Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45130 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vivi Novita Ranadireksa
"Seorang Notaris sebagai salah satu pejabat umum dapat membuat Akta Otentik. Untuk jabatan tersebut seorang Notaris mempunyai fungsi umum dan khusus. Fungsi umum didapat karena wewenangnya untuk membuat akta-akta yang bersifat perdata yang diberikan Pemerintah kepadanya. Sedangkan fungsi khusus adalah karena wewenangnya membuat akta yang di.scbutkan khusus olch peraturan perundang-undangan, misalnya Undang-undang no.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang mengatur antara lain wewenang notaris untuk membuat akta risalah Rapat. Akta risalah Rapat yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris agar menjadi Akta Otentik dan dapat dijadikan alat bukti yang kuat, harus mengikuti prosedur teiah ditetapkan dalam Anqqaran Dasar Perseroan.
Pokok permasalahan yang dibahas dalam penulisan tesia ini adalah (1) Sampai dimanakah Akta Risalah Rapat dapat chi pertanggiing jawahkan kepada Notaris atas akibat--akibat hukum yang terjadi karena Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (piercing the corporate veil)? (2) Sampai dimanakah "block system" atau sistem pemungutan suara yang diatur dalam pasal 54 Kitab Undang-undang Hukum Dagang dapat diterapkan setelah berlakunya Undang-Undang Perseroan TerbaLas No.1 tahun 1995?
Metode penelitian yang dilakukan dalam penulisan ini termasuk penulisan hukum normatif, yaitu penelitian dan juga penulisan terutama dengan memakai data sekunder yaitu penelitian kepustakaan, dengan cara mengumpulkan bahan pustaka yang ada atau studi dokumen yang mencakup bahan primer, bahan sekunder dan bahan tertier. Akta Risalah Rapat yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris, agar dapat mengikat para pihak yang meminta dibuatkan akta tersebut dan dapat mengikat pihak ketiga lainnya, hendaklah berisi apa yang dialami, disaksikan dan didengar Notaris sendiri. Jadi sepanjang Notaris mengikuti prosedur untuk mengadakan suatu Rapat Umum Pemegang Saham dan menjalankan fungsi dan wewenangnya dengan benar dan taat hukum maka Notaris akan bebas dan aman dari akibat suatu hasil Rapat Umum Pemegang Saham yang hasilnya dinyatakan dalam akta yang dibuat oleh Notaris tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16314
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria J.F. Kelly
"Pada beberapa perseroan terbatas yang terdapat pemegang saham dari pihak asing, umumnya mereka membuat risalah rapat umum pemegang saham (Rapat) di bawah tangan dalam bahasa Inggris. Akan tetapi untuk keputusan-keputusan yang membutuhkan tindak lanjut ke Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, risalah Rapat tersebut harus dinyatakan dalam suatu akta pernyataan keputusan rapat dalam bahasa Indonesia. Bagaimana tanggung jawab Notaris yang membuat akta tersebut sehubungan dengan adanya perubahan bahasa tanpa melalui penerjemah resmi? Dalam melakukan penelitian tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif yang tidak saja meneliti peraturan perundang¬undangan yang mengatur tetapi juga bagaimana penerapan dalam praktek pelaksanaan jabatan oleh Notaris. Pasal 43 Undang-undang tentang Jabatan Notaris mengatur mengenai penerjemahan yang wajib dilakukan oleh Notaris dan apabila Notaris tersebut tidak dapat menerjemahkan, maka dapat dibantu oleh seorang penerjemah resmi. Namun tidak dalam semua hal penerjemahan itu dapat dilakukan oleh Notaris. Dalam hal pembuatan akta pernyataan keputusan rapat, Notaris tidak dapat langsung menerjemahkan risalah Rapat yang dibuat di bawah tangan yang diterimanya dan tertulis dalam bahasa Inggris, walaupun Notaris tersebut memahami isi risalah Rapat. Notaris hanya dapat menerjemahkan akta yang dibuat oleh atau dihadapannya, bukan akta yang berasal dari pihak lain. Jika Notaris tetap menerjemahkan akta risalah Rapat yang dibuat di bawah tangan tersebut, maka akta itu kehilangan otentisitas karena penerjemahan dilakukan di luar kewenangan Notaris dan menjadi akta yang memiliki kekuatan pembuktian yang sama seperti akta yang dibuat di bawah tangan serta Notaris bertanggung jawab penuh atas tindakan tersebut. Apabila ada pihak yang dirugikan akibat tindakannya, maka Notaris yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi berdasarkan undang¬undang tentang jabatan Notaris, kode etik profesi, maupun digugat secara perdata melalui Pengadilan Negeri.

It is often that in the companies in which some of the stakeholders are foreigners, the notes that conclude the general meeting of stakeholders is made unofficially in English. However, concerning the decisions that need a further follow up particularly to the Department of Law and Human Rights of Republic of Indonesia, the note should be stated officially in a certificate of the meeting decision, all in Indonesian. Regarding to this matter, how is the responsibility of a notary should be seen when there is a language translation conducted without hiring any official translator? In this research the writer applies the juridical-normative legal research method, which is not only scrutinizing the regulating law itself, but also its implementation in term of how the notary carrying his/her duty. The article 43 of the Law concerning the Notary Office regulates the criteria of a translation task that should be conducted by a notary, and in case he/she is not eligible to do it, an official translator can be hired to aid. However, not all translation could be done by a notary. Instead, in case of the meeting decision certificate making, a notary has no right to directly translate the English note he/she received, even though he/she comprehends the contents. A notary is only able to translate a certificate made by or before him/her, and not the one made by other party. If the notary ignorantly still runs the translation on such a note, the certificate translated looses its authenticity since the translation is considered as conducted beyond the notary's authority and thus the certificate becomes of the same power as an unofficial one. In addition, the notary did it is considered as fully responsible for his/her deed. If there were any party whose interest being harmed for this, then the concerned notary can be put under sanction which is in accordance with the law of the notary office, profession code of conduct, as well as being sued referring to the regulation in the civil law through a State Court."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19618
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afdimar
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T27109
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
cover
Jeannette Lesmana
"ABSTRAK
Pasal 29 (1) Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 mewajibkan penyampaian laporan adanya perjanjian perkawinan kepada Pegawai Pencatat Perkawinan sebagai syarat mengikat dan berlakunya perjanjian perkawinan bagi pihak ketiga, pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, namun dalam kenyataannya ditemukan akta Perjanjian Perkawinan yang terlambat disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Disamping itu ditemukan pula Akta Pernyataan Keputusan Rapat yang menyatakan terdapat pengoperan hak-hak atas saham suami dan isteri dalam keadaan Akta Perjanjian Perkawinan mereka belum disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Dengan adanya penyimpangan tersebut, maka terdapat ancaman kebatalan atas akta Perjanjian Perkawinan dan pengoperan hak-hak atas saham tersebut.

ABSTRACT
Article 29 (1), Law of Republic of Indonesia No 1 of 1974, obliges the delivery report to the Officer of the Civil Registry Office as binding conditions and the occurrence of Prenuptial Agreement for the third parties, at the time of or before the marriage take place, but in fact there is a Prenuptial Agreement that late to be reported and verified by the Officer of the Civil Registry Office. Beside that, there is a Deed of Resolutions of Extraordinary General Meeting of Shareholders which stated there was transfer of rights of the shares between husband and wife in the condition that their Prenuptial Agreement has not been verified by the Officer of the Civil Registry Office. With deviation described above mention, then there is threat of nullification on the Prenuptial Agreement and transfer the rights of the shares.

"
2013
T32999
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Azura Mulyawan
"Notaris diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk dapat membuat berbagai macam akta yang dikehendaki oleh para pihak, selama akta tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan kewenangannya tidak diberikan kepada pejabat lain. Dalam hal pembuatan akta perbankan syariah, tentunya notaris harus memiliki kemampuan yang mendalam mengenai prinsip-prinsip syariah. Hal ini dikarenakan akta perbankan syariah tidak sama dengan akta-akta biasanya, sebab akta perbankan syariah akan sah jika memenuhi rukun dan syarat akad dalam hukum Islam. Permasalahan dalam penelitian ini mengenai: (i) bagaimana kewenangan notaris non muslim terhadap pembuatan akta perbankan syariah berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris jo. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dan (ii) bagaimana keabsahan akta perbankan syariah yang dibuat oleh notaris non muslim berdasarkan pandangan pemukan agama Islam dan Notaris di Kabupaten Garut. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif dengan 2 (dua) jenis data penelitian yaitu data sekunder dan data primer. Tipologi penelitian berupa eksplanatoris dengan metode penelitian kualitatif yang menggunakan 2 (dua) alat pengumpulan data yaitu, studi dokumen (content analysis), dan wawancara (purposive sampling). Hasil dari penelitian ini yaitu (i) Notaris non muslim diberikan kewenangan untuk dapat membuat akta perbankan syariah sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Ayat (1) UUJN, namun yang harus diperhatikan dalam hal ini yaitu notaris wajib memiliki pemahaman yang mendalam terhadap segala prinsip-prinsip syariah. Bukan hanya mematuhi rukun dan syarat dari setiap jenis akad yang dilakukan, namun harus pula mematuhi rukun dan syarat akad dalam hukum Islam. Akta perbankan syariah akan sah secara sempurna apabila dibuat sesuai dengan ketentuan hukum positif yang berlaku, dan ketentuan hukum Islam sebagaimana Al-Quran dan Hadist mengaturnya, serta (ii) akta perbankan syariah yang dibuat oleh notaris non muslim tidak sah berdasarkan hukum Islam, sebab terdapat rukun dan syarat akad yang tidak dapat terpenuhi apabila akad tersebut dilakukan oleh notaris non muslim.

Notaries are given the authority by law to be able to make various kinds of deeds desired by the parties, as long as the deed does not conflict with the applicable laws and regulations, and the authority is not given to other officials. In terms of making a sharia banking deed, of course, a notary must have in-depth knowledge of sharia principles. This is because the sharia banking deed is not the same as the usual deeds, because the sharia banking deed will be valid if it fulfills the pillars and conditions of the contract in Islamic law. The problems in this study are: (i) how is the authority of non-Muslim notaries to make sharia banking deeds based on Law Number 30 of 2004 concerning Amendments to Law Number 2 of 2014 concerning the Position of Notary jo. Law Number 21 of 2008 concerning Islamic Banking, and (ii) the validity of the sharia banking deed made by a non-Muslim notary based on the views of Islamic religious leaders and notaries in Garut Regency. This research uses normative juridical research with 2 (two) types of research data, namely secondary data and primary data. The typology of this research is explanatory with qualitative research methods that use 2 (two) data collection tools, namely, document studies (content analysis), and interviews (purposive sampling). The results of this study are (i) non-Muslim notaries are given the authority to be able to make sharia banking deeds as stipulated in Article 15 Paragraph (1) of the UUJN, but what must be considered in this case is that notaries are required to have a deep understanding of all sharia principles. . Not only obeying the pillars and conditions of each type of contract that is carried out, but must also comply with the pillars and conditions of the contract in Islamic law. The sharia banking deed will be perfectly valid if it is made in accordance with the applicable positive legal provisions, and the provisions of Islamic law as the Al-Quran and Hadith regulate it, and (ii) the sharia banking deed made by a non-Muslim notary is invalid under Islamic law, because there are the pillars and conditions of the contract that cannot be fulfilled if the contract is carried out by a non-Muslim notary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvira Emilia Salam
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T28518
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>