Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130776 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Penelitian ini dilakukan pada murid sekolah dasar di Jakarta. Murid yang terinfeksi T.trichuria dibagi menjadi dua kelompok (masing-masing n=15). Kelompok I diobati dengan mebendazol (MBZ), sedangkan kelompok II dengan oksantel-pirantel pamoat (OPP). Tinja pada masing-masing kelompok dibiak dalam bejana Stoll dengan medium larutan formalin 1%, sebelum pengobatan, 2 hari, 5 hari, dan 30 hari setelah pengobatan. Masing-masing biakan diinkubasi selama 4-8 minggu. MBZ dan OPP dapat menghambat perkembangan telur T.trichuria pada 2 dan 5 hari setelah pengobatan. Selain itu, MBZ dan OPP dapat mempengaruhi perubahan bentuk telur T.trichiura. Setelah 30 hari pengobatan tidak ditemukan pengaruh obat terhadap perkembangan telur tersebut."
MPARIN 11 (1) 1998
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah Putri Handayani
"ABSTRAK
Cacingan merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, terutama pada anak. Pengetahuan mengenai cacingan, penting untuk melakukan pencegahan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan murid sekolah dasar (SD) mengenai morfologi dan siklus hidup T. trichiura. Penelitian ini menggunakan desain pre-post study dengan intervensi penyuluhan. Data diambil pada 17 Desember 2011 di SD X Bantar Gebang, Bekasi. Subjek penelitian yang diberikan penyuluhan mengenai morfologi dan siklus hidup T. trichiura berjumlah 60 orang (populasi total). Pengetahuan diukur menggunakan kuesioner pre-test dan post-test yang berisi lima pertanyaan tentang morfologi dan siklus hidup T. trichiura. Data diolah dengan program SPSS versi 20.0 dan dianalisis menggunakan uji marginal homogeneity dan Wilcoxon. Subjek penelitian berusia 9-13 tahun, terbanyak berusia 11 tahun yaitu 25 murid (41,7%). Sebelum penyuluhan, 52 subjek (86,7%) memiliki pengetahuan kurang dan 8 (13,3%) memiliki tingkat pengetahuan sedang. Sesudah penyuluhan, terdapat 30 subjek (50%) dengan tingkat pengetahuan kurang, 20 (33,3%) sedang, dan 10 (16,7%) dengan pengetahuan baik. Uji marginal homogeneity menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,001) antara tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan. Uji Wilcoxon menunjukkan terdapat tiga pertanyaan memberikan perbedaan bermakna, sedangkan dua pertanyaan tidak. Disimpulkan penyuluhan efektif meningkatkan pengetahuan mengenai morfologi dan siklus hidup T. trichiura pada murid SD.

ABSTRACT
Helminthiasis is Indonesia's public health problem, especially in children. Knowledge has an important role in preventing helminthiasis. This study?s purpose is to know the effectivity of health education for improving elementary student's knowledge about T. trichiura's morphology & life cycle. The design used is a pre-post study with health education as intervention. The data are collected at 17th December 2011 in SD X Bantar Gebang, Bekasi. The subjects, given education about morphology and life cycle of T. trichiura, are 60 people (total population). Knowledge is measured by pre-test and post-test including five questions about T. trichiura's morphology & life cycle. The data are analyzed with SPSS ver. 20.0 using marginal homogeneity and Wilcoxon test. Subjects varied from 9-13 y.o, with majority of 11 y.o (25 students/41,7%). Before intervention, 52 subjects (86,7%) have poor knowledge and 8 (13,3%) have fair knowledge. After intervention, 30 subjects (50%) have poor knowledge, 20 (33,3%) have fair, and 10 (16,7%) have good knowledge. Marginal homogeneity showed, there's a significant difference (p<0,001) between before and after intervention. Wilcoxon test showed that there are three questions with significant difference. In conclusion, health education is effective for improving elementary students-knowledge about T. trichiura's morphology & life cycle.
"
2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yolazenia
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Infeksi cacing dan atopi akan meningkatkan respon Th2. Pada infeksi cacing terjadi peningkatan IgE poliklonal yang dapat menekan atopi. Hipotesis tentang adanya efek proteksi dari infeksi cacing terhadap atopi telah lama menjadi kontroversi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara infeksi cacing dan atopi pada ibu hamil di daerah endemis filariasis. Penelitian ini merupakan studi cross-sectional. Sebanyak 286 orang ibu hamil dari daerah endemis filariasis, Kelurahan Jati Sampuma dan Jati Karya, Bekasi, diperiksa tinja untuk infeksi cacing usus, dan serologi Immunochromatographic test untuk infeksi filaria (Wuchereria bancrofi). Atopi pada ibu hamil dilihat dari Skin prick test yang positif dan riwayat alergi. ELISA digunakan untuk menentukan kadar IgE total, dan pengisian kuesioner untuk menilai status sosial ekonomi, pendidikan, dan riwayat alergi.
Hasil : Ada kecenderungan bahwa infeksi cacing (filaria dan atau cacing usus) mempunyai efek proteksi terhadap atopi (OR = 0,63 (95%CI: 0,37-1,08); P=0,09). Kadar IgE total rata-rata paling tinggi pada infeksi cacing filaria dengan prosentase atopi paling rendah (OR=0,51), diikuti oleh subjek yang terinfeksi cacing usus (4R=0,76) dan subjek tanpa infeksi cacing kadar IgE total rata-ratanya paling rendah dengan prosentase atopi paling tiriggi (DR=1,58). Infeksi cacing lebih banyak ditemukan pada sosial ekonomi dan pendidikan kurang, tetapi tidak terdapat perbedaan kasus atopi pada sosial ekonomi dan pendidikan baik dibanding kurang. Dengan mengontrol variabel sosial ekonomi, pendidikan, infeksi cacing usus, infeksi cacing campur (cacing usus dan atau filaria) dan kadar IgE total terdapat perbedaan bermakna kasus atopi pada ibu hamil yang terinfeksi filaria dengan tidak terinfeksi (DR=0,45, 95%CI(0,21-0,98); p=0,04).
Kesimpulan : Infeksi cacing (terutama filaria) mempunyai efek proteksi terhadap atopi pada ibu hamil di daerah endemis filariasis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16231
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfianti
"Salah satu penyakit yang banyak diderita oleh anak-anak, khususnya usia sekolah dasar adalah penyakit infeksi kecacingan, yaitu 40-60 %. Penyakit kecacingan terkait dengan kebiasaan mencuci tangan. MI Al Istiqomah merupakan salah satu sekolah di daerah Kedaung Wetan Tangerang dengan angka kecacingannya tinggi yaitu sebesar 34 % jumlah cacing Ascaris dan 18 % cacing Trichuris. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku mencuci tangan memakai sabun pada siswa-siswi kelas 3, 4 dan 5 MI Al Istiqomah dan SDN Kedaung Wetan Baru 2, Kota Tangerang Tahun 2008. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2008 dengan menggunakan desain penelitian crosssectional.
Jumlah sampel penelitian adalah 164 siswa dari MI Al Istiqomah dan SDN Kedaung Wetan Baru 2. Data yang dikumpulkan adalah data primer yang meliputi gambaran sekolah, jenjang kelas, jenis kelamin, karakteristik keluarga, tingkat keterpaparan informasi kesehatan, kebijakan sekolah dan pemanfaatan fasilitas mencuci tangan di sekolah serta perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik), sedangkan data sekunder meliputi data tentang angka kecacingan di MI Al Istiqomah, informasi lisan tentang kasus infeksi kecacingan di daerah Kedaung Wetan, data tentang gambaran umum MI Al Istiqomah dan SDN Kedaung Wetan Baru 2.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan perilaku mencuci tangan anak berdasarkan jenjang kelas (p value = 0,0001). Ada perbedaan perilaku mencuci tangan anak berdasarkan jenis kelamin (p value = 0,0001). Ada perbedaan perilaku mencuci tangan anak berdasarkan pekerjaan ibu (p value = 0,025). Ada perbedaan perilaku mencuci tangan anak berdasarkan kebiasaan orangtua (p value = 0,0001). Ada perbedaan perilaku mencuci tangan anak berdasarkan tingkat keterpaparan informasi kesehatan (p value = 0,0001). Ada perbedaan perilaku mencuci tangan anak berdasarkan kebijakan sekolah (p value = 0,012). Ada perbedaan perilaku mencuci tangan anak berdasarkan pemanfaatan fasilitas (p value = 0,002).
Saran pada penelitian ini diantaranya adalah untuk Dinas Kesehatan Kota Tangerang agar bekerjasama dengan puskesmas-puskesmas mendistribusikan posterposter kesehatan ke sekolah-sekolah dasar terutama sekolah-sekolah di daerah yang rawan penyakit, untuk puskesmas Kedaung Wetan Tangerang agar bermitra dengan pihak swasta (Misalnya : PT Unilever) dalam penyediaan sarana mencuci tangan memakai sabun di sekolah-sekolah dasar, untuk Dinas Pendidikan dan Kepala Bidang Pendidikan Agama Islam Kecamatan Neglasari agar membantu sekolah-sekolah dasar dalam pembinaan PHBS (Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat) di sekolah, dan untuk MI Al Istiqomah serta SDN Kedaung Wetan Baru 2 agar program pemberantasan penyakit cacing dapat dipertim bangkan untuk dimasukkan kedalam program Usaha Kesehatan Sekolah."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Darnely
"Askariasis adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Untuk memberantas askariasis, upaya yang dilakukan adalah perbaikan lingkungan dan pengobatan masal.
Tujuan pengobatan adalah untuk mengeluarkan cacing dari tubuh penderita dan membunuh telur. Menurut laporan penelitian dikatakan bahwa mebendazol dan OPP dapat membunuh cacing dewasa dan menghambat perkembangan telur sehingga tidak terbentuk stadium infektif. Namun demikian, apakah hambatan tersebut terjadi pada telur yang masih berada dalam uterus cacing sebelum telur dilepas dalam tinja manusia, velum diketahui dengan pasti.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh mebendazol dan OPP terhadap perkembangan telur A.lumbricoides yang berada di dalam uterus cacing.
Penelitian dilakukan terhadap 684 murid sekolah dasar yang berasal dari 5 SD dan 1 madrasah di Jakarta. Pemeriksaan tinja murid SD tersebut dilakukan dengan cara modifikasi Kato Katz dan pada murid yang positif askariasis diberikan mebendazol atau OPP. Lacing yang keluar pasca pengobatan (perlakuan) dan cacing yang berasal dari bedah mayat di Bagian Forensik FKUI (kontrol) dikeluarkan uterusnya, lalu uterus tersebut diurut untuk mengeluarkan telur yang berada di daiamnya. Telur tersebut dibagi menjadi 2 kelompok untuk dibiak di media fonnalin-batu bata dan fonnalin agar.
Pengamatan telur dilakukan pada hari ke-3, minggu ke-1, ke-2, ke-3 dan minggu ke-4 untuk rnengetahui apakah terjadi perubahan morfalogi dan untuk mengetahui jumlah telur yang berubah menjadi larva.
Setelah pengobatan dengan mebendazol maupun OPP angka penyembuhan dan angka penurunan telur sangat tinggi sedangkan angka reinfeksi sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kedua obat tersebut adalah antelmintik yang baik. Perkembangan telur pada kedua kelompok perlakuan lebih lambat dibandingkan kontrol dan hambatan perkembangan pada mebendazol lebih besar daripada OPP. Hal ini menunjukkan bahwa mebendazol dan OPP dapat menghambat perkembangan telur yang berada pada uterus cacing. Namun demikian, hambatan perkembangan tersebut hanya berupa perpanjangan masa perkembangan dan telur tetap mencapai stadium infektif. Hal tersebut perlu mendapat perhatian karena bila pengobatan tidak memberikan angka penyembuhan 100% maka cacing yang masih tertiuggal di dalam lumen usus masih tetap bertelur dan telur tersebut tetap potensial untuk pencemaran.
Pada penelitian ini tidak dijumpai telur yang rusak. Hal ini mungkin karena dosis obat yang mencapai uterus dan kontak dengan telur racing lebih kecil dibandingkan dengan telur yang berada dalam tinja sehingga obat tersebut tidak merusak telur Karena telur tidak rusak maka telur tetap menjadi infektif walaupun masa perkembangannya memanjang.
Disimpulkan bahwa mebendazol dan OPP dapat menghambat perkembangan telur yang berada dalam uterus, namun telur tersebut tetap menjadi infektif meskipun masa perkembangannya memanjang.

Ascariasis has been recognized as one of the most important public health problem in Indonesia. The control of ascariasis was focussed on the mass treatment using anthelmintics to expell the wonns from the host and inhibit the development of eggs. Thus the eggs will not develop into the infective stage on the soil. However, whether the inhibition occur on the eggs inside the uterus has not been studied yet.
The aims of the study was to know the effect of mebendazole and oxantel pyrantel pamoate (OPP) against the development of A.lumbricoides eggs which are still in the uterus.
The study has been carried out among students of 6 primary school in Jakarta with a sample population of 684 students.Kato Katz thick smear technique was used for the examination of stool samples. The students who were found to be positive for ascariasis were treated with mebendazole 500 mg as a single dose or OPP 10 mg/kgBB as a single dose. Thirty female adult worms with a length of more than 12.5 cm were collected and afterwards dissected. Mature eggs were removed from the uterus and spread out on a sterile porous clay plate or agar which were put in a petri dish containing a 1% solution of formalin. The eggs were incubated for 4 weeks and examined after the third day and then once every week.
After treatment with mebendazole or OPP, cure rate and egg reduction rate were very high while reinfection rate was low. Development of A.lmnhricoides eggs was slow in the treated group. In mebendazole group the development was slower than in the OPP group. It showed that mebendazole and OPP could inhibit the development of eggs in the uterus of the worms. However, the egg could reach the infective stage although the duration of growth was longer. This fact should be taken into consideration, because if the cure rate is not 100%, the worms which are left in the lumen of intestine of the host could still lay their eggs and potential for transmission.
hi this study, no deformed eggs was found. It seems that the action of the drugs on eggs in the uterus was less than the eggs that has been released in the stool. Thus the eggs could develop into infective stage,
It was concluded that OPP and mebendazole could inhibit the development of eggs in the uterus. The eggs could reach the infective stage although the duration of growth was longer.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Kurniadi
"Infeksi parasit, khususnya soil-transmitted helminht (STH), adalah infeksi yang tersebar luas di dunia. Anak usia sekolah mempunyai resiko yang tinggi untuk terinfeksi dan telah dikaitkan dengan berbagai konsekuensi seperti anemia, keterlambatan pertumbuhan, dan hilangnya berat badan. Studi ini bertujuan untuk menginvestigasi hubungan antara infeksi STH dan kekurusan di anak usia sekolah. Peserta adalah anak usia sekolah kurang dari 18 tahun yang tinggal di Nangapanda, Nusa Tenggara Timur. Data demografis diperoleh dan deteksi infeksi STH dalam tinja dilakukan dengan real-time PCR. Analisa univariat dan multivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara infeksi STH dan BMI, disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin. Dari 185 anak, 179 (96.7%) terinfeksi oleh STH. 91 anak didapatkan berada dalam kategori kurus dan sangat kurus. Infeksi Necator adalah infeksi yang paling sering (174 kasus, 94.1%), diikuti oleh Ancylostoma (24 cakasusses, 13%) and Ascaris infection (49 kasus, 26.5%). Infeksi STH tidak ditemukan, namun menunjukkan pola untuk, memiliki hubungan yang signifikan dengan kekurusan (p-value=0.089). Poliinfeksi STH tidak ditemukan memiliki perbedaan signifikan dengan monoinfeksi. Usia dan jenis kelamin tidak ditemukan berasosiasi signifikan dengan infeksi STH. Studi lebih lanjut dengan populasi yang lebih besar diperlukan untuk mengkonfirmasi hasil ini. Studi longitudinal juga diperlukan untuk mengkonfirmasi hubungan sebab-akibat pada studi ini.

Soil-transmitted helminth (STH) infection is widely distributed in the world. School-aged children are at high risk of acquiring this infection, which has been linked with various consequences such as anemia, stunting, and weight loss. This study aims to investigate the relationship between STH infection and thinness in school children. The study participants were children below 18 years living in Nangapanda Subdistrict, East Nusa Tenggara. The basic demographic data was taken and detection of STH infection in stool samples was done by real time PCR. Univariate and multivariate analyses were done to examine the relationship between STH infection and BMI, with age and gender as potential confounding factors. Out of 185 children, 179 (96.7%) were infected with STHs by PCR. 91 children were shown to be in the thinness and severe thinness category. Necator infection was found to be the most common infection (174 cases, 94.1%); followed by Ancylostoma (24 cases, 13%) and Ascaris infection (49 cases, 26.5%) respectively. STH infection was not, but showed a tendency, to be associated with thinness (p-value=0.089). Polyinfection of STHs did not show a significant difference with monoinfection. Age and gender were not found to be associated with STH infection. We found that there was a tendency of positive association between STH infection and thinness. Age and gender were not found to be significantly associated with STH infection. Future studies with a larger number of population are needed to confirm these results. In addition, longitudinal studies are needed to confirm the cause-effect relationship."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lieska Prasetya S.D
"Infeksi cacing perut (soil transmitted helminthiasis ) merupakan masalah yang endemik di Indonesia. Survey oleh Depkes dan berbagai Fakultas Kedokteran di Indonesia menemukan prevalensi asksriasis 70% -- 90%, t ri khuriesis 80 - 95% dan cacing tambang 30% -59%. Pemeriksaan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 1986 di sebuah sekolah di Jakarta Timur menemukan prevalensi 82.5%.
Melihat keadaan tersebut di atas, maka sejak tahun 1987 Forum Koordinasi Program Integrasi Pelayanan Kesehatan Keluarga dan Keluarga Berencana mulai melaksanakan Program Pemberantasan Cacingan di sekolah-sekolah dasar DKI Jakarta. Melalui program ini dilakukan berbagai bentuk penyuluhan kepada murid, guru dan orangtua murid, pemeriksaan laboratorium dua kali setahun dan pengobatan secara selektif.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui ada tidaknya perbedaan perilaku orangtua murid, dalam hal ini menyangkut pengetahuan, sikap, dan praktek antara orangtua murid yang mendapat program dengan yang tidak mendapat program dalam pemberantasan cacingan, di kelurahan Pisangan Baru Jakarta Timur.
Untuk mengetahui hal tersebut, maka responden penelitian ini terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok yang mendapat program (Perlakuan) di Kelurahan Pisangan Baru dan kelompok yang tidak mendapat program (Kontrol) di Kelurahan Jatinegara Kaum. Mereka adalah orang tua murid kelas VI. Murid kelas VI diambil .karena mereka telah mengikuti program sejak kelas I.
Jenis penelitian ini adalah pra eksperimen, dengan kategori static group comparison, yang bertujuan membandingkan dua kelompok subjek seperti yang telah disebutkan di atas. Sampel diambil secara random sampling.
Sumber data pada penelitian ini adalah data primer, dengan menggunakan instrumen kuesioner. Pengambilan data oleh peneliti dibantu 8 orang mahasiswa Keperawatan Depkes R.I.
Ketiga variabel yang diteliti ( Pengetahuan, Sikap, Praktek) diuji dengan menggunakan uji X2 dan uji-T. Hasilnya memperlihatkan variabel pengetahuan dan variabel praktek menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kontrol dalam pemberantasan cacingan (P{0.05). Artinya ada pengaruh program terhadap pengetahuan dan praktek responder. Responden perlakuan pengetahuannya lebih baik daripada responden kontrol. Sedangkan variabel sikap menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara perlakuan dengan kontrol (p>0.05). Artinya responden perlakuan tidak lebih baik sikapnya daripada responden kontrol.
Pengetahuan dengan sikap dan pengetahuan dengan praktek pada masing-masing kelompok ternyata berhubungan secara bermakna (p<0.05). Akan tetapi antara sikap dengan praktek pada kedua kelompok tereebut tidak mempunyai hubungan yang bermakna ( p>P.05).
Disimpulkan, bahwa secara keseluruhan terbukti ada perbedaan bermakna pada pengetahuan dan praktek responden yang mendapat program dengan yang tidak mendapat program dalam pemberantasan cacingan. Hal tersebut menunjukkan suatu keberhasilan pengelola program. Namun tentang sikap, kedua responden menunjukkan sikap yang sama. Hal ini tampaknya disebabkan oleh instrumen pengukuran sikap yang kurang tajam dan memerlukan penyempurnaan lebih lanjut.
Akhirnya, disarankan agar program pemberantasan cacingan terns diperluas, karena ternyata cukup berhasil dalam meningkatkan pengetahuan dan praktek responden, namun penyelenggara perlu meningkatkan pula beberapa aspek penyelenggaraannya guna lebih menunjang kelancaran penyelenggaraan program tersebut. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Surya
"Cacingan merupakan masalah kesehatan di Indonesia terutama pada anak. Pengetahuan mengenai pencegahan berperan penting dalam menanggulangi cacingan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas penyuluhan dalam meningkatkan pengetahuan guru sekolah dasar (SD) mengenai cacingan. Penelitian menggunakan desain penelitian eksperimental dengan metode pre-post study. Pengambilan data dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 12 Oktober 2011 terhadap 67 orang guru SD yang diminta untuk mengisi kuesioner sebelum dan sesudah penyuluhan. Kuesioner berisi lima pertanyaan mengenai pencegahan infeksi A. lumbricoides, T. trichiura dan O. vermicularis. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa sebelum penyuluhan guru yang mempunyai tingkat pengetahuan baik adalah 12 orang (17,9%), cukup 21 orang (31,3%), dan kurang 34 orang (50,7%). Setelah penyuluhan, guru dengan tingkat pengetahuan baik adalah 39 orang (58,2%), cukup 24 orang (35,8%), dan kurang 4 orang (6,0%). Sebelum penyuluhan, pertanyaan yang paling banyak tidak dimengerti responden adalah kapan waktu memberikan obat cacing (hanya 6% yang menjawab benar). Berdasarkan uji marginal homogeneity didapatkan perbedaan bermakna (p<0,01) pada tingkat pengetahuan guru sebelum dan sesudah penyuluhan kesehatan. Disimpulkan bahwa penyuluhan efektif dalam meningkatkan pengetahuan guru SD mengenai pencegahan cacingan.

Helminthiasis is a popular health problem in Indonesia especially in children. Knowledge on helminthiasis prevention has a great role in overcoming the disease. The purpose of this research is to know the effectivity of health education in increasing knowledge level of elementary school teacher on helminthiasis. This research uses experimental design and pre-post study method. Data collection is done in Jakarta on October 12th, 2011 by asking 67 elementary school teachers to fill a before and after questionnaire. The questionnaire consists of five questions about helminthiasis prevention, including ascariasis, trichuriasis, and oxyuriasis. From the result, knowledge level of respondent before health education are as follow: 17,9% good, 31,3% average, and 50,7% poor. After health education, the knowledge level are as follow: 58,2% good, 35,8% average, and 6,0% poor. Before health education, the question least understood by the respondent is when to give medication to a person with helminthiasis (only 6,0% answers right). Based on marginal homogeneity test, there is a siginificant difference (p<0,01) on the knowledge level before and after health education. It is concluded that health education is effective in increasing knowledge level of elementary school teacher on helminthiasis prevention."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlila
"Infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia balk di pedesaan maupun di daerah kumuh di perkotaan dengan prevalensi sekitar 60%-80% pada murid-murid SD dan 40%-60% untuk semua umur (Direktorat Jenderal PPM dan PLP, 1998). Walaupun tidak berakibat fatal, penyakit kecacingan berdampak cukup luas pada anak-anak antara lain malnutrisi, anemia, gangguan fungsi kognitif serta menurunkan prestasi belajar dan produktivitas pada pekerja.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor karakteristik anak, karakteristik ibu dan faktor kondisi sanitasi lingkungan terhadap infeksi kecacingan pada murid SDN RawaBadak Utara 23 dan 24, Jakarta Utara. Penelitian ini merupakan suatu studi epidemiologi " kasus kontrol " dengan jumlah sampel sebanyak 100 kasus dan 100 kontrol. Kasus adalah siswa yang menderita infeksi kecacingan, sedangkan kontrol adalah siswa yang tidak menderita kecacingan. Diagnosis untuk kasus dan kontrol dilakukan dengan cara pemeriksaan telur cacing pada tinja menggunakan metode Kato.
Hipotesis yang diajukan adalah adanya pengaruh faktor karakteristik anak, karakteristik ibu dan kondisi sanitasi lingkungan terhadap infeksi kecacingan.
Dari hasil analisis bivariat didapatkan hubungan yang bermakna antara variabel higiene perorangan, kebiasaan cuci tangan ,kebiasaan main yang kontak dengan tanah, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, kondisi ekonomi orang tua dan kepemilikan jamban serta sarana air bersih dengan infeksi kecacingan pada siswa pada tingkat kemaknaan P<0,05. Sedangkan dari hasil analisis multivariat diperoleh faktor yang secara bersama-sama mempengaruhi infeksi kecacingan pada anak adalah higiene perorangan, kebiasaan cuci tangan, pengetahuan ibu, interaksi kebiasaan cuci tangan dengan higiene perorangan dan interaksi antara kebiasaan cuci tangan dengan pengetahuan ibu.
Mengingat variabel yang mempengaruhi infeksi kecacingan pada anak sangat berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat yang berkaitan dengan pengetahuan kesehatan, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan higiene perorangan pada murid dengan cara penyuluhan kesehatan disertai dengan pemeriksaan kebersihan diri murid secara berkala di sekolah. Juga dilakukan upaya peningkatan kebersihan lingkungan dengan cara diadakan kerja bakti secara rutin dan lomba kebersihan antar RT/RW.
Daftar bacaan : 50 (1979-2000)

Factors Which Influence Soil Transmitted Helminth Infection among Primary School Children in North Rawabadak 23 & 24, North Jakarta, 2002Soil transmitted helminths infection is still public health problems in Indonesia especially in rural areas and in slum areas of big cities with prevalence of about 60%-80% among primary school childrens and 40%-60% at all ages (Directorate General of PPM &PLP, 1998). Although harmless, helminth infection could have serious impact to children such as malnutrition, anemia, defect in cognitive function, decreasing of learning achievement and decreasing of productivity of workers.
In general the aimed of this study is to detect the impact of children's characteristic factor, mother's characteristic factor and environment sanitation towards helminth infection among students from state primary school of North RawaBadak 23 & 24, North Jakarta. This research is the case control epidemiologist study with 100 cases and 100 controls. Case is a student who is infected by soil transmitted helminth, and control is a student who is not infected. The diagnose for cases and controls is done by examining worm's eggs in feces using Kato method. The assumed hypothesis is the existence of children's characteristic influence, mother's characteristic influence and environment's sanitation condition to helminth infection.
From bivariat analysis resulting significant relation among personal hygiene variable, hand washing habit, playing habit with soil contact, mother's education level, mother's knowledge, parent's economical condition and possession of latrine and source of clean water with helminth infection among students with level of significant P < 0,05.
While from multivariate analysis resulting factors that altogether influence helminth infection e.i : personal hygiene, hand washing habit, mother's knowledge, interaction between hand washing habit and personal hygiene, and interaction between hand washing habit and mother's knowledge.
Based on the variables that influence helminth infection in children are closely related to clean and healthy life style related with knowledge about health, efforts to increase personal hygiene are necessary through health education and individual cleanliness control at school. Efforts are also done to improve the environment's cleanliness by cleanliness competitions among Rukun Tetangga's or Rukun Warp's.
References : 50 (1979 - 2000)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T5159
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>