Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113783 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Srihani Prasetyowati
"Dalam setiap perkawinan yang dilakukan apabila memperhatikan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasti akan ada harta campur atau harta bersama dalam perkawinan kecuali diperjanjikan lain sebelum perkawinan dilangsungkan dengan membuat suatu perjanjian kawin. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang dalam hal ini selaku pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk membuat bukti akta otentik berupa akta dalam hal adanya suatu peralihan terhadap suatu harta tak bergerak khususnya tanah dan bangunan, akan menghadapi banyak kendala dalam pembuatan suatu akta peralihan terhadap harta bersama. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dituntut untuk bersikap pragmatis serta dengan tingkat keakuratan yang tinggi dalam memeriksa setiap dokumen ataupun harus menyelidiki dengan baik posisi pihak-pihak yang terkait yang akan melaksanakan peralihan terhadap objek tanah tersebut. Selain itu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus memberikan penyuluhan hukum, menganalisa dan meneliti data yang diterima, menyatakan dengan tegas persetujuan yang diberikan oleh suami atau istri dan menentukan bentuk surat persetujuannya, karena gugatan secara perdata maupun tuntutan secara pidana tidak dapat dikesampingkan jika terjadi kelalaian yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam rangka membuat suatu akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap objek harta tak bergerak sebagaimana dimaksud diatas. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian yang bersifat yuridis normatif."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16320
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Nur
"Untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan Pendaftaran Tanah baik itu pemindahan hak atas tanah, pembebanan hak atas tanah dan akta-akta lainnya yang diatur dalam peraturan Perundang-undangan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam melaksanakan Pendaftaran Tanah Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah ( selanjutnya PPAT ). Pengaturan tentang PPAT tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 Tahun 1998. PPAT adalah Pejabat Umum yang diberikan wewenang untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Yang menjadi pokok permasalahan yaitu Peradilan mana yang berkompetensi (yang mempunyai wewenang) mengadili apabila terjadi sengketa antara PPAT dengan Pihak yang dirugikan atas perbuatan PPAT dan akta-aktanya.
Permasalahan ini timbul karena PPAT diangkat oleh Pemerintah dan sebagai pejabat umum atau pejabat publik yang masuk dalam struktural organisasi pemerintah dalam hal Pendaftaran Tanah atau yang berkaitan dengan masalah pertanahan. Jadi dapat dikatakan bahwa PPAT merupakan Pejabat Tata Usaha Negara, namun pernyataan mengenai hal ini masih ada perbedaan pendapat dari para ahli hukum di Indonesia.
Metode penelitian yang digunakan penelitian eksploratif dan deskriptif, serta melakukan tehnik pengumpulan data yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Dari hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa apabila terjadi sengketa antara para pihak yang termasuk dalam akta yang dibuat oleh PPAT maka Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) bukan merupakan Pejabat Tata Usaha Negara dan masuk dalam wewenang peradilan perdata karena sebelumnya telah terdapat kesepakatan antara para pihak dihadapan PPAT tersebut. Namun apabila yang mengajukan gugatan adalah pihak ketiga yang tidak termasuk dalam akta yang dibuat oleh PPAT dan merasa dirugikan oleh akta PPAT tersebut maka pihak ketiga tersebut atau pihak yang dirugikan atas dibuatnya akta oleh PPAT maka dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah Indonesia agar dapat dibuatkan suatu peraturan yang jelas mengenai Kompetensi Peradilan terhadap Kedudukan PPAT dan Akta-aktanya.
Maka dari itu PPAT harus juga memahami tentang Asas-asas Umum Pemerintahan yang Balk, meliputi: asas kepastian hukum, asas keseimbangan, asas bertindak cermat, asas motivasi untuk setiap keputusan badan pemerintahan, asas tidak boleh mencampuradukan kewenangan, asas kesamaan dalam mengambil keputusan, asas permainan yang layak, asas keadilan atau kewajaran, asas menanggapi pengharapan yang wajar, asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal, asas perlindungan atas pandangan hidup, asas kebijaksanaan dan asas penyelenggaraan kepentingan umum. Perbedaan yang mendasar antara PPAT dan Pejabat Tata Usaha Negara adalah PPAT tidak mendapat fasilitas dari negara seperti gaji, tunjangan-tunjangan dan pensiun, sebagaimana layaknya Pejabat Tata Usaha Negara."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14534
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Patricia Habigael
"Tesis ini membahas mengenai seorang notaris yang cuti karena menjabat sebagai pejabat negara, dan membuat akta jual beli atas jabatannya selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Apakah pembuatan Akta Jual Beli oleh PPAT dalam masa cuti Notaris sah kekuatan pembuktian hukumnya dan apakah perbuatan Notaris/ PPAT tersebut termasuk pelanggaran Jabatan? Dan bagaimana penerapan sanksi terhadap perbuatan Notaris/PPAT dalam hal ini? Akta yang dibuat dalam hal ini tergolong Akta Partij, yaitu akta yang dibuat oleh Notaris/ PPAT berdasarkan keterangan para pihak yang mana para pihak menjamin apa yang dinyatakan adalah benar dan tidak ada penipuan di dalamnya. Apabila di kemudian waktu ternyata ada pihak yang merasa dirugikan atas pembuatan akta tersebut, maka Notaris/PPAT tidak dapat dimintakan tanggung jawab atas akta tersebut.

This thesis discusses about a notary who take leave because serving as a state officer, and made deed of sale and purchase as a Land Deed Official (Pejabat Pembuat Akta Tanah/ "PPAT"). Is the making of deed of sale and purchase by PPAT during leave period as a Notary have legal probative force and whether the action of the Notary/PPAT may include as a violation of occupation? And how is the application of sanctions against such acts by Notary/PPAT in this case? In such event, would the deed be considered as Deed of Partij, which is a deed made by Notary/PPAT based on the statements of the parties where the parties guarantee what is stated is true and there is no fraud in it. And if in the future there are parties who feel disadvantaged by the making of the deed, then the Notary/PPAT shall not be responsible for the deed."
Salemba: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Andalas Kristian
"Notaris selaku PPAT harus menjalankan jabatannya secara cermat, tidak berpihak dan menjaga kepentingan para pihak sebagaimana ditentukan dalam pasal 16 ayat 1 huruf a. Seperti dalam membuat Akta Jual Beli Tanah PPAT harus mengikuti sifat tunai dan terang dalam hukum tanah, yaitu pembayaran dan penyerahan barang dilakukan secara bersamaan atau lunas dan di hadapan PPAT. Penelitian tesis ini merupakan suatu penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis.
Tujuan penelitian tesis ini adalah Menjelaskan tanggung jawab Notaris selaku PPAT yang tidak cermat, berpihak dan tidak menjaga kepentingan para pihak dalam membuat akta jual beli tanah dan menjelaskan kewenangan Majelis Pengawas Notaris dalam menerapkan sanksi kepada Notaris selaku PPAT yang tidak cermat, berpihak dan tidak menjaga kepentingan para pihak.
Hasil kajian penelitian adalah PPAT yang membuat akta jual beli yang kenyataannya belum lunas melanggar Pasal 16 ayat 1 huruf a UUJN, Kode Etik IPPAT dan Kode Etik Notaris.
Hasil penelitian untuk permasalahan yang kedua adalah Majelis Pengawas Notaris berwenang untuk memeriksa dan memberikan sanksi kepada Notaris/PPAT EJ berdasarkan Pasal 35 ayat 1 Peraturan Menteri Hukum dan hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Cara kerja dan Tata cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.

Notary as PPAT shall carry out their post thoroughly, unbiased, and safeguard the interests of parties according to Article 16 Paragraph 1 Section a of Law No. 2 of 2014 on Notary. This provision applies to land sale and purchase deed as well PPAT shall adhere to the ldquo clearly rdquo and ldquo in cash rdquo nature of land law, which means that the payment and delivery of the object shall be done simultaneously or in cash. This thesis is a legal normative research, categorized as a descriptive analytic research.
The purpose of this thesis is to explain the responsibilities of a careless and biased Notary as PPAT who is unable to safeguard the interests of the parties involved in the making of a land sale and purchase deed, and the authorities of Supervisory Council of Notaries in implementing sanctions upon the aforementioned Notary as PPAT.
The result of this research is that the PPAT who made the deed of land sale and purchase which in actuality was not paid in cash simultaneously has violated Arti cle 16 Paragraph 1 Section a of Law No. 2 of 2014 on Notary, Code of Ethics of Notaries, and Code of Ethics of IPPAT.
Another result is that the Supervisory Council of Notaries has the authority to examine and implement sanctions upon Notary as PPAT EJ according to Article 35 Regulation of Minister of Justice and Human Rights Republic of Indonesia Number M.02.PR.08.10 of 2004 on Member Assignment, Member Dismissal, Work Procedure, and Examination Procedure by Supervisory Council Notaries.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47859
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Thoha
"Notaris yang merangkap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah dua profesi yang bisa dirangkap oleh satu orang. Sebagai profesi yang dilatarbelakangi ilmu dan pengetahuan hukum ternyata Notaris yang merangkap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tersebut bisa saja melakukan hal-hal berbentuk pelanggaran hukum dalam tugas dan wewenangnya, sehingga menimbulkan kerugian bagi klien. Keadaan ini menyebabkan Notaris yang merangkap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) itu mendapatkan akibat hukum baik berupa hukuman pidana, maupun tuntutan ganti rugi atas kerugian klien. Di samping itu bisa juga Notaris yang merangkap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) itu di ajukan permohonan pailit dan akhirnya jabatan yang diembannya menjadi hilang karena diberhentikan dengan tidak hormat.

Notary who doubles Land Deed Officer (PPAT) are two professions that can be concurrently performed by one person. As a professional science background and knowledge of the law turns a double Notary Deed of Land Officer (PPAT) could have been doing things against the law in the form of duties and authority, giving rise to this cause harm to this client. In this moment Notary Deed of land and concurrently Officer (PPAT) it?s getting good legal consequences of criminal penalties, or claims for compensation for loss of client. Besides, it could be a double Notary Deed of the Land Officer (PPAT) is filed for bankruptcy and eventually lost the position to which it aspires to be dismissed without due respect."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30097
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lidwina Dian Pratiwi
"Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Artinya sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lain, maka yang berwenang membuatnya adalah notaris sebagai pejabat umum. Pembuatan akta otentik diharuskan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan dan masyarakat secara keseluruhan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa bagi para pihak akta otentik memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya. Koperasi merupakan badan usaha dan gerakan ekonomi rakyat yang bertujuan memajukan kesejahteraan anggota-anggotanya dan seluruh masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Agar koperasi dapat melaksanakan fungsi dan peranannya secara efektif, serta menciptakan kepastian hukum bagi kegiatan usaha yang dilakukannya, koperasi memerlukan landasan hukum yang kuat, yaitu dengan membuat akta-akta koperasi dalam bentuk akta otentik yang dibuat oleh dan/atau dihadapan notaris sebagai pejabat umum.
Tesis ini membahas mengenai kewenangan notaris sebagai pejabat umum dalam pembuatan akta-akta koperasi serta mengapa diperlukan pembekalan dan pengangkatan notaris untuk membuat akta-akta koperasi. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Notaris sebagai pejabat umum diberi kewenangan untuk membuat akta otentik, termasuk didalamnya akta-akta koperasi, dimana undang-undang tidak mengecualikannya. Pembekalan mengenai koperasi diperlukan karena masih banyak notaris yang kurang memahami mengenai koperasi yang memiliki karakteristik berbeda bila dibandingkan dengan badan hukum lain. Namun pembekalan ini tidak boleh membatasi ataupun menghilangkan kewenangan notaris selaku pejabat umum satu-satunya yang berwenang membuat akta otentik. Pemerintah perlu melakukan perubahan terhadap undang-undang koperasi sehingga memuat ketentuan yang mengatur mengenai kewenangan notaris selaku pejabat umum dalam membuat akta-akta koperasi.

Law Number 30/2004 on Public Notary said that notary is a public officer with authorities to make authentic deeds. It means that if certain authentic deeds are not specially empowered to the other public officers, the authority will be on the notary as a public officer. An authentic deed is required for the parties and others to avoid uncertainty, regularity and law protection. Indonesian Civil Code said, an authentic deed giving a full evidence of its contents for the parties. Cooperation is a corporate body and a public economic movement that will increase its member?s prosperity and public in general, and to develop national economic system to reach a prosperous society in justice according to Pancasila and 1945 Constitution. To do its function effectively, and its activities protected by the law, the cooperation needs an authentic deeds which is made by or before the notary as a public officer.
This thesis reviews the authority of a notary as a public officer in order to make cooperation deeds. And why a notary should be enhanced and elected to be able to appoint to make cooperation deeds. This thesis used literatures examination which describes normatively yuridis. Notary as a public officer having the authority to make authentic deeds, including cooperation deeds, that is not expected by law. Enhancement about cooperation still needs because most notaries did not have enough knowledge about cooperation that has so many different characteristic, compare with the other corporate bodies. But this enhancement should not border or losing notary authority as the only one public officer that has an authority to make authentic deeds. The government needs to change the cooperation law so it denotes rules about notary authority as a public officer in making cooperation deeds.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19527
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rambing, Romel J.
"Perjanjian lahir dari kesepakatan para pihak yang membuatnya dimana mereka bebas menuangkan isi kesepakatannya tersebut dengan asas kebebasan berkontrak hal tersebut diatur dalam pasal 1320, 1337, pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan sepanjang tidak melanggar hukum, ketertiban umum, moral dan kesusilaan. Dimana perjanjian tersebut dapat dituangkan dalam akta tertulis baik akta otentik maupun akta dibawah tangan. Namun tesis ini hanya mengulas akta perjanjian kesepakatan bersama dalam bentuk akta otentik.
Sesuai dengan pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris dan Ketentuan-ketentuan dalam Kode Etik Notaris maka Notaris selaku pejabat yang berwenang membuat akta otentik harus dapat mempertimbangkan dan menganalisa dengan cermat dalam proses pembuatan akta otentik tersebut sejak para pihak datang menghadapnya dan mengemukakan keterangan-keterangan baik berupa syarat-syarat formil maupun syarat-syarat administrasi yang menjadi dasar pembuatan akta tersebut sampai dengan tanggung jawab notaris terhadap bentuk akta otentik tersebut.
Notaris tidak diperbolehkan untuk menolak membuat akta sesuai dengan kemauan para pihak kerena sudah menjadi kewajiban dan wewenang notaris kecuali ada alasan yang menurut undang-undang untuk menolaknya. Suatu perbuatan yang dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum apabila mengandung unsur-unsur adanya perbuatan, perbuatan yang melawan hukum, adanya kesalahan, adanya kerugian. Bila unsur-unsur tersebut terpenuhi maka seseorang diwajibkan untuk mengganti kerugian yang timbul karena perbuatannya.
Tesis membahas perjanjian kesepakatan bersama yang dibuatkan Akta Otentik dihadapan Notaris di Jakarta Timur, Adapun judul aktanya adalah "Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik yang Memuat Perjanjian Kesepakatan bersama." Melalui metode penelitian kepustakaan dan wawancara, penulis akan menguraikan pembahasan permasalahan hukum khususnya yang timbul dari akta tersebut maupun ditinjau dari kewenangan tanggung jawab Notaris terhadap akta perjanjian kesepakatan bersama dalam kasus tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16338
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lily Harjati Soedewo
"Tugas notaris antara lain adalah membuat akta otentik, mengesahkan serta mendaftarkan akta di bawah tangan. Dalam hukum pembuktian, ketiganya mempunyai kedudukan yang berbeda. Demikian pula, peran dan tanggung jawab notaris dalam ketiganya berbeda. Namun, seringkali para penghadap tidak mengetahui perbedaan antara akta notaris, akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris dan akta di bawah tangan yang di-waarmerking oleh notaris.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif atau kepustakaan. Akta otentik yang dibuat oleh notaris dapat berupa akta partai dan akta pejabat. Notaris harus menciptakan otentisitas pada akta notaris. Apabila akta notaris kehilangan otentisitasnya, maka notaris yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi berupa peneguran, pemecatan sementara, atau pemecatan tetap, dan tuntutan ganti rugi oleh para pihak yang berkepentingan. Selain itu, apabila terjadi pembatalan terhadap akta notaris, maka pihak yang berkepentingan dapat meminta pertanggungjawaban notaris untuk memberikan ganti rugi. Sedangkan, kedudukan akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris serta akta di bawah tangan yang di-waarmerking oleh notaris adalah sebagai akta di bawah tangan.
Dalam legalisasi, notaris harus mengenal (para) penghadap, membacakan dan menjelaskan isi akta di bawah tangan tersebut kepada (para) penghadap, serta memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai peraturan perundang-undangan yang terkait kepada para pihak yang bersangkutan. Dalam hal legalisasi, notaris dapat dituntut untuk memberikan ganti rugi apabila notaris melakukan kesalahan yang menimbulkan kerugian kepada para pihak yang berkepentingan. Sedangkan dalam waarmerking, notaris hanya mengesahan bahwa akta di bawah tangan tersebut telah ada pada tanggal di-waarmerking. Sehingga, terhadap notaris tidak dapat diajukan tuntutan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T14474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gaspersz, Patrick Louis H.
"Tesis ini membahas pelanggaran Jabatan yang dilakukan oleh Notaris dalam pembuatan akta otentik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis Normatif. Hasil dari Penelitian ini adalah Notaris selaku pejabat umum yang diberikan kewenangan dan kepercayaan dari Negara dalam pembuatan akta otentik, Notaris hendaknya memegang amanah tersebut sehingga segala tindakan yang dilakukan tidak merugikan orang atau pihak yang berkepentingan, terkait adanya pelanggaran jabatan yang dilakukan oleh Notaris, sehingga dalam menjalankan tugas dan jabatannya haruslah sesuai dengan koridor kewenangan dan kewajibannya seperti apa yang telah dinyatakan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Sebagai seorang Notaris Pelanggaran terjadi disebabkan karena Notaris tidak bertindak seksama dan cermat dalam pembuatan akta otentik. Dimana otensitas suatu Akta harus terpenuhi agar akta yang dibuat oleh Notaris tidak terdegradasi atau menjadi batal Demi Hukum, sehingga Notaris telah melanggar ketentuan Undang- Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik, hal seperti ini akan merugikan pihak yang berkepentingan dalam pembuatan Akta tersebut dan lembaga Notaris sehingga dapat menurunkan kualitas serta pelayanan seorang Notaris sehingga tidak dapat mempertahankan harkat dan martabat sebagai profesi notaris sendiri.

This thesis discusses about the abuse of Notary incumbency as public official in making of authentic Deed. This thesis uses a juridical normative analysis method. The results of this research are the Notary as a public official is given the authority and the trust of the Nation in making the authentic deed, The notary should hold the mandate so that all acts committed not to harm people or interested parties, related to offenders the Office undertaken by the notary, so that in the exercise of his duties and must comply with its obligations as a corridor authority and what has been stated in the Act of Notary and ethical code. As a notary public Violations occurred because the Notary does not act carefully and meticulously authentic certificate creation. Where otensitas a Deed must be fulfilled in order for the deed by the notary is not degraded or be annulled by law, making it Notarized had violated provisions of the Act of notary and ethical code, things like this will be detrimental to the parties concerned in making the Deed and Notarial institutions so that it can lower the quality and services of a notary public and therefore cannot defend the dignity and the dignity of the profession of notary public."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35855
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Pramono
"Alat bukti dalam proses perkara perdata sangat penting gunanya dalam rangka memenangkan suatu perkara dimuka hakim. Dalam proses persidangan di Pengadilan dengan alat-alat bukti tersebut hakim bebas untuk menilainya. Suatu akta otentik dapat saja menjadi sebab dikalahkannya seseorang dalam perkara pengadilan karena akta tersebut dibuat tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kesalahan atau kelalaian dalam pembuatannya dapat mengakibatkan akta otentik berubah menjadi akta dibawah tangan yang tidak memiliki kekuatan eksekutorial.
Dengan metode penelitian yuridis normatif dan bersifat eksplanatoris penelitian ini memberikan analisa terhadap masalah kekuatan pembuktian akta notaris menurut hukum acara perdata. Bagaimana kekuatan pembuktian akta notaris sebagai alat bukti, apa akibat hukum dan tanggung jawab notaris terhadap akta notaris yang dianggap tidak sah atau cacat hukum. Alat bukti berupa akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian sempurna selama akta tersebut dibuat tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kepatutan dan kesusilaan. Notaris bertanggung jawab atas seluruh akta yang dibuatnya dan dapat diminta pertanggungjawabannya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14540
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>