Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 233708 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lucia Sri Sunarti
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Clostridium docile merupakan salah satu kuman anaerob penyebab infeksi nosokomial. Infeksinya dapat berupa Antibiotic Associated Diarrheae (AM) ataupun Pseudomembranous Colitis (PMC). Bayi dan neonates dianggap sebagai sumber penyebab infeksi nosokomial oleh kuman tersebut karena organisme ini ditemukan sebagai flora normal dalam saluran pencernaannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persentase anak berumur kurang dari 1 tahun yang dalam fesesnya ditemukan Clostridium difficile toksigenik. Deteksi toksin dilakukan dengan uji koaglutinasi lateks terhadap filtrat kultur organisme dan dibandingkan dengan uji sitotoksisitas menggunakan biakan sel BHK-21. Isolasi organisme dilakukan pada media Cycloserine Cefoxitin Fructose Agar (CCFA) dan Cycloserine Cefoxitin Manitol Agar (CCMA). Penggunaan media CCMA bertujuan untuk memperoleh cara identifikasi Clostridium dicile yang mudah dan praktis.
Hasil dan kesimpulan : Ditemukan 11,7 % anak berumur kurang dari 1 tahun mengandung Clostridium difficile toksigenik dalam fesesnya. Uji koaglutinasi lateks yang dilakukan terhadap filtrat kultur organisme memberikan nilai sensitivitas sebesar 100 %, nilai spesifisitas 100 %, nilai prediktif positif 100 % ,don nilai predlktif negatif 100 % ,dengan menggunakan uji sitotoksisitas sebagai gold standard. Jumlah dan jenis bakteri yang tumbuh pada media CCFA dan CCMA adalah sama, koloni Clostridium dif,ficile yang tumbuh pada media CCMA memiliki warna yang spesifik yaitu loaning sedang koloni spesies Clostridium lain berwarna merah muda. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa 11,7 % anak membawa Clostridium difficile toksigenik dalam saluran cernanya, uji koaglutinasi lateks dengan filtrat kultur organism memberikan hasil yang sama dengan uji sitotoksisitas dengan biakan sel BHK-21, penggunaan media CCMA tidak berpengaruh terhadap tingkat isolasi Clostridium difficile bahkan memberikan gambaran koloni yang lebih spesifik sehingga mempermudah dan mempersingkat waktu identifikasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T8306
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Yasma Yanti
"Infeksi Clostridium difficile toksigenik meningkat tajam pada satu dekade terakhir, menyebabkan pseudo membran colitis (PMC) dan Clostridium difficile associated diarrhea (CDAD). Salah satu faktor risikonya adalah penggunaan antibiotik. Tujuan penelitian adalah mengetahui prevalensi dan gambaran karakteristik subyek dengan Clostridium difficile toksigenik serta menilai kemampuan rapid test toksin terhadap real time PCR. Subyek penelitian prospektif ini adalah 90 subyek dewasa dengan terapi antibiotik lebih dari 2 minggu. Hasil pemeriksaan menggunakan rapid test dan real time PCR disajikan dalam tabel 2x2, dilakukan uji statistik dengan chi square. Hasil penelitian menunjukkan 2 spesimen dieksklusi karena hasil invalid, 24 spesimen positif dan 64 negatif dengan rapid test toksin; 33 spesimen positif dan 55 negatif dengan real time PCR. Prevalensi Clostridium difficile toksigenik berdasar rapid test toksin adalah 27,3% dan real time PCR 37,5%. Terdapat perbedaan bermakna antara konsistensi feses dan jumlah antibiotik dengan terdeteksinya Clostridium difficile toksigenik (p<0,05). Terdapat hubungan antara lama terapi antibiotik dengan terdeteksinya Clostridium difficile toksigenik menggunakan real time PCR (p=0,010, RR=2,116). Sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio kemungkinan positif dan rasio kemungkinan negatif rapid test toksin terhadap real time PCR berturut-turut adalah 69,7%; 98,2%; 95,8%; 84,4%; 39,2 dan 0,31. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa prevalensi Clostridium difficile di RSCM lebih tinggi dibanding Malaysia, Thailand dan India; subyek dengan terapi antibiotik lebih dari 4 minggu berisiko terdeteksi Clostridium difficile toksigenik 2 kali lebih besar dibanding subyek dengan terapi antibiotik kurang dari 4 minggu; rapid test toksin dapat digunakan sebagai alat deteksi Clostridium difficile toksigenik.

Toxigenic Clostridium difficile infection have increased sharply in the last decade, causing a pseudo membrane colitis (PMC) and Clostridium difficile associated diarrhea (CDAD). One of the biggest risk factor is the use of antibiotics. The purpose of the study was to determine the prevalence and characteristics of subjects with toxigenic Clostridium difficile and assess the ability of the toxin rapid test compared to real-time PCR. Ninety adult subjects with antibiotic therapy more than 2 weeks were enrolled to this prospective study. The results of toxin rapid test and real-time PCR were presented in 2x2 table, statistical tests was calculated with chi square. Two specimens were excluded due to invalid results. The results showed 24 positive and 64 negative specimens by toxin rapid test; 33 positive and 55 negative specimens by real-time PCR. The prevalence of toxigenic Clostridium difficile based on toxin rapid test were 27.3% and 37.5% by real-time PCR. There were significant differences between stool consistency and number of antibiotics that were used with the detection of toxigenic Clostridium difficile. There was a relationship between duration of antibiotic therapy with detection of toxigenic Clostridium difficile using real-time PCR (p = 0.010, RR = 2.116). Sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood ratio and negative likelihood ratio of toxin rapid test against real-time PCR were 69.7%; 98.2%; 95.8%; 84.4%; 39.2 and 0.31, respectively. The study concluded that the prevalence of Clostridium difficile in RSCM was higher than Malaysia, Thailand and India; subjects with antibiotic therapy for more than 4 weeks had double risk to have toxigenic Clostridium difficile than subjects with antibiotic therapy for less than 4 weeks and toxin rapid test could be used as a tool to detect toxigenic Clostridium difficile.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Astarina
"Latar belakang: Clostridium difficile merupakan bakteri anaerob gram positif yang sering menyebabkan diare pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Manifestasi klinis diare karena C. difficile bervariasi dapat berupa diare ringan sampai keadaan klinis yang berat seperti kolitis, komplikasi megakolon toksik, perforasi, serta syok. Faktor risiko yang berperan meningkatkan diare karena C. difficile salah satunya adalah pengunaan antibiotik namun masih dapat disebabkan oleh hal lainnya. Penelitian ini merupakan studi untuk mengetahui prevalens, faktor risiko, dan gambaran klinis diare karena C. difficile pada anak. Metode: Penelitian ini merukapan studio potong lintang, dilakukan pada pasien 105 anak dengan keluhan diare di Poliklinik Anak dan ruang rawat inap pada bulan Mei 2019 sampai Januari 2020 dengan mendeteksi antigen toksin A/B C. difficile menggunakan metode ELISA. Hasil: Prevalens diare pada anak karena C. difficile sebesar 13,3%.Usia kurang dari 2 tahun meningkatkan risiko kejadian diare karena C. difficile 3,84 kali dibandingkan dengan pasien usia lebih dari 2 tahun dan penggunaan PPI atau H2 antagonis meningkatkan risiko terjadinya diare karena C. difficile 5,48 kali dibandingan dengan kelompok yang tidak menggunakan PPI atau H2 antagonis. Semua subyek menderita diare karena C. difficile memiliki riwayat penggunaan antibiotik. Golongan sefalosporin merupakan antibiotik yang dominan terkait dengan diare karena C. difficile (92,9%), diikuti aminoglikosida 7,1%. Gambaran klinis pasien diare karena C. difficile pada penelitian ini sebagian besar mengalami frekuensi diare 6-9 kali/24 jam, lama diare 14 hari,  nyeri perut, diare dengan dehridrasi berat ataupun ringan, leukosit tinja 10/LPB, dan terdapat darah samar tinja. Diagnosis penyakit yang mendasari pada penelitian ini meliputi infeksi paru 4 subyek, penyakit lain (kongenital dan malnutrisi) 4 subyek,  penyakit hematologi dan onkologi 3 subyek, penyakit imunologi 2 subyek, dan neurologi 1 subyek. Kesimpulan: Penggunaan PPI atau H2 antagonis serta usia kurang dari 2 tahun meningkatkan risiko kejadian diare karena C. difficile. Semua subyek yang mengalami diare karena C. difficile memiliki riwayat penggunaan antibiotik lebih dari tujuh hari.

Background and aim: Clostridium difficile is a gram-positive anaerobic bacterium that often causes diarrhea in patients who are hospitalized. Clinical manifestations of diarrhea due to C. difficile can vary from mild diarrhea to severe clinical conditions such as colitis, toxic megacolon complications, perforation, and shock. Risk factors that play a role in increasing diarrhea due to C. difficile one of which is the use of antibiotics but can still be caused by other things. This study is a study to determine the prevalence, risk factors, and clinical picture of diarrhea due to C. difficile in children. Methods: This study was a cross-sectional study, conducted on 105 pediatric patients with diarrhea complaints in the Children's Polyclinic and inpatients in May 2019 to January 2020 by detecting C. difficile A/B toxin antigen using the ELISA method. Results: The prevalence of diarrhea in children due to C. difficile is 13.3%. Age less than 2 years increased the risk of occurrence of diarrhea due to C. difficile 3,84 times compared with patients aged more than 2 years and the use of PPI or H2 antagonists increased the risk of diarrhea due to C. difficile 5,48 times compared to the group who did not use PPI or H2 antagonists. All subjects suffered from diarrhea due to C. difficile had a history of antibiotic use. Cephalosporins are the dominant antibiotics associated with diarrhea due to C. difficile (92.9%), followed by aminoglycosides 7.1%. The clinical features of diarrhea patients due to C. difficile in this study are the frequency of diarrhea 6-9 times/24 hours, duration of diarrhea 14 days, abdominal pain, diarrhea with severe or mild dehridration, stool leukocytes 10/LPB, and fecal faint blood. Diagnosis of the underlying disease in this study included 4 subjects lung infection, other diseases (congenital and malnutrition) 4 subjects, hematological and oncological diseases 3 subjects, immunological diseases 2 subjects, and neurology 1 subject.
Conclusion: The use of PPI or H2 antagonists and age less than 2 years increases the risk of diarrhea due to C. difficile. All subjects who had diarrhea due to C. difficile had a history of antibiotic use for more than seven days.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reynaldi
"Sebagian besar bioetanol di Indonesia diproduksi dari tanaman pangan yang menimbulkan persaingan dengan industri pangan, menyebabkan tidak stabilnya harga bioetanol dan impor bahan baku. Salah satu alternatif produksi bioetanol adalah melalui fermentasi gas sintetis dengan Clostridium ragsdalei. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan parameter kinetika reaksi dan perpindahan massa reaksi fermentasi, juga pengaruh variasi kondisi terhadap reaksi. Dilakukan pembuatan model reaktor unggun trickle menggunakan COMSOL Multiphysics®. Didapatkan parameter kinetika reaksi sebagai berikut: vmax,CO 70,797 mmol/g.h, vmax,H2 20,101 mmol/g.h, Ks,CO 0,171 mmol/L, Ks,H2 1,284 mmol/L, KI,EtOH 217 mmol/L, KI,HAc 962 mmol/L, KI,CO 0,136 mmol/L, YX,CO 3,925 g/mol, YX,H2 0,245 g/mol, vAcrmax,CO 26,748 mmol/g.h, vAcrmax,H2 2,652 mmol/g.h, KAcrsCO 388 mmol/L, KAcrsH2 464 mmol/L, dan kd 0,362 1/h. Parameter kinetika memiliki rentang AARD 7,443 sampai 39,454% dibandingkan data eksperimen. Kemudian didapatkan koefisien perpindahan massa gas-cair keseluruhan (kGL­a) untuk gas H2 43,860 sampai 115,750, untuk gas CO 13,082 sampai 35,487, dan untuk gas CO2 13,108 sampai 35,571. Didapat nilai optimal dari berbagai variasi sebagai berikut: laju alir cairan 500 ml/menit dan laju alir gas 4,6 ml/menit, konsentrasi awal bakteri 0,4 OD660, dan komposisi gas sintetis 100% gas CO mampu memproduksi bioetanol sebesar 214,260 mol/m3 dan asam asetat sebesar 143,130 mol/m3.
..... Majority of bioethanol in Indonesia is produced from food crops which creates competition with food industry, instability to bioethanol prices and increase of raw materials import. One alternative for bioethanol production is through fermentation of synthetic gas with Clostridium ragsdalei. This research aims to obtain kinetic parameters, mass transfer parameters, and analyze the effect of system conditions to reaction. This research was conducted through modelling of trickle bed reactor using COMSOL Multiphysics®. The estimated values ​​for the kinetics parameters are: vmax,CO 70,797 mmol/g.h, vmax,H2 20,101 mmol/g.h, Ks,CO 0,171 mmol/L, Ks,H2 1,284 mmol/L, KI,EtOH 217 mmol/L, KI,HAc 962 mmol/L, KI,CO 0,136 mmol/L, YX,CO 3,925 g/mol, YX,H2 0,245 g/mol, vAcrmax,CO 26,748 mmol/g.h, vAcrmax,H2 2,652 mmol/g.h, KAcrsCO 388 mmol/L, KAcrsH2 464 mmol/L, and kd 0,362 1/h with AARD 7.443 to 39.454%. The range of overall gas-liquid mass transfer coefficient (kGL­a) for H2 gas is 43.860 to 115.750, for CO gas 13.082 to 35.87, and for CO2 gas 13.108 to 35.571. The optimal parameter values ​​ are 500 ml/minute liquid flow rate, 4.6 ml/minute gas flow rate, 0.4 OD660 initial concentration of bacteria, and 100% CO synthetic gas which is capable of producing 214.260 mol/m3 of bioethanol and 143.130 mol/m3 of acetic acid.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Yasmin Iskandar
"Latar belakang. Berbagai studi sebelumnya menunjukkan bahwa insidens kolonisasi dan infeksi C.difficile semakin meningkat, terutama pada pasien rawat inap yang mendapat terapi antibiotika. Namun belum ada penelitian yang mendapatkan data kedua insidens tersebut di Indonesia, terutama di RSCM.
Tujuan. Untuk mengetahui insidens kolonisasi dan infeksi C.difficile pasien rawat inap yang mendapat terapi antibiotika di RSCM.
Metode. Dilakukan studi kohort prospektif berbasis surveilans pada 96 pasien rawat inap yang mendapat terapi antibiotika di RSCM pada periode penelitian. Dilakukan pemeriksaan feses dengan uji kromatografi cepat C.DIFF QUIK CHEK COMPLETETM pada awal dan akhir penelitian. Dilakukan follow-up selama 5-7 hari perawatan pada semua pasien. Insidens kolonisasi strain non-toksigenik adalah pasien yang memiliki hasil pemeriksaan fesesnya konversi GDH/Toksin -/- saat awal perawatan menjadi GDH/Toksin +/-. Insidens kolonisasi strain toksigenik adalah pasien yang memiliki konversi GDH/Toksin -/- saat awal perawatan menjadi GDH/Toksin +/+. Insidens infeksi adalah pasien yang memiliki konversi GDH/Toksin -/- saat awal perawatan menjadi GDH/Toksin +/+ yang disertai satu atau lebih gejala yang berhubungan dengan infeksi C.difficile.
Hasil. Dari 96 subjek penelitian, 13 subjek mengalami kolonisasi non-toksigenik; 8 subjek mengalami kolonisasi toksigenik; 9 subjek mengalami infeksi. Terdapat 11 subjek yang mengalami gejala klinis, namun hasil pemeriksaan fesesnya tidak ditemukan toksin yang positif (2 subjek hanya mengalami kolinisasi non-toksigenik dan 9 subjek tidak mengalami kolonisasi atau infeksi) sehingga dianggap bukan merupakan infeksi C.difficile.
Kesimpulan. Insidens kolonisasi C.difficile adalah 22%, dimana kolonisasi strain non-toksigenik adalah 14% (IK95% 13-16) dan strain toksi.

Background. Previous studies showed that there have been a significant increasing of the incidence of C.difficile colonization and infection, particularly among hospital inpatients prescribed antibiotics. However, there is no such data available in Indonesia, mainly at Cipto Mangunkusumo Hospital.
Objective. To determine the incidence of Clostridium difficile colonization and infection among hospital inpatients prescribed antibiotics at Cipto Mangunkusumo Hospital.
Methods. A surveillance-based prospective cohort study was conducted on 96 inpatients prescribed antibiotics at Cipto Mangunkusumo Hospital during the study period. All patient was followed-up for 5-7 days hospitalization. We obtained rectal swabs or stool samples on admission and day 5-7 of hospitalization and performed a rapid chromatography test C.DIFF QUIK CHEK COMPLETETM to determine colonization or infection. Incidence of non-toxigenic colonization was defined as a conversion of baseline result GDH/toxin -/- into GDH/toxin +/- as the second result. Incidence of toxigenic colonization was defined as as a conversion of baseline result GDH/toxin -/- into GDH/toxin +/+ as the second result. Incidence of infection was defined as a conversion of baseline result GDH/toxin -/- into GDH/toxin +/+ as the second result, accompanied by one or more C.difficile infection-associated clinical symptoms.
Results. A total of 96 subjects were included in the study; 13, 8 and 9 had a non-toxigenic colonization, toxigenic colonization, and infection, respectively. 11 subjects with clinical symptoms could not be determined whether they had a C.difficile infection because of the “toxin-negative” findings from their stool examination (2 subjects had non-toxigenic colonization and 9 subjects had neither colonization nor infection).
Conclusion. The incidence of C.difficile colonization was 22%, which 14% (95% CI 13-16) was the incidence of non-toxigenic colonization and 8% (95% CI 7-10) was the incidence of toxigenic colonization. The incidence of C.difficile infection was 9% (95% CI 8-11).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan atau minuman
yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna
memenuhi kebutuhan gizi selin dari ASI. Di Indonesia MP-ASI sudah banyak
diberikan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, hal tersebut menyebabkan
cakupan ASI eksklusif masih sangat rendah. Padahal ASI eksklusif adalah
makanan terbaik untuk bayi, selain karena memenuhi semua unsur gizi yang
diperlukan tubuh, juga mengandung zat kekebalan Akibat dari pemberian MP-
ASI pada bayi berumur kurang dari 6 bulan adalah tingginya angka kematian bayi
(AKB) di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
keputusan keluarga memberikan MP-ASI pada bayi berumur kurang dari 6 bulan
di Kelurahan Beji Depok Jawa Barat.
Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan metode cross
sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah kepala keluarga atau ibu rumah
tangga, dan dipilih secara systematic random sampling. Sampel berjumlah 50
orang yang tinggal di Kelurahan Beji. Analisis data menggunakan uji Chi Square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, dan status kerja dengan keputusan
keluarga memberikan MP-ASI pada bayi berumur kurang dari 6 bulan (p value
berturut-turut; -0,003; 0,000; 0-030), dan tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara sikap, tingkat sosial ekonomi, dan sosial budaya dengan keputusan keluarga
memberikan MP-ASI pada bayi berumur kurang dari 6 bulan (p value; 0,843;
0,149; 0,130)."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
TA5803
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Valentine
"Deteksi dan identifikasi rotavirus A menggunakan sampel feses anakanak penderita diare di Denpasar, Jakarta, Makassar, Mataram, dan Yogyakarta dilakukan di Bacterial Diseases Program US NAMRU-2, Jakarta, dari Februari hingga Mei 2008. Penelitian bertujuan mengetahui keragaman genotipe rotavirus A di Indonesia, khususnya di daerah penelitian. Responden penelitian adalah 1.726 anak berusia 1 hingga 71 bulan, terdiri atas 39,28% anak perempuan dan 60,25% anak laki-laki penderita diare yang berobat ke puskesmas atau rumah sakit dari September hingga Desember 2007. Metode deteksi dan identifikasi yang digunakan adalah seminested-multiplex RT-PCR. Deteksi terhadap rotavirus A menghasilkan prevalensi sebesar 56,89% (982 dari 1.726 sampel). Prevalensi rotavirus A pada anak perempuan (39%) lebih rendah dibandingkan prevalensi pada anak laki-laki (60,49%), dengan anakanak dalam kelompok umur 1--12 bulan memiliki prevalensi tertinggi (63,14%) dan terdapat kecenderungan penurunan prevalensi pada kelompok umur yang semakin besar. Identifikasi genotipe rotavirus A menghasilkan 5 tipe gen pengkode VP7 (genotipe G1, G2, G3, G4, dan G9) serta 6 tipe gen pengkode VP4 (genotipe P[4], P[6], P[8], P[9], P[10], dan P[11]), dengan prevalensi kombinasi genotipe tertinggi (11%) adalah G1P[8]."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S31501
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>