humidity), the activities and the density of the inhabitants.
Poor air quality is frequently found in slum areas and generally those areas do not fulfill basic health conditions. Because of this it is relatively easy for infections to disseminate through the air.
This research aimed to ascertain the indoor air quality factors in relation to the prevalence of respiratory diseases in children under five, along with other factors (age, nutrition and immunization status) which are considered to influence the relationship between air quality indoors and respiratory diseases in children under five.
This survey employed a cross sectional approach, randomly and proportionally taking samples from 464 respondents.
With the use of a logistic regression multivariate statistic test, the following was achieved: use cooking fuel, overcrowded homes, and humidity is related statistically (p < 0,45) with the prevalence of acute respiratory infections found in children under five. Thus, ventilation and the use of burning mosquito repellent was statistically related to the prevalence of asthma found in children under five. However ventilation, smokers in the home, burning mosquito repellent did not show a relation to the prevalence of acute respiratory infection found in children under five.. Likewise humidity, smokers in the home, use of cooking fuel and overcrowded homes did not show a relation to asthma in children under five.
In this research it was discovered that the risk of acute respiratory infection is 3.8 times greater for children under five exposed to kerosene fuel compared to natural gas fuel. The risk of asthma is 2.2 times greater for children under five exposed to burning mosquito repellent compared to children under five not exposed to burning mosquito repellent.
The age ,nutrition and immunization factors did not influence the relationship between air quality indoors and the prevalence of respiratory diseases (acute respiratory infection and asthma) in children under five.
The logistic regression model which fitted the prevalence of acute respiratory infection was found on cooking fuel, humidity, overcrowded homes and the age of the child, while the prevalence of asthma was found on the use of burning mosquito repellent and ventilation in the home.
Based on the levels of fuel pollution indoors (gas S02 and NOX), evidently there was statistical relation between those two gasses in the prevalence of acute respiratory infection in children under five and likewise the pollutan NOX in the prevalence of asthma in children under five."
1996
T2826
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pantjawidi Djuharnoko
"Indeks standar pencemar udara (ISPU) adalah angka yang menggambarkan kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu. Kualitas udara ambien Kota Bandung dalam beberapa hal lebih buruk, hal ini disebabkan karena wilayah udara Kota Bandung merupakan sebuah wilayah udara yang tidak berventilasi baik sehingga dapat terjadi stagnasi udara yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan berupa radang saluran pernapasan atau kelainan paru lainnya. Dan di Kota Bandung ISPA merupakan penyakit terbesar nomor pertama yaitu 32,35 % pada balita (0- 4) tahun.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan ISPU dengan Kejadian ISPA balita di Kota Bandung Tabun 2001. Penelitian ini merupakan studi ekologik yang berupa rancangan epidemiologik deskriptif
Partikulate (PMIO) merupakan parameter ISPU yang mempunyai hubungan garis liner yang signifikan secara statistik dengan kejadian ISPA balita di empat lokasi (wilayah) stasiun pemantau kualitas udara ambien Kota Bandung, kecuali di Dago (Cibeunying). Tingginya partikulate (PMIQ) tersebut diperkirakan akibat hasil pembakaran dari kendaraan bermotor dan kegiatan rumah tangga.
Untuk menanggulangi hal tersebut di atas disarankan diperketatnya pemantauan emisi gas buang kendaraan bermotor dan atau subsitusi bahan bakar kendaraan bermotor dan rumah tangga dengan bahan bakar gas cair (liquid gas).

Study of Ecologic Relationship Between Air Quality Pollutant Standard Index With Incidence of Acute Respiratory Infections of Children Under Five Years In Five Location Monitoring The Air Quality Ambien In City of Bandung Year 2001.Air Quality Pollutant Satandard index (ISPU) is number depicting the quality of air of ambien in certain time and location. The air Quality ambien of Bandung in some cases, this matter is caused by city air region of Bandung represent a air region which do not ventilate goodness (basin) so that earn happened air stagnation able to cause health trouble in the form of chafing respiratory tract or of other lung diseases. And in city of Bandung of acute respiratory infection (ISPA) represent biggest disease of first number, that is 32,35% at children under five (0-4) year.
This research aim to see relationship of ISPU with incidence of ISPA children under five year in city of Bandung year 2001, this reseach represent study of ecologic wich in the form of device of epidemiologi descriptive.
Particulate (PMI0) represent parameter of ISPU having linier line relationship wich significant statisticaly with incidence of ISPA children under five year in four station location (region) monitoring air quality of ambien city of Bandung, except in location (region) of Cibeunying. Height of particulate (PM I0) estimated by effect of result of combustion of motor vehicle and avtivity of household.
To overcome the mentioned above suggested its it gas enunision monitoring throw away motor vehicle and or motor fuel substitution and household with liquid gas fuel.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12664
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Djanatha
"Penelitian mengenai Analisis Hasil Pengukuran Kualitas Udara Dalam Ruangan Perusahaan XXX di Jakarta Tahun 2015, penelitian ini dilakukan terkait beberapa keluhan karyawan mengenai kualitas udara dalam ruangan kantor dan hasil dari pengukuran kualitas udara dalam kantor yang telah dilaksanakan pada September 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kualitas dalam ruangan perusahaan XXX sudah sesuai dengan standar dari pemerintah RI. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif deskriptif, pengambilan data dari penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan data hasil pengukuran kualitas udara dalam ruangan dan pelaksanaan wawancara dan observasi lapangan.
Hasil dari analisis kadar SO2, CO2, O2, Temperatur, Kelembaban, dan Laju Ventilasi pada beberapa area pengukuran tidak memenuhi standard. Saran yang penulis ajukan terkait menyesuaikan sistem udara (HVAC) dan pengontrolan kadar CO2 dalam ruangan. Serta melakukan penelitian lebih mendalam terkait kemungkinan gangguan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas udara dalam ruangan.

Research on Analysis of Indoor Air Quality Measurement Result on Company XXX in Jakarta year 2015 was conducted in relation to some employee complaints regarding office indoor air quality and the results of air quality measurement in the office that have been held in September 2014.
This study aims to determine whether air quality indoor in Company XXX is comply with the standards of Indonesian government. This study uses descriptive qualitative analysis, retrieval of data from this study was conducted by using indoor air quality measurement data, interviews, and field observations.
Results of the analysis of the levels of SO2, CO2, O2, temperature, humidity, and ventilation rate in some measured areas did not meet the standard. Suggestions that the author submitted in association with this problem is to adjust the air conditioning system ( HVAC ) and to control the CO2 level in the building. Moreover, conduct more in-depth research related to the possibility of health problems caused by indoor air quality.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S59011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Davin Syauqi Adli Perdana Susanto
"Skripsi ini membahas tentang Kualitas Udara dalam Ruangan (KUDR) di area kerja kantor pusat PT. X, yang ditinjau berdasarkan hasil pengukuran parameter KUDR yang meliputi parameter kimia (NO2, CO, CO2, PM10, TVOC, formaldehida), fisika (suhu, kelembaban, laju pergerakan udara, pencahayaan), dan mikrobiologi (total bakteri dan total kapang), serta dengan mendeskripsikan faktor KUDR yang ada di area kerja (sumber kontaminan, jalur kontaminan, ventilasi dan distribusi udara, pengguna ruangan). Penelitian menggunakan metode mixed-method dengan pendekatan deskriptif observasional. Analisis data dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran dengan syarat KUDR menurut Permenaker 5/2018 dan Permenkes 48/2016, dan dengan menganalisis faktor KUDR yang berperan. Didapatkan rata-rata konsentrasi CO2, TVOC, dan laju pergerakan udara tidak sesuai dengan setidaknya salah satu syarat KUDR. Faktor KUDR yang teridentifikasi dan berpotensi menjadi penyebab kondisi tersebut adalah kondisi ventilasi dan aktivitas pengguna ruangan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengukur kondisi polusi di luar gedung, performa ventilasi, dan keluhan serta gejala Sick Building Syndrome pada pekerja.

The focus of this study is to give an overview of Indoor Air Quality (IAQ) at PT. X office area. This study were conducted by analyzing the IAQ parameters measurement results which consist of chemical parameters (NO2, CO, CO2, PM10, TVOC, formaldehyde), physical parameters (temperature, humidity, ambient air velocity; illumination), and microbiological parameters (total bacteria and total mold), also by describing IAQ factors present in the work area (contaminant source, pathway, ventilation and air distribution, and occupant). The research used mixed-method with a descriptive and observational approach. Data analysis was carried out by comparing the IAQ measurement results with IAQ requirements according to Permenaker 5/2018 and Permenkes 48/2016, and by analyzing the IAQ factors that potentially play a role. This study revealed that the average CO2, TVOC, and ambient air velocity do not meet IAQ requirements which were potentially caused by poor ventilation and occupant activities. Further study is needed by measuring outdoor pollution, investigating ventilation performance, and collecting occupants’ complaints and Sick Building Syndrome symptoms"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, 2022
MK-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmina Pertiwi
"DKI Jakarta merupakan salah satu daerah urban dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan memiliki mobilitas kegiatan penduduk yang tinggi pula. Kegiatan penduduk seperti perindustrian, perkantoran, perumahan, dan transportasi akan menghasilkan pencemaran udara dimana pencemar tersebut akan dibuang ke udara bebas. Semakin besar peningkatan pencemaran udara akan semakin menurunkan kualitas udara ambien. Penelitian ini dilakukan penulis dengan observasi terhadap 4 lokasi sampling di wilayah DKI Jakarta dan Bukit Kototabang, Sumatera Barat sebagai Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) untuk Indonesia Bagian Barat. Analisis dilakukan terhadap sampel bulan April 2014-September 2014 untuk musim kemarau dan sampel bulan Oktober 2014-Maret 2015 untuk musim hujan. Konsentrasi SO2 saat musim kemarau lebih tinggi daripada saat musim hujan, dapat dilihat dari adanya penurunan konsentrasi saat musim hujan sebesar 5,126 μg/Nm3 untuk lokasi BMKG Jakarta; 5,023 μg/Nm3 untuk lokasi Monumen Nasional; 1,634 μg/Nm3 untuk lokasi Ancol; dan 6,502 μg/Nm3 untuk lokasi Glodok. Terjadi peningkatan konsentrasi SO2 di lokasi sampling GAW Bukit Kototabang sebesar 17,475 μg/Nm3 yang diakibatkan oleh adanya kebakaran hutan di Provinsi Riau. Konsentrasi NO2 saat musim kemarau lebih tinggi daripada saat musim hujan, dapat dilihat dari adanya penurunan konsentrasi saat musim hujan sebesar 0,583 μg/Nm3 untuk lokasi GAW Bukit Kototabang, 8,902 μg/Nm3 untuk lokasi BMKG Jakarta; 12,306 μg/Nm3 untuk lokasi Ancol; dan 2,0139μg/Nm3untuk lokasi Glodok. Konsentrasi SO2, NO2, dan logam Pb di udara saat musim hujan menurun karena adanya pengendapan atau pengumpulan polutan tersebut di awan dan terkondensasi menjadi bentuk cair / hujan (bentuk H2SO4 dan HNO3). Kualitas udara ambien terbaik di DKI Jakarta terdapat pada daerah Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan terburuk pada Glodok, hal ini terkait kepada jumlah kendaraan bermotor yang melewati titik daerah sampling tersebut.

DKI Jakarta is one of the urban areas with highly crowded population and has a high mobility of daily activities. People activities in industrial, offices, housing, and using transportations will produce air pollution whose pollutants will be discharged into the air. The more the polution increases, the less the quality of ambient air will be. The research was conducted with the observation of 4 sampling locations in Jakarta and Bukit Kototabang, West Sumatera as the Global Atmosphere Watch (GAW) for Western Indonesia. Analyses were performed to samples of April 2014-September 2014 for the dry season, and samples of October 2014-Maret 2015 for the rainy season. SO2 gas concentrations in ambient air while the dry season is higher than the rainy season, can be seen from the presence of a decrease in the concentration of 5,126 μg/Nm3 for BMKG Jakarta; 5,023 μg/Nm3 for national monuments (Monas); 1,634 μg/Nm3 for Ancol; and 6,502 μg/Nm3 for Glodok. An increase in the concentration of SO2 in the sampling location GAW Bukit Kototabang of 17,475 μg/Nm3 activity caused by the forest fires in Riau Province. NO2 concentration while the dry season is higher than the rainy season, can be seen from the presence of a decrease in the concentration of 0,583 μg/Nm3 for GAW Bukit Kototabang, 8,902 μg/Nm3 for BMKG Jakarta; 12,306 μg/Nm3 for Ancol; and 2,0139 μg/Nm3 for Glodok. Concentrations of SO2, NO2, and metal Pb in the air when the rainy season decreases due to the deposition of the pollutants in the collection or the cloud and condensed into a liquid form / rain (HNO3 and H2SO4). The best ambient air quality in BMKG Jakarta and worst in Glodok, this corresponds to the number of motor vehicles passing through the area of the sampling point."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S61316
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Feby An`nisa Putri
"Pencemaran udara dan faktor meteorologis dapat mempengaruhi kualitas udara dan meningkatkan risiko penyakit pernapasan seperti Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Penelitian ini menganalisis hubungan antara kualitas udara ambien (PM10, SO2, NO2, O3) dan faktor meteorologis (suhu, kelembaban, curah hujan, kecepatan angin) dengan kejadian ISPA di Kota Bogor tahun 2019-2022. Menggunakan desain studi ekologi time trend, hasil bahwa terdapat hubungan antara konsentrasi SO2 dengan kejadian ISPA (p = 0,002). Sedangkan tidak terdapat hubungan antara konsentrasi PM10 dengan kejadian ISPA (p = 0,093), konsentrasi NO2 dengan kejadian ISPA (p = 0,283), konsentrasi O3 dengan kejadian ISPA (p = 0,439), suhu dengan kejadian ISPA (p = 0,571), kelembaban dengan kejadian ISPA (p = 1,000), curah hujan dengan kejadian ISPA (p = 0,732) dan kecepatan angin dengan kejadian ISPA (p = 0,334). Analisis regresi linear berganda menghasilkan persamaan: Kejadian ISPA = -41413,496 + 399,0079 (PM10) + 891,919 (SO2). Analisis spasial menunjukkan Kecamatan Tanah Sareal memiliki kejadian ISPA tertinggi. Dapat disimpulkan, hanya SO2 yang secara signifikan berhubungan dengan kejadian ISPA di Kota Bogor selama periode penelitian.

Air pollution and meteorological factors can affect air quality and increase the risk of respiratory diseases such as Acute Respiratory Infection (ARI). This study aimed to analyze the relationship between ambient air quality (PM10, SO2, NO2, and O3) and meteorological factors (temperature, humidity, rainfall, and wind speed) with the incidence of ARI in Bogor City from 2019 to 2022. A time-trend ecological study design was employed. Correlation test results indicated a significant relationship between SO2 concentration and ARI incidence (p = 0.002). However, no significant relationships were found between PM10 concentration and ARI incidence (p = 0.093), NO2 concentration and ARI incidence (p = 0.283), O3 concentration and ARI incidence (p = 0.439), temperature and ARI incidence (p = 0.571), humidity and ARI incidence (p = 1.000), rainfall and ARI incidence (p = 0.732), and wind speed and ARI incidence (p = 0.334). A multiple linear regression analysis between PM10 and SO2 with ARI incidence yielded the equation: ARI Incidence = -41413.496 + 399.0079 (PM10) + 891.919 (SO2). Spatial analysis results showed that during the study period, Tanah Sareal district had the highest ARI incidence in Bogor City. In conclusion, only SO2 concentration was significantly associated with ARI incidence in Bogor City from 2019 to 2022.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhiyono
"Udara segar merupakan kebutuhan utama bagi semua mahkluk hidup. Setiap mahkluk hidup memerlukan udara bersih 10-20 m3per hari untuk bernafas (EPA, 2012). Orang Amerika rata-rata menghabiskan 90% waktunya setiap hari untuk melakukan aktivitas di dalam ruangan. Dari fakta diatas, peneliti meyakini bahwa kualitas udara dalam ruangan memberi dampak yang lebih serius bagi kesehatan mahkluk hidup bila dibandingkan dengan kualitas udara di luar ruangan. Rendahnya kualitas udara dalam ruangan terutama disebabkan oleh aktivitas memasak dan pemanasan yang dilakukan di dalam ruangan. Faktor utama lain penyebab rendahnya kualitas udara dalam ruangan adalah asap rokok. Rendahnya kualitas udara dalam ruangan menyebabkan ketidaknyamanan dan berpengaruh pada kesehatan. Salah satu polutan yang berbahaya adalah particulate matter. ketika seseorang menghirup udara yang mengandung partikel tersebut, partikel tersebut akan berpenetrasi secara mendalam ke paru - paru. Efek jangka pendek dari menghirup udara yang berkualitas rendah adalah batuk, bersin, kelelahan, sakit kepala, gangguan pernafasan akut, dan efek jangka panjang dari menghirup udara yang berkualitas rendah adalah terkena penyakit paru-paru contohnya kanker paru -paru. Untuk mengurangi resiko kesehatan yang disebabkan oleh rendahnya kualitas udara, maka perlu dilakukan tindakan untuk meningkatkan kualitas udara tersebut. Sesuai dengan EPA An Introduction to Indoor Air Quality, terdapat 3 (tiga) cara dasar untuk meningkatkan kualitas udara dalam ruangan. Ketiga cara tersebut antara lain: manajemen sumber polutan atau menghilangkan sumber polutan individual atau mengurangi emisinya, meningkatkan ventilasi atau meningkatkan aliran udara ke dalam ruangan dan menggunakan pemurni udara atau pembersih udara dalam gedung. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan cara yang paling efektif untuk mengurangi konsentrasi partikel dalam ruangan dalam rangka meningkatkan tingkat kualitas udara. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa mesin pemurni udara memiliki dampak yang lebih efektif bila dibandingkan dengan ventilasi.

Fresh air is a primary need of every human being. Every Human need a regular fresh air 10-20 m3 each day for breath (EPA, 2012). US people spend their time approximately 90% in indoor for daily activities. From that fact above, scientist believe that the indoor air quality give more serious impact for human health than the outdoor air quality. Poor Indoor Air Quality primary caused by cooking and heating inside the building. Another major cause of poor indoor air quality is a cigarette smoke. Poor Indoor Air Quality will cause discomfort and affecting to health for the occupant. One harmful pollutant is particulate matter. When people breath air that contain this particles, this particles will penetrate deep into the lungs. Short- term effect inhale Poor Indoor Air Quality are coughing, sneezing, fatigue, headache, supper respiratory congestion, and long-term effect inhale poor Indoor Air Quality may cause lung diseases for example lungs cancer. to reduce the health risks caused by poor air quality, the air quality needs to be improved. According to EPA An Introduction to Indoor Air Quality (2013) there are three basic ways to Improve Indoor Air Quality. There are: Source management or eliminate individual source of pollutant or reduce their emissions, ventilation improvement or increasing outdoor air coming indoor and using air purifier or air cleaners in the building. The aim of this experiment is to find the most effective way to reduce particles concentration in the air in order to improve air quality level. From experiment result we can conclude that air purifier machine has more effective impact than ventilation one."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T42625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Oktavina
"Kualitas udara luar ruangan, khususnya kualitas udara mikrobiologis, belum menjadi perhatian khusus di Indonesia. Kualitas udara mikrobiologis seharusnya mendapat perhatian khusus karena pencemaran oleh mikroorganisme ke udara dapat memicu persebaran infeksi dan penyakit-penyakit lain. Penelitian ini dilakukan terhadap kualitas udara di TPA Cipayung, Depok, Jawa Barat, dan udara di permukiman sekitar TPA untuk mengetahui konsentrasi mikroorganisme dan jangkauan persebarannya di udara. Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis besarnya konsentrasi jamur Aspergillus fumigatus di area TPA Cipayung Depok; (2) menganalisis tingkat penyebaran jamur A. fumigatus pada kawasan permukiman di sekitar TPA Cipayung Depok; (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persebaran jamur A. fumigatus di udara di sekitar TPA Cipayung Depok. Pengambilan sampel udara dilakukan di 5 titik di TPA dan 5 titik lainnya di permukiman pada jarak 50, 100, 250, 500, dan 1.000 meter. Sampel udara diambil menggunakan alat EMS Bioaerosol Single Stage Sampler dengan debit aliran udara sebesar 28,3 L/menit. Pengambilan sampel udara untuk parameter jamur dilakukan selama satu menit pada media Malt Extract Agar dan diinkubasi pada temperatur 29-30C selama ± 48-72 jam. Parameter utama yang diteliti merupakan jamur A. fumigatus. Koloni yang tumbuh dihitung sebagai Colony-forming Units (CFU/m3). Hasil penelitian menunjukkan hasil angka kuman (konsentrasi A. fumigatus), temperature, kelembaban udara, dan kecepatan angin di TPA Cipayung pada rentang 43+13,5-1151.6+484,2 CFU/m3, 27-42oC, 40-83,8%, dan 0,4-3 m/s. Hasil pengukuran konsentrasi jamur A. fumigatus diuji secara statistik menggunakan uji non-parametrik untuk menunjukkan korelasinya dengan jumlah truk yang beraktivitas dan hasil menunjukkan korelasi (A>¼ >0,05) pada konsentrasi jamur A. fumigatus dengan jumlah truk yang beroperasi. Berdasarkan pengukuran dan perhitungan, nilai kecepatan jatuh dari spora A. fumigatus sesuai dengan Hukum Stokes, yaitu sebesar 0,000576-2,556 x10-3 m/jam dan termasuk ke dalam jenis submicroscale transport. Besarnya konsentrasi jamur yang ditemukan dapat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin. Sementara itu, jumlah truk yang lewat serta melakukan kegiatan unloading sampah dapat mempengaruhi penambahan jumlah konsentrasi jamur karena dapat dikategorikan menjadi sumber garis (launching).

Indonesia has yet to pay a serious attention to study about outdoor air quality, especially microbial air quality. It is a subject that must be seriously studied because microorganism-sponsored air pollution could cause the spread of infection and other diseases. This study aims to assess air quality at Cipayung Landfill in Depok, West Java, and the air in the vicinity of the facility so that the concentration and the dispersion in the air of microorganism could be detected. This study aims to: (1) analyze the concentration of Aspergillus fumigatus inside the Cipayung Landfill area; (2) analyze the movement rate of A. fumigatus in air inside the Cipayung Landfill area; (3) analyze the factors influencing the movement of A. fumigatus in air inside the Cipayung Landfill area. The air sampling for the study was conducted in five points at the Cipayung Landfill area and in five points at the neighborhood around the landfill. The author obtained the air sample through using the EMS Bioaerosol Single Stage Sampler with air flow rate at 28.3 liter/minute. The air sampling, used for fungi parameter, was conducted for one minute using the Malt Extract Agar medium, which was then incubated at temperatures between 29 and 30 degree Celcius for 48 to 72 hours. The primary parameter of the study is the A. fumigatus. The grown colony is counted as colony-forming units (CFU/m3). The results show that the concetration of A. fumigatus, temperature, humidity level and wind speed at Cipayung Landfill are, 43+13,5-1151.6+484,2 CFU/m3, 27-42oC, 40-83,8%, dan 0,4-3 m/s. The measurement results of A. fumigatus concentration is assessed by a non-parametric assessment to show its correlation with the number of trucks conducting activities at the facility. The results show the correlation (A>¼>0,05) between the two. Based on measurement and calculation, the downward velocity of the spores of A. fumigatus is inline with the Stokes Law at 0,000576-2,556 x10-3 m/hour and is part of submicroscale transport. The amount of fungi concentration found at the facility is influenced by temperature, humidity and wind speed. Meanwhile, the number of trucks passing at the facility and unloading waste there could influence the rise of concentration of fungi because it can be categorized as a linear source (launching)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Nurrahmi Lukman
"Kondisi Kota Makassar dengan berbagai macam aktivitas perkotaan menjadikan kota Makassar mengalami permasalahan lingkungan dan polusi udara adalah salah satunya. Adapun ketiga parameter pencemar pada udara yaitu NO2, CO, dan SO2. Akibat buruknya kualitas udara didalam maupun diluar rumah menyebabkan masyarakat rentan terkena penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Jumlah kasus ISPA di kota Makassar tahun 2015 sebanyak 204.848 dan pada tahun 2017 sebanyak 158.991 dan tahun 2019 sebanyak 218.060 kasus. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis sebaran polutan NO2, CO, dan SO2, menganalisis hubungan ketiga parameter tersebut dengan kejadian penyakit ISPA, serta mengetahui kebijakan pemerintah dalam menanganai masalah polusi udara.
Metode pengukuran yang digunakan yaitu menggunakan peralatan mobile laboratory, Aeroqual AQM60 Ambient Air Monitoring dan hasil pembacaan dengan satuan ppm kemudian dikonversi ke dalam satuan µg/m3 kemudian dapat dibandingkan langsung dengan baku mutu udara ambien Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1999. Analisis yang digunakan yaitu analisis spasial dan analisis statistik uji korelasi.
Adapun hasil penelitan didapatkan yaitu pola sebaran nilai Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di kota Makassar untuk jenis parameter NO2 dan SO2 di kota Makassar masih tergolong baik sedangkan untuk parameter CO tergolong dalam kategori tidak sehat. Hasil uji korelasi didapatkan bahwa SO2 memiliki hubungan yang rendah dengan kasus ISPA, NO2 memiliki tingkat hubungan yang sedang, sedangkan CO memiliki tingkat hubungan yang sangat lemah. Kebijakan-kebijakan pemerintah kota Makasssar dalam mengontrol polusi udara yaitu mendukung program langit bitu, melaksakan car free day, memperluas jalur pesepeda dan pengadaan alat pemantau kualitas udara.

The condition of Makassar City with various kinds of urban activities makes Makassar City experience environmental problems and air pollution is one of them. The three pollutant parameters in the air are NO2, CO, and SO2. Due to poor air quality inside and outside the home, people are vulnerable to acute respiratory infections (ARI). The number of ARI cases in Makassar city in 2015 was 204,848 and in 2017 there were 158,991 and in 2019 there were 218,060 cases. The purpose of this study was to analyze the distribution of NO2, CO, and SO2 pollutants, to analyze the relationship between these three parameters with the incidence of ARI, and to find out government policies in dealing with air pollution problems.
The measurement method used is using mobile laboratory equipment, Aeroqual AQM60 Ambient Air Monitoring and the reading results in ppm units are then converted into g/m3 units then can be directly compared with the ambient air quality standard, Government Regulation No. 41 of 1999. The analysis used is spatial analysis. and statistical analysis of correlation test.
The results of the research showed that the distribution pattern of the Air Pollution Standard Index (ISPU) in the city of Makassar for the types of NO2 and SO2 parameters in the city of Makassar was still in the good category, while for the CO parameter it was in the unhealthy category. The correlation test results showed that SO2 had a low relationship with ARI cases, NO2 had a moderate relationship, while CO had a very weak relationship. The Makassar city government's policies in controlling air pollution are supporting the blue sky program, implementing a car free day, expanding cyclists' routes and procuring air quality monitoring equipment.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Sukma Dewi
"Memiliki hewan pendamping atau companion animal mengalami tren kenaikan pada setiap tahunnya. Selaras dengan hal tersebut maka terdapat potensi adanya permintaan yang tinggi terkait fasilitas untuk menunjang kebutuhan hewan pendamping. Salah satu dari fasilitas penunjang kebutuhan hewan yaitu animal boarding atau tempat penitipan. Terdapat potensi ancaman polutan pada fasilitas penunjang kesehatan hewan seperti  patogen zoonosis, zat alergen, potensi meledaknya jumlah okupan sebagai penghasil polutan karbon dioksida (CO2), dan polutan dari gas amonia yang disebabkan oleh perilaku spraying dari companion animal. Di beberapa tempat, hampir setengah dari pekerja yang bekerja di fasilitas hewan telah dilaporkan mengalami gejala terkait alergi seperti rhinitis, konjungtivitis, asma, urtikaria kontak, dan jenis dermatitis alergi lainnya. Karena adanya potensi tercemarnya udara ruang dalam pada animal boarding dari polutan-polutan berbahaya, sistem penjernihan udara banyak diaplikasikan pada ruangan-ruangan yang rentan terhadap polutan di animal boarding. Dengan demikian, penelusuran mengenai mekanisme penjernihan udara pada animal boarding sangat menarik dilakukan.

Having a companion animal experiences an increasing trend every year. The number of pets worldwide has also been systematically increasing since 2010. Over the past 10 years, the pet population has grown. In line with this, it can be ensured that there is a high demand for facilities to support the well-being and health of companion animals. The presence of pollutants is one of the factors that affect Kualitas Udara Ruang Dalam. There is a potential threat of pollutants in animal  facilities such as zoonotic pathogens, allergenic substances, the potential for an increase in occupant numbers leading to carbon dioxide (CO2) emissions, and pollutants from ammonia gas caused by spraying behavior from companion animals. In some places, almost half of the workers in animal facilities have reported allergy-related symptoms such as rhinitis, conjunctivitis, asthma, contact urticaria, and other types of allergic dermatitis. Due to the potential air contamination in animal boarding from harmful pollutants, air purification systems are widely applied in rooms susceptible to pollutants in animal boarding. Therefore, exploring the mechanisms of air purification in animal boarding is highly interesting to be conducted.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>