Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64520 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurbaya
"Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual merupakan salah satu institusi pemerintah didalam lingkungan Departemen Kehakiman dan HAM RI, yang mempunyai tugas dan fungsi yang sangat penting yakni memberikan pelayanan dan perlindungan hukum dibidang Hak Kekayaan Intelektual kepada masyarakat. Misi dan visi yang dicapai tentu saja bergantung dari penerapan strategi yang telah ditentukan kedalam struktur organisasi yang merupakan gambaran dari pembagian wewenang dan tanggung jawab serta gambaran dari hubungan vertikal dan horizontal dalam organisasi dalam melaksanakan tugas memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat. Penelitian ini bertujuan menganalisis keempat dimensi tersebut dan sudut persepsi pegawai. Adapun populasi dari penelitian ini adalah pegawai Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan sample sebanyak 95 orang. Pengelolaan organisasi berjalan dengan baik dan efesien maka diperlukan strukturisasi guna mampu mengakomodasi perkembangan lingkungan serta menjadi lebih tanggap dalam memberikan pelayanan. Struktur organisasi itu sendiri terdiri dari berbagai dimensi yakni dimensi formalisasi, sentralisasi, kompleksitas, dan intensitas administrasi. Perubahan dalam organisasi itu sendiri mempunyai berbagai model, yang dikenal dengan Mode of Change Management yakni, Tuning, Adapting, Redirecting, dan overhauling serta bentuk lain yang merupakan kombinasi dari keempat model tersebut. Untuk melakukan perubahan suatu organisasi tidak terlepas dari tekanan atau .kekuatan yang mendorong terjadinya perubahan. Tekanan itu secara garis besar merupakan penghambat yang dapat dibedakan sifatnya yakni organisasi dan manusiawi. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif berdasarkan data yang ada Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dengan melalui penelusuran berbagai kepustakaan dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah uji validitas dan realibilitas instrument penelitian, distribusi dan prosentase responder, hitung korelasi dengan spearmen rho, serta uji beda mean dengan menggunakan Program SPSS 11.0 for Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan penilaian terhadap dimensi struktural organisasi antara pejabat dan staff Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Inteiektuai. Hubungan antar dimensi formalisasi dengan kompleksitas, intensitas dengan kompleksitas mempunyai hubungan yang signifikan dan positif, sedangkan dimensi formalisasi dengan sentralisasi, sentralisasi dengan intemsitas mempunyai hubungan yang negatif dan tidak signifikan, kemudian dimensi sentralisasi dengan kompleksitas mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan sedangkan formalisasi dengan intemsitas mempunyai hubungan positif dan tidak signifikan. Selain itu model perubahan yang dinginkan adalah tuning mode yang berarti perubahan dilakukan secara antisipatif terhadap perubahan, dilakukan bertahap dengan waktu yang relatif lama (lebih dari satu tahun) Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa saran kebijakan yang perlu diambil dalam memperbaiki dimensi struktural Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual agar mengurangi permasalahan yang timbul, guna mencapai efektivitas dan efisiensi organisasi dengan lebih memperjelas gugus tugas masing-masing unit serta mempertegas hubungan vertical maupun horizontal. yakni melalui penerapan reward dan punishment yang konsisten (adil dan merata), membuat standarisasi, perincian prosedur kerja.
Directorate General of Intellectual Property Rights is one of government institutions under the Ministry of Justice and Human Rights of Republic of Indonesia hold important duties and functions to give service and protection of law in Intellectual property rights to the society. The attainable mission and vision evidently depend on the implementation of the strategy set out inside the structure of the organization. The stages of description of authorization and responsibility distribution and a description of vertical and horizontal relationship inside the organization in carrying out duties to give services of law to the society. This research aimed to analyze the four dimensions mentioned from the perspective of the employees. The population is the employees in Directorate General of IPR with 95 samples. Enabling the management of the organization to fUf1 well and efficient, it needs a structure to accommodate the development of the environment and to be more aware in giving services. The structure of an organization consists of several dimensions which are dimension of formalization, centralization, complexity, and intensity (Robin, 1994:891). The changes in the organization have numerous models, which know as Mode of Change Management, which are Tuning, Adapting, Redirecting and Overhauling, and another mode, which is the combination of all four models (Nadler. 1995). Making a change in an organization is related to the pressure or a force inducing the occurrence of the changing. Generally speaking the pressure is an obstruction, which can be distinguished by nature. They are organization and human (Widodo,1996:17). The method used is descriptive based on the data. Primary Data was taken using questioner, whereas secondary data taken through library study and documentation. The data was analyzed using validity test and research instrument reliability, distribution and respondent percentage, correlation with spearmen rho, also mean differences using Program of SPSS 11.0 for Windows. The results show that there is no difference in evaluation of organizational structural dimension between officials and staffs of Directorate General of 1PR, There is a positively significant relationship between the dimension of formalization- and complexity and between the dimension of intensity and complexity. However, between the dimension of formalization and centralization and between centralization and intensity there is insignificantly negative relationship. Furthermore, the dimensions of centralization and complexity have negative significant relationship, but the dimensions of formalization and intensity have positively significant relationship. Moreover, the mode of change used is tuning mode, which means that the changes are conducted anticipatively against changes and periodically in a long duration (more than one year). Based on these results there are several policies to be taken in order to improve the structural dimension of Directorate General of 1PR and to solve the arising problems. It is expected to make the organization more effective and efficient by clarifying the job description of each unit and affirming the vertical and horizontal relationship through the consistent implementation of reward and punishment (fair and evenly spread), standardizing and listing the work procedure."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14244
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Des Maharani Prasetyadewi
"Dalam rangka meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran masyarakat akan peranan dan pentingnya hak kekayaan intelektual guna memacu pertumbuhan ekonomi, maka Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual secara berkesinambungan telah melaksanakan kegiatan sosialisasi atau publikasi baik dalam bentuk media elektronik maupun media cetak.
Penelitian yang dipergunakan adalah deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah para pelaksana sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual yang sering melaksanakan sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual di lingkungan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, metode observasi dan melalui studi kepustakaan (library research).
Dari hasil analisis terhadap hasil wawancara, disimpulkan bahwa sosialisasi Hak Cipta yang selama ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual tidak efektif hal ini bisa dilihat dari tujuan sosialisasi, sasaran sosialisasi, lokasi pelaksanaan dan kendala yang dihadapi.
Tujuan sosialisasi belum tercapai karena masih banyaknya masyarakat yang belum memahami dan mengetahui pentingnya Hak Cipta, yang mengakibatkan menurunnya permohonan pendaftaran dan meningkatnya tingkat pelanggaran Hak Cipta. Sasaran sosialisasi belum tercapai karena masih ada kesimpangsiuran penentuan sasaran yang akan dituju untuk sosialisasi. Penentuan lokasi pelaksanaan juga belum tepat, karena tidak disesuaikan dengan tema dan sasaran sosialisasi.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program adalah, alokasi dana yang kurang, koordinasi dalam pelaksanaan untuk kegiatan keijasama dengan instansi lain, dan jumlah peserta yang sulit dicapai oleh pelaksana.
Melihat kendala-kendala yang ada, maka seharusnya pelaksanaan sosialisasi Hak Cipta itu sebaiknya mengutamakan orang-orang yang benar-benar membutuhkan informasi tentang HKI beserta instansi yang terkait, melaksanakan evaluasi pelaksanaan sosialisasi baik dari segi pelaksana juga dari segi peserta (saran dan pendapat), menentukan lokasi pelaksanaan sesuai dengan tema dan sasaran, dan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam berbagai kegiatan sosialisasi HKI diharapkan mengikutsertakan klinik konsultasi HKI.

In order to increase knowledge, understanding and awareness of the role and importance of intellectual property rights in order to spur economic growth, the Directorate General of Intellectual Property has been conducting socialization activities or publicity in the form of electronic media and print media.
The study used a descriptive approach using qualitative methods. Source of data used in this study is the implementation of Intellectual Property Rights of socialization are the managers of socialization of Intellectual Property Rights in the Directorate General of Intellectual Property Rights. The data was collected through interviews, observation methods and literature study (library research).
Interview’s result analysis gives some conclusions that the Copyright socialization was held by the Directorate General of Intellectual Property Rights is not effective it reflects from the purpose of socialization, socialization goals, location and obstacles faced.
The puipose of socialization is not reached because many people stil don’t understand and know the importance of Copyright, which resulted in a decreased application for registration and the increased level of Copyright violations. Socialization target is not reached because there was confusion selection of target socialize. Determining the location of the implementation is also not appropriate, because it is not adapted to the theme and goals of socialization.
Constraints encountered in implementation of the program, lack of funding allocation, coordination in the implementation of cooperation activities with other agencies, and participants is difficult to achieve by the managers.
Looking at the constraints exist, the Copyright socialization should put the people who really need information on IPR and related agencies, carry out evaluation of the implementation both socialization also implementing participants (suggestions and opinions), determine the location of the implementation in accordance with the themes and objectives, and to get maximuin results in a variety of activities are expected to include socialization IPR IPR consultation clinic.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26865
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Boris Satriyo Utomo
"Salah satu isu krusial dalam pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) adalah tidak dipergunakannya BMN secara efisien sehingga menimbulkan kondisi BMN yang unutilized dan underutilized. Konsep capital charge dalam ranah pengelolaan aset publik dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan aset. Capital charge telah diimplementasikan pada beberapa negara antara lain Australia, Inggris, Selandia Baru, dan Kanada. Penelitian ini bertujuan menganalisis kemungkinan diterapkannya konsep capital charge pada pengelolaan BMN dan prasyarat yang harus dipenuhi untuk penerapan capital charge tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitiatif berupa studi kasus pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (DJKN). DJKN merupakan unit pemerintah yang berwenang dalam merumuskan kebijakan di bidang pengelolaan BMN, termasuk kebijakan capital charge. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep capital charge memiliki relevansi dengan konsepsi pengelolaan BMN, terutama pada optimalisasi pengelolaan BMN dengan fokus cost efficiency pada kondisi BMN yang underutilized. Berdasarkan hal tersebut, capital charge sangat mungkin untuk diterapkan di Indonesia, namun dalam implementasinya juga perlu memperhitungkan dampak fiskal dari sudut pandang penganggaran keuangan negara di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

One of the crucial issues in the management of State Property (BMN) is that BMN is not used efficiently, resulting in conditions where BMN is unutilized and underutilized. The concept of capital charges in the realm of public asset management can be one solution to increase the efficiency of asset use. Capital charges have been implemented in several countries, including Australia, England, New Zealand, and Canada. This study aims to analyze the possibility of applying the capital charge concept to BMN management and the prerequisites that must be met for the application of the capital charge. This study uses a qualitative approach in the form of a case study at the Directorate General of State Assets Management of the Ministry of Finance (DGSAM). DGSAM is a government agency that has the authority to formulate BMN management policies, including capital charge policies. The study results show that the capital charge concept has relevance to the concept of BMN management, especially in optimizing BMN management with a focus on cost efficiency in underutilized BMN conditions. Based on this, a capital charge can be implemented in Indonesia, but in its implementation, it is also necessary to take into account the fiscal impact from the perspective of state financial budgeting in the APBN."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryeti Pusporini
"Tesis ini membahas tentang kualitas pelayanan Direktorat Hak cipta, Desain Industri,Desain Tata Letak sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kualitas pelayanan yang telah diberikan terhadap tingkat kepuasan pelanggan, serta kemampuan manajemen dalam mengelola pelayanan pendaftaran hak cipta berdasarkan gap 1 sampai dengan gap 4.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif. Dengan menggunakan konsep Service guality dari Zeithaml, Parasuraman dan Berry dilakukan analisis terhadap persepsi dan harapan pelanggan pendaftaran Hak Cipta Desain Industri, Desain Tata Letak sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang serta analisis terhadap persepsi manajemen terhadap harapan pelanggan, persepsi manajemen terhadap spesifikasi kualitas pelayanan, analisis spesifikasi kualitas pelayanan terhadap penyampaian layanan dan analisis penyampaian layanan terhadap komunikasi eksternal.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa secara keseluruhan tingkat kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan dinilai masih kurang karena masih ada kesenjangan antara harapan pelanggan terhadap pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan. Hal tersebut tercermin dari nilai servqual kualitas pelayanan yang bemilai negatif dan tingkat kepuasan yang berada dibawah seratus persen menunjukkan bahwa pelanggan masih belum puas terhadap pelayanan hak cipta yang diberikan oleh Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang. Dan dari hasil penelitian terhadap kemampuan manajemen dalam mengelola pelayanan hak cipta diketahui bahwa pihak manajemen belum mampu memahami apa yang diharapkan oleh pelanggan, belum menetapkan standar kualitas pelayanan dan juga belum dapat memenuhi kualitas pelayanan yang baik karena masih ada kesenjangan dalam penyampaian layanan, serta belum dapat memenuhi ketepatan waktu pemberian hak cipta kepada pelanggan. Hal ini dikarenakan belum adanya orientasi pada riset yaitu belum adanya pengumpulan informasi tentang kualitas pelayanan yang diharapkan oleh pelanggan dan survey kepuasan pelanggan secara teratur,belum adanya standarisasi tugas, kurangnya kerjasama tim, serta ketidaksesuaian pekerjaan dengan pendidikan yang dimiliki oleh pegawai. Sehingga perlu lebih meningkatkan pengumpulan informasi tentang kualitas pelayanan yang diharapkan oleh pelanggan serta penetapan standar kualitas pelayanan sesuai dengan harapan pelanggan.

This thesis describes the Service quality of Copyright Directorate, industrial design, layout designs of integrated circuits, and trade secrets that aims to determine the level of Service quality that has been given to the level of customer satisfaction, as well as management's ability to manage the Copyright registration Service based on the gap 1 up to 4.
This research is a descriptive study using a quantitative approach that is supported by a qualitative approach. Using the concept of Service quality ftom Zeithaml, Parasuraman and Berry, the study performed an analysis of the customer perceptions and expectations on industrial design copyrights registration, layout designs of integrated circuits and trade secrets, and also management perceptions on customer expectations, Service quality specification, Service quality specification analysis of Service delivery and Service delivery analysis for extemal communication.
From the research results it can be seen that there is still a gap between customer expectations and Service perceived by customers. This is reflected in the negative value of SERVQUAL Service quality. That the satisfaction levels are below one hundred per cent indicates that the customer is still not satisfied with the Copyright Services provided by the Directorate of Copyright, Industrial Design, Layout Designs of Integrated Circuits and Trade Secret. From the findings of management's ability to manage the Copyright Service is known that the management has not been able to understand what is expected by the customer, standards of quality Service has not been set and also not able to meet good quality Service because there are still gaps in Service delivery, and can not be meet the delivery timeliness Copyright to the customer. This is due to the lack of research orientation in the absence of information collection of Service quality expected by customers and customer satisfaction surveys on a regular basis, yet the standardization of tasks, lack of teamwork, and incompatibility with the educational work that is owned by employees. Thus there is a need to further improve the collection of Information about the quality of Service expected by customers and setting standards of Service quality in accordance with customer expectations.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26863
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Said Nafik
"ABSTRAK
Otomasi administrasi hak kekayaan intelektual telah dimulai sejak tahun 1990 dengan adanya pembuatan rencana induk sistem informasi manajemen hak cipta, paten, dan merek. Berdasarkan rencana induk tersebut, otomasi dimulai dengan studi kelayakan pengembangan sistem administrasi paten, sistem administrasi merek, dan sistem administrasi hak cipta.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi efektivitas dari otomasi administrasi hak kekayaan intelektual. Lebih lanjut persepsi efektifitas yang dianaiisis termasuk distnbusi dan frekuensinya terhadap otomasi yang telah dibangun dengan mengumpulkan data responden dari internal Ditlen HKI rnelalui pengambilan sampel secara purposif
Hasil penelitian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa tingkat persepsi efektifitas otomasi administrasi DitJen HKI berdasarkan siklus pengembangan sistem dari yang tertinggi sampai terendah adalah dimensi investigasi sistem (mean score = -1,300), dimensi desain sistem (mean score = -1,380), dimensi analisis sistem (mean score = -1,513), dimensi pemeliharaan sistem (mean score = -1,670), dan climensi implementasi sisteni (mean score = -1,951) secara berturutturut. Dimensi implementasi sistem yang memiliki mean score terendah terutama terletak pada variabel pengembangan perangkat lunak dengan indikator pengembangan aplikasi perangkat lunak (mean score = -1,990), pelaksanaan evaluasi setiap modul aplikasi perangkat lunak (mean score = -1,058), dan pelaksanaan validasi data (mean score = -2,000).
Dari analisis distribusi dan frekuensi diperoleh rata-rata persentase persepsi efektifitas otomasi adalah sekitar 21% responden menyatakan baik dan sekitar 79% responden menyatakan tidak baik. Dari rata-rata persepsi efektifitas tersebut lebih jauh diketahui bahwa untuk pengembangan aplikasi perangkat lunak hanya sekitar 8% responden menyatakan baik sedangkan sisanya menyatakan tidak baik.

ABSTRACT
Intellectual property administration automation was started since 1990 with the established of the master plan (blue print) management information system of copyrights, patent, and trademark. According to the master plan, automation was started with feasibility study in the system development of patent administration, trademark administration, and copyrights administration.
Focus of this study is the analysis of effectivities perception of intellectual property administration automation_ Further, the effectivities perception were analyzed included its distribution and frequency to the automation that have established, which is by collecting the answering from internal Directorate General of Intellectual Property via questionnaire with purposive sampling.
The study result are disclosed that the level of effectivities perception of intellectual property administration automation in the Directorate General of Intellectual Property based on the system development cycle as follows: system investigation have mean score -1,300 is the most effective, in addition system design (mean score= -1,380), system analysis (mean score = -1,513), system maintenance .(mean score = -1,670), and system implementation (mean score = -1,951), respectively. System implementation is the Iowest effectivities, particularly in the variable indicator of the software application development (mean score = -1,990), evaluation of each software application module (mean score = -1,058), and data validation (mean score = -2,000).
The result of distribution and frequency analysis are average presentation of effectivities perception of automation about 21% respondent give good respond (positive) and around 79% respondent give negative respond. In the system implementation, software application development is the lowest effectivities perception that is only 8% respondent give positive respond and others are give negative respond.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atik Rachmi Kunhandayani
"Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analistik yang dirancang dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kualitas pelayanan pendaftaran merek. Hasil analisis data menunjukkan bahwa telah terjadi kesenjangan antara harapan pemohon dengan penilaian mereka tentang kualitas pelayanan yang diterima pada seluruh dimensi. Selain itu telah terjadi pula kesenjangan atau gap dalam organisasi yang menjadi penyebab adanya kesenjangan antara harapan konsumen dengan pelayanan yang diterimanya. Kesenjangan tersebut ialah kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen tentang harapan konsumen tersebut (gapl), dengan nilai rata-rata gap sebesar (-0.53), artinya pihak manajemen belum dapat memahami apa yang diinginkan/diharapkan pemohon. Gap yang kedua ialah gap atau kesenjangan yang terjadi antara persepsi manajemen tentang kualitas pelayanan yang diharapkan konsumen dengan standarisari kualitas layanan yang ditetapkan, dengan nilai gap rata-rata sebesar (-1.01), artinya pihak manajemen belum dapat menerjemahkan secara tepat apa yang menjadi harapan pemohon kedalam standarisasi layanan. Gap yang ketiga adalah kesenjangan antara standarisasi kualitas layanan dengan penyampaian/pelaksanaan layanan. Nilai rata-rata gap yang terjadi adalah sebesar (0.84). Gap ketiga nilai mempunyai nilai positip, artinya penyampaian/pelaksanaan layanan sudah melebihi standarisasi layanan yang telah ditetapkan. Gap keempat adalah kesenjangan antara penyampaian layanan dengan dan komunikasi eksternal. Nilai rata-rata gap 4 sebesar (-0.15), artinya janji-janji yang diberikan kepada pemohon melebihi pelaksanaan/penyampaian layanan tersebut. Berdasarkan temuan- temuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas layanan pendaftaran merek belum berhasil memuaskan pemohon. Oleh karena itu saran yang perlu dilakukan adalah mengenai pembenahan dan perbaikan dalam proses pelayanan, yang tentunya dimulai dari dalam organisasi dulu. Direktorat Merek harus punya komitmen untuk mengembangkan sumber daya manusia, maupun sumber-sumber daya lainnya, agar tercipta kualitas pelayanan yang prima.

This research is an analytical descriptive study designed with the aim to determine the level of quality Service on mark registration. The restdls of analysis shows that there has been a gap between the expectations of applicants and their assessment of the quality of Services received in all dimensions. Also has occurred also gaps or gaps in the organization of the cause of the gap between consumer expectalions with the Service received. That gap is the gap between customer expectations with management's perception of the consumer expectations (gapl), with an average value of the gap (-0.53), meaning that the management could not understand what is wanted/expected the applicant. The second gap is the gap or gaps between management perceptions of Service quality expe.cted by consumers standardization defined Service quality, with a gap value of the average (-1.01), meaning that the management can not accurately translate what the applicant hopes standardization into the service. The third gap is the gap between standardization of Service quality in the delivery/implementation Services. The average value of the gap that occurs is for (0.84). The third gap value has a positive value, meaning the delivery/ implementation of Services has exceeded the Service Standard has been set. The fourth gap is the gap between the Service delivery and eztemal Communications. The average value of 4 gap (-0.15), meaning the promises given to the applicant exceeds the implementation/delivery service. Based on these findings, it can be concluded that the quality of the service on mark registration has not succeeded in satisfying the applicant. Therefore, suggestions that need to be done is about reform and improvement in the service process, which must start from within the organization frst. Brand Directorate should have a commitment to develop human resources, or resources, other resources, to create excellent quality of service."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26904
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Atik Rachmi Kunhandayani
"Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analistik yang dirancang dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kualitas pelayanan pendaftaran merek. Hasil analisis data menunjukkan bahwa telah terjadi kesenjangan antara harapan pemohon dengan penilaian mereka tentang kualitas pelayanan yang diterima pada seluruh dimensi. Selain itu telah terjadi pula kesenjangan atau gap dalam organisasi yang menjadi penyebab adanya kesenjangan antara harapan konsumen dengan pelayanan yang diterimanya. Kesenjangan tersebut ialah kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen tentang harapan konsumen tersebut (gapl), dengan nilai rata-rata gap sebesar (-0.53), artinya pihak manajemen belum dapat memahami apa yang diinginkan/diharapkan pemohon. Gap yang kedua ialah gap atau kesenjangan yang terjadi antara persepsi manajemen tentang kualitas pelayanan yang diharapkan konsumen dengan standarisari kualitas layanan yang ditetapkan, dengan nilai gap rata-rata sebesar (-1.01), artinya pihak manajemen belum dapat menerjemahkan secara tepat apa yang menjadi harapan pemohon kedalam standarisasi layanan. Gap yang ketiga adalah kesenjangan antara standarisasi kualitas layanan dengan penyampaian/pelaksanaan layanan. Nilai rata-rata gap yang terjadi adalah sebesar (0.84). Gap ketiga nilai mempunyai nilai positip, artinya penyampaian/pelaksanaan layanan sudah melebihi standarisasi layanan yang telah ditetapkan. Gap keempat adalah kesenjangan antara penyampaian layanan dengan dan komunikasi eksternal. Nilai rata-rata gap 4 sebesar (-0.15), artinya janji-janji yang diberikan kepada pemohon melebihi pelaksanaan/penyampaian layanan tersebut. Berdasarkan temuan- temuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas layanan pendaftaran merek belum berhasil memuaskan pemohon. Oleh karena itu saran yang perlu dilakukan adalah mengenai pembenahan dan perbaikan dalam proses pelayanan, yang tentunya dimulai dari dalam organisasi dulu. Direktorat Merek harus punya komitmen untuk mengembangkan sumber daya manusia, maupun sumber-sumber daya lainnya, agar tercipta kualitas pelayanan yang prima.

This research is an analytical descriptive study designed with the aim to determine the level of quality Service on mark registration. The restdls of analysis shows that there has been a gap between the expectations of applicants and their assessment of the quality of Services received in all dimensions. Also has occurred also gaps or gaps in the organization of the cause of the gap between consumer expectalions with the Service received. That gap is the gap between customer expectations with management's perception of the consumer expectations (gapl), with an average value of the gap (-0.53), meaning that the management could not understand what is wanted/expected the applicant. The second gap is the gap or gaps between management perceptions of Service quality expe.cted by consumers standardization defined Service quality, with a gap value of the average (-1.01), meaning that the management can not accurately translate what the applicant hopes standardization into the service. The third gap is the gap between standardization of Service quality in the delivery/implementation Services. The average value of the gap that occurs is for (0.84). The third gap value has a positive value, meaning the delivery/ implementation of Services has exceeded the Service Standard has been set. The fourth gap is the gap between the Service delivery and eztemal Communications. The average value of 4 gap (-0.15), meaning the promises given to the applicant exceeds the implementation/delivery service. Based on these findings, it can be concluded that the quality of the service on mark registration has not succeeded in satisfying the applicant. Therefore, suggestions that need to be done is about reform and improvement in the service process, which must start from within the organization frst. Brand Directorate should have a commitment to develop human resources, or resources, other resources, to create excellent quality of service."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26869
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Heristika Nirwani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi pengendalian internal dalam pengelolaan aset properti eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara adalah unit Eselon I di Kementerian Keuangan yang berperan sebagai manajer aset publik di Indonesia. Tugasnya meliputi merumusan dan melaksanaan kebijakan di bidang barang milik negara, kekayaan negara dipisahkan, kekayaan negara lain-lain, penilaian, piutang negara, dan lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Sejak tahun 2009 ketika PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PT PPA) menyerahkan aset kelolaannya kepada Kementerian Keuangan, maka aset eks kelolaan BPPN dan PT PPA yang sesuai dengan tugas dan fungsi DJKN, mulai dikelola oleh DJKN. Hanya saja, sejak tahun 2014, BPK menemukan masalah dalam pengelolaan aset properti eks BPPN/PT PPA. Bahkan, temuan dalam pengelolaan aset properti eks BPPN/PT PPA ini kembali muncul di laporan pemeriksaan BPK tahun 2015, 2016, 2019, dan 2020. Berdasarkan adanya temuan berulang atas pengelolaan aset properti tersebut, perlu dilakukan evaluasi atas pengendalian internal dalam pengelolaan aset properti eks BPPN/PT PPA. Tujuan dilakukannya evaluasi atas pengendalian unternal tersebut adalah untuk mengetahui implementasi pengendalian internal dalam pengelolaan aset yang dilakukan Kantor Pusat DJKN, sehingga dapat ditentukan perbaikan atas kelemahan dalam pengelolaan aset hingga akhirnya dapat menyelesaikan masalah yang ditemukan BPK. Evaluasi atas pengendalian internal dilakukan dengan kriteria yang ada dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 dengan metode kualitatif atas data dan informasi yang didapatkan dari kajian literatur, analisis dokumen, kuesioner, dan wawancara. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa pengendalian internal yang dilakukan oleh DJKN memiliki kelemahan dalam rancangan pengendalian internal dan pelaksanaan pengendalian internal.

This research aims to evaluate the internal control in asset property management held by The Directorate General of State Assets Management. The Directorate General of State Assets Management is an Echelon I unit in the Ministry of Finance that acts as a public asset manager in Indonesia. Its duties include formulating and implementing policies in the field of state property, separated state assets, other state assets, valuation, state receivables, and auctions. Since PT Perusahaan Pengelola Aset handed over their managed assets to the Ministry of Finance in 2009, the assets managed by Indonesian Bank Restructuring Agency and PT Perusahaan Pengelola Aset, which are by the duties and functions of Directorate General of State Assets Management, began to be managed by Directorate General of State Assets Management. However, since 2014, The Audit Board of the Republic of Indonesia has found problems in managing these property assets. These findings re-emerged in 2016, 2019, and 2020 reports. Based on these repeated findings, it is necessary to evaluate the internal control in managing property assets. The purpose of the evaluation of the internal control is to assess the internal control in asset management so that improvements can be made to weaknesses in asset management and finally resolve the problems found by The Audit Board of the Republic of Indonesia. Evaluation of internal control is carried out using the criteria contained in the Government Internal Control System following Government Regulation No. 60 of 2008 with qualitative analysis of data and information obtained from literature review, document analysis, questionnaires, and interviews. The results show that the internal control carried out by the Directorate General of State Assets Management has weaknesses in the design and the implementation of internal controls."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Kusuma Hapsari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi kepuasan kerja. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti merupakan indikator-indikalor dari kepuasan kerja, motivasi dan pengembangan karir. Oleh karena menurut peneliti memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap kepuasan kerja pada Pejabat Struktural dan Pejabat Fungsional Paten.
Penelitian dilakukan terhadap populasi dari Pejabat Struktural dan Pejabat Fungsional Paten sebanyak 153 orang responden yang terdiui dari 82 orang Pejabat Struktural dan 71 orang Pejabat Fungsional Paten, Direktoral Jenderal Hak Kekayaan lntelektual, Departemen Hukum dan HAM RI. Daiam penelitian ini dilakukan uji KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) dan Bartlett. Setelah didapatkan hasil yang diinginkan dilakukan analisis faktor sehingga didapatkan bahwa variabel- variabel baru yang mengelompok kemudian dilakukan up regresi. Dari variabel-variabel yang mengelompok tersebut variabel kepuasan kerja memiliki angka faktor muatan terbesar dari variabel-variabel yang Iain maka dijadikan variabel dependennya. Sedangkan variabel-variabel selain variabel kepuasan kerja dijadikan variabel independennya yaitu motivasi diri, motivasi organisasi, pengembangan karir diri. pengembangan karir organisasi, motivasi imbalan, pengembangan karir legalitas terencana, pengembangan karir berdasarkan persyaratan, kepuasan kerja sesuai dengan bakat dan keterampilan, dan kepuasan kerja dalam mendapatkan fasilitas dan promosi.
Dari hasil analisis faktor tersebut kemudian dilakukan uji regresi dengan metode stepwise maka diperoleh hasil variabel-variabel yang mempengaruhi variabel kepuasan kerja Pejabat Struktural dan Pejabat Fungsional Paten yaitu variabel kepuasan kerja dalam mendapatkan fasilitas dan promosi variabel motivasi diri, variabel kepuasan kerja sesuai dengan bakat dan ketrampilan yang dimiliki. Keempat variabel tersebut memiliki pengaruh yang positif terhadap variabel kepuasan kerja. Artinya semakin baik keempat variabel tersebut, semakin baik kepuasan kerja Pejabat Struktural dan Pejabat Fungsional Paten. Sedangkan jenis kelamin memiliki pengaruh yang negatif terhadap variabel kepuasan kerja. Artinya wanita cenderung Iebih cepat merasa puas dibandingkan pria dalam melakukan aktifitas pekerjaan sehari-hari dalam mendapatkan kepuasan kerja.
Kemudian peneliti meIakukan uji regresi terpisah antara Pejabat Shuktural dan Pejabat Fungsional Paten dan didapatkan hasil variabel kepuasan kerja dalam mendapatkan fasilitas dan promosi dan motivasi diri tetap merupakan variabel yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja masing-masing jabatan. Variabel pengembangan karir legalitas terencana menjadi variabel berpengamh terhadap kepuasan hrrja Pejabal Struktural sedangkan jenis kelamin telap memiliki pengaruh negatif terhadap kepuasan kerja bagi Pejabat Fungsional Paten dilingkungan Ditjen HKI.

This research aims at finding out variables that influence work satisfaction. Questions raised by the researcher are indicators of work satisfaction, motivation and career development. The researcher thinks that those factors have strong influence to the work satisfaction of the Structural and Functional Officers at Patent Unit.
The research is conducted at the population of Structural and Functional Officers of the Patent Unit that makes up 153 respondents, comprising of 82 Structural Officers and 71 Functional Officers of the Patent Unit at the Directorate General of Intellectual Property Rights, the Republic of Indonesia Ministry of Justice and Human Rights.
The research conducts Kaiser-Meyer-Oklin (KMO) and Bartlett tests. After having the expected result, the researcher carries out factor analysis resulting grouping new variables. Then regression test is conducted. Among the grouping variables, work satisfaction variable has the biggest content factor rate so it becomes the dependent variable while other factors become independent variables. Those variables are self motivation; organization motivation; self career development; organization career development; incentive motivation; planned legalized career development; requirement-based career development; work satisfaction in line with talents and skills; and work satisfaction in obtaining facilities and promotion.
The factor analysis? result then is examined by regression test by using stepwise method resulting variables that affect the work satisfaction of Structural and Functional Officers of the Patent Unit that include work satisfaction in obtaining facilities and promotion; self motivation; and work satisfaction in line with talents and skills. Those variables have positive influence to the work satisfaction variable, meaning that the better those variables, the better the work satisfaction of Structural and Functional Officers of the Patent Unit. Meanwhile, gender has negative influence to the work satisfaction, meaning that women tend to be satisfied more quickly than men in terms of achieving work satisfaction when carrying out daily activities.
The researcher then conducts regression test by separating Structural Officers and Functional Officers of the Patent Unit, resulting that work satisfaction in obtaining facilities and promotion and self motivation are still the influential variables to each type of the officers. The planned legalized career development is the influential variable to the work satisfaction of Structural Officers while gender still has negative influence to the work satisfaction of the Functional Officers of the Patent Unit at the Directorate General of Intellectual Property Rights.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22216
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nazif Azhari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi iklim kerja organisasi, sistem karier dan employee engagement pada pelaksana Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Selain itu, penelitian ini juga mencoba menganalisis pengaruh variabel iklim kerja organisasi dan sistem karier masing-masing terhadap dimensi employee engagement menurut Schaufeli and Bakker (2003), yaitu vigor, dedication dan absorption. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner berdasarkan metode area / cluster sampling kepada pegawai pelaksana Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, kemudian diolah dan dianalisa menggunakan bantuan program SPSS versi 18.0 dengan memakai metode descriptive statistics dan regresi linear untuk menjawab rumusan masalah yang ada.
Hasil penelitian ini mampu memberikan gambaran tentang kondisi iklim kerja organisasi, sistem karier dan employee engagement pada pelaksana Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Selain itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ternyata iklim kerja organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dua dimensi employee engagement, yaitu vigor dan dedication, namun tidak berpengaruh signifikan terhadap absorption. Sedangkan sistem karier hanya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap satu dimensi employee engagement, yaitu vigor dan tidak berpengaruh terhadap dimensi dedication dan absorption.

This study aims to determine the conditions of organizational work climate, career systems and employee engagement in practice for the staff of the Regional Office of Directorate General of Treasury. In addition, this study also attemp to analyze the influence of organizational work climate and career system to the dimensions of employee engagement by Schaufeli and Bakker (2003), namely vigor, dedication and absorption. Data was collected by distributing questionnaires based on the method area / cluster sampling to employees / staff at the Regional Office of Directorate General of Treasury, then processed and analyzed by using SPSS program (version 18.0) using descriptive statistics and linear regression formula to address existing problems.
The results of this study could provide a picture of the conditions of organizational work climate, career systems and employee engagement in practice for the staff of the Regional Office of Directorate General of Treasury. In addition, the results of this study also reveal that the organizational work climate has a significant effect on the two dimensions of employee engagement, the vigor and dedication, but no significant effect on the absorption. While the career system only has a significant effect on vigor and no significant effect on dedication and absorption.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>