Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134940 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adriana Elisabeth
"Dengan adanya perdagangan Internasional yang bebas, maka peranan perlindungan hukum Hak Kekayaan lntelektuai (HKI) semakin diperlukan dalam menghadapi berbagai kendala. Kendala tersebut, antara lain : (1) banyaknya pelanggaran dalam bidang ini, khususnya perdagangan ilegal VCD, (2) Masyarakat, pedagang maupun produsen (Pengusaha) acuh tak acuh atas undang-undang HKI yang ada, (3) adanya jaringan perdagangan ilegal antara importir dengan negara asal barang tersebut, (4) sukarnya suatu perkara pelanggaran VCD di bawa ke muka pengadilan.
Kerangka pemikiran yang penulis pergunakan adalah konsep sosialisasi, persuasif dan pengertian komunikasi itu sendiri. Sementara itu metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan sumber data dari para informan dengan bantuan interview guide.
Temuan yang diperoleh adalah bahan sosialisasi dalam pemahaman penegakan hukum lebih diartikan sebagai apresiasi lapangan. Bukan penyuluhan akan tetapi berita penangkapan. Dengan kata lain, sosialisasi tidak dapat berjalan, karena menggunakan pendekatan represif. Seharusnya dalam melakukan penyuluhan atau sosialisasi tersebut, komunikasi persuasif digunakan oleh Pemerintah. Hubungan masyarakat akan lebih baik, jika sosialisasi tersebut dipahami betul, bahkan dapat mengubah cara pandang, sikap seseorang melihat permasalahan yang ada."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Samzos
"Pada saat ini bangsa Indonesia dituntut untuk berkreasi secara berkelanjutan dan fair tanpa meniru karya orang lain, oleh sebab itu masalah sistem hak kekayaan intelektual merupakan suatu tantangan bagi semua pihak yang terkait, baik dari kalangan pegawai sendiri, maupun bagi kalangan industri sebagai tulang punggung pembangunan, dan masyarakat sebagai konsumen. Oleh karena itu perlu dikembangkan sistem hak kekayaan intelektual.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual merupakan Lembaga Pemerintah di bawah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI. Dalam misi dan visinya untuk dapat mengembangkan sistem hak kekayaan intelektual yang efektif dan kompetitif secara internasional dalam menopang pembangunan nasional dengan memberikan pelayanan yang sesuai dengan atau melebihi apa yang diharapkan oleh pelanggan.
Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk meneliti pengembangan sistem pelayanan hak kekayaan intelektual serta memberikan masukan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual di dalam penyusunan strategi dalam mewujudkan tingkat kepuasan pelanggan. Untuk itu peneliti telah melakukan penelitian terhadap para pegawai dan para pelanggan jasa pelayanan hak kekayaan intelektual.
Dalam melakukan studi kasus terhadap kualitas sistem pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dilakukan pengukuran terhadap tingkat kepuasan para pengguna jasa pelayanan, digunakan dimensi-dimensi yang terdapat pada metode Servqual, yaitu : Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy dengan sampel sebanyak : 188 responden, metode pengumpulan data melalui teknik kuesioner dengan waktu pelaksanaan pada tanggal : 1 April 2004 hingga 30 April 2004.
Berdasarkan hasil analisis distribusi frekuensi menurut pegawai diketahui bahwa kualitas sistem pelayanan telah baik dengan dimensi Assurance berada pada posisi terbaik, kemudian diikuti oleh dimensi Responsiveness, dimensi Reliability serta dimensi Tangibles, sementara dimensi Empathy merupakan dimensi terendah di mana sebagian besar pegawai menilai kurang baik. Sementara hasil analisis distribusi frekuensi menurut pelanggan diketahui bahwa dimensi Assurance berada pada posisi terbaik, kemudian diikuti oleh dimensi Responsiveness serta dimensi Empathy sementara untuk Tangibles dan dimensi Reliability merupakan dimensi terendah.
Dilihat dari data hasil tingkat kesenjangan, Kesenjangan Pertama, dimensi Empathy merupakan dimensi dengan tingkat kesenjangan terbesar, Kesenjangan Kedua, dimensi Empathy merupakan dimensi dengan tingkat kesenjangan terbesar, Kesenjangan Ketiga, dimensi Assurance merupakan dimensi dengan tingkat kesenjangan terbesar. Sementara Kesenjangan Keempat, dimensi Responsiveness merupakan dimensi yang terbesar tingkat kesenjangennya.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual harus melakukan perbaikan pada atribut yang dianggap penting oleh pegawai, yaitu : kemandirian para pegawai dalam melakukan penilaian terhadap permohonan hak kekayaan intelektual, keakuratan pelayanan sesuai dengan yang dipersyaratkan peraturan perundang-undangan, komitmen manajemen terhadap kualitas pelayanan dan rasa simpati pegawai kepada pelanggan. Sementara itu, harus pula melakukan perbaikan pada atribut yang dianggap penting oleh pelanggan, yaitu : kehandalan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, ketersediaan prosedur dan kebijakan sistem pelayanan yang jelas dan tegas, terdapatnya interaksi antara manajemen dengan pelanggan, reputasi dalam mengelola sistem hak kekayaan intelektual serta pemberian rasa aman berupa perlindungan, penghargaan dan pengakuan terhadap hak kekayaan intelektual.
Untuk memperkecil tingkat kesenjangan dilakukan dengan : pembenahan terhadap pihak manajemen, pengadaan riset pasar, penambahan sumber daya yang dimiliki, pengurangan ketidaksesuaian manajemen dalam pengelolaan hak kekayaan intelektual, pembentukan komitmen dari pucuk pimpinan, pengadaan kejelasan tujuan standarisasi tugas mengenai kualitas pelayanan. Untuk para pegawai dapat dilaksanakan dengan pemberian pelatihan agar memahami spesifikasi tugas pokok dan fungsi yang ada, memiliki keahlian yang dipersyaratkan oleh spesifikasi pelayanan, peningkatan motivasi untuk meningkatkan kinerja, peningkatan komunikasi antara pegawai dengan pelanggan dan pengurangan janji yang berlebihan kepada pelanggan.

The Development Of Intellectual Property Rights Service System In Forming Customers Satisfaction Level (A Case Study At Directorate General Of Intellectual Property Rights)In this present time Indonesian demanded to sustainable creativity and fair without having to imitate others people work, therefore intellectual property rights system is a challenge to all people involved, not only among employees of Directorate General of intellectual Property Rights, but also to industrial people as main actor on development, and to public as customers. Therefore, intellectual property rights system must be improved.
Directorate General of Intellectual Property as a governmental institution under the Department of Justice and Human Rights Republic of Indonesia. in that vision and mission, there were demanded to foster an effective and internationally competitive intellectual property rights system to supports national development within delivering service suitable within or greater than customers expectation.
The purpose of this case study to examine Intellectual Property Right system development and also to give suggestion for Directorate General of Intellectual Property Rights management in composing strategy to form customer satisfaction level. For that reason the researcher has conduct to research on intellectual property rights services to employees and customers.
Conducting to the case study on quality service system which delivered by Directorate General of Intellectual Property Rights in this research using measurement tools based on customer satisfaction level, the dimensions in service quality (SERVQUAL) method are : Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance and Empathy within the number of samples are 188 respondent, the method of collecting data used in this case study is questionnaire technique and duration time on April 1 up to April 30, 2004.
Based on the analysis of frequency distribution results according to the employee's judge, it's known that quality service system Directorate General of Intellectual Property Rights has been good with Assurance dimension on the best position, and then followed by Responsiveness dimension, Reliability dimension and Tangibles dimension, while Empathy dimension is the lowest dimension where most of employees judge that quality service system is less than good. Whereas the result of the analysis on frequent distribution results according to customer's judge, that known the quality service of Directorate General of Intellectual Property Rights system that Assurance dimension .en the best position, and then followed by Responsiveness dimension, and Empathy dimension, which the lowest dimensions were Tangibles dimension and Reliability dimension.
The results of gap value level data shown that the first gap is Empathy dimension, the dimension which the biggest value level, secondary gap is Empathy dimension which the biggest value level, third gap is Assurance dimension which the biggest value level, meanwhile for fourth gap Responsiveness dimension is the dimension with the biggest value level.
Directorate General of Intellectual Property Rights must be improve quality service system based on the attributes that employees pointed important, which are: employees independent in judgment intellectual property application, accuracy of service required to the laws and regulations, adequate management commitment on service quality and employees emphasis to customers. Meanwhile must be improve on the attributes that customers pointed important, which are : reliable on delivering service for customers, clarify and clear policy and procedure on service system, increasing management and customers interaction, reputable to managing and securing on protection, rewards and recognition of intellectual property rights.
In order to reduce the gap level value following actions can be done : put in order the management, adequate market research activities, increase the own resources, decrease inappropriateness in administering intellectual property rights, establish top management commitment, adequate clarify purpose job specification standard on quality service. For employees can be done with implementing: organizing employees training on job specification, having expertise required by service specification, increasing of employee motivation for their performance, increasing communication between employees and customers, and eliminating exaggerated promises to customers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T 13921
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Universitas Indonesia, 2005
346.048 UNI r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lahindah
"Hak Kekayaan Intelektual sebagai bagian dari sistem hukum sangat erat kaitannya dengan industri, perdagangan dan investasi. Produk-produk yang berkualitas dan handal dapat dihasilkan jika sistem HKI-nya sudah baik.
Direktorat Jenderal HKI mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang hak kekayaan intelektual. Desain Industri (industrial design) merupakan salah satu dari hak kekayaan intelektual yang pelaksanaannya mulai berlaku sejak tanggal 20 Desember 2000.
Undang-undang tentang Desain industri dalam pelaksanaannya masalah yang dihadapi adalah adanya anggapan di kalangan masyarakat khususnya pemohon yang mengajukan permohonan desain industri bahwa banyak pendaftaran desain industri yang baru, padahal desain industri yang mendapat perlindungan adalah desain industri yang baru.
Penelitian ini dilakukan dengan latar belakang tersebut di atas untuk menjelaskan implementasi kebijakan pemberian hak desain industri tersebut ditinjau dari indikator prosedur, SDM pelaksana dan lingkungan. Kriteria evaluasi dengan indikator efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas dan ketepatan.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan populasi adalah sampel terdiri dari Konsultan HKI yang terdaftar di Direktorat Jenderal HKI. Data penelitian adalah data ordinal dengan menggunakan skala Likert (gradasi penilaian 1 sampai dengan 5). Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan analisis data dengan menggunakan SPSS 11.0.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif kuantitatif diperoleh hasil sebagai berikut: Korelasi variabel Sistem pemberian hak desain industri dengan variabel Pelaksanaan dari pemberian hak desain industri dengan tingkat hubungan kuat. Korelasi indikator Prosedur dengan Pelaksanaan dari pemberian hak desain industri dengan tingkat hubungan rendah, indikator SDM pelaksana dengan Pelaksanaan dari hak desain industri dengan tingkat hubungan kuat, dan indikator Lingkungan dengan Pelaksanaan dari pemberian hak desain industri dengan tingkat hubungan sedang.
Variabel Sistem pemberian hak desain industri mampu menjelaskan Pelaksanaan dari pemberian hak desain industri sebesar 40,6%. Di antara ketiga indikator di atas, ternyata kontribusi indikator Prosedur paling kecil. Hal ini menjelaskan bahwa ada kelemahan dalam Prosedur. Sistem pemberian hak desain industri melalui pemeriksaan substantif dan yang tidak melalui pemeriksaan substantif adalah meragukan dan bukan merupakan aturan yang jelas.
Berdasar perhitungan signifikan pengaruh dapat diketahui bahwa SDM pelaksana berpengaruh signifikan terhadap keadilan kelompok usaha dan berpengaruh signifikan terhadap perlindungan hukum dengan pengaruh cukup berarti. Prosedur tidak memberi pengaruh terhadap Pelaksanaan dari pemberian hak desain industri, dengan adanya dua cars prosedur pendaftaran yang melalui pemeriksaan substantif dan yang tidak melalui pemeriksaan substantif. Semakin meningkatnya jumlah pendaftaran desain industri, sebaiknya keputusan pemberian atau penolakan permohonan dilakukan melalui pemeriksaan substantif. Implementasi kebijakan pemberian hak desain industri di masa yang akan dating perlu direvisi terhadap undang-undang desain industri terutama pada pasal-pasal yang dianggap krusial.

The Evaluation Of The Policy Implementation On The Grant Of Industrial Design Rights By Directorate General Of Intellectual Property RightsIntellectual property rights as a part of law system is closely related to industry, trade and investment. Good quality products can be produced if the system of intellectual property rights is well established.
Directorate General of Intellectual Property Rights has to define and perform policies and standardized technique in the field of intellectual property rights. Industrial design is one of intellectual property rights which has been valid since December 20th, 2000.
The implementation of laws of Industrial Design has to deal with the issue of public assumption, particularly the applicants of industrial design, that many registration of industrial design are not new, as a matter of fact, industrial design can be protected if it is new.
Considering the above background, this research was conducted in order to find out the implementation of the policy to grant industrial design rights in view of procedure indicator, human resources and the environment The criteria of evaluation are effectiveness indicator, efficiency, sufficiency, fairness, responsiveness and accuracy.
This research is a descriptive research with population of the sample consists of IPR Consultants registered is Directorate General of IPR. The data is collected using questioners and data analysis using SPSS 11.0.
The results of descriptive quantitative analysis shows the strong correlation between variable the system of industrial design rights grant and the variable of the implementation on the grant of industrial design rights. Low correlation is shown between the procedure indicator and the implementation of the grant of industrial design rights. Human resources indicator and the implementation of the grant of industrial design rights have strong correlation, where as environment indicator and the grant of industrial design rights have medium correlation.
The system on the grant of industrial design rights variable explains that the implementation on the grant of industrial design rights is 40.6%. Among those indicators mentioned above the smallest contribution is given by procedure Indicator. It explains that there is a weakness inside the procedure. The system of the grant of industrial design rights through substantive examination and without substantive examination is doubtful and indecisive regulation.
The calculation of influence significance shows that human resources has a significant influence over the fairness of others enterprises as well as over the law protection where the influence is significant. The procedure does not give influence to the implementation of industrial design rights grant in two ways, which are through substantive examination and without substantive examination. The arising number of industrial design registration should be followed by substantive examination before deciding the grant or the refusal of the application.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13986
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompoel, Ria Hetharia
"ABSTRAK
Perkembangan Industri yang terjadi hampir di semua negara di dunia, telah mendorong persaingan yang semakin ketat, terutama dalam memasarkan produk sejenis ke negara lain. Dalam dunia bisnis seringkali ditemukan praktek-praktek yang dikategorikan sebagai persaingan curang seperti antara lain memalsu merek. Praktek-praktek demikian sangat dikhawatirkan oleh negara-negara penghasil barang, terutama bagi negara-negara manufaktur atau jasa-jasa tertentu yang datang dari negara maju. Negara-negara maju mendesak negara-negara berkembang untuk mengatur perlindungan merek di negaranya. Adanya pengertian, pemahaman, pengetahuan, persepsi serta kesadaran masyarakat, khususnya kelompok-kelompok yang berkepentingan seperti pemilik merek, Pimpinan Perusahaan, dan aparat penegak hukum berkenaan dengan merek serta perlindungan yang berlaku terhadapnya mempunyai arti serta pengaruh yang besar dalam membangun suatu Sistem Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI), dalam hal ini mengenai merek. Hal ini penting, mengingat bahwa perlindungan hukum terhadap merek merupakan komitmen nasional dalam pembangunan dan perkembangan ekonomi yang berlaku dengan pesat.
Sebagai negara hukum, maka setiap langkah perkembangan di bidang hukum yang dilakukan di Indonesia merupakan hal yang harus dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh, hal itu disebabkan karena upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang akan memberi pengaruh yang luas terhadap nama baik bangsa dan negara dalam pergaulan Internasional.
Salah satu pembangunan hukum yang menuntut perhatian serius dewasa ini adalah pengembangan implementasi oleh perangkat hukum dalam penegakan hukum hak merek, karena adanya keterkaitan antara kebutuhan-kebutuhan ekonomi dengan perlindungan hukum yang semakin tajam dalam era globalisasi.
Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui:
1. Apakah peraturan hukum di Indonesia, khususnya mengenai merek, telah sesuai dengan yang diinginkan dalam Persetujuan TRIPs ?
2. Bagaimanakah pengaruh dari Persetujuan TRIPs terhadap perlindungan hukum, khususnya mengenai merek, di Indonesia
3. Bagaimana usaha Indonesia mengantisipasi Persetujuan TRIPs dalam perlindungan hukum terhadap merek ?
Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap ak merek telah sesuai dengan ketentuan yang terkandung dalam TRIPs.
Untuk mengantisipasi berlakunya pelaksanaan TRIPS di Indonesia, maka langkah-langkah yang ditempuh:
Memerlukan prasarana yang tangguh, tetapi sesuai dengan kandungan dan standar yang ditetapkan dalam persetujuan internasional, dalam hal ini persetujuan TRIPS.
Pemasyarakatan dan penerapan perlindungan hukum terhadap merek harus terus dilakukan supaya dapat mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran, balk antar sesama pengusaha nasional maupun antara pengusaha nasional dan mitra asing.
Pelanggaran terhadap perlindungan hukum, seperti pemalsuan merek, biasanya bermotifkan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa mau membayar kompensasi. Untuk itu, semua merek yang ada supaya didaftarkan dalam melaksanakan TRIPs.
Menjalin dan mengefektifkan jaringan informasi dan kerjasama antara departemen yang terkait di Indonesia. Hal ini penting, mengingat bahwa dalam pengoperasian masalah merek sangat dekat dengan perilaku ekonomi dan perdagangan. Dengan berlakunya Persetujuan TRIPs, maka keterkaitan antar masalah akan semakin erat, sehingga diperlukan adanya aparat di lingkungan departemen-departemen teknis yang terkait.
Melengkapi dan menyempurnakan peraturan-peraturan HAKI, khususnya merek, dengan mengacu pada perkembangan peraturan HAKI, khususnya merek, dengan mengacu pada perkembangan peraturan HAKI secara internasional, dalam hal ini Persetujuan TRIPs. Indonesia perlu terus aktif di forum-forum Internasional, sehingga dapat berkesempatan menyuarakan kepentingan nasional di dalam penyusunanpenyusunan internasional.
Dengan demikian kepercayaan dunia perdagangan internasional terhadap Indonesia menjadi kuat, yang pada akhirnya akan membuka pasar yang lebih luas."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Sutra Disemadi
Depok: Rajawali Pers, 2023
346.048 HAR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wongkar, Marla Regina
"Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam hayati. Sumber daya tersebut merupakan kekayaan alam bangsa Indonesia dais bebarapa bersifat sangat khas yang tidak ada di tempat lain, kecuali di Indonesia. Sumber daya hayati selain sebagai sumber pangan dan obat-obatan, jugs merupakan sumber ekonomi yang jika dimanfaatkan dengan benar dapat menjadi sumber ekspor Indonesia.
Teknologi dewasa ini telah menjadikan suatu tanaman atau bibit dapat direkayasa sedemikian rupa, sehingga akan lahir produk-produk tanaman pangan yang memiliki sifat-sifat unggui Negara-negara maju di mana teknologi sudah demikian maju, giat melakukan penelitian-penelitian untuk menciptakan bibit unggul tanaman pangan dan buah-buahan. Jika negara-negara maju tadinya merupakan konsumen pangan dan bush dari negara berkembang, maka kini negara berkembang dengan kemampuan teknologinya melahirkan bibit unggul melalui rekayasa genetika tanaman untuk menghasilkan tanarnan unggul yang mereka produksi sendiri, sebagai akibatnya negara berkembang sebagai sumber bibit akan kehilangan sumber daya hayatinya yang khas, sekaligus kehilangan pasar. Hal yang sama terjadi untuk sumber daya hayati yang dipergunakan untuk obat-obatan.
Convention for the Protection of Varieties of New Varieties of Plants (UPOV), bersamasama Persetujuan TRIPS, UU No. 14 Tabun 2001 tentang Paten, dan UU No. 29 Tabun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman menjadi dicar hukum bagi Indonesia untuk melindungi sumber daya hayatinya, khususnya yang berkenaan dengan tanaman pangan dan tanaman obat. Sayangnya sampai saat ini kita belum melihat penegakan hukum di bidang varietas tanaman, maupun pendaftaran atas varietas tanaman melalui paten juga masih sangat kurang. Namun perlindungan ini wajib disosialisasikan kepada masyarakat, mengingat sangat banyak sekali terjadi kasus-kasus di mana negara-negara asing dengan dalih penelitian, ternyata melakuakan pencurian dan mengembangkan manfaat sumber daya asli Indonesia dan mendapatkan keuntungan karenanya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T18677
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cita Citrawinda Priapantja
Jakarta: [publisher not identified], 2000
346.048 CIT k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Yulia Adriani
"The author explains regarding copy right which included many interest parties such as the copy right?s owner whom created or the parry has acquired it from anothers. The parties are the creator, recording company, and broadcasting institutions. Infringement against copy right shall contribute loss each party in their levels of interest and right's. Reproduction through music is contents in to digital format in Indonesia ought to comply under article 45 section (2) Law number 19 year 2002 regarding Copy Rights that governed any license prearranged."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
HUPE-36-2-(Apr-Jun)2006-242
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Situngkir, Charles
"Berdasarkan data statistik Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual bahwa banyak berkas permohonan pendaftaran yang mengalami keterlambatan keputusan (backlog), baik Hak Cipta, Desain Industri, Merck, maupun Paten. Setiap tahun data backlog tersebut bertambah akibat adanya akumulasi. Bukti keterlambatan tersebut dapat juga dilihat dart banyaknya surat pertanyaan yang masuk dart pemohon atau kuasa. Permohonan banyak memberikan pemasukan kepada negara melalui Pemasukan Negara Bukan Pajak (PNBP), dimana Ditjen HKI pemah memberikan pemasukan kepada negara sebesar 120 miliyar dalam satu tahun. Selain hal tersebut, berdasarkan visi dan misi bahwa Ditjen HKI harus mengikuti sistem HKI Intemasional yang efektif, memberikan pelayanan yang balk, cepat, sehingga dapat memicu semangat masyarakat untuk menghasilkan inovasi, kreasi yang pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta menambah pemasukan ke negara melalui biaya permohonan, pemeliharaan, serta keuntungan lainnya.
Penulis sebagai bagian dart pegawai Ditjen Hak kekayaan Intelektual (Desain Industri) mencari faktor-faktor penyebab terjadinya keterlambatan keputusan tersebut khusus pada Desain Industri menelusuri Prosedur Operasional Standar (POS) permohonan pendaftaran Desain industri yang biasa dilakukan atau berdasarkan LIU No. 3112000 tentang Desain Industri. Backlog berdasarkan UU No. 3112000 tentang Desain Industri adalah berkas yang belum terselesaikan dart waktu yang telah ditentukan Undang-undang, 7 (tujub) bulan untuk Desain Industri jika tidak ada keberatan selama publikasi, dan 13 (tiga betas) bulan jika ada ada keberatan selama publikasi.
Berdasarkan basil penelitian ditemukan bahwa faktor sarana yang kurang balk dalam jumlah maupun kecepatan yang menjadi penyebab utama, kemudian faktor alur proses permohonan pendaftaran Desain Industri yang kurang tepat. Dengan usulan proses POS ini maka waktu yang diperlukan 4 (empat) bulan jika tidak ada keberatan selama publikasi dan 7 (tujuh) bulan jika ada keberatan selama publikasi.

Based on the statistics, there are many backlog data happened on the registration forms in The Directorate General of Intellectual Property (DGIP). Each year the backlog data becomes accumulated, as it shown from the confirmation letters that had been received from the customers. Actually, the IP's inquiries give much income to the country through Non Tax National Income/ Pemasukan Negara Bukan Pajak (PNBP), DGIP had once made "a big hit" by giving income (PNBP) as much as Rp. 120 billion in a year. Based on the vision and mission, DGIP should act according to the International Intellectual Property System, which is more effective, gives an excellent service, faster, and so could be as a trigger of the community's spirit to create some innovations and creations that will increase the State Financing Development and adding the State's Incomes.
The aim of research is to find some factors that cause the delay of decisions in the Directorate of Industry Design, by doing some deep researching on The Standard Operational Procedures (SOP) of Industry Design Registration Inquiries, which is been done based on W No. 3112000 that rules the Industry Design. Based on the above law, Backlog is some documents which are unfinished by its time, 7 (seven) months for publishing to the community as if there aren't any complains, and 13 (thirteen) months if there are some complains.
Based on the research, was found some reasons why the backlog was happened, such as the unconditional facilities both in mounts and speed as become the main reason, also the schema of industry design's registration process which is unsuitable. This thesis is purposing the new SOP, which is 4 (four) months for publishing to the community as if there aren't any complains, and 7 (seven) months if there are some complains."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20881
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>