Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141227 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sutji Suharyanti
"Tanah, sebagai ruang sangat diperlukan manusia untuk meletakkan kegiatannya di atas muka bumi ini. Jumlah penduduk semakin meningkat maka kebutuhan akan tanahpun bertambah. Sedangkan jumlah tanah tetap, akibatnya tanah yang semula digunakan oleh satu keluarga sebagai alat produksi dengan adanya permintaan kebutuhan tanah melalui kegiatan pembangunan terjadi alih fungsi dari tanah tersebut.
Jenis penggunaan tanah pertanian yaitu sawah, mengalami perubahan menjadi jenis penggunaan tanah non pertanian yaitu perubahan atau industri.
Perubahan penggunaan tanah sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yang pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan juga sebagai upaya peningkatan mutu kehidupan yang lebih baik.
Tambun, merupakan kecamatan yang dekat dengan Jakarta sehingga perkembangan Jakarta termasuk peningkatan jumlah penduduk ikut mempengaruhi terjadinya perubahan penggunaan tanah. Berdasarkan pengamatan dari 3 peta penggunaan tanah untuk beberapa periode sejak tahun 1900 sampai dengan tahun 1991. Pada tahun 1900 jumlah sawah 4.873 Ha dan di tahun 1991 berkurang 23,37% menjadi 3.734 Ha. Sedangkan penggunaan tanah untuk perubahan dan industri yang pada tahun 1900 belum tampak pada awal tahun 1991 ditemukan masing-masing 227 Ha dan 147 Ha.
Berdasarkan perubahan penggunaan tanah di atas timbul pertanyaan penelitian yaitu apakah perubahan penggunaan tanah tersebut mempengaruhi kualitas hidup. Dengan demikian tesis ini merupakan hasil penelitian tentang dampak perubahan penggunaan tanah terhadap beberapa faktor yang menentukan kualitas hidup. Kualitas hidup dalam penelitian ini adalah keadaan sosial dan keadaan ekonomi.
Keadaan sosial ditunjukkan dengan indikator dari upaya tiap keluarga untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih bagi keperluan minum, mandi, cuci, dan penyediaan jamban keluarga (Samijaga) serta kondisi kesehatan keluarga yang dilihat dari penyakit yang diderita. Keadaan ekonomi ditunjukkan dari indikator pendapatan dan pengeluaran kepada keluarga yang mengalami perubahan penggunaan tanah.
Kemudian bertitik tolak kepada pemikiran bahwa perubahan penggunaan tanah mempunyai peran dalam kehidupan maka sehubungan dengan pertanyaan penelitian disusun hipotisis sebagai berikut :
1. Terdapat peningkatan kualitas hidup keluarga antara sebelum dan sesudah perubahan penggunaan tanah pertanian menjadi non pertanian.
2. Makin luas sawah yang dialihkan makin baik peningkatan kualitas hidup.
3. Faktor cara penggunaan uang hasil penjualan sawah berpengaruh baik terhadap kualitas hidup.
Pengambilan data penelitian dilakukan di tujuh desa di Kecamatan Tambun yaitu Jatimulya, Lambangsari, Mangunjaya, Mekarsari Setiadarma, Setiamekar, dan Tambun. Desa tersebut mengalami perubahan penggunaan tanah yaitu semula sawah kemudian beralih fungsi menjadi perumahan atau industri. Untuk itu telah dilakukan teknik wawancara terhadap sampel sebanyak 160 orang yang diambil secara acak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
Secara keseluruhan terjadi peningkatan kualitas hidup keluarga sesudah terjadinya perubahan sawah menjadi perumahan dan industri.
Sedangkan bila ditinjau dari masing-masing unsur yaitu jenis sawah, luas sawah yang dialihkan dan pola penggunaan uang hasil penjualan sawah. Peningkatan kualitas hidup lebih banyak dipengaruhi oleh luas sawah yang dialihkan dan pola penggunaan uang hasil penjualan. Sedangkan jenis sawah yang dialihkan mempunyai pengaruh yang tidak begitu berarti terhadap peningkatan tersebut.
Tujuan penelitian untuk mengetahui akibat dari perubahan penggunaan tanah pertanian yaitu sawah menjadi non pertanian seperti perumahan atau industri terhadap beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup.
Penduduk di daerah penelitian dengan keikhlasan menjual sawah kepada pihak lain karena berbagai macam alasan yaitu pertama, kondisi tanah untuk sarana produksi kurang menghasilkan karena berbagai faktor antara lain sarana air tidak memadai; kedua di daerah penelitian termasuk wilayah yang dikembangkan oleh PEMDA Bekasi untuk perumahan dan industri; ketiga ternyata sawah sudah dikelilingi oleh bangunan sehingga secara teknis sulit dipertahankan. Berdasarkan alasan tersebut nnemberi peluang untuk sawah itu dijual dan kemudian dirubah penggunaannya.
Pada umumnya bekas pemilik sawah menggunakan,uang ganti rugi untuk membeli sawah di desa lain..Keadaan ini menunjukkan meskipun sudah ada wadah kehidupan lain di bidang usaha dagang atau sewa kamar ataupun
sebagai pegawai dan buruh pada pabrik maupun perusahaan perumahan, ternyata mereka masih belum dapat melepaskari ketergantungannya pada tanah yaitu sebagai petani."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugeng Rahardjo
"ABSTRAK
Benturan kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan sering kali sulit atau tidak dikompromikan, sehingga menjadi beban fungsi lingkungan hidup (LH). Lingkungan hidup sebagai pendukung sistem kehidupan yang terdiri atas kesatuan ruang dengan segenap pengada(entity), berupa Benda(materi) serta makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, akhir-akhir ini mengalami penurunan kualitas yang mulai mengkhawatirkan. Ruang (tanah) di suatu wilayah, ada yang diutamakan untuk keperluan permukiman, sehingga bergesekan dengan kepentingan lain yaitu untuk keperluan pelayanan yang dimaksudkan untuk mencari daya atau peluang yang lebih baik. Salah satu gejala yang perlu mendapat perhatian untuk ditelaah di dalam penelitian ini adalah kebutuhan penduduk di Kota Metropolitan Jakarta akan rumah yang terus meningkat, sementara ruang (tanah) yang tersedia makin menyempit, sehingga permukiman menebar ke wilayah di pinggirannya.
Pembangunan dapat mengakibatkan penggunaan tanah yang beragam, untuk mendukung dinamika kehidupan secara keseluruhan. Tetapi ada kecenderungan juga yang justru dikembangkan ke arah penggunaan tanah tunggal yakni untuk permukiman. Tanah pada umumnya dikuasai oleh perorangan atau oleh pengembang skala besar, sedang akibatnya terhadap penduduk lokal, seperti penggusuran, dan kehilangan pekerjaaan tidak cukup mendapat perhatian, sehingga mereka makin miskin.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pola penggunaan tanah yang memungkinkan penduduk lokal dapat memperoleh makna dan manfaat pembangunan, sehingga kualitas hidupnya menjadi lebih baik.
Perluasan permukiman yang tidak menghemat ruang pada berbagai wilayah menunjukkan bahwa dapat mempengaruhi kualitas hidup penduduk. Gejala itu dapat ditelaah dari penelusuran kejadian pemanfaatan sumber daya alam (SDA) oleh manusia melalui lingkungan hidup buatan atau binaan berupa penggunaan tanah. Dari pola penggunaan tanah dapat ditelaah juga interaksi antara fungsi sosial, ekonomi, dan ekologi. Interaksi antarfungsi yang kompleks memerlukan pemikiran tentang usaha kompromi dan koordinasi untuk mencapai pembangunan yang sustainable. Jadi konsep dasar dalam penelitian ini adalah penghematan ruang (tanah), peningkatan nilai tambah SDA, pengelompokan wilayah yang disusun atas dasar kesamaan karakteristik daerah, dan indikator kualitas hidup.
Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah perluasan penggunaan tanah permukiman yang terus berlangsung ke wilayah pinggiran kota metropolitan mengakibatkan penduduk lokal kehilangan pekerjaan dan menjadi miskin. Hipotesis kedua adalah pembangunan yang tidak memperhatikan kegiatan penduduk lokal dalam memanfaatkan tanah, mengakibatkan penurunan pada kualitas hidup. Interaksi fungsi pelayanan dari segi pendidikan, peluang kerja, proporsi hasil, keadilan dalam RT/RW yang memungkinkan penggunaan tanah beragam memberi pengaruh pada peningkatan kualitas hidup penduduk lokal.
Penelitian ini dilakukan di Depok, Serpong, dan Pacet, karena daerah itu menunjukkan perbedaan fisik, dan juga terdapat berbagai variasi dari kegiatan sosial-ekonomi penduduknya.
Analisis faktor yang disertai penerapan analisis komponen utama, analisis pengelompokan, dan analisis pembeda digunakan untuk mengolah berbagai variabel, seperti kepadatan penduduk, persentase petani, penduduk miskin, sawah, kebun campuran, permukiman, industri, jasa, jarak ke pasar dan lain-lain. Hasilnya menunjukkan terdapat lima tipe wilayah di Depok, dan di Serpong, yaitu kampung miskin, perumahan pengembang, perumahan tradisional, pertanian, dan industri. Sedangkan Pacet tergolong sebagai wilayah usaha pertanian.
Untuk melakukan proses analisis yang berikutnya telah dilakukan wawancara terhadap 176 responden di Depok, 70 responden di Serpong, serta 50 responden di Pacet. Jumlah responden dihitung berdasarkan proporsi penduduk miskin. Bahan wawancara yang digunakan adalah indikator kualitas hidup yang terdiri atas tingkat kesehatan, kemiskinan, pendidikan, kesempatan kerja, proporsi hasil, keamanan sosial, serta daya dukung SDA,
Kelompok wilayah dan waktu tempuh dari permukiman ke daerah pelayanan umum (DPU) menggambarkan struktur ruang wilayah. Di Depok DPU terletak berdekatan dengan perumahan pengembang, perumahan tradisional, industri dan pertanian. Sementara di Serpong DPU terletak di sekitar perumahan mewah yang berdampingan (hanya dibatasi tembok) dengan perumahan penduduk miskin. Keadaan ini mencerminkan bahwa pengembang besar membangun permukiman di wilayah (yang 20 tahun sebelumnya) merupakan kampung miskin. Sedangkan di Pacet DPU terletak di sekitar perumahan tradisional, dan daerah pertanian.
Korelasi fungsi yang cukup kuat menunjukkan bahwa penguasaan tanah yang disertai oleh perluasan permukiman diikuti peningkatan persentase penduduk miskin, karena kegiatan yang dapat ditekuni penduduk menghilang, sementara untuk memasuki bidang formal tidak cukup tingkat pendidikannya. Hasil analisis ini menjelaskan bahwa hipotesis pertama dapat diterima. Sebaliknya pada wilayah yang tetap dapat memberi peluang kerja untuk penduduk yang rendah tingkat pendidikannya, persentase penduduk miskin rendah. Keadaan itu menyebabkan kualitas hidup di Depok adalah baik, sementara di Pacet adalah cukup, dan di Serpong adalah sedang. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua dapat diterima. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa pada wilayah dengan penggunaan tanah beragam dapat berkembang pelayanan jasa, dan industri yang mendukung pertumbuhan penduduk yang tinggi, disertai fungsi ekologi dan sosial yang tetap baik, sehingga kualitas hidup penduduk baik. Hasil analisis ini menjelaskan bahwa hipotesis ketiga dapat diterima, dan menjadi dasar dari teori jejak penggunaan tanah.
Oleh karena itu pemerintah perlu membatasi izin penguasaan tanah untuk perluasan permukiman. Pengusaha perlu mengembangkan tanggung jawab sosial perusahaannya, untuk memberi nilai tambah hasil pembangunan, dengan turut serta dan membantu upaya masyarakat dalam peningkatan pendidikan, peluang kerja, keamanan sosial, serta membantu memasarkan hasil pascapanen, maupun pemanfaatan SDA yang tersia-siakan seperti meningkatkan nilai produk yang dihasilkannya, pembuatan dan pemanfaatan kompos. Selanjutnya diperlukan peningkatan kemitraan dalam menumbuhkan hubungan serasi dan setara antara penduduk yang memperoleh manfaat dari pembangunan permukiman dengan penduduk lokal untuk memperoleh dasar penataan ruang yang baru.

ABSTRACT
Conflict of interest in the development is often difficult and un-compromised, and these conditions became a burden of the environmental function. Environment that supported a living system consist of spatial unit with the whole entity such as material and other organism included human and its behaviors, in the recent time began a bothered experience of degradation of its quality. There were a space of land on one region, which prioritized for the residential area, until it scratching with other interest such as service for various interests, which intended to search for better strength and possibilities. One phenomenon, which has to be considered to study in this research, was the increasing need of Jakarta Metropolitan citizens, of housing; meanwhile, the accessible land space was decreasing, until the residential area spread to the edge area of Jakarta.
The development could cause the diversity of land use, to support the dynamic of total living entity. But there were a tendency that had been developed to use the land one way that was a settlement area. Land authorized by individual or big scale developer generally, while the local people received negative results such as residential removal, and occupational lost. This negative effect was not received attention enough and as a result the people were getting poorer.
The intention of this research is to study the land use patterns, which gave possibility for local people to obtain the benefit of development and to improve their quality of life.
The expansion of residential area is not using space (land) economically on some regions showed an influence on the quality of life of the local people. The phenomena can be examined through the study of incidence of natural resources or natural capital utilization through the made of man-made environment by land utilization, Based on land use pattern can be studied the interaction of function such as economic, social, and ecological functions. Inter-functional interaction needed a consideration on compromise and coordination efforts, to reach sustainable development. Thus, the basic concepts of this research were the save or efficient utilization of space (land), increasing of natural resources additional value, regional classification which based on homogeneities characteristic of area, and quality of life indicators.
First hypothesis said that the continuous expansion of settlement from Jakarta Metropolitan to the areas in its vicinity causes the local people loosing their job, and made poorer. Second hypothesis said that the development which unconsidered without local people activities which was done on the land, it will result in the decreasing the local people quality of life. And third hypothesis said that the interaction of services function, in term of education, job opportunity, proportion of income, justice of spatial planning which allowed to various used of land utilization, gave influence on increasing of the local people quality of life.
The study was conducted at Depok, Serpong, and Pacet based on their different physical character, and the variety of the socio-economic activities of the people.
Factor analysis, which is followed by principal components analysis, and also cluster analysis, discriminant analysis are used to examine and classify the area using some variables. Those variables are population density, percentage of farmer, percentage of poor people, percentage of area of rice field, mixed garden, settlement, industry, services, trading, waste land, distance to the market place, and so on. The result showed that there were five regions in Depok and Serpong, Those are poor villages or poor kampong, real estate areas, and traditional housing areas, agricultural areas, and industrial area. On the contrary, some villages at Pacet are classified into agricultural region, with most of the people lived as a local farmer.
Furthermore, the interviews were done at random to 170 respondents in Depok, 70 respondents in Serpong, and 50 respondents in Pacet. The samples size was calculated based on the poor people proportion at that region. The interview substances are the quality of life indicators that comprise level of health, poverty, education, and job opportunity, proportion of income, social security, and also the carrying capacity of natural resources.
Type of regions and distance to travel from the settlement areas to the central business district (CBD) explained the urban spatial structure. In Depok, the real estate, traditional housing, industrial areas, and farming areas are located consecutively closed to CBD. Meanwhile, in Serpong, the luxury housing region and the low class housing areas both only separated by a wall are located consecutively close to the new CBD. This phenomenon shows that, 20 years ago, the real estate built by the large-scale developers were developed in the poor village region. While in Pacet, the CBD was closed to the traditional housing areas and farming areas.
The strong enough functional correlation showed that the land authority and the expansion of real estate built by the large-scale developers was accompanied by the higher percentage of poor people, because there was no more opportunity for the less-educated people to utilize the land for their activity, meanwhile the less-education competence of the local people cannot support to find other jobs. This analysis showed that the first hypothesis could be accepted. On the other hand or opposite, at the region where the job opportunity for the less-educated people exist, the percentage of poor people are still low. This condition leads the quality of life for the local people in Depok is good, while in Pact is quite good, meanwhile in Serpong is modest. This analysis showed that the second hypothesis could be accepted. This research also explains that the region with multiple land use could be developed services industry, and manufacturing industry, which are able to support the high population growth, followed by continuing good social and ecological function, so that the quality of life for the local people is good. This analysis showed that the third hypothesis can be accepted, and can be a foundation of the footprints of land use theory.
Due to these facts, the local government should control the permit of land acquisition for settlement expansion. The private sectors are in need to develop a corporate social responsibility to take their role on giving the value added on development by joining and supporting the efforts of societies to increase their level of education, social security, and also to assist on marketing of post-harvest agriculture product and recycling the wasted resource such as producing compost. Furthermore, there is an urgent need to develop a friendly partnership of the relationship between the people, who lived in the luxury house areas with the local people in order to stimulate a new optimal spatial planning.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
D563
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yaya Suyana
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gejala perkembangan pola penggunaan lahan di daerah hulu sungai sehubungan dengan perkembangan penduduk dan dinamika sosial ekonomi, dan bagaimana dampaknya terhadap kondisi hidrologi.
Masalah pokok yang diteliti mencakup: (a) perkembangan pola penggunaan lahan dan dampaknya terhadap fluktuasi debit sungai, (b) korelasi antara peralihan hak pemilikan atau penguasaan lahan pertanian dengan alihguna lahan tersebut menjadi pemukiman, dan (c) korelasi antara status pemilikan atau penguasaan lahan pertanian dengan kondisi penggunaan lahan tersebut. Sehubungan dengan kemungkinan adanya korelasi-korelasi antara variabel-variabel tersebut, dirumuskan dua hipotesis sebagai berikut :
1) Alihguna lahan pertanian menjadi pemukiman ada korelasinya dengan peralihan hak pemilikan atau penguasaan lahan tersebut, kalau peralihan hak itu terjadi dari penduduk lokal (desa) kepada penduduk kota.
2) Kondisi penggunaan lahan pertanian yang dimiliki atau dikuasai oleh penduduk kota cenderung lebih jelek dari lahan pertanian yang dimiliki penduduk desa.
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan data perkembangan penggunaan lahan di daerah hulu Ciliwung, Kecamatan Cisarua, Jawa Barat, yang meliputi kurun waktu 17 tahun {1969-1986).
Perkembangan pola penggunaan lahan diungkapkan secara deskriptif berdasarkan hasil analisa peta-peta penggunaan lahan tahun 1969, 1978, dan 1983 serta data registrasi Kantor Kecamatan Cisarua tahun 1986. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara analisa statistik menggunakan 438 sampel persil tanah yang dipilih secara acak terlapis di 7 desa dalam wilayah penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan pertanian di daerah hulu Ciliwung mengalami perubahan yang cepat menjadi pemukiman, dan di samping itu ada kecenderungan alihguna sawah menjadi kebun campuran. Laju perluasan lahan pemukiman rata-rata 44 ha (5,8 %) per tahun. Akibat tekanan penduduk kota laju perluasan pemukiman lebih cepat daripada laju pertumbuhan penduduk lokal. Alihguna lahan pertanian menjadi pemukiman ternyata mempunyai korelasi kuat dengan peralihan hak pemilikan atau penggunaan lahan tersebut dari penduduk lokal kepada penduduk kota. Walaupun di daerah ini terdapat kasus-kasus tanah terlantar yang dimiliki penduduk kota, namun ternyata tidak ada korelasi antara status pemilikan atau domisili pemilik lahan dengan kondisi penggunaan lahan tersebut.
Perkembangan penggunaan lahan di daerah ini diduga telah mengakibatkan dampak negatif terhadap kondisi hidrologi berupa peningkatan.fluktuasi debit sungai akibat perluasan lahan pemukiman dan terutama akibat penggunaan lahan pertanian lahan kering yang kurang memperhatikan aspek konservasi tanah. Selain daripada itu peralihan hak pemilikan atau penguasaan lahan dari penduduk desa kepada penduduk kota diduga dapat menimbulkan dampak sosial berupa pelonjakan harga lahan pertanian, melemahnya fungsi sosial tanah di pedesaan, dan keresahan sosial.

This research aims to know phenomenon of land use pattern development in upstream area in connection with population growth and socio-economical dynamic and, to assess its impact on hydrological condition.
The main issues include: (a) the trend of land use changes and it's impact on fluctuation of river run off, (b) correlation between mutation of agricultural land ownership and it's land use conversion to settlement area, and (c) correlation between status of agricultural land ownership and condition of it's utilization. Two hypotheses concerning correlations between the mentioned variables are formulated:
1) Agricultural land use conversion into settlement area is having correlation with its mutation of land ownership, if the mutation happened from the rural to urban people;
2) Condition of the agricultural land utilization owned by the urban people tends worse than that owned by the rural people.
The research was carried out using land use development data in the Upper Ciliwung, Cisarua Sub district, West Java, covering 17 years period (1969-1986). The trend of land use changes during this period was analyzed based on land use maps of the 1969, 1978, and 1983 editions, and land registration data of the Cisarua Sub district Office in 1986. To prove the hypotheses, statistical analysis was applied using 438 stratified random samples of plot (land holding) taken from 7 villages in the study area.
Conclusions of this research are as follows: During the period of 1969-1986 agricultural land in Upper Ciliwung rapidly changed into settlement area and, there is also a tendency of conversion of rice field into mixed garden. Average extension rate of the settlement area was about 44 ha (5.8 %) per year. This rate was higher than the rate of local population growth due to urban population pressure. Conversion of agricultural land into settlement area evidently has strong correlation with mutation of land ownership from rural to urban people. Although there are some agricultural lands belong to urban people are poorly utilized, but there is no correlation between status of agricultural landowner ship and condition of its utilization.
Land use development in this area is predicted to bring about negative impact on hydrological condition i.e. the increase of river run off fluctuation caused by extension of settlement area and mainly due to utilization of agricultural land with less attention on land conservation aspect. It is predicted also that mutation of land ownership from the rural to urban people possibly causes social impacts such as rising of agricultural land price, weakening the social function of land in rural area, and social stress.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yana Maulana
"Latar belakang penulisan tesis ini adalah dijadikannya tanah fasilitas sosial dan fasilitas umum yang telah slap bangum yang diperuntukan untuk keperiuan masyarakat lingkungan perumahan Harapan Indah kota Bekasi Jawa Barat menjadi lokasi proyek pembangunan komplek pertokoan atau rumah toko oleh pihak perusahaan pembangunan perumahan, dan yang menjadi pokok permasalahannya adalah 1. Apakah pembangunan komplek pertokoan diatas tanah fasilitas sosial data fasilitas umum yang terjadi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku? dan 2. Apakah dengan pembangunan komplek pertokoan tersebut maka hak masyarakat atas fasilitas sosial dan fasilitas umum telah terpenuhi?.
Metode penelitian yang dipakai dalam tesis ini adalah metode penelitian kepustakaan dengan mengunakaa alat pengumpulan data berupa studi dokumen dengan tujuan uatuk mengumpulkan data sekunder dalam bidang hukum yang terbagi dalam berbagai jenis seperti sumber primer berupa Peraturan Dasar yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan, seperti UU Nomor: 5 Tahun 1960, UU Nomor. 4 tahun 1992, PMDN Nomor. 1 tahun 1987, PMDN Nomor. 3 tahun 1987, Perda Kota Bekasi Nomor .77 Tahun 1999. Sumber sekunder berupa Buku, makalah, laporan penelitian dan Tesis, sedangkan sumber tarsier adalah petunjuk geograpis dll.
Data yang ada diolah menggunakan pendekatan kualitatif maka kesimpulan yang didapat bahwa pembangunan komplek pertokoan yang terjadi telah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bangunan komplek pertokoan tersebut bukan merupakan hak dari penghuni perumahan atas fasilitas sosial.

The background of writing this thesis is the conversion of land for social and public utilities for Harapan Indah Residential Community in Bekasi City into location of 'shopping project or Semi Residential Complex by the Land Developer. And the core problems in this case are: (1) whether the construction of shopping complex on such social & public utility land complies with the prevailing laws; (2) whether with the construction of such shopping complex, the residential community's rights upon the social & public utility land have been fulfilled.
The method used in writing this thesis includes library research, that is collecting documentary studies as secondary data in legal aspects, which consist of primary resources such as the Constitution and other laws relevant to the problems, including Law No. 5 of 1960, Law No. 4 of 1992, Decree of Minister for Domestic Affairs No. 1 of 1987, Decree of Minister for Domestic Affairs No. 3 of 1987, and Regional Regulation of Bekasi City No. 77 of 1999. Secondary resources include books, articles, research reports and thesis, while tertiary resources include geographic mapping, etc.
The data collected with qualitative approach shall conclude that the construction of shopping complex in social and public utility land has breached the prevailing laws and that the shopping complex constructed do not belong to the residential community who deserve to get the social & public utilities."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19602
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djakaria M. Nur
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
T39144
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Definat Ghifari
"Bekasi adalah salah satu kota yang berbatasan langsung dengan Ibu kota Jakarta. Pertumbuhan kota yang begitu cepat seiring pula dengan berkembangnya bangsa Indonesia menuju bangsa yang main. Berbagai sarana dan prasarana tumbuh untuk memberikan manfaat bagi masyarakat Bekasi khususnya. Seperti misalnya, tempat ibadah, gedung sekolah, pondok pesantren, gedung perkantoran, pemukiman, jalan raya, dan lah sebagainya.
Sebagaimana telah kita ketahui struktur bangunan yang akan berdiri di atas suatu struktur tanah, akan memberikan beban kepada tanah. Diperlukan suatu penelitian tanah untuk mengetahui sifat-sifat teknik dan fisik engineering properties (engineering properties and physical properlies) tanah. Sehingga dari hasil analisa dapat ditentukan metode yang tepat dan jenis struktur pondasi yang cocok untuk dibangun diatasnya. Apabila kondisi tanah kurang baik perlu dilakukan usaha untuk memperbaikinya. Salah satu usaha untuk perbaikan tanah yang akan dibahas pada skripsi ini yaitu Prapembebanan (preIoading).
Prapembebanan merupakan salah satu perbaikan tanah, yaitu dengan pemberian prapembebanan sebelum tanah itu dibebani dengan beban struktur, dimana nantinya beban struktur tidak melebihi besarnya beban awal. Penelitian ini akan melihat pengaruh pemberian prapembebanan pada tanah lunak Bekasi terhadap parameter-parameter kekuatan geser tanah yang dalam hal ini adalah harga c dan 45 (kohesi dan sudut tahanan geser) dengan uji Triaksial Terkonsolidasi Terbatas Takterdrainasi (CU).
Proses preloading ini terkait dengan proses konsolidasi dengan periodik cepat. Tanah (dalam kondisi saturated) yang telah mengalami proses konsolidasi lalu (Shrinage Limit), analisa ukuran butir, test konsolidasi, test triaksial kondisi konsolidasi terbatas tak terdrainasi. Dengan mengatahui sifat teknik dan fisik tanah, seperti penyebaran ukuran butiran, kekuatan geser dan lain sebagainya, prinsip mekanika tanah dapat diaplikasikan dalam masalah perencanaan daya dukung pondasi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S35836
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esti Listiyani Wijaya
"Didalam menggunakan dan memanfaatkan tanah, pemegang hak atas tanah wajib untuk menyesuaikan penggunaan dan pemanfaatannya dengan rencana tata ruang wilayah. Agar tanah dapat dipergunakan secara optimal maka dibuatlah rencana mengenai penggunaan tanah atau biasa disebut sebagai Rencana Tata Guna Tanah. Rencana Tata Ruang wilayah yang telah ditetapkan, sekali dalam waktu lima tahun dapat ditinjau ulang, dan jika peninjauan tersebut menghasilkan rekomendasi bahwa tata ruang yang ada perlu direvisi, maka disini terjadi perubahan tata ruang, misalnya tanah yang tadinya dapat dipergunakan sebagai perumahan harus berubah menjadi sodetan sungai seperti dalam kasus PT Masa Kreasi.
Dalam kasus ini, perubahan rencana kota secara Normatif atas tanah Milik PT Kreasi tersebut diatur dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 592 tahun 1979 tentang Penguasaan Peruntukan dan Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Cengkareng Drain, Sodetan-Sodetan Kali Sekretaris Bagian Atas dan Bagian Bawah, Wilayah Jakarta Barat. Perubahan rencana kota tersebut tentu saja berdampak bagi PT Masa kreasi maupun bagi tanah yang bersangkutan. Dalam hal ini dampak yang terjadi yaitu dengan berubahnya hubungan hukum PT Masa Kreasi dengan tanah yang dimilikinya tesebut.

In the use and utilization of land space, land rights holder is obligated to conform with the use and utilization of regional spatial layout plan.So that land can be utilized optimally then be made to the plan regarding land use, or commonly known as the Land Use Plan. Regional Spatial Layout Plan has been set, once in every five years can be reviewed, and if the review results in recommendation that the existing spatial layout should be revised, then the spatial layout changes here, for example, land formerly used as housing can be turned into a spatula rivers as in the case of PT Masa Kreasi.
In this case, changes in the normative urban plan for the land owned by PT Masa Kreasi is governed by the Decree of the Governor Jakarta Capital Special Region No. 592 of 1979 regarding Allotment of Tenure and Land Acquisition Development Cengkareng to Drain, Spatula -Spatula of River Sekertaris Top and Bottom SectionsWest Jakarta Area. Changes in the city plan, of course, affect PT Masa Kreasi as well as for the concerned landIn this case the impact occurred was by changing the legal relationship of PT Masa Kreasi with this land in interest.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27451
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kamrus Angkuna
"Perubahan pemanfaatan lahan di perkotaan yang ditunjukkan dengan semakin meningkatnya lahan-lahan yang digunakan untuk kegiatan perindustrian dan permukiman telah membawa dampak terhadap perubahan rona lingkungan yang mengarah pada degradasi iingkungan. Salah satu tujuan penataan ruang (UU No. 24 /1992 tentang Penataan Ruang) adalah mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Kota Sungai Raya merupakan ibukota Kecamaian Sungai Raya Kabupaten Pontianak, secara administratif terdiri dari 3 (tiga) desa, yaitu: Desa Sungai Raya, Desa Arang Limbung dan Desa Kuala Dua. Luas Kota Sungai Raya sekitar 7.011,7 Ha. Kota Sungai Raya perbatasan langsung dengan Kota Pontianak (ibukota Propinsi Kalimantan Barat). Sepanjang Kota Sungai Raya dibatasi oleh Sungai Kapuas. Kota Sungai Raya merupakan kota industri. Industri dan permukiman penduduk lebih banyak terdapat di sepanjang Sungai Kapuas ruas Kota Sungai Raya.

Land use change in the city, which shows more increasing for area that functions as industrial and housing uses that, already occupy and give impact on the environmental quality. This means environmental degradation ocurred. One of the purposes for spatial planning, is staled law number 24/1992 concerning spatial management in realizing the spatial functions and avoid the adverse effect to environment.
Sungai Raya City as the capital Sungai Raya District, Pontlanak Regency, administratively consists of three villages, namely: Sungai Raya Village, Arang Limbung village and Kuala Dua Village. The area Sungai Raya City is about 7011,7 hectares. Sungai Raya City ls directly neighbourhood or near by Pontianak City (the capital of West Kallmantan Province). Sungai Raya City along Kapuas river. Sungai Raya City ls an industrial city. Industries and housing areas are located along Kapuas river as a part of Sungai Raya City."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T10850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adityo Dwijananto
"Cekungan Bandung merupakan salah satu wilayah dengan pertumbuhan penduduk yang besar di Jawa Barat. Kondisi seperti ini telah mengakibatkan perubahan penggunaan tanah yang intensif di daerah Cekungan Bandung dari tahun 1994-2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kecenderungan perubahan penggunaan tanah di Cekungan Bandung, terutama tanah terbangun. Informasi penggunaan tanah diolah dari peta penggunaan tanah yang didapat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan citra satelit dengan verifikasi lapang sebanyak 33 lokasi. Analisis deskriptif dengan pendekatan keruangan dilakukan untuk mengetahui arah perubahan penggunaan tanah terbangun.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa tanah terbangun cenderung bergerak kearah selatan dan timur. Pada bagian utara meskipun penduduknya lebih padat, faktor topografi dan kemiringan lereng mempengaruhi perkembangan tanah terbangun di bagian utara. Pada bagian selatan dan timur, faktor topografi yang datar dengan kemiringan lereng yang landai menyebabkan perubahan tanah terbangun cenderung menuju kedua arah ini.

The Bandung basin is one of the areas with a large population growth in West Java. This condition has resulted in intensive land use change in the area of Bandung Basin from 1994-2010. The purpose of this research is to know the trend of land use change in Bandung Basin, especially urban land. Land use information from land use map is obtained from the Badan Pertanahan Nasional (BPN) and satellite imagery with ground verification by as much 33 location. Analysis descriptive with spatial approach conducted to determine land use change direction, especially urban land.
Results of the analysis show that urban land tend to move towards the south and east. In the North despite the inhabitants are more dense, topography and slope of slope factors influenced the development of the urban land in the North. On the south and the east, a factor of topography and slope caused change to urban land tend to rise in two directions.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S43036
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Rosantika
"Perubahan penggunaan tanah khususnya tanah pertanian menjadi non pertanian di Kabupaten Bekasi dari tahun 2003-2011 telah mencapai 7.575 Ha. Selain berada dalam pemanfaatan ruang pertanian, penggunaan tanah pertanian juga berada pada pemanfaatan ruang industri, pariwisata, permukiman dan kawasan lindung. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas tanah pertanian yang berada di luar pemanfaatan ruang pertanian dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Penilaian efektivitas tanah pertanian dilakukan dengan metode pengkelasan dan skoring. Variabel yang dipilih sesuai dengan tujuan penelitian ini meliputi kesesuaian tanah pertanian, parameter fisik, biologis, sosial kependudukan dan alokasi pemanfaatan ruang pertanian dalam RTRW.
Hasil penilaian efektivitas tanah pertanian yang dipertahankan adalah seluas 19.311 Ha yang terbagi dalam tiga kelas yaitu (1) efektivitas tinggi (S1) dengan luas sebesar 65% dari total luas tanah pertanian efektif dengan kecamatan terluas adalah Babelan, (2) efektivitas sedang (S2) dengan luas sebesar 20% dari total luas tanah pertanian efektif dengan kecamatan terluas adalah Cikarang Timur dan (3) efektivitas rendah (S3) dengan luas sebesar 15% dari total luas tanah pertanian efektif dengan kecamatan yang terluas adalah Tambun Utara. Dalam keterkaitannya dengan penyusunan tata ruang daerah Kabupaten Bekasi maka efektivitas tinggi tanah pertanian untuk dipertahankan (S1) pada pemanfaatan ruang industri berada di Kecamatan Tarumajaya, sedang pada pemanfaatan ruang pariwisata adalah Kecamatan Muaragembong, pada pemanfaatan ruang permukiman juga berada di Kecamatan Muaragembong dan pada pemanfaatan ruang kawasan lindung adalah di Kecamatan Cikarang Pusat.

The transition in land use, especially the transition from agricultural to nonagricultural land in Bekasi Regency from 2003 to 2011 had reached 7,575 hectares. Agricultural land use exists not only in agricultural area utilization, but also in the utilization of industrial, tourism, residential and protected areas. This research aims to assess the effectiveness of agricultural lands located outside the agricultural area utilization in the Regional Spatial Plan (Rencana Tata Ruang Wilayah-RTRW). The assessment of the effectiveness of agricultural lands is carried out by classification and scoring methods. Variables selected according to the purpose of this study include the suitability of agricultural land, physical, biological, social, demographic parameters and the allocation of agricultural area utilization in the Regional Spatial Plan.
The assessment results of the effectiveness of agricultural lands maintained is an area of 19,311 hectares which is divided into three classes: (1) high effectiveness (S1) which is 65% of the total area of effective agricultural lands with Babelan as the largest district; (2) medium effectiveness (S2), 20% of the total area of effective agricultural lands with Cikarang Timur as the largest district; and (3) low effectiveness (S3), 15% of total area of effective agricultural lands with Tambun Utara as the largest district. In association with Bekasi Regency`s spatial planning, the high effectiveness of agricultural land maintained (S1) in industrial area utilization is located in Tarumajaya District; in tourism area utilization it is located in Muaragembong District; in residential area utilization it is also located in Muaragembong District; and in protected area utilization it is located in Cikarang Pusat District.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T30055
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>