Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135956 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budy Alamsjah
"Tujuan: Untuk memahami mekanisme terjadinya resistensi terhadap obat antituberkulosis dengan mempergunakan pendekatan epidemiologik genetik.
Bahan dan metode penelitian:
Disain penelitian : kasus - kontrol.
Tempat: Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta, Rumah Sakit Umum dr. M. Jamil, Sumatera Barat dan Rumah Sakit Umum dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar. Laboratorium Mikrobiologi FKUI, Jakarta, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta dan Laboratorium Bioteknologi Universitas Padjajaran, Bandung.
Lama penelitian: 8 bulan ( Januari 2002 - Agustus 2002 ).
Subjek penelitian: Masing-masing 279 sampel dahak yang sensitif dan resisten INH serta 36 sampel dahak yang sensitif dan resisten rifampisin.
Bahan: sampel dahak yang dikirim dari ketiga rumah sakit tersebut, diperiksa silang di laboratorium mikrobiologi FKUI, Jakarta, lalu diadakan pemeriksaan PCR dan sequencing di Lembaga Eijkman dan laboratorium BioteknoIogi Universitas Padjajaran, Bandung. Disamping itu dilakukan wawancara untuk mendapatkan keterangan mengenai kepatuhan berobat dan pengobatan yang tidak optimal. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis uji statistik.
Hasil: Prevalensi resistensi terhadap INH dari ketiga propinsi berkisar dari 11,9 % sampai 15,6 %, prevalensi resistensi terhadap rifampisin berkisar dari 1,3 % sampai 1,6 % dan prevalensi resistensi ganda berkisar dari 0,6 % sampai 1,3 %, M. tuberculosis yang mengalami mutasi padagen katG dari ketiga propinsi didapatkan sebesar 60,2 % dan mempunyai kemungkinan risiko resisten terhadap INH sebesar 32,6 kali bila dibandingkan dengan M. tuberculosis yang tidak mengalami mutasi pada gen katG. M. tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin dari ketiga propinsi menunjukkan bahwa semua M tuberculosis tersebut mengalami mutasi padagen rpoB, dimana mutasi gen rpoB pada kodon 516 (16,6 %), kodon 526 (63,8 %), kodon 529 dan kodon 531 masing-masing sebesar 5,5 %. Hal ini dapat dikatakan bahwa M. tuberculosis dari ketiga propinsi yang resisten terhadap INH dan rifampisin mengalami beraneka ragam jenis mutasi (diversity). Di ketiga propinsi, ketidakpatuhan penderita tuberkulosis berobat didapatkan sebesar 56,3 % pada M. tuberculosis resisten terhadap INH dan 75 % M. tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin. 65,9 % penderita tuberkulosis yang mendapatkan pengobatan monotherapy mengalami resisten terhadap INH dan 75 % penderita tuberkulosis yang mendapatkan pengobatan tidak optimal mengalami resisten terhadap rifampisin. Mutasi baru gen rpoB pada kodon 529 ditemukan 2 buah yang berasal dari propinsi Jakarta dan propinsi Sumatera Barat. Mutasi baru ini tidak mempunyai dampak klinik dan biologis karena kedua kodon tersebut menyandi asam amino yang lama yaitu arginin.

Genetic Epidemiological and Risk Factor Of M. Tuberculosis For Being Resistant To INH And Or RifampicinObjective of the Study: To understand the mechanisms of resistance to antituberculosis drugs by genetic epidemiological study.
Methods and materials of the study:
Study design: Case - control study.
Location: Persahabatan Hospital (Jakarta), M. Jamil General Hospital (West Sumatra), Wahidin Sudirohusodo General Hospital (South Sulawesi), Microbiology Laboratory FKUI (Jakarta), Eijkman Institute for biology molekuler (Jakarta) and Padjadjaran University Biotechnology Laboratory (West Java).
Duration of study: 8 months ( January 2002 - August 2002 ).
Subject: 279 samples sputum each that were sensitive and resistant to NH, 36 sample sputum each that were sensitive and resistant to rifampiscin.
Material of study: - Sputum sample from three hospitals were sent to Microbiology Laboratory FKUI for crosschecking. Subsequently PCR examination and sequencing were performed in Eijkman Institute and Padjadjaran University Biotechnology Laboratory. In addition interviews were conducted to obtain information about patient compliance and optimal treatment. All data were subjected to statistical analysis.
Results: Resistance prevalence to INH from three provinces range from 11.9 % to 15.6 %; resistance prevalence to rifampicin 1.3 % to 1.6 % and multidrug resistant prevalence: 0.6 % to 1.3 %. Mutation on gene katG M. tuberculosis from three provinces were 60.2 % and have a probability resistance risk to INH 32.6 times compared to M. tuberculosis that didn't have mutation on gene katG. All M. tuberculosis resistant to rifampicin isolated from three provinces have a mutation on gene rpoB, on codon 516 (16.66 %), codon 526 (63.8%), codon 529 and codon 531 respectively 5.5 %. This situation showed that M. tuberculosis from three provinces resistant to INH and rifampicin have a diversity mutant, In the three provinces, non compliance from tuberculosis patient - were 56.3 % of M. tuberculosis resistant to INH and 75 % of M. tuberculosis resistant to rifampicin. INH monotherapy result in 65.9 % resistance and sub optimal treatment result in 75 % resistance to rifampicin. Two new mutations have been found in gene rpoB codon 529 from Jakarta and West Sumatra. And this new mutant has no clinical and biology impact because the two codons encode amino acid was same, is arginine.
Conclusions: Resistance prevalence to NH and or rifampicin in three provinces is significantly high despite a good health infrastructure. If this problem occurs in other provinces with difference geographic characteristic, demographic, socioeconomic and health infrastructure, most probably the resistance prevalence to INH and or rifampicin will be much be more pronounced. The development of resistance of M. tuberculosis to INH and or rifampicin is influenced by mutation on gene encoding enzyme catalase peroxidase (katG) and RNA Polymerise ( rpoB ). Non-compliance and sub optimal treatment are selection factors for katG and rpoB mutant.
Recommendations: It is recommended to continue a similar study in the other provinces with difference geographic, demographic, socio economic, health infrastructure and also other study with mutant. For the Department of Health it is recommended to accelerate methods of early detection of tuberculosis cases that are sensitive or resistant to antituberculosis drugs and monitoring system to record and to report tuberculosis cases from other public health services e.g. Private practices, non government clinics, hospitals and institution to ensure continuous availability and quality of controlled drugs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
D547
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronald Irwanto Natadidjaja
"Latar belakang : Infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata hingga saat ini masih termasuk kasus yang sering dijumpai dalam klinik. Infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata kerap kali dapat berakibat fatal. Data yang diperoleh di ruang rawat inap penyakit dalam RSCM menunjukkan lebih dari 200 kasus infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata sepanjang tahun 2010, dengan angka kejadian sepsis kurang lebih mencapai sekitar 10%. Manfaat diagnostik kausatif melalui temuan kultur kuman sebaiknya juga dinilai, karena pada kenyataannya, pemberian antibiotik sesuai temuan kultur kuman juga tidak sepenuhnya menjamin menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien, hal ini seringkali dimungkinkan oleh karena banyaknya kesalahan dalam pengambilan dan pelaporan hasil spesimen.
Tujuan : Mengetahui pola sensitifitas dan resistensi mikroorganisme aerob, pola penggunaan antibiotika, serta manfaat kultur pada infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata.
Metode : Penelitian merupakan studi kohort retrospektif dengan data sekunder pada pasien- pasien dengan infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata yang masuk ke rawat inap penyakit dalam antara bulan Juli 2011 - Juli 2012.
Hasil : Diperoleh 90 subjek penelitian dengan temuan S. aureus dan S.epidermidis merupakan bakteri gram positif yang paling banyak dijumpai. Angka resistensi S. epidermidis terhadap oxacyllin yang dapat menjadi indikator tingginya Methycillin Resistant Staphylococcus epidermidis (MRSE) mencapai 53,8%, sedangkan untuk Methycillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) hanya 15,4%. Bakteri gram negatif yang terbanyak dijumpai adalah Pseudomonas sp yang mencapai 19,5% dari seluruh temuan kultur. Angka resistensi Pseudomonas sp terhadap cephalotin selaku indikator antibiotik beta laktam pada temuan ini mencapai 90%. Pada pemberian antibiotik empirik, kombinasi ampicillin-sulbactam dengan metronidazole menempati urutan tertinggi, yaitu mencapai 63,9%. Penggunaan antibiotik meropenem tunggal tampak mendominasi kelompok dengan eskalasi antibiotik Pada kelompok de-eskalasi antibiotik, 100% subjek diberikan antibiotik tunggal. Ciprofloxacin mendominasi pemberian antibiotik pada kelompok tersebut, yaitu mencapai 32,2% Penilaian manfaat kultur dilakukan dengan terlebih dahulu mengontrol faktor perancu, dan setelah mengontrol variabel perancu, secara statistik tidak ada perbedaan keberhasilan antara antibiotik empirik yang diberikan sesuai kultur dengan antibiotik empirik yang diberikan tidak sesuai kultur. OR pada penelitian ini adalah 0,45 dengan p > 0,05.
Simpulan : Angka resistensi terhadap antibiotik beta laktam yang ditunjukkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif cukup tinggi, dengan penggunaan antibiotik empirik yang terbanyak adalah ampisulbaktam dan metronidazole. Penggunaan meropenem tunggal paling banyak dijumpai pada kelompok dengan eskalasi antibiotik, sementara ciprofloxacin tunggal merupakan antibiotik yang paling banyak dijumpai pada kelompok de-eskalasi antibiotik. Pada penelitian ini, secara statistik tidak ada perbedaan keberhasilan antara antibiotik empirik yang diberikan sesuai kultur dengan antibiotik empirik yang diberikan tidak sesuai kultur.

Background: Complicated skin and soft tissue infection is arising as a global problem in worldwide with high fatality rate that should urgently be treated in clinical practice. Cipto Mangunkusumo Hospital, Internal Medicine Ward data showed, there were more than 200 cases during 2010, with 10% sepsis incidence rate. The culture effectiveness should be evaluated, because there are still more bias which frequently happened in sample taking or reporting procedure. This condition evokes high morbidity and mortality.
Aim: To analyze the sensitivity and resistance pattern of aerobic microorganism, empiric antibiotic and culture using in complicated skin and soft tissue infection.
Methods: July 2011-July2012 retrospective cohort study with secondary data of complicated skin and soft tissue infection patients in Cipto Mangunkusumo Hospital Internal Medicine Ward.
Result: There are 90 subjects with S. aureus and S. epidermidis as the highest finding of gram positive culture. S. epidermidis high resistance rate to oxacyllin indicates the high event of Methycillin Resistant Staphylococcus epidermidis (MRSE) infection which reaches 53,8%, for a while only 15,4% of S. aureus that present as Methycillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA).Pseudomonas sp that reaches 19,5% is the most frequent of gram negative culture finding. This finding show high indication for beta lactam resistant. The most frequent of empiric antibiotic using is ampicillin-sulbactam in combination with metronidazole that achieves 63,9%. Single meropenem and single ciprofloxacin treatment is a majority issue in group with antibiotic escalation and antibiotic de-escalation. The culture effectiveness is searched after confounding factors statistic reduction done. There are no statistic significant improve for success between appropriate culture based antibiotic and inappropriate culture based antibiotic, with 0,45 OR and p= 0,085.
Conclusion: High resistance to beta lactam showed by both gram positive and gram negative. Ampicillin-sulbactam in combination with metronidazole is the most frequent of empiric antibiotic using, with single meropenem and single ciprofloxacin as a majority use in antibiotic escalation and de-escalation group, and the appropriate culture based antibiotic and inappropriate culture based antibiotic success shows not statistically improve.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Melya Puspitasari
"Tuberkulosis merupakan penyakit yang masih menjadi masalah utama kesehatan bagi masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Global TB Report 2021, Asia Tenggara merupakan wilayah dengan beban Tb paling tinggi dan Indonesia menyumbang sekitar 8% dari keseluruhan beban Tb didunia. Namun pasien Tb yang berhasil ditemukan, diobati dan dilaporkan kedalam sistem informasi nasional hanya sekitar 48%. Tb yang resisten terhadap obat terus menjadi ancaman kesehatan manusia. Resistensi terhadap obat anti tuberkulosis bisa terjadi akibat infeksi primer dengan bakteri Tb resisten atau bisa disebabkan oleh pengobatan yang tidak adekuat, sehingga muncul strain yang resisten akibat adanya perubahan atau mutasi pada gen-gen tertentu dalam genom Mycobacterium tuberculosis. Saat ini sudah banyak teknologi dan metode yang digunakan untuk mendeteksi resistensi terhadap obat anti tuberculosis. Salah satunya adalah Next Generation Sequencing. Next Generation Sequencing merupakan teknologi sekuensing akurat, hemat biaya dan throughput tinggi yang memungkinkan penyelidikan genom termasuk Whole Genome Sequencing untuk studi epidemiologi dan untuk mendeteksi penanda resistensi obat dan keragaman strain. Analisis Whole Genome Sequencing dapat digunakan untuk mendeteksi resistensi terhadap obat anti tuberkulosis lini pertama y a n g sangat menjanjikan sebagai pengganti uji kepekaan obat konvensional. Hasil dari analisis Whole Genome Sequencing pada Mycobacterium tuberculosis yang resisten rifampisin menunjukkan adanya mutasi-mutasi yang ada pada wilayah operon Rpo terutama pada gen RpoB dan RpoC. Mutasi yang paling dominan pada gen RpoB adalah perubahan S450L (36,45%) dan pada gen RpoC adalah G594E (30,95%). Dan analisis whole genome sequencing juga menunjukkan adanya mutasi baru yang berbeda dengan mutasi-mutasi yang ada berdasarkan penelitian sebelumnya.

Tuberculosis is a disease that is still a major health problem for people in Indonesia. Based on the Global TB Report 2021, Southeast Asia is the region with the highest burden of TB and Indonesia produces around 8% of the total burden of TB in the world. However, only about 48% of TB patients who have been found, treated and reported to the national information system. Drugresistant TB continues to be a threat to human health. Resistance to anti-tuberculosis drugs can occur as a result of primary infection with resistant TB bacteria or can be caused by inadequate treatment, resulting in the emergence of resistant strains due to the presence or mutations in certain genes in the genome of Mycobacterium tuberculosis. Currently there are many technologies and methods used to detect resistance to anti-tuberculosis drugs. One of them is Next Generation Sequencing. Next Generation Sequencing is an accurate, cost-effective and highthroughput sequencing technology that enables genomic investigations including Whole Genome Sequencing to study epidemiology and to detect markers of drug resistance and strain diversity. Whole Genome Sequencing analysis can be used to detect resistance to first-line anti-tuberculosis drugs which are very promising as a substitute for conventional drug sensitivity tests. The results of Whole Genome Sequencing analysis on rifampicin-resistant Mycobacterium tuberculosis showed that there were mutations in the Rpo operon region, especially in the RpoB and RpoC genes. The most dominant mutation in the RpoB gene was the change in S450L (36.45%) and in the RpoC gene was G594E (30.95%)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Maylinda
"Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) atau TB MDR adalah TB resistan obat terhadap minimal 2 (dua) obat anti TB yaitu INH dan Rifampisin secara bersama sama atau disertai resisten terhadap obat anti TB lainnya seperti etambutol, streptomisin dan pirazinamid. Pada tahun 2013 WHO memperkirakan di Indonesia terdapat 6800 kasus baru TB dengan MDR-TB setiap tahunnya yang berasal dari 2% kasus TB baru dan 12% kasus TB lama ( MDR-TB). WHO juga memperkirakan lebih dari 55% pasien MDR-TB belum terdiagnosis atau mendapat pengobatan dengan baik dan benar.
Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui faktor faktor Resistensi Tuberculosis di Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampling sistematik untuk mengumpulkan sampel,digunakan 94 sampel terdiri dari 30 pengidap resistensi dan 64 pengidap TB, untuk mencari faktor- faktor yang berpengaruh digunakan analisis regresi logistik. Hasil dari penelitian ini adalah pengawas minum obat dan riwayat minum obat merupakan faktor yang mempengaruhi resistensi tuberkulosis di Jakarta.

Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) or MDR TB is resistant TB Drugs to at least two (2) anti-TB drugs which are INH and Rifampin along with or with resistance of other anti-tuberculosis drugs such as ethambutol, streptomycin and Pyrazinamide. In 2013 WHO estimates that in Indonesia there are 6800 new TB cases in Indonesia with MDR-TB each year. Estimation of 2% from new TB cases and 12% from old TB cases (MDRTB). It is also estimated that more than 55% of MDR-TB patients have not been diagnosed or received treatment properly and correctly.
The purpose of this research is to know the factors and pattern of Tuberculosis Resistance in Jakarta. The method used in this study is a sampling technique that is systematic sampling to collect samples, there are 94 samples used consist of 30 people with resistance and 64 people with TB. To see the influential factors of resistance, logistic regression analysis is to used. Our result show that the nutritional status and history of taking medicine are the major factors affecting resistance tuberculosis.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S69329
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shena Masyita Deviernur
"Proporsi pasien Tuberkulosis Resistan Obat (TB RO) yang memiliki hasil akhir pengobatan meninggal meningkat di tahun 2021 menjadi 19%. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor risiko kematian pasien TB RO selama masa pengobatan di Indonesia. Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif dengan menggunakan data kasus TB RO yang memulai pengobatan tahun 2020-2021 dan telah memiliki hasil akhir pengobatan hingga Mei 2023 dan tercatat pada Sistem Informasi Tuberkulosis. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif, survival dengan menggunakan Kaplan Meier, dan multivariat dengan menggunakan cox regression. Jumlah sampel penelitian adalah 7.515. Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 19,39% pasien meninggal dengan laju kejadian keseluruhan adalah 6 per 10.000 orang hari dan probabilitas kumulatif survival sebesar 73%. Analisis multivariat menunjukkan Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian pasien TB RO selama masa pengobatan di Indonesia adalah kelompok umur 45-65 (HR 1,519; 95% CI 1,275-1,809) tahun dan 65+ (HR 3,170; 95% CI 2,512-4,001), wilayah fasyankes Jawa-Bali (HR 1,474; 95% CI 1,267-1,714), koinfeksi HIV (HR 3,493; 95% CI 2,785-4,379), tidak mengetahui status HIV (HR 1,655; 95% CI 1,474-1,858) memiliki riwayat pengobatan (HR 1,244; 95% CI 1,117-1,385), tidak konversi ≤3 bulan (HR 4,435; 95% CI 3,920-5,017), paduan pengobatan LTR (1,759; 95% CI 1,559-1,985), kepatuhan pengobatan pada kelompok tidak minum obat 1-30 hari (HR 0,844; 95% CI 0,748-0,953) dan kepatuhan pengobatan pada kelompok tidak minum obat >30 hari (HR 0,318; 95% CI 0,273-0,370). 

The proportion of drug-resistant tuberculosis (RO-TB) patients who have the final outcome of treatment will die in 2021 to 19%. The purpose of this study was to determine the risk factors for death of TB RO patients during the treatment period in Indonesia. The design of this study was a retrospective cohort using data on TB RO cases that started treatment in 2020-2021 and had final treatment results until May 2023 and were recorded in the Tuberculosis Information System. The analysis used in this study is descriptive analysis, survival using Kaplan Meier, and multivariate using cox regression. The number of research samples is 7,515. The results of this study showed that 19.39% of patients died with an overall incidence rate of 6 per 10,000 person days and a cumulative probability of survival of 73%. Multivariate analysis shows that the factors that influence the death of TB RO patients during the period of treatment in Indonesia are the age group 45-65 (HR 1.519; 95% CI 1.275-1.809) years and 65+ (HR 3.170; 95% CI 2.512-4.001), health facilities area Java-Bali (HR 1.474; 95% CI 1.267-1.714), HIV coinfection (HR 3.493; 95% CI 2.785-4.379), do not know HIV status (HR 1.655; 95% CI 1.474-1.858) have a history of treatment ( HR 1.244; 95% CI 1.117-1.385), no conversion ≤3 months (HR 4.435; 95% CI 3.920-5.017), mixed treatment LTR (1.759; 95% CI 1.559-1.985), treatment adherence in non-medication group 1 -30 days (HR 0.844; 95% CI 0.748-0.953) and medication adherence in the non-medication group >30 days (HR 0.318; 95% CI 0.273-0.370)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Khodijah
"Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global yang masih menjadi tantangan besar, terutama di Indonesia. Peningkatan kasus Tuberkulosis Resisten Obat (TB RO) memerlukan penanganan yang efektif. Penelitian ini bertujuan mengembangkan sebuah Sistem Informasi Pemetaan untuk memetakan dan mengendalikan penyebaran kasus TB RO di Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kebutuhan, perancangan, pembangunan sistem, pengujian, dan evaluasi. Sistem yang dikembangkan memungkinkan pemetaan wilayah terdampak TB menggunakan data yang dilaporkan oleh petugas TB ke dalam Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem informasi pemetaan yang dikembangkan berhasil memberikan gambaran klastering kasus TB RO, mempermudah petugas kesehatan dalam penjangkauan dan pemantauan pasien, serta meningkatkan efektivitas program pencarian kasus aktif (Active Case Finding). Sistem ini juga mampu mengidentifikasi area dengan tingkat infeksi tinggi, sehingga intervensi dapat lebih tepat sasaran. Dengan demikian, sistem informasi ini menjadi alat yang berharga dalam penanggulangan TB di wilayah Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Tuberculosis (TB) remains a significant global health issue, particularly in Indonesia. The increasing incidence of Drug-Resistant TB (DR-TB) requires effective management strategies. This study aims to develop an Information Mapping System to map and control the spread of DR-TB cases in Mampang Prapatan Subdistrict, South Jakarta. The research employs a comprehensive approach including needs analysis, system design, development, testing, and evaluation. The developed system enables the mapping of TB-affected areas using data reported by TB officers into the Tuberculosis Information System (SITB). The study's findings indicate that the developed mapping information system successfully provides a visualization of DR-TB case clustering, facilitates healthcare workers in patient outreach and monitoring, and enhances the effectiveness of the Active Case Finding program. Furthermore, the system identifies high-infection areas, allowing for more targeted interventions. Thus, this information system proves to be a valuable tool in the TB control efforts in Mampang Prapatan Subdistrict, South Jakarta."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Afianti Hasanah
"Indonesia masuk kedalam Negara dengan tiga beban TB tertinggi, salah satunya adalah TB-MDR. Persentase kematian pada pasien TB-MDR selama masa pengobatan di Indonesia melebihi batasan target WHO yaitu 10. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian pada pasien Tuberkulosis Multi Drug Resistance TB-MDR selama masa pengobatan di Indonesia tahun 2010-2014. Desain penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional menggunakan data sekunder registrasi kohort e-TB Manager Surveilans TB Resistan Obat 2010-2014.
Variabel independen pada penelitian ini meliputi faktor kerentanan individu usia, jenis kelamin, komorbid diabetes mellitus, jumlah resistansi OAT, hasil pemeriksaan sputum di awal pengobatan, faktor kerentanan sistem kesehatan riwayat pengobatan TB sebelumnya dan interval inisiasi pengobatan, dan faktor kerentanan sosial wilayah tempat tinggal. Variabel dependen pada penelitian ini adalah hasil akhir kematian pada pasien TB-MDR. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara usia dengan kematian pada pasien TB-MDR selama masa pengobatan.

Indonesia is one of the countries in three high burden country list, partially MDR TB. The presentation of mortality among MDR TB patients during treatment in Indonesia is above WHO target which is 10. This study aimed to describe the epidemiological and factors associated with mortality among MDR TB patients during treatment in Indonesia from 2010 through 2014. The study was conducted with cross sectional using secondary data cohort registration e TB Manager Surveillance of TB Drugs Resistance 2010 2014.
Independent variables of this study were individual vulnerability age, sex, diabetes mellitus comorbidities, number of drugs resistance, initial sputum test, programmatic or institutional vulnerability previous history of TB treatment and interval of treatment, and social vulnerability living status. Dependent variable of this study was the end of treatment result for mortality among MDR TB patients. The results indicated that age associated with mortality among MDR TB patients during treatment.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69650
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira A`Dila
"Demi meningkatkan cakupan layanan serta keberhasilan pengobatan TB RO dilakukan perluasan penyediaan layanan TB RO pada fasilitas pelayanan kesehatan di 34 provinsi. Sejak tahun 2020, Indonesia berkomitmen mengimplementasikan sistem manajemen dan monitoring efek samping obat secara aktif (MESO-aktif) untuk pasien TB RO. Kejadian tidak diinginkan selama terapi pengobatan wajib dilaporkan dalam formulir pelaporan ESO. Analisis Kejadian Tidak Diinginkan Serius Tuberkulosis Resisten Obat di Rumah Sakit Universitas Indonesia Periode Desember 2022 – April 2023 dilakukan dengan melakukan pemantauan KTD pasien TB RO melalui SIMRS. Dari hasil analisis data Kejadian Tidak Diinginkan Serius Tuberkulosis Resisten Obat di Rumah Sakit Universitas Indonesia Periode Desember 2022 – April 2023 masih terdapat 21 Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) yang dialami 13 pasien sehingga Analisis KTD pasien TB RO yang telah dilakukan dapat dilanjutkan dan dilakukan secara rutin agar pelaporan KTD TB RO melalui Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) untuk meningkatkan implementasi MESO aktif di fasilitas pelayanan kesehatan dan mendukung program TBC Nasional dapat terlaksana dengan baik. 

In order to increase service coverage and the success of TB RO treatment, the provision of TB RO services has been expanded at health service facilities in 34 provinces. Since 2020, Indonesia has committed to implementing an active drug side effect management and monitoring system (MESO-active) for RO TB patients. Adverse events during medication therapy must be reported on the ESO reporting form. Analysis of Serious Adverse Events of Drug-Resistant Tuberculosis at the University of Indonesia Hospital for December 2022 – April 2023 was carried out by monitoring adverse events in RO TB patients via SIMRS. From the results of data analysis of Serious Adverse Events of Drug-Resistant Tuberculosis at the University of Indonesia Hospital for the period December 2022 – April 2023, there were still 21 Undesirable Events (KTD) experienced by 13 patients, so the adverse event analysis of RO TB patients that has been carried out can be continued and carried out routinely. So, reporting adverse TB RO events through the Tuberculosis Information System (SITB) to increase the implementation of active MESO in health service facilities and support the National TB program can be implemented well.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wihda Aisarul Azmi
"Kemunculan resistensi parasit terhadap obat antimalaria, seperti artemisinin, sulfadoksin, dan piperakuin, menjadi tantangan besar dalam eliminasi malaria di negara-negara endemik, termasuk Indonesia. Hal ini meningkatkan urgensi pengembangan obat antimalaria baru yang dapat membunuh parasit sensitif dan resisten. Penggunaan model parasit Plasmodium berghei resisten diperlukan untuk merepresentasikan keberagaman populasi alami parasit ke skala laboratorium. Seleksi P.berghei resisten dilakukan melalui Repeated Incomplete Treatment (RIcT) dengan memaparkan dosis terapeutik obat pada parasit tanpa menyelesaikan pengobatan. Metode ini menyerupai kondisi kegagalan pengobatan berulang yang memicu terbentuknya resistensi pada parasit. Siklus pengobatan mencit dan pemulihan parasit dilakukan berulang sampai fenotipik resisten parasit teramati. Setelah empat regimen RIcT berbeda dilakukan, fenotipik resisten P.berghei terhadap artemisinin belum ditemukan. Pertumbuhan parasit tidak dapat ditekan selama pemberian obat pada siklus 2 berlangsung. Namun analisis molekuler target gen k13 tidak menunjukkan terbentuknya mutasi. Fenotipik resisten parasit terhadap sulfadoksin belum diperoleh setelah 3-4 siklus RIcT. RIcT sub-klon parasit menemui kondisi yang sama. Analisis molekuler target gen dhps tidak menujukkan keberadaan mutasi. Menariknya, gametositemia terjadi pada siklus terakhir RIcT. Kondisi ini meningkatkan risiko transmisi parasit ke nyamuk. RIcT piperakuin tidak dapat dilanjutkan setelah 2 siklus berlalu dikarenakan parasit habis selama pengobatan. Fenotipik resisten parasit tiga obat antimalaria pada eksperimen RIcT belum ditemukan

The emergence of antimalarial drug resistance, such as artemisinin, sulfadoxine, and piperaquine, is an enormous hindrance to malaria elimination in endemic countries, including Indonesia. This increases the urgency in novel antimalarial drug development to obtain antimalarial drugs that are effective in clearing sensitive and resistant parasites. The use of a resistant Plasmodium berghei parasite model can represent the variety of parasites spreading in natural populations to a laboratory scale. The selection of P.berghei-resistant model was done through Repeated Incomplete Treatment (RIcT) by exposing a therapeutic dosage of the antimalarial drug to the parasites without finishing the treatment. This method mimics repeated treatment failure that induces resistance in parasites. The cycles of drug treatment and parasite recovery were repeated until phenotypic resistance was observed. After four different RIcT regimens, the parasite’s phenotypic resistance to artemisinin has not yet been observed. The parasite growth keeps rising during treatment in cycle 2. However, no mutation was found in k13 gene. Parasite phenotypic resistance to sulfadoxine has not been identified after 3-4 RIcT cycles. RIcT in sub-clone parasite faced the same situation. Molecular analisys at the target gene dhps did not show any mutation. Interestengly, gametocytemia was observed at the last cycle of RIcT. This condition increases the risk of parasite transmission into the mosquitoes. RIcT piperaquine could not be continued after 2 cycles duet o parasite clearance during drug treatment. Phenotypic resistant of the parasite to 3 of the antimalarial drugs used in this RIcT experiment is not yet observed."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuanita Permata
"Latar Belakang: Infeksi intraabdomen komplikata (IIAK) memiliki prevalensi tinggi dan angka mortalitas tinggi. Berdasarkan panduan di Indonesia, IIAK diberikan terapi empiris kombinasi aminoglikosida dan metronidazole. Resistensi antibiotik di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Resistensi antibiotik dipengaruhi oleh usia, komorbiditas, dan keparahan penyakit. Belum ada penelitian mengenai resistensi antibiotik terhadap terapi empiris amikasin pada infeksi intraabdomen komplikata, termasuk faktor-faktor yang memengaruhinya.
Metode: Desain penelitian potong lintang dengan teknik pengambilan data secara retrospektif pada 44 pasien infeksi intraabdomen komplikata yang membutuhkan laparotomi darurat dari rekam medis Kelompok Staf Medis Bedah RSCM tahun 2019-2023. Analisis perbandingan faktor-faktor yang memengaruhi resistensi antibiotik dilakukan dengan chi-square dan regresi logistik. Semua hasil uji statistik dianggap bermakna jika nilai p<0,05.
Hasil: Sebanyak 44 subjek diinklusi dan didapatkan 13 subjek (29,5%) mengalami resistensi terhadap amikasin. Keempat faktor yang diteliti tidak memiliki hubungan bermakna dengan resistensi antibiotik amikasin pada pasien infeksi intraabdomen komplikasi, yaitu usia (OR 1,98; IK95% 0,41-9,53), obesitas (OR 1,98; IK95% 0,41-9,53), diabetes melitus (OR 0,88; IK95% 0,06-13,29), dan sepsis (OR 1,38; IK95% 0,27-7,04). Hal tersebut dapat disebabkan oleh sedikitnya jumlah subjek pada penelitian ini.
Kesimpulan: Prevalensi resistensi antibiotik empiris amikasin pada pasien infeksi intraabdomen komplikasi adalah 29,5%. Faktor-faktor, seperti usia, obesitas, diabetes melitus, dan sepsis tidak memiliki hubungan bermaksa dengan kejadian resistensi antibiotik amikasin pada infeksi intraabdomen komplikata di RSCM pada tahun 2019-2023.

Background: Complicated intra-abdominal infection (CIAIs) has a high prevalence and high mortality rate. Based on Indonesian guidelines, CIAIs is given empirical therapy with a combination of aminoglycosides and metronidazole. Antibiotic resistance in Indonesia is increasing every year. Antibiotic resistance is influenced by age, comorbidities, and disease severity. There has been no research on antibiotic resistance to empirical amikacin therapy in complicated intra-abdominal infections, including the factors that influence it.
Methods: A cross-sectional study design with retrospective data collection techniques on 44 patients with complicated intra-abdominal infections requiring emergency laparotomy from the medical records of the RSCM Surgical Medical Staff Group in 2019-2023. Comparative analysis of factors affecting antibiotic resistance was performed by chi-square and logistic regression. All statistical test results were considered significant if the p value was <0.05.
Results: A total of 44 subjects were included and 13 subjects (29.5%) experienced resistance to amikacin. The four factors studied did not have a significant relationship with amikacin antibiotic resistance in patients with complicated intra-abdominal infections, namely age (OR 1.98; 95% CI 0.41-9.53), obesity (OR 1.98; 95% CI 0.41-9.53), diabetes mellitus (OR 0.88; 95% CI 0.06-13.29), and sepsis (OR 1.38; 95% CI 0.27-7.04). This could be due to the small number of subjects in this study.
Conclusion: The prevalence of empirical antibiotic resistance of amikacin in patients with complicated intra-abdominal infections is 29,5%. Age, obesity, diabetes mellitus, and sepsis do not have a statistically significant relationship with the incidence of amikacin antibiotic resistance in complicated intra-abdominal infections at RSCM in 2019-2023.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>