Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116300 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Estharia Eliazar
"Perjanjian Pengikatan untuk Jual Beli (PPJB) yang dibuat dihadapan Notaris merupakan perjanjian yang diangkat dan dibuat dari konsepsi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang merupakan kesepakatan para pihak mengenai hak dan kewajiban yang dibuat berdasarkan Pasal 1320 jo Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sehingga dapat memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pihak yang membuatnya. Dengan dilangsungkannya PPJB oleh para pihak maka calon Penjual dan calon Pembeli menyatakan kehendaknya untuk melangsungkan jual beli yang sesungguhnya yaitu jual beli yang dilangsungkan menurut ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang disebut juga Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) bahwa jual beli merupakan salah satu cara untuk pemindahan hak kepemilikan atas tanah. Jual beli tersebut harus dilakukan dengan pembuatan akta otentik yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dikenal dengan nama Akta Jual Beli. Bagaimana akibat hukum dan perlindungan hukum terhadap para pihak dalam perbuatan hukum peralihan hak dengan dibuatkannya Perjanjian Pengikatan untuk Jual Beli? Dengan dibuatkannya PPJB, kepemilikan hak atas tanah belum beralih dari calon Penjual kepada calon Pembeli meskipun seluruh harga telah dibayar penuh oleh calon Pembeli.
Dengan maksud dari para pihak bahwa hak atas objek berupa tanah dan bangunan yang akan dijual berdasarkan PPJB tersebut tidak dapat diperikatkan/diperjanjikan untuk dialihkan kepada pihak lain oleh pemiliknya. Notaris sebagai pejabat yang mengatur secara tertulis dan mengesahkan hubungan hukum para pihak dalam bentuk akta otentik, akta mana memuat peristiwa PPJB itu dengan dasar hukum yang kuat untuk berlaku sebagai alat bukti. Kekuatan pembuktiannya harus memberikan nilai pembuktian yang sempurna dan mengikat sebagai akta otentik. Sehingga dari kerangkanya apa yang syaratkan atau harus dimuat dalam masing-masing bagian akta tersebut menurut apa yang disyaratkan oleh undangundang serta harus mengandung unsur-unsur otentisitas.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normatif yang menitikberatkan penelitian terhadap data kepustakaan dengan data sekunder, sedangkan tipe penelitiannya adalah evaluatif. Data yang diperoleh melalui penelitian ini dianalisis dengan metode analisis kualitatif sehingga bentuk penelitian tesis ini adalah berbentuk evaluatif analitis."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Geraldine Mustika Ayu
"Tesis ini membahas mengenai tanggung jawab Notaris yang melakukan tindak pidana penipuan terhadap kliennya dalam pembuatan akta Notaris sebagaimana yang terjadi pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 379/K/Pid/2021. Permasalahan dalam tesis ini mengenai akibat hukum dari akta utang piutang yang dibuat menjadi akta PPJB dengan cara melakukan penipuan sebagaimana Pasal 378 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP yang telah dibuat Notaris TAH dengan cara melawan hukum serta pertanggungjawaban Notaris dalam perspektif hukum pidana, hukum perdata, dan hukum administrasi atas tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh Notaris. Metode penelitian yang dipakai dalam tesis ini adalah yuridis normatif, dengan menggunakan bahan data primer yaitu peraturan perundang-undangan, data sekunder yang dikumpulkan melalui studi literatur, dan bahan tersier yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tesis ini menggunakan metode analisis data kualitatif, yang bertujuan untuk memberikan jalan keluar atas pertanggungjawaban Notaris dalam menjalankan tugas. Hasil penelitian yang didapatkan bahwa akta yang dibuat oleh Notaris TAH menjadi batal demi hukum. Notaris TAH juga dimintakan pertanggungjawaban secara pidana berupa pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Selain pertanggungjawaban secara pidana, Notaris TAH juga dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum secara perdata yaitu ganti kerugian berupa natura dan pertanggungjawaban hukum secara administratif yaitu pemberhentian sementara sebagai Notaris.

This thesis discusses about the responsibility of Notary who commits fraud against his client in the making of an authentic deed, as happened in the Putusan Mahkamah Agung Nomor 379/K/Pid/2021. The problem in this theesis is regarding the legal consequenes of the deed of debt and receivables made into a deed of PPJB by committing fraud as stated in Article 378 juncto Article 55 paragraph (1) of the Criminal Code which has been made by Notary TAH by violating the law and the Notary’s responsibility in the perspective of criminal law, civil law, and administrative law for criminal acts of fraud committed by a Notary. The research method used in this thesis is normative juridicial. The typology of research in writing this thesis is an explanatory research, which aims to describe in detail a phenomenon and then analyze the phenomenon by using primary data, namely laws and regulations, secondary data collected through literature study, and tertiary data, The Great Dictionary of Indonesian Language. The result of the studies found that the deed made by Notary TAH is being null and void. Notary TAH can be held criminally responsible and can also be asked for civil legal liability, compensation in the form of in-kind and administrative legal liability specifically temporary dismissal as a Notary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cecilia Masidin
"ABSTRAK
Perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faklor penting
dalam pcningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan serta kesejahteraan
rakyat dalam masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945; Tanah adalah hal yang penting dalam kehidupan bangsa
Indonesia. Salah satu cara memperoleh lanah adalah melalui jual bcli yang telah
diatur dalam Pcraruran Pemerintah Nomar 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
Pembuat Akta Tanah (PPAT) hams dilakukan di hadapan pejabat yang
berwenang, Dengan semakin méningkatnya kebutuhan akan pemmahan,
mengakibatkan makin berkembangnya usaha yang bergerak di bidang
penyelenggara pernbangunan pernukiman. Selain tunduk pada aturan yang
mengatur tentang pertanahan, merekajuga dialur oleh Undang-Undang nomor 4
tahun 1992 tentang perumahan dan permukirna.n_ Meski demikian banyaknya
aturan-aturan yang hams ditaati, dalam praktek sehari-hari banyak perusahaan
pcngembang yang mensiasati ketentuan ketentuan terscbut dcngan berbagai cara
antam lain dengan terobosan hukum dan hingga kini masih dilakukan dalam
praktekjual beli tanah yaitu dcngan dibuatnya akta pengikatan jual beli (PIB), dan
bahkan dibuat secara bawah tangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui : 1) Apakah peljanjian pengikatan yang dibuat olch pengembang
secara bawah tangan adalah sah dan mengikat secara hukum? 2) Bagaimana
akibat hukum dan pcrlindungau hukum bagi pembeli apabila tsrdapat cacat
hukum dan wan prcstasi dalam pcnjanjian secara bawah tangan tersebut? dan 3)
Solusi apa yang dapat dilakukanjika terjadi hal demikian? Penelitian ini bersifat
Norrnatif Bmpiris , sedangkan data diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan
penelitian Iapangan. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa
Perlindungan hukum apabila salah satu pihak melakukan wanprcstasi dalam
penjanjian pengikatanjual beli terhadap pemenuhan hak-hak
para pihak sangat tergantung kcpada kekuatan dari pcrjanjian pcngikatan jual beli
yang dibuat, jika dibual dengan akta dibawah tangan maka perlindungannya
sesuai deugan perlindungan terhadap akta dibawah tangan dan tidak mempunyai
kekuatan pembuktian secara hukum terhadap pihak ketiga, sehingga penyelesaian
yang dapat diambil adalah secara musyawarah mufakat atau melalui badan
peradilan. Berbeda halnya dengan kekuatan hukum dari akta perjanjian
pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat oleh Notaris dalam
pelaksanaan pembuatan Akta Jual Belinya adalah sangat kuat karena akta tersebut
merupakan akta notaril yang bersifat akta otentik, sehingga kekuatan
perlindungannya sesuai dcngan perlindungan terhadap akta otentik, dan mempunyai
kekuatan pembuktian terhadap pihak ketiga.

ABSTRACT
Proper, healthy, safe, hamronious and well-organized housing and
residence is one of the basic human needs and forms a significant factor in the
increase of dignity and prestige, quality of Life and public welfare in a fair and
prosperous society based on Pancasila and the Constitution of 1945; Land is
essential in the life of the Indonesian nation. One of t.he ways to acquire land is
through sale and purchase stipulated in Govemment Regulation Number 24 of the
year 1997 conceming Land Registration and Government Regulation Number 37
ofthe year 1998 concerning Regulations on the Function of Land Titles Registrar
/ Pejabat Pembua! Aida Tanah (PPAT) which has to be executed before an
authorized ofiicial. With the increasing demand for housing, resulting in the
growing business engaged in organizing the construction of residences. Other than
complying with the rules of land regulations, they are also govemed by Law
Number 4 of the year |992 concerning housing and residence. Despite so many
rules to comply with, in day to day practice there are many developers trying to
get around such regulations in various ways, among others, by law breakthrough
which has been practiced until nowadays in the sale and purchase of land by
creating a binding sale and purchase deed (PJB), and even made unofiicially. The
purpose of this research is to find out : 1) If the binding agreements unotlicially
made by the developers are valid and legally binding? 2) What about t.he legal
consequences and legal protection for purchasers in the event of legal flaws or
default under the unoiiicial agreements? and 3) What solutions are taken in t.he
occurrence of such situations? This research is empirical normative, while t.he data
is obtained through library research and field research. From the results of this
research it is concluded that legal protection in the event of default by any party in
a binding agreement of sale and purchase against the fulfillment of rights of the
parties highly depends on the legal force of the binding agreement of sale and
purchase made, if a deed is unoflicially made then its protection shall be in
accordance with the protection of an unofficial deed and shall not have legal force
of evidence against any third party, thus the settlement taken shall be tl1rough a
mutual consensus or through the court of justice. On the other hand, the legal
force of a binding agreement of sale and purchase deed of land rights made by a
Notary in the implementation of the making of its Sale and strong as such deed is a notary deed which constitutes an authentic deed, thus its
legal force of protection shall be in accordance with the protection of an authentic
deed, and shall have legal force of evidence against any third party. The means to
assign land rights through National Land Agency I Badan Perlanahan Nasional
(BPN) is a sale and purchase deed made by a Land Titles Registrar / Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT)."
2012
T30295
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Farazenia
"Tesis ini membahas tentang tanggung jawab Notaris dalam pembuatan akta jual beli berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) lunas yang hasil pembayarannya dikembalikan pada pihak pembeli dalam studi putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris Nomor 04/B/MPPN/VII/2019). Dalam kasus ini PPJB dibuat dengan syarat tangguh pelunasan. Kemudian Notaris dan PPAT melanjutkan pembuatan Akta Jual Beli tanpa melakukan konfirmasi pada kedua belah pihak. Selan itu Notaris menyetujui adanya penerapan denda secara sepihak yang menimbulkan kerugian pada Pihak Penjual. Hal ini menyebabkan Pihak Penjual tidak dapat percaya kembali, sehingga Pihak Penjual menginginkan pembatalan jual beli dan mengembalikan uang yang telah dibayar oleh Pembeli. Metode Penelitian ini adalah yuridis normatif, bersifat deskriptif analitis, dengan alat pengumpul data studi kepustakaan menggunakan data sekunder dan menggunakan metode analisis kualitatif.  Hasil penelitian ini menunjukan penyebab perbedaan putusan Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat adalah perbedaan pertimbangan yang mendasari pengenaan sanksi pada Notaris. Selain itu perbuatan Notaris yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Peraturan Jabatan Notaris dan menimbulkan kerugian bagi pihak lain dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata, pidana dan administratif. Maka sebagai Notaris dan PPAT selaku Pejabat Umum seharusnya dapat menerapkan kewajibannya dengan baik sebagaimana diatur dalam Peraturan Jabatan Notaris.

This thesis discusses the responsibility of a Notary Public in making a sale and purchases deed based on the full paid-Purchase Binding Agreement, in which the payments are returned to the purchaser based on the study of the Notary Central Supervisory Board Decision No.04/B/MPPN/VII/2019. In this case, the Purchase Binding Agreement was made with payment conditions. The Notary and land deed official continue making the Deed of Sale and Purchase without confirmation from both parties. Besides, the Notary agreed to the application of the unilateral fines which caused losses to the Seller. This causes the Seller to not be able to trust again, so the Seller wants to cancel the sale and purchase and return the money paid by the Buyer. The method of this research is normative juridical, analytical descriptive, with library research data collection tools using secondary data and using qualitative analysis methods. The results of this study indicate the cause of differences in the decisions of the Regional Supervisory Council and the Central Supervisory Council. The difference in considerations that underlie the imposition of sanctions on the Notary Public. Also, the actions of a Notary that is not following the Law of the Notary Position and cause harm to other parties can be held liable in a civil, criminal and administrative manner. Therefore, as a Notary and land deed official as General Officials should be able to implement their obligations properly as stipulated in the Notary Position Rules."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54566
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Mutia
"Tesis ini membahas mengenai pembuatan perjanjian simulasi yaitu Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan kausa palsu. Permasalahan bermula dengan dibuatnya PPJB sebagai jaminan atas hutang piutang perseorangan dengan jaminan hutang berupa tanah seharusnya tidak dilakukan oleh Notaris. Hasil penelitian menunjukkan, menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan suatu jaminan hutang berupa tanah dapat diberikan Hak Tanggungan dengan dibuatnya APHT dengan dilakukan perjanjian pokok terlebih dahulu. Metode penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dan menggunakan data sekunder dengan pendekatan kualitatif untuk metode analisis.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perjanjian simulasi tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sesuai ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata dan mengakibatkan perjanjian batal demi hukum dan kelalaian yang dilakukan bagi pihak pembeli yang dirugikan mengakibatkan tidak berlakunya asas itikad baik bagi pembeli sesuai dengan ketentuan SEMA Nomor 4 Tahun 2016 sehingga pembeli tidak dapat mendapat haknya kembali dengan kata lain perjanjian itu dianggap tidak pernah ada, tidak mempunyai kekuatan dan akibat hukum, serta tidak memiliki daya eksekusi.
Sehingga penelitian ini memberi saran bagi Notaris yang hendak membuatan suatu perjanjian wajib menolak membuat akta sepanjang perbuatan atau keterangan yang disampaikan para pihak bertentangan dengan aturan hukum dan bagi para pihak yang hendak melakukan suatu perjanjian harus sepenuhnya paham akan akibat hukum dari perjanjian yang dibuat dan tidak mengedepankan kepraktisan dalam pembuatan perjanjian yang mengenyampingkan konstruksi hukum yang berlaku.

This thesis discusses the making of a simulation agreement, namely the Binding of Sale and Purchase Agreement (PPJB) with fake causes. The problem began with the making of the PPJB as collateral for individual debt with a guarantee for debt in the form of land should not be done by a notary. The results of the study showed that according to Law Number 4 of 1996 concerning Underwriting Rights, a debt guarantee in the form of land could be given by the Underwriting Right by making an APHT with the principal agreement being made first. This research method uses a normative juridical form of research and uses secondary data with a qualitative approach to the analysis method.
The results of the study concluded that the simulation agreement did not meet the legal requirements of the agreement in accordance with Article 1320 of the Civil Code and resulted in a null and void agreement and negligence for the injured party which resulted in the invalidation of good faith principles for the buyer in accordance with the provisions of SEMA Number 4 of 2016 can get their rights back in other words the agreement is considered to never exist, has no legal power and consequences, and has no execution power.
So this research provides advice for the Notary who wants to make an agreement must refuse to make a deed as long as the actions or information submitted by the parties are contrary to the rule of law and for those who want to do an agreement must fully understand the legal consequences of the agreement made and not prioritize practicality in making agreements that excludes the construction of applicable law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54531
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jesseline Tiopan
"Akta autentik biasanya berisi suatu perjanjian dengan akibat hukum yang disepakati oleh para pihak. Yang berwenang untuk membuat akta autentik adalah Notaris. Dalam Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor 1/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/XI/2017, Notaris sedang dalam keadaan tidak berwenang untuk menjalankan jabatannya dan juga salah melakukan penerapan hukum sehingga akta yang dibuatnya tidak sesuai dengan kehendak salah satu pihak dalam akta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implikasi hukum atas ketidakwenangan yang dilakukan oleh Notaris serta bentuk tanggung jawabnya terhadap akta yang dibuatnya berdasarkan Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor 1/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/XI/2017 dengan menggunakan metode penelitian berbentuk Yuridis-Normatif menggunakan data sekunder untuk meneliti dan mengkaji lebih lanjut mengenai objek penelitian. Implikasi hukum yang terjadi adalah tidak terlindunginya hak para pihak dan dirugikan secara finansial, akta yang mengandung unsur ketidakwenangan  dapat dibatalkan serta menjadi berkekuatan seperti akta di bawah tangan dan untuk itu Notaris selain bertanggung jawab secara administrasi sesuai dengan Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor 1/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/XI/2017 dapat juga dikenakan sanksi perdata, pidana dan kode etik Notaris.

A legal document commonly contains an agreement with legal effects that are agreed by the parties involved. The one with authority to make a legal document is Notary. In the Notarial Inspectorate Regional of Province DKI Jakarta Verdict Number 1/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/XI/2017, the Notary who at the time had no authority to serve her duty misapplied legal effect causing the drafted document be unsuitable to one of the parties need. This research aims to know the legal implications of the unauthorization and the responsibilities entitled by the notary towards those documents according to the Notarial Inspectorate Regional of Province DKI Jakarta Verdict Number 1/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/XI/2017 by using the Judicial-Normative research method using secondary data to further explore and examine the object of the research. The legal implications towards the involved parties are their rights are unprotected and may suffer financial loss, the legal documents may be voided and degraded into ordinary documents and for those implications the Notary has to take responsibilities in the form of administrative sanction according to the Notarial Inspectorate Regional of Province DKI Jakarta Verdict Number 1/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/XI/2017 as well as civil, criminal and Notary code of ethics sanctions."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bifi Enggawita
"Notaris telah disumpah terlebih dahulu sebelum menjalankan jabatannya. Namun, dalam praktiknya masih banyak notaris yang melakukan pelanggaran dalam pembuatan akta autentik salah satunya adalah akta PPJB. Jika ditemukan kecacatan dan kekeliruan dalam pembuatan akta PPJB, maka notaris wajib bertanggung jawab atas aktanya. Untuk meminimalisir pelanggaran yang dilakukan oleh notaris diperlukan peran Majelis Pengawas Notaris sebagai lembaga pengawasan dan pembinaan notaris. Permasalahan yang dibahas adalah bentuk pelanggaran dan tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta PPJB serta analisis pertimbangan majelis dalam Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Nomor 14/PTS-MPWNPROVINSI JAWA BARAT/XII/2019. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mengkaji ketentuan peraturan perundang-undangan yang didukung dengan hasil wawancara. Berdasarkan penelitian ini notaris terbukti melakukan beberapa pelanggaran yang tidak sesuai dengan UU JN dan dapat dikenakan tanggung jawab secara administratif, perdata dan pidana serta kekuatan pembuktian akta PPJB menjadi dibawah tangan. Pengenaan Pasal pada pertimbangan Majelis Pengawas Wilayah Jawa Barat dapat dikatakan terlalu umum dan kurang terpenuhinya Pasal berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris serta penjatuhan sanksi dinilai kurang memberikan efek jera. Adapun saran yang dapat diberikan notaris harus memperhatikan aturan-aturan dalam UU JN guna memberikan rasa aman terhadap pemakai jasa notaris dan para pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan secara perdata atau melaporkan tindakan pidana pemalsuan surat. Kemudian, MPD harus melakukan penyuluhan guna meminimalisir pelanggaran notaris dengan melakukan pemeriksaan terhadap kantor notaris dan MPW harus mengusulkan pemberhentian sementara kepada MPP serta harus memperhatikan fakta-fakta dalam persidangan.

otaries have been sworn in before carrying out their positions. However, in practice there are still many Notaries who commit violations in making authentic deeds, one of which is the PPJB deed. If defects and errors are found in the preparation of the PPJB deed, the Notary must be responsible for the deed. To minimize violations committed by Notaries, the role of the Notary Supervisory Board is needed as an institution for supervision and guidance of Notaries. The problems discussed were the forms of violations and responsibilities of the Notary in making the PPJB deed and the analysis of the assembly's considerations in the Decision of the Notary Regional Supervisory Board Number 14/PTS-MPWNPROVINCE OF WEST JAVA/XII/2019. The research method used by the author is normative judicial by reviewing the provisions of the legislation supported by the results of interviews. Based on this research, the Notary is proven to have committed several violations that are not in accordance with the Rules of Notary Profession (UU JN) and can be subject to administrative and civil responsibility and the PPJB deed made by the Notary becomes signed under hand. The imposition of articles on the consideration of the Notary West Java Regional Supervisory Board is considered too general and the Articles related to violations committed by Notaries are not fulfilled. The suggestions that can be given by a notary must pay attention to the rules in the UU JN in order to provide a sense of security to notary service users and the injured parties can file a civil lawsuit or report a criminal act of forging letters. Then, the MPD must provide counseling to minimize notary violations by conducting an examination of the notary office and the MPW must propose a temporary suspension to the MPP and must pay attention to the facts in the trial. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Pradipta
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum perdata dan pidana terhadap notaris dalam pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan kedudukan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat di hadapan notaris dikaitkan dengan pernyataan utang piutang yang dilakukan secara lisan berdasarkan Putusan Nomor 1495K/Pdt/2020 dan Putusan Nomor 379K/Pid/2021. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal yang mengkaji doktrin-doktrin hukum terkait. Data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data sekunder tersebut diperoleh dari studi kepustakaan dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan Akta PPJB yang dibuat oleh notaris dikesampingkan oleh perjanjian lisan dan notaris dalam kasus yang diteliti tidak mendapatkan perlindungan hukum. Kedudukan Akta PPJB yang dibuat di hadapan pejabat umum yang dalam hal ini dilakukan oleh notaris, mempunyai kepastian hukum yang sempurna apabila dibandingkan dengan perjanjian utang piutang secara lisan yang tidak memiliki kepastian hukum. Hal ini dikarenakan tidak terdapat bukti lain yang dapat menunjang kesaksian para pihak, sebagaimana pengakuannya bahwa telah melakukan perjanjian utang piutang secara lisan. Kedudukan Akta PPJB seharusnya tidak dapat dikesampingkan keabsahannya oleh perjanjian lisan dan notaris memerlukan perlindungan yang lebih kuat dalam pelaksanaan tugasnya untuk menghindari tuntutan hukum yang merugikan. Perlindungan hukum secara perdata dan pidana bagi notaris dalam pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dikaitkan dengan Putusan Nomor 1495k/Pdt/2020 dan Putusan Nomor 379k/Pid/2021 tidak terpenuhi. Hal ini karena, Akta PPJB dalam kasus a quo merupakan akta partij, yakni akta perjanjian yang merupakan suatu tindakan hukum yang mengindahkan undang-undang melakukan kesepakatan dan memenuhi isi dari kesepakatan.

This research aims to analyze civil and criminal legal protectionfor notaries in the drafting of Sale and Purchase AgreementDeeds (SPAD) and the legal standing of SPADs drawn up beforea notary, in connection with oral debt acknowledgmentagreements based on Decision Number 1495K/Pdt/2020 andDecision Number 379K/Pid/2021. The study employs a doctrinalresearch method, which examines relevant legal doctrines. The secondary data utilized include primary, secondary, and tertiarylegal materials obtained through library research and documentanalysis. The results of the study reveal that the legal standing ofSPADs drafted by notaries is overridden by oral agreements. In the cases studied, notaries did not receive adequate legal protection. The SPAD, created in the presence of a public official(in this case, a notary), inherently possesses superior legal certainty compared to oral debt acknowledgment agreements, which lack legal certainty due to the absence of supportingevidence corroborating the parties’ testimony regarding the oral agreement. The legal standing of SPADs should not be set asidein favor of oral agreements, and notaries require stronger legal protections in the execution of their duties to prevent detrimentallegal claims. Civil and criminal legal protection for notaries in the drafting of SPADs, as examined through Decision Number1495K/Pdt/2020 and Decision Number 379K/Pid/2021, is foundto be inadequate. This is because the PPJB Deed in the case a quo constitutes a partij deed, namely a contractual deed thatserves as a legal act adhering to statutory regulations, enteredinto by mutual agreement, and fulfilling the terms of theagreement."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adela
"Jurnal ini membahas mengenai Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sebelum objek jual beli yang bersangkutan itu belum dibangun atau belum didirikan dan pembeli akan membayar sejumlah uang awal kepada pengembang (developer) diikuti pembayaran angsuran seiring dengan berjalannya pembangunan sebagai tanda jadi untuk membeli sebuah unit property. Apabila pengembang dinyatakan pailit maka segala asetnya dimasukkan dalam boedel pailit. Ketentuan memasukkan dalam boedel pailit harus dilandasi dengan pembuktian yang jelas. Dengan dinyatakan pailitnya pengembang, unit yang digunakan sebagai objek jual beli di PPJB masuk dalam harta pailit, sehingga unit masih milik pengembang yang kemudian dimasukkan ke dalam aset pailit. Hasil dari penelitian ini ialah Perjanjian Pengikatan Jual Beli pada kasus tersebut menurut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA No 4 Tahun 2016 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan) jika dilihat dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 749 K/Pdt.Sus- Pailit/2019. Sehingga, apabila PPJB sudah memenuhi syarat-syarat tersebut, PPJB dianggap sah dan berkekuatan hukum mengikat bagi para pihak. Dalam halpertimbangan Hakim yang mengesampingkan aturan hukum lain seperti KUHPerdata, SEMA, dinilai kurang tepat karena banyak pedoman yang dpat digunakan dalam memutus perkara ini.

This thesis discusses before the object of purchasing and selling is concerned, it has not been developed or established, and the buyer will pay a lump sum to developers (developer) ahead of time, followed by installment payments as development advances, as a sign to purchase a property unit. All of the developer's assets are listed in the bankruptcy register if he is declared bankrupt. The provisions that must be included in the bankruptcy filing must be supported by solid proof. The unit used as the object of sale and purchase in PPJB is included in the bankruptcy estate when the developer is declared bankrupt, therefore the unit still belongs to the developer and is included in the bankruptcy asset. When viewed from the Supreme Court's Decision Number 749 K /Pdt.Sus- Bankruptcy/2019, the result of this research is the Sale and Purchase Binding Agreement in the case according to the Supreme Court Circular (SEMA No. 4 of 2016 concerning the Enforcement of the Formula for the Results of the 2016 Supreme Court Plenary Meeting as a Guide to the Implementation of Duties for the Court). As a result, if the PPJB meets these criteria, it is declared genuine. As a result, if the PPJB meets these criteria, it is regarded valid and legally binding on the parties. It is regarded inappropriate for the judge's consideration to trump other legal regulations such as the Civil Code and SEMA because there are various guidelines that can be employed in deciding this case."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliani Praitno
"ABSTRAK
Jual beli tanah dalam Hukum Adat adalah bersifat tunai, terang dan riil. Namun,
dapat terjadi ketiga hal tersebut tidak dapat terpenuhi. Oleh karenanya para pihak
membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli terlebih dahulu yang secara hukum
belum mengalihkan hak atas tanah kepada calon pembeli. Akan tetapi, di dalam
praktek terdapat notaris yang membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli untuk
kedua kalinya pada waktu yang bersamaan terhadap obyek dan para pihak yang
sama. Pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang kedua, pihak yang semula calon
pembeli bertindak sebagai penjual dengan mendasarkan adanya hak milik dari
Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang pertama kali dibuat.

Abstract
In Custom Law, the natures of sale and purchase of land are cash (tunai),
transparent (terang) and real (riil). However, a situation whereby those three
matters are not fulfilled can be occurred. In order to accommodate such condition,
usually the parties will firstly execute a Conditional Sale and Purchase Agreement
which by law, the right of land has not been transferred to the candidate buyer. In
practice, however, there exists a case whereby a notary prepares a second
Conditional Sale and Purchase Agreement at the same time on the same object
and parties. In the second Conditional Sale and Purchase Agreement, the party -
who was previously acting as candidate buyer - is acting as the seller on the basis
of its right obtained in the first Conditional Sale and Purchase Agreement."
2012
T28690
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>