Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73146 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wawan Yogaswara
"Prasasti merupakan sumber tertulis yang paling otentik, yang dapat digunakan untuk merekonstruksi sejarah kuna. Prasasti memiliki isi yang dapat memberikan gambaran tentang berbagai hal yang berkenaan dengan kehidupan sosial, birokrasi, perekonomian, religi dan politik dari berbagai masyarakat yang sezaman dengan prasasti itu. Sebagian besar prasasti dari masa Jawa Kuna dibuat untuk memperingati penetapan sima. Sima berarti ?batas? atau batas desa dan pada mulanya pranata sima berasal dari India. Prasasti sima memiliki formulasi yang tetap, salah satu unsur dalam prasasti sima adalah sapatha. Sapatha berarti kutuk, sumpah atau janji, dan dapat juga diartikan sebagai pernyataan dengan sumpah. Sapatha memiliki pola yang tetap sepanjang masa Jawa Kuna, yaitu: (1) seruan kepada para dewata sebagai saksi dan pemberi hukuman; (2) larangan untuk mennggu ketetapan sima; dan (3) sanksi-sanksi yang berupa acaman-ancaman.
Sapatha pada masa Majapahit memiliki hubungan fungsional dengan berbagai aspek dalam kehidupan masyarakatnya, yaitu aspek religi. hukum, politik, sosial dan ekonomi. Sapatha merupakan bagian dari subsistem hukum, yaitu sebagai salah satu perangkat hukum yang belum dikodifikasi. Dalam kehidupan masyarakat Majapahit, sapatha dapat berfungsi sebagai kaidah sosial yang berupa kesusilaan dan hukum adat. Sapatha merupakan cerminan dari sistem keyakinan, merupakan perpaduan antara sistem kepercayaan agama Hindu Saiwa dengan kepercayaan asli setempat, yaitu seruan kepada dewa-dewa dan arwah nenek moyang. Pola sapatha. dari masa Majapahit yang memiliki kesamaan dengan pola sapatha dari masa Jawa Kuna umumnya, menunjukkan bahwa pola sapatha dalam Prasasti sima dari masa Majapahit tidak mendapat pengaruh yang besar dari berbagai gejala keagamaan yang muncul sepanjang masa Majapahit.
Secara sosial, sanksi-sanksi dalam sapatha berlaku bagi seluruh lapisan masyarakat. Penetapan suatu wilayah sima dapat menggambarkan pemberian legitmasi oleh raja kepada pejabat desa, sehingga dia mendapat pengakuan dari masyarakat desanya. Penetapan suatu wilayah sima juga memberikan keuntungan ekonomis bagi kerajaan Majapahit, karena kerajaan tidak dibebani pemeliharaan bangunan suci atau fasilitas lain yang ada di wilayah sima, kewajiban tersebut berpindah kepada masyarakat di wilayah sima, sehingga menambah pendapatan kerajaan Majapahit. Rakyat Majapahit yang daerahnya dijadikan wilayah sima secara ekonomis juga memperoleh pertambahan pendapatan dari penyusutan pajak atas semua usaha mereka di bidang pertukangan, perdagangan dan kerajnan. Sapatha berfungsi untuk menjaga kelestarian suatu ketetapan wilayah sima tesebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15367
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alexander Arifa
"Pada isi prasasti sima dari masa Jawa Kuna terdapat sapatha atau baris kutukan, yakni sebuah wacana yang berisikan seruan sumpah kepada dewa-dewa atau roh-roh agar memberikan perlindungan terhadap tanah sima yang ditetapkan oleh raja, beserta mantra kutukan bagi orang-orang yang berniat jahat terhadap tanah tersebut. Penelitian ini meneliti mengenai beberapa hewan yang disebutkan dalam sapatha prasasti sima sebagai ancaman bagi siapa yang melanggar, khususnya pada prasasti-prasasti sima yang berasal dari Kerajaan Mataram Kuno pada awal abad X Masehi. Penyebutan hewan dalam sapatha merupakan fenomena yang tidak biasa, jarang ditemui, namun ada di beberapa prasasti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ragam hewan yang disebutkan dalam bagian sapatha prasasti sima awal abad X Masehi, mengetahui alasan dipilihnya hewan-hewan tersebut, dan mengetahui kemungkinan adanya keterkaitan antara kuasa raja dengan penghukuman melalui fauna dalam sapatha prasasti sima. Metode yang digunakan dalam penelitian: tahap pengumpulan data yang merupakan tahap pengumpulan semua sumber data yang dibutuhkan, tahap pemrosesan data yang merupakan tahap pemrosesan dan penganalisisan semua data, dan tahap interpretasi data yang merupakan tahap pengaitan semua data yang sudah diproses dengan konsep pengetahuan yang diusulkan, yakni teori kekuasaan. Penelitian ini menunjukkan bahwa hewan dalam sapatha merupakan hewan buas serta dianggap suci. Tujuannya sebagai pemberat bahwa sapatha adalah alat kontrol sosial beserta cerminan kuasa raja yang dilakukan raja dengan menggunakan pendekatan ketakutan berbasiskan pengendalian pikiran atas lingkungan sekitar ditambah dengan pengetahuan beberapa binatang yang telah dikenal dalam konsep religi Hinduisme serta kebudayaan lokal yang dipakai agar tidak ada pihak yang berbuat diluar perintah raja.

On sima inscriptions from Ancient Javanese era, there is sapatha or cursing passage which is a small paragraph that consists of oaths to gods and deities to protect the land of sima that had been established by the king, along with spells or curse that was addressed to wrongdoers. This research discusses about some animals that were mentioned in sapatha of the sima inscriptions, especially incriptions that dated from Ancient Mataram Kingdom on early 10th Century AD. This was quite rare and uncommon phenomenon but were available in some inscriptions. Aims of this research are to identify the variety of animals that is mentioned on Sapatha of Sima Inscriptions from Ancient Mataram Kingdom on early 10th Century AD, to discover the reasons behind the chosen animals, and to know the possibility if there was a connection between the power of king and the chosen animals. Research method that is used: first, data-gathering step which collects all the data needed, data-processing step which analyzes all data that has been collected, data-interpreting step which all the data that has been analyzed be interpreted under the power-relation concept. The result of this research shows that animals are categorized as wild and sacred animals. The aim mentioning these animals is to emphasize that sapatha is a tool for controlling society and showing king’s power by using fear-based on mind-control over the environment approach added with the knowledge of the animals on Hinduisme and local belief concept so that no one will disobey the king"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nopy Rahmawati
"Penelitian mengenai hak-hak istimewa dalam prasasti sima masa Kadiri bertujuan untuk: mengetahui hak-hak istimewa apa saja yang diberikan pada masa Kadiri dan bagaimana pola pemberiannya, siapa saja yang berhak menerima hak-hak istimewa tersebut, dan pada masa pemerintahan raja siapa hak-hak istimewa itu diberikan, serta kaitannya dengan beberapa aspek dalam kehidupan masyarakat Jawa Kuna.Tujuan penelitian dilakukan melalui Iangkah-langkah penggarapan sumber tertulis, antara lain heuristik, analisis, tabulasi dan interpretasi. Dati penelitian ini dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan hak-hak istimewa adalah hak-hak yang diberikan atau dianugerahkan raja kepada seseorang atau sekelompok orang untuk dapat melakukan hal-hal yang biasanya hanya dapat dilakukan oleh raja, seperti boleh makan, memiliki, memakai atau melakukan atau melakukan hal-hal yang istimewa, dimana anugerah ini dapat mengangkat derajat dan martabat orang yang diberi hak-hak istimewa tersebut, dan diberikan sesuai jasanya kepada raja."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11969
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Rebecca Dewi Suryani
"Masa Pemerintahan Sindok-Airlangga meninggalkan banyak prasasti sima. Pembahasan mengenai isi prasasti-prasasti tersebut belum pernah difokuskan pada data ukuran tanah. Penelitian terhadap data ukuran tanah sima akan memperjelas status sima, sebagai sarana biaya suatu usaha dharmma, guna menambah data studi tentang tata hidup masyarakat Jawa kuna abad 10-11 Mesehi. Dari 40 prasasti Sindok - Airlangga. yang sudah diklasifiikasikan, tercatat 17 buah yang mengandung data ukuran tanah. Dengan tambahan data sumber lain, di bentuk pengelompokan dan perbandingan ukuran setiap satuan. Sebagai sarana biaya, pengukuran tanah dititik beratkan pada kapasitas hasilnya, yang satuannya disebut lamwit, tampah, blah, suku dan tapak. Beberapa prasasti tinu1ad memakai satuan junq. Tanah yang bukan atau belum menjadi sawah diukur dengan satuan dpa, atau dengan menyebutkan nama-nama daerah batas, keliling menurut arah mata angin. Satuan lirih dan ma hanya disebut dalam sebuah prasasti tinulad; sedangkan elu dan ca, diduga kesalahan transkripsi.Analisis data ukuran tanah menghasilkan pengelompokan sima sesuai dengan kepentingannya sebagai sarana biaya..."
Depok: Universitas Indonesia, 1986
S11891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Surti Nastiti
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1982
913.927 TIT t (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Shofa Nurhidayati
"ABSTRAK
Tanah sima adalah tanah yang tidak dapat diganggu gugat karena status keistimewaan dan kesakralannya. Kesakralan dari tanah sima didukung oleh adanya aturan berupa sanksi serta kutukan yang tertulis di dalam prasasti sima. Namun, pada kenyatannya masih terdapat beberapa perilaku atau tindakan yang bertentangan dari apa yang sudah diatur dalam prasasti sima dan dianggap sebagai sebuah penyimpangan yang terjadi pada isi dan ketetapan tanah sima masa Jawa Kuno. Penelitian ini membahas mengenai bentuk-bentuk dari penyimpangan, faktor yang melatarbelakangi dan pelaku yang melakukan penyimpangan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh keterangan bahwa pada masa Jawa Kuno diindikasikan terjadi empat penyimpangan yang kebanyakan dilatarbelakangi oleh faktor politik dan ekonomi. Penyimpangan dilakukan oleh berbagai macam kalangan, mulai dari raja hingga orang biasa. Berdasarkan penelitian juga diketahui bahwa tingkat status sosial seseorang dapat mempengaruhi besar kecilnya bentuk penyimpangan yang dilakukan.

ABSTRACT
Sima is a particular part of an area that cannot be disturbed because of its status as a sima land. The sacred of a sima land is shown in s ma rsquo's inscriptions that narrate the sanctions and curses for those who defy it. However, some sanctions doesn rsquo t follow the rule that has been written in the inscriptions. These actions is considered a deviation towards the regulation of sima in Ancient Java. This research discuss about form of deviations, its causabilities, and prepetators. Result of the study showed indications that in the times of Ancient Java occurred four deviations from the rule. These deviation caused by political and economic factors, prepetators origin varies from many social group, including the court and commoners. This study also showed that social status of a person also affecting the scale of the deviation."
2016
S66677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galang Setiawan Fauzie
"Pada beberapa prasasti batu di Museum Nasional Jakarta dijumpai ornamen. Ornamen tersebut memiliki bentuk dan jenis yang bervariasi. Ornamen banyak ditemukan pada prasasti yang dikeluarkan oleh raja. Raja-raja tersebut antara lain raja yang memerintah pada masa Mataram Kuna. Setiap raja memiliki ciri khas ornamen yang berbeda-beda. Hal itu membawa persepsi bahwa setiap ornamen pada prasasti memiliki arti yang berbeda sesuai dengan tujuan raja pada waktu itu. Penelitian ini mencoba untuk merekonstruksi arti ornamen pada prasasti yang dikeluarkan oleh raja, selain memiliki arti yang tampak juga memiliki arti lain berdasarkan fungsi dan keletakkannya.

AbstractIn some stone inscriptions in Jakarta National Museum found ornaments. The ornament has a variety of shapes and types. Ornaments are mostly found on inscriptions issued by kings. These kings include the kings who reigned during the time of Mataram Kuna. Each king has the distinctive characteristics of different ornaments. It brings the perception that every ornament on an inscription has a different meaning according to the purpose of the king at that time. This research tries to reconstruct the meaning of ornaments on the inscriptions issued by the king, in addition to having visible meanings also have other meanings based on their function and laying."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardianti
"Prasasti Batur terdiri dari tiga lempengan tembaga. Prasasti tidak berangka tahun tetapi berdasarkan isi prasasti diperkirakan berasal dari Ratu Tribhuwanottuṅgadewī Jayawişņuwarddhanī. Pada lempeng A Prasasti Batur menyebutkan nama-nama tokoh yang berkenaan dengan birokrasi di Majapahit yang terdiri dari Rakryān Mantri ri Pakirakirān, Dharmmādhyakşa dan para Dharmmopapatti. Pada lempeng B dan C berisi mengenai pembagian waktu-waktu pemujaan kepada Sang Hyang Kabuyutan di Kalyasěm dan Sang Hyang Kabuyutan di Kalihan yang harus dilakukan oleh maņḍala di Kaņḍawa, Talun, Wasana dan di Sāgara. Disebutkan juga mengenai penjagaan batur di Talun. Nama-nama maņḍala tersebut juga diceritakan dalam kitab Tantu Panggelaran dan Nagarakrtagama.

Batur Inscription consists of three copper plates. The inscription no mention of date. However, based on the inscription content, it is predicted originally from Tribhuwanottuṅgadewī Jayawişņuwarddhanī era. The plate A of Batur Inscription mentioned figure names related to bureaucracy in Majapahit which consists of Rakryãn Mantri ri Pakirakirãn, Dharmmãdhyakşa and the Dharmmopapattis. Plate B and C contain allocation of worship times to The Sang Hyang Kabuyutan in Kalyasěm and Sang Hyang Kabuyutan in Kalihan which had to be conducted by maņḍala in Kaņḍawa, Talun, Wasana and Sāgara. It is also mentioned about batur custody in Talun. The maņḍala names also being narrated in the book of Tantu Panggelaran and Nagarakrtagama."
2016
S62453
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninny Soesanti Tedjowasono
"Pendahuluan
Telah disebutkan pada bagian Latar Belakang, bahwa rekonstruksi sejarah kuno Indonesia semasa pemerintahan raja Airlangga tidak dapat dilepaskan dengan pengkajian sumber-sumber tertulis baik yang dikeluarkan pada saat ia memerintah maupun yang dikeluarkan oleh raja-raja yang memerintah sebelum dan sesudah dia, apalagi dirasakan cukup banyak prasasti dan naskah yang memuat data tentang raja Airlangga dan masa pemerintahannya itu.
Tahap awal dari suatu proses historiografi adalah heuritik, artinya adalah tahapan pengumpulan data selengkap-lengkapnya baik data berupa prasasti-prasasti yang sudah pernah dianalisis maupun seluruh data yang belum pernah dianalisis bahkan data yang masih berada di tempat ditemukannya atau bahkan belum pernah dicatat oleh lembaga yang berkepentingan (SPSP).
Permasalahan yang cukup krusial pada tahapan ini adalah menelusuri prasasti-prasasti yang masih ada di tempat asalnya dan belum pernah diinventarisasi apalagi diteliti. Pemerintah daerah kabupaten Lamongan dan Jombang melalui kepala seksi kebudayaannya telah membuat daftar dari prasasti-prasasti yang dimaksud dan menyebutkan sejumiah 40 buah prasasti masih tersebar di wilayah tersebut. Beberapa prasasti sudah diidentifikasikan sebagai prasasti yang dikeluarkan oleh raja Airlangga sedangkan sebagian besar belum.
Masalah kedua yang tidak kalah pentingnya adalah usaha memperkirakan pusat kerajaan raja Airlangga, yang barangkali dapat diidentifikasikan berdasarkan persebaran prasasti-prasastinya."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Haiyoe Wulanndari
"ABSTRAK
Sejarah pengaturan mengenai Koperasi di Indonesia terbagi dua yakni masa sebelum kemerdekaan dan masa setelah kemerdekaan. Berawal dari tahun 1915, dimana pada masa itu Indonesia dijajah oleh Belanda sehingga berlakulah asas konkordansi hingga pada akhirnya setelah Indonesia merdeka, Pemerintah membuat peraturan baru yaitu Undang-undang No. 79 tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi dan mencabut Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen Stb. 108 Tahun 1933 dan Regeling Cooperatieves Verenigingen Stb. 179 Tahun 1949. Sedangkan Undang-undang yang berlaku saat ini adalah Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Ketentuan yang mengatur bahwa Koperasi harus berbentuk badan hukum tidak terlalu diatur secara jelas. Baru pada Rancangan Undang-undang Koperasi yang baru ini, Koperasi wajib didirikan dalam bentuk badan hukum. Koperasi merupakan perkumpulan orang dan bukan semata-mata perkumpulan modal, adanya kesamaan tujuan, kepentingan yang menyebabkan lahirnya Koperasi. Pembentukan Koperasi menjadi perkumpulan usaha yang berbadan hukum didasarkan pada sifat usahanya yang memenuhi kriteria badan usaha yang dapat dikategorikan sebagai badan hukum dan dalam hal ini Pemerintah mendukung dengan menerapkan pendirian Koperasi dalam bentuk badan hukum pada peraturan perundang-undangan tentang perkoperasian. Sejalan dengan perkembangan perekonomian yang begitu pesat, Koperasi dituntut untuk dapat mengikuti dinamika perkembangan yang ada namun dengan tetap mempertahankan nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar Koperasi, karena nilai dan prinsip Koperasi ini tidak terdapat pada bentuk usaha lain. Koperasi memiliki ciri khasnya sendiri selain berwatak ekonomi juga memiliki watak sosial. Oleh karenanya masa depan Koperasi selain harus mampu bertahan dalam menghadapi perkembangan jaman juga harus tetap memegang teguh nilai-nilai dan prinsipprinsipnya. Pembinaan dan pemberdayaan yang dilakukan Pemerintah dengan tujuan untuk melindungi dan mempertahankan eksistensi Koperasi tidak perlu dilakukan dengan cara yang berlebihan. Pembuatan peraturan-peraturan mengenai perkoperasian justru dapat membelenggu Koperasi dan membuat Koperasi menjadi tidak mandiri dan bergantung kepada Pemerintah. Pemerintah berencana untuk mengganti Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dengan perundang-undangan yang baru, dimana saat ini Rancangan Undangundang (RUU) sedang dalam tahap pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat. Pada RUU Koperasi yang baru ini dikenal istilah saham Koperasi serta penggabungan dan peleburan yangmana hal ini belum diatur dalam undangundang sebelumnya.

ABSTRACT
The history of arrangement regarding the Cooperative in Indonesia is divided into 2 (two) parts that are the period before independence and after independence. Commencing in 1915, whereas in that period Indonesia was colonized by the Dutch so the principle of concordance was valid until finally after Indonesian independence, the government made a new regulation that was Law No. 79 of 1958 regarding the Cooperative Society and revoke the Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen Stb. 108 of 1933 and Regeling Cooperatieves Verenigingen Stb. 179 of 1949. Meanwhile, the prevailing law currently is Law No. 25 of 1992 regarding the Cooperative. The provision regulating the Cooperative that should be formed of a corporate is not clearly organized. Then, in this new Cooperative Legislation Draft, it is stated that the Cooperative must be established in the form of cooperate. The Cooperative is an association of people and not merely the association of capital, the presence of a common purpose, and the interests that led the birth of Cooperative. The establishment of Cooperative to be an association of legal status business is based on the nature of his business that meets the criteria of venture which can be categorized as a corporate, and in this case the government gives the support by applying the establishment of Cooperative in the form of corporate in the legislation regarding the Cooperative. In line with the development of economy that is so rapid, the Cooperative is required to be able to follow the dynamics of the existing development but keep maintain the value and basic principle of Cooperative due to those value and principle of this Cooperative do not exist in other venture. This Cooperative has its own characteristic, beside its economic character; it also has a social character. Therefore, in addition to be able to survive in facing the era development, the future of Cooperative must also keep uphold those value and principle. The coaching and empowerment performed by the government with the purpose of protecting and maintaining the existence of Cooperative does not need to be done in an excessive manner. The making of regulation on the Cooperative thus may fetter the Cooperative and it may become no independent then relies on the government. The government has a plan to amend the Law No. 25 of 1992 on the Cooperative with the new legislation whereas the Legislation Draft is still in the discussion process in the House of Representatives. In the new Cooperative Legislation Draft known the term of Cooperative share, incorporation and merger which have not been arranged yet in the previous law."
2012
S43542
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>