Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30174 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tambunan, Felix Marcel
"Pelaku usaha cenderungan untuk berusaha mempengaruhi harga baik melalui pengaturan kuota maupun melalui pemasaran produk barang dan/atau jasa pada pasar bersangkutan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Bersama-sama dengan pesaing, pelaku usaha membuat perjanjian pengaturan kuota dan wilayah pemasaran produk pada pasar bersangkutan (perjanjian kartel). Hampir semua negara mengatur mengenai larangan perjanjian kartel tersebut. Dalam menganalisa kartel, terdapat dua macam pendekatan hukum persaingan usaha terhadap kartel yang dipergunakan, yaitu Per Se Illegal dan Rule of Reason. Dalam Antitrust Law Amerika Serikat, kartel diatur dalam Article 1 Sherman Act, dengan pendekatan Per Se Illegal. Sedangkan pengaturan kartel di Indonesia diatur dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menggunakan pendekatan Rule of Reason, berdasarkan pada tujuan dari perjanjian kartel, yaitu bermaksud mempengaruhi harga. Pendekatan tersebut dipergunakan oleh KPPU dalam menganalisa dan memutuskan kasus kartel Tarif Kargo Surabaya-Makassar dan kasus Distribusi Semen Gresik. Hal ini menjadi kelemahan undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam pelaksanaan penegakkan kartel di Indonesia, karena Undang-undang tersebut menganalisa penegakkan kartel hanya berdasarkan dampaknya terhadap harga di pasar bersangkutan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T17333
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawati Miladia
"Kartel dilarang karena dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat dalam suatu perdagangan dan merugikan konsumen. Guna mengkaji putusan-putusan tentang kartel maka digunakan metode penelitian normatif yang bersifat preskriptif. Pengaturan tentang larangan perjanjian kartel di Indonesia dicantumkan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat. Pasal 11 Undang-Undang ini, melarang pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha saingannya dengan maksud mempengaruhi harga dengan cara mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Implementasi dari pengawasan tentang kartel dilaksanakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Putusan KPPU yang berkaitan dengan kartel terjadi pada tahun 2003 dan 2005 dimana terdapat 3 (tiga) putusan. Kartel merupakan tindakan pelaku usaha dengan cara berkumpul, berjanji, baik tertulis atau tidak, serta sepakat untuk melakukan tindakan secara bersama-sama dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang ditentukan diantara mereka sendiri. Mekanisme berlakunya kartel biasanya dilakukan oleh pelaku usaha di tingkat perdagangan yang produknya sejenis.
Asosiasi bisnis menjadi wadah bagi para pelaku usaha untuk berkomunikasi di antara pelaku usaha dalam industri yang sama dan berpengaruh dalam penentuan kebijakan anggota dan industri mereka. Unsur-unsur yang harus dibuktikan pada kartel sesuai Pasal 11 UU No. 5/1999, yaitu pelaku usaha, perjanjian, pelaku usaha pesaingnya, mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/ atau jasa, serta unsur mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat. Metode pendekatan hukum dalam putusan kartel menggunakan rule of reason yaitu dengan membuktikan adanya aspek dampak terjadinya persaingan usaha tidak sehat dalam suatu perdagangan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T18239
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lebdo Dwi Paripurno
"Minyak goreng sebagai salah satu komoditi yang sangat dibutuhkan masyarakat membuatnya menjadi komoditi yang menggiurkan bagi para pelaku usaha , sehinga mendorong banyaknya pelaku usaha yang terjun ke dalam bisnis minyak goreng ini. Keberadaan banyak pelaku usaha dalam industri minyak goreng biasanya akan menciptakan persaingan diantara para pelak usaha yang pada akhirnya akan menguntungkan masyarakat. Akan tetapi, dalam industri minyak goreng ini, pada sekitar tahun 2008-2009 tidak memperlihatkan hal tersebut. Para pelaku usaha dalam industri minyak goreng diduga melakukan beberapa kecurangan dalam melakukan usahanya, salah satu bentuk kecurangan tersebut adalah kartel. Mengenai kartel tersebut, KPPU telah memutuskan bahwa yang dihukum melakukan kartel adalah para pelaku usaha yang memproduksi minyak goreng kemasan, sedangkan pelaku usaha yang memproduksi minyak goreng curah tidak terbukti bersalah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berjalannya praktek kartel tersebut oleh pelaku usaha, dan penyebab berbedanya putusan yang dijatuhkan terhadap pelaku usaha yang memproduksi minyak goreng kemasan dan pelaku usaha yang memproduksi minyak goreng curah. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis.

Cooking oil as one of the most needed commodities by society has made it becomes the interesting commodities for the firms, so that many firms doing this cooking oil business. The existence of many firms in cooking oil industry usually will create the competition between firms which finally will give benefits to society. However, in this cooking oil industry, in the year between 2008-2009 doesn?t reflect that kind of thing. Firms in the cooking oil industry had been suspected doing unfair practice in doing their business, one of the kind of that unfair practice is cartel. Concerning that cartel, KPPU had decided whereas being guilty for doing cartel is firms who produce branded cooking oil, while firms doing business producing unbranded cooking oil wasn?t proven guilty. The research aims to know how firms doing that cartel, and the cause of the different decision between firms producing branded cooking oil and producing unbranded cooking oil. The research uses analytic descriptive method."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S25033
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tjie Heryanto Tanuwijaya
"Kartel merupakan jenis perjanjian yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang anti terhadap persaingan. Para pelaku usaha ini melakukan perjanjian untuk mempengaruhi harga melalui pengaturan proses produksi maupun pengaturan wilayah pemasaran produk. Secara makro ekonomi, keberadaan kartel menimbulkan kerugiaan karena para pelaku usaha anggota kartel setuju untuk melakukan kegiatan yang berdampak pada pengendalian harga seperti pembatasan jumlah produksi, yang akan menyebabkan inefisiensi alokasi dan hilangnya efisiensi ekonomi. Dengan melihat kesulitan untuk mendapatkan bukti langsung direct evidence dalam membuktikan adanya praktek kartel maka sangat diperlukan suatu aturan dalam bentuk peraturan pemerintah yang memberikan ruang dan penerimaan pada kemungkinan digunakannya bukti tidak langsung indirect evidence khususnya bukti komunikasi sebagai salah satu alat bukti dalam memutus kasus dugaan kartel dalam aspek hukum persaingan usaha di Indonesia.

Cartel is a kind of agreement made by the business actor that against the competition. The business actor have made an agreement to influence prices by setting production processes and setting product marketing regional. In macroeconomics, the existence of the cartel raises loss for the reason that the business actor of cartel members agreed to undertake activities that have an impact on price controls such as limiting the number of production, which would lead to inefficiency and loss of economic efficiency allocation. By looking at the difficulty to obtain direct evidence to prove the existence of cartel practices so it will need a rule in the form of goverment regulation that provide room and reception on the possibility of using indirect evidence in particular communication evidence as one type of evidence in deciding the alleged cartel in the aspect of competition law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46576
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Nova
"ABSTRAK
Sulitnya pembuktian kartel, terutama di Indonesia diyakini karena para pelaku usaha berada dalam pasar yang oligopoli dan berkolusi secara diam-diam. KPPU pada tahun 2010 mengeluarkan pedoman yang sangat baru berkaitan dengan Kartel dengan mengadopsi suatu program yang telah lama dikenal di negara-negara maju lainnya, yaitu Leniency Program. Namun, Leniency Program yang dikeluarkan KPPU pada tahun 2010 yang berbentuk pedoman, memiliki hambatan dalam pelaksanaannya terkait dengan payung hukum yang menaunginya.

ABSTRACT
The difficulties of proving cartel availability especially in Indonesia is believed because the entrepreneurs are competing in an oligopoly market and they are making tacit collusion among others. Indonesian Competition Authority (KPPU) has recently in the year of 2010 issuing a new Guidelines regarding Cartel by adopting a program called Leniency Program, which had been known for long in other countries. However, The Guidelines which issued by KPPU in 2010 has some obstacles regarding the law enforcement since it has no law basis to be enforced. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S403
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Bratara Dolok Bayu
"Skripsi ini membahas mengenai konsep dari Kartel Publik yang intinya adalah adanya suatu intervensi pemerintah melalui regulasi atau kebijakan yang menimbulkan adanya praktik kartel antar para pelaku usaha. Kartel Publik umumnya lahir dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas. Di Indonesia, Kartel Publik dapat dilihat dari beberapa regulasi seperti Penetapan Tarif Taksi dikaitkan dengan pasal 11 dan pasal 50 huruf (a) UU No. 5 Tahun 1999.

The purpose of this thesis is about the concept of Public Cartels which means there is a government intervention with the the form of regulations or public policy who generate cartel between enterpreneurs. Public Cartels in general are made in order to improve public welfare. In Indonesia, Public Cartels can be seen in some regulation like the establishment of taxi?s price reviewed with article 11 and 50 (a) Law No. 5 Year 1999."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S54146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Haifa Arief
"Kartel adalah salah satu praktik anti persaingan yang dapat merugikan perekonomian, pelaku usaha, maupun konsumen. Kesulitan mengungkap praktik kartel di antara pelaku usaha adalah karena sifat kerahasiannya. Hal-hal tersebut menjadi alasan berlakunya leniency program di berbagai negara sebagai salah satu instrumen untuk membuktikan kartel. Penelitian ini akan membahas pengaturan leniency program di berbagai negara yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, dan Jepang serta penerapannya menurut hukum persaingan usaha Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan analisa kualitatif. Leniency program yang diatur dalam leniency policy di berbagai negara memiliki desain yang berbeda-beda disesuaikan dengan kebutuhan hukum masing-masing negara. Di Indonesia leniency program sempat diatur dalam Perkom No. 4 Tahun 2010 namun ketentuan mengenai leniency tersebut dicabut karena tidak ada landasan hukumnya. Untuk itu perlu dilakukan amandemen terhadap UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai payung hukum berlakunya leniency program sebagai salah satu pilihan instrumen pembuktian kartel di Indonesia.

Cartel is one of practices to restrict competition from economic loss that could harm entrepreneurs or even consumers. Difficulty in revealing cartel practice among entrepreneurs is due to its confidentiality which gave birth to leniency program enactment in several countries as an instrument to verify cartel. This research will discuss leniency program in several countries, such as United States, European Union, Australia and Japan, as well as its implementation according to competition law in Indonesia. This research is a normative legal research which uses qualitative analysis. In Indonesia, leniency program once regulated in KPPU Regulation Number 4 Year 2010, but it was revoked due to the absence of legal basis. Therefore Law Number 5 Year 1999 needs amendment as the umbrella act of leniency program enactment which acts as one of cartel verification instruments in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Habiburrokhman
"Tantangan terbesar KPPU dalam menjalankan tugasnya adalah kian sulitnya melakukan pembuktian terhadap pelanggran hukum persaingan usaha. Kartel merupakan perjanjian yang dilarang berdasarkan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 dan persekongkolan tender yang dilarang berdasarkan Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun sulit untuk dibuktikan dengan alat bukti konvensional yang ada selama ini. Selain menggunakan bukti langsung, KPPU juga menggunakan indirect evidence dalam membuktikan kartel dan persekongkolan tender. Secara umum Indirect Evidence terdiri dari bukti komunikasi (Communication Evidence) dan Bukti Ekonomi (Economic Evidence).Tipe penelitian ini adalah penelitian normative, yang sumber utamanya adalah bahan hukum bukan fakta sosial, karena dalam penelitian ilmu hukum normatif yang dikaji adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat normatif. Dalam perkara kartel minyak goreng, penggunaan indirect evidence oleh KPPU ditolak oleh Mahkamah Agung sedangkan dalam perkara Persekongkolan Tender Paket Pekerjaan JAringan Air Bersih di Kecamatan Singkep Kabupaten Lingga Propinsi Kepulauan Riau, penggunaan indirect evidence oleh KPPU dikuatkan oleh Mahkamah Agung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999, Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2010, Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2010, Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2011 dan Yurisprudensi penggunaan indirect evidence dapat dilakukan dalam hukum persaingan usaha di Indonesia.

The greatest challenge ever faced by KPPU in performing its duties is the increasing difficulty in proving a violation of the business competition law. Cartel, prohibited under Article 11 of Law No. 5 of 1999 and tender conspiracy, prohibited under Article 22 of Law No. 5 of 1999, are hard to prove using the existing conventional means of evidence. In addition to using direct evidence, KPPU also uses indirect evidence in proving the existence of cartel and tender conspiracy. In general, Indirect Evidence consists of Communication Evidence and Economic Evidence. This research was a normative research of which main sources were not social facts, as in a normative legal research, the studied materials are legal materials containing normative rules. In the case of cooking oil cartels, the Supreme Court rejected the use of indirect evidence by KPPU. Meanwhile, in the case of Conspiracy in Tender for Clean Water Network Works Package in the Subdistrict of Singkep, District of Lingga, Province of Riau Islands, the Supreme Court affirmed the use of indirect evidence. The reseach results indicate that, under Law No. 5 of 1999, KPPU Regulation No. 1 of 2010, KPPU Regulation No. 4 of 2010, KPPU Regulation No. 4 of 2011 and Jurisprudence, the use of indirect evidence is allowable in Indonesia’s business competition law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Siswanto
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002
346.065 ARI h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Meyliana Savitri Kumalasari, 1989-
Malang: Setara Press, 2013
343.072 DEV h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>