Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140608 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizka Indri Arfianti
"ABSTRAK
Berbagai perubahan dalam tata kehidupan masyarakat terjadi dalam menghadapi era globalisasi. Perubahan tersebut merupakan akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang yang berlangsung dengan cepat. Indonesia pada saat ini juga telah mengikatkan diri pada terciptanya perdagangan bebas. Dengan pengaruh globalisasi ini arus perdagangan barang dan jasa antar negara akan semakin meningkat. Dalam setiap perjanjian internasional, umumnya diperjanjikan bagaimana cara penyelesaian masalah dan hukum apa yang akan diberlakukan jika terjadi perselisihan antar kedua belah pihak.
Dewasa ini tampak adanya perkembangan bagi penyelesaian sengketa bisnis di luar pengadilan yang disebut Alternative Dispute Resolution (ADR). Salah satu bentuk ADR yang sering dipergunakan adalah arbitrase. Kebutuhan akan adanya arbitrase dapat dimengerti karena jalan untuk mengajukan perkara di muka pengadilan sampai tercapainya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum dirasakan sangat panjang, memakan waktu dan berbelit. Adapun kelebihan arbitrase dibanding pengadilan yaitu proses yang sederhana, cepat dalam pengambilan keputusan, dilakukan oleh para ahli, bersifat tertutup dan dalam instansi terakhir dan mengikat (final and binding).
Indonesia pada saat ini telah memiliki badan arbitrase yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang didirikan pada tanggal 3 Desember 1977. Permasalahannya adalah apakah peran BANI sebagai media alternatif penyelesaian sengketa bisnis di luar pengadilan dapat berjalan dengan efektif ? Dari penelitian yang telah dilakukan, dengan menggunakan
data dari narasumber dan ditunjang dengan studi kepustakaan, didapatkan bahwa BANI telah mengalami berbagai hambatan dalam menjalankan tugasnya sebagai media alternatif penyelesaian sengketa bisnis di luar pengadilan di Indonesia ini. Sehingga bisa dikatakan bahwa BANI tidaklah efektif dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dapat dilihat bahwa sejak tahun 1977 sampai dengan tahun 1997, hanya ada 95 perkara yang masuk ke BANI.
Berdasarkan fakta di atas, dan mengingat pentingnya suatu badan arbitrase di suatu negara maka perlu segera dilakukan tindakan-tindakan agar BANI dapat efektif dalam menjalankan tugasnya. Dan tentunya keberadaan BANI ini akan ikut memperkaya sistem hukum peradilan di Indonesia."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rai Sri Dewi Ida Ayu
"ABSTRAK
BAPEK merupakan lembaga banding administratif yang kehadirannya diharapkan sebagai sarana perlindungan hukum bagi PNS dan sebagai sarana pengawasan administratif terhadap perilaku Pejabat TUN. Dalam pelaksanaan fungsinya diduga belum efektif. Penelitian ini diawali dengan studi, kepustakaan dan dilanjutkan dengan penelitian empirik melalui pengamatan partisipatif dan wawancara terstruktur terhadap sejumlah key informan.
Pengukuran efektivitas BAPEK dilakukan melalui empat cara yakni. (1) menghitung output yang dihasilkan, (2) menghitung jangka waktu pengiriman berkas keberatan hingga adanya keputusan BAPEK, (3) ratio antara jenis keputusan yang dipertimbangkan dan (4) ratio antara keputusan BAPEK yang diajukan gugatan ka Pejabat TUN dengan yang tidak diajukan gugatan.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa kesimpulan yang menunjukkan bahwa fungsi BAPEK sebagai lembaga banding administratif kurang efektif, oleh karena derajat pencapaian sasaran kuantitatif yaitu keputusan BAPEK per tahun masih dibawah 50 % dari jumlah keberatan yang ada, hanya 38,45 % keberatan PNS yang memenuhi batas waktu penyampaian keberatan oleh Termohon, sehingga dapat dengan segera disidangkan untuk pengambilan keputusan BAPEK. Sedangkan dalam pelaksanaan pengawasan administratif sebanyak 17,95 % dapat meluruskan dan memperbaiki keputusan Pejabat yang berwenang. Sampai dengan akhir tahun 1998, gugatan Pemohan ke PT.TUN masih sedikit yakni sebanyak 65 gugatan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas fungsi BAPEK adalah : (1), kurangnya komitmen pada togas, (2) kurangnya kemampuan dan integritas, (3) prosedur pemeriksaan dan keberatan ke BAPEK belum dilaksanakan dengan balk dan (4) kurangnya koordinasl. Adapun strategi untuk meningkatkan kinarja BAPEK dilakukan dengan menetapkan visi, mengembangkan personal mastery, dan mendukung pemberdayaan pegawai (empowerment).
Beranjak dari kesimpulan diatas, dikemukakan beberapa saran yakni : (1) perlunya ditentukan standar untuk melaksanakan fungsi BAPEK dalam bentuk Pala Upaya Banding Administratif, (2) dalam upaya optimalisasi fungsi BAPEK perlunya peningkatan kemampuan SQM aparatur, dan (3) perlunya peningkatan peranan BAPEK menjadi peradilan kepegawaian yang berwenang menangani segala jenis sengketa kepegawaian.

"
1999
T16759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Fazly Redwan
"Dilatarbelakangi akan kesadaran pentingnya peranan lembaga-tembaga pengawasan di daerah dalam era otonomi saat ini, maka studi ini dimaksudkan untuk mengetahui aspek aspek apa yang mempengaruhi efektivitas Bawasda Kabupaten Pelalawan dalam menjalankan fungsi pengawasannya.
Setelah menganalisis empat indikator untuk menilai effektivitas pengawasan Bawasda, yaitu : (1) Cakupan Pemeriksaan, (2) Ketepatan waktu Penerbitan Laporan Hasil Pemeriksaan, (3) Jumlah dan Kualitas Temuan Hasil Pemeriksaan dan (4) Jumlah Rekomendasi Pemeriksaan yang Ditindaklanjuti, diketahui bahwa effektivitas pengawasan Bawasda Pelalawan tahun 2001-2002 masih belum optimal.
Gambaran tersebut diperoleh dari : (1) Analisis hasil wawancara dengan tiga orang informan yang ditentukan dengan Porpusive Sampling, yaitu : Bupati Pelalawan, Kepala Bawasda dan salah satu Kepala Bidang di Bawasda. (2) Analisis dokumen dan laporan Bawasda.
Berdasarkan kerangka pemikiran dari beberapa teori pengawasan, maka dalam tesis yang menggunakan metode kuantitaif ini delapan aspek telah mempengaruhi effektivitas Bawasda dalam menjalankan fungsi pengawasannya. Kedelapan aspek tersebut adalah : (1) Tugas, Pokok dan Kewenangan, (2) lndependensi, (3) Perencanaan Pemeriksaan, (4) Penugasan Pemeriksaan, (5) Sumber daya manusia, (6) Dana dan Peralatan Kerja, (7) Hubungan Kerja, (8) Pemantauan Tindak Lanjut.
Dengan demikian maka, disarankan agar dasar hukum mengenai tugas pokok, fungsi dan wewenang Bawasda diperjelas dan dipertegas, sumber daya manusia Bawasda khususnya untuk pengawasan ditingkatkan baik jumlah dan mutunya, perencanaan pemeriksaan lebih harus lebih terfokus kepada arahan pimpinan berupa kebijakan pengawasan dari Bupati."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12181
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thasya Dwie Anandha
"Setiap warga negara pada hakikatnya adalah berhak untuk dapat mengetahui mengenai semua kegiatan atau kebijakan yang dilakukan oleh Pejabat Publik. Hak untuk memperoleh informasi publik ini sering ada permasalahan baik dari sisi regulasi maupun perilaku petugas PPID yang tidak mendukung. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik yang mengatur mengenai masalah Keterbukaan Informasi publik dalam pelaksanaannya seringkali bertolak belakang dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, dimana di dalam peraturan Menteri Agraria dimaksud diatur mengenai pembatasan-pembatasan dalam memberikan permohonan informasi data pertanahan yang seringkali tidak sejalan dengan pengaturan keterbukaan informasi publik yang diatur di dalam UU KIP. Sehingga masyarakat menjadi tidak serta merta bisa mendapatkan informasi data pertanahan yang pada akhirnya akan memunculkan gugatan dari masyarakat kepada Kementerian ATR/BPN di Komisi Informasi dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Dari permasalahan tersebut, adanya upaya perlindungan hukum untuk masyarakat atas sebuah penolakan permohonan Informasi Publik pada Kementerian ATR/BPN. Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data primer dan data sekunder.

Every citizen in essence has the right to be able to know about all activities or policies carried out by Public Officials. The right to obtain public information is often problematic, both in terms of regulations and the behaviour of PPID officers who do not support it. Law Number 14 of 2008 concerning the Law on Public Information Disclosure which regulates the issue of Public Disclosure in its implementation often contradicts the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency of the Republic of Indonesia concerning the Second Amendment to the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs/Head National Land Agency Number 3 of 1997, in which the Minister of Agrarian regulation referred to regulates restrictions on granting requests for information on land data which are often not in line with the provisions on public disclosure regulated in UU KIP. So that the public will not necessarily be able to obtain land data information which will eventually lead to a lawsuit from the public against the ATR/BPN Ministry at the Information Commission and the State Administrative Court. From these problems, there is an effort to protect the law for the community regarding a rejection of a request for Public Information at the Ministry of ATR/BPN. This research is a field research (field research). The type of data used in this research is the type of primary data and secondary data."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yusrawati
"Perpustakaan perguruan tinggi sebagai salah satu lembaga publik yang menyediakan informasi, memberi peluang untuk membuka hubungan komunikasi ilmiah. Komunikasi ilmiah adalah komunikasi yang berlangsung antar ilmuwan, yaitu pemberitahuan, pengalihan, penyebaran, maupun penyampaian informasi dalam bidang tertentu kepada ilmuwan lain dalam bentuk buku dan treastise. Komunikasi ilmiah dapat dibangun melalui komunikasi antara pustakawan dengan pemustaka, dosen dengan mahasiswa, dan sesama pakar atau ilmuwan. Perpustakaan sebagai media komunikasi ilmiah di perguruan tinggi berlangsung melalui pencari informasi sebagai literatur, sitasi dan keterlibatan perpustakaan sebagai media pelestarian ilmu pengetahuan serta pustakawan sebagai intermedia antara sumber informasi dengan pemustaka. Proses komunikasi ilmiah ini terjadi pada pelayanan referensi, pelayanan sirkulasi, publikasi repositori institusi, diskusi ilmiah, jurnal ilmiah, laporan ilmiah dan lainnya yang dapat mendukung terjadi prosesnya transmisi atau pengembangan ilmu pengetahuan atau yang melahirkan ilmu pengetahuan baru. Dalam konteks ini, perpustakaan perguruan tinggi berfungsi sebagai media komunikasi ilmiah yaitu sebagai pusat learning common, pusat pembelajaran, pusat penelitian, pusat penyalinan buku, pusat publikasi (penerbitan) dan pusat penerjemahan. Eksistensi perpustakaan betul-betul mengajak pemustaka untuk memanfaatkan dan menggali informasi yang tersedia di perpustakaan."
Jakarta: Pusat Pengembangan Pustakawan Perpustakaan Nasional RI, 2017
021 MPMKAP 24:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagaol, Yuda
"Pasal 33 UUD 1945 secara tersirat menyebutkan bahwa ada 3 (tiga) bentuk pelaku ekonomi di Indonesia yaitu swasta, koperasi dan BUMN. Fungsi dari BUMN adalah sebagai kepanjangan tangan dari negara untuk menguasai cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Di dalam perjalanan sejarahnya, BUMN telah mengalami banyak perubahan baik dan bentuk, nama, maupun landasan hukumnya. Meskipun telah mengalami banyak perubahan tetapi fungsi BUMN sebagai unit ekonomi, agen pembangunan, dan stabilisator ekonomi di Indonesia tidak berubah. Untuk melaksanakan fungsinya, BUMN diberikan berbagai kemudahan, hak monopoli dan proteksi tertentu sehingga swasta dan koperasi tidak bisa masuk berusaha. Namun, sejarah juga membuktikan bahwa ternyata sampai saat ini BUMN belum dapat melakukan fungsinya baik sebagai unit ekonomi maupun pelayan publik. Seringkali disebutkan bahwa BUMN mengalami kerugian. Kendala yang seringkali menghambat BUMN untuk berfungsi secara ekonomi adalah Pemerintah sendiri. Selain itu, kualitas SDM yang buruk dan budaya korporasi yang cenderung KKN ternyata juga memberi andil terhadap kerugian BUMN. Untuk menghindari kerugian yang lebih besar, perlu adanya perubahan (reformasi) pengelolaan BUMN. Dengan dasar UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN dan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor : KEP-117IMBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara maka BUMN wajib untuk menerapkan good corporate governance. Good Corporate Governance sendiri merupakan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat, dan berkembang di dunia bisnis swasta. Namun, Pemerintah melihat bahwa prinsip GCG ini ternyata banyak memberikan manfaat terhadap pemulihan ekonomi sebagai akibat krisis ekonomi global pada tahun 1998 sehingga diharapkan dengan menerapkan GCG maka ada perubahan cara pengelolaan BUMN lebih baik sebagai unit ekonomi dan pelayan publik yang pada akhirnya memberikan manfaat kepada umum dan dapat memberikan pemasukan yang seimbang kepada Negara. BUMN bergerak di bidang-bidang yang menguasai hajat hidup orang banyak. Khususnya di bidang pertambangan adalah PT. (Persero) Aneka Tambang Tbk. Bagi Antam, pengelolaan perseroan dengan memperhatikan keseimbangan kepentingan perseroan, pemegang saham, dan stakeholders yang dimaksud di dalam KepMen No.117/2002 sudah dilakukan sejak tahun 1997 ketika Antam diprivatisasi. Penerapan GCG dilakukan dengan 5 (lima) tahap yang saling berkaitan yaitu : Penyadaran (awareness), Pengkajian (assestment), Penyempurnaan (improvement), Penyebarluasan (socialization) dan Pengungkapan (disclosure). Selain itu, Antam sudah membuat Paraturan Kebijakan Perusahaan, Management Policy, Standard Operational Procedur, dan Standar Etika perusahaan dalam kegiatan operasional, serta adanya pengawasan dan koordinasi yang baik dan tepat antara Direksi dan Komisaris sebagai alat untuk menegakkan GCG. Atas usahanya dalam menerapkan GCG, maka Antam sudah menerima beberapa penghargaan balk dari dalam negeri maupun luar negeri."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Rahmat Gumilar
"Salah satu upaya pemerintah dalam menindak lanjuti aspirasi ini adalah dengan mewujudkan reformasi birokrasi untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (clean gaverment) serta kepemerintahan yang baik (good governance) dengan melakukan transparansi atau keterbukaan kepada masyamkat, untuk mengontrol hal tersebut perlu adanya kehumasan, maka Kementerian Hukum dan dalam hal ini Direktorat Jenderal pemasyarakatan pada tanggal 17 Desember tahun 2009 Ielah membuat kesepakatan bersarna dengan Persatuan Wartawan Indonesia yang salah satu Hngkupnya adalah pemberian akses bagi wartawan untuk meliput dan mendapatkan informasi di lingkungan pemasyarakatan (Lembaga Pemasyarakatan). Sejauh mana kesepakatan bersama antara Direktorat Jenderal Pemasayarakatan dan Persatuan wartawan Indonesia dalam pemberian akses bagi wartawan untuk meiiput dan mendapatkan informasi di Lapas dan akan dapat diimplementasikan dengan tetap mengindahkan hak hak dan tranparansi pelayanan Lapas disisi lain, serta terciptanya pemberitaan yang seimbang dan objektif. Oleh karenanya; pene1itian ini bertujuan dalam penelitian: ini adaJah untuk menganalisis Kesepakatan Bersama antara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Persatuan Wartawan Indonesia dimana salah satu lingkupnya adalah mengacu pada transparansi kepada publik, dan disisi lain kesepakatan tersebut tidak mengganggu atau tetap rnemperhatikan hak-hak narapidana secara pribad. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan daftar dokumen.

One of the government's purpose in following up this aspiration is to achieve reform of government bureaucracy to create a clean and free of corruption (Clean Government) as well as good governance by taking the transparency or openness to the public, the role public relations is needed to control public open, so the Ministry of Justice and Human Rights in this regard Directorate General of the Corrections on December 17year 2009 has made a coHective agreement with the Indonesian Journalists Association which one of scope is the provision of access for journalists to cover and get lnformation on the correctional environment (Correctional Institution}. The extent of the agreement between the Directorate General of Corrections and Indonesian Journalists Association in the provision of access for journalists is to cover and get the information in prisons and will be implemented with due attention to the privacy rights of inmates in one side and the transparency of prison senĀ·ices on the other side, and the creation of a balanced and objective news. Therefore, this research has aim to analyze the Mutual Agreement between the Directorate General of Corrections and the Indonesian Journalists Association where one scope is based on transparency to the public, and on the other hand the agreement does not interfere with or due regard to the rights of prisoners in private. The method used in this research is descriptive research method with qualitative approaches. Data collected through interviews, observation and document lists."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T21050
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Agustyah
"Sistem birokrasi yang dianut pada humas organisasi pemerintah Indonesia membuat keterbatasan komunikasi antara anggota kelompok. Selain itu, keterbatasan posisi membuat humas hanya terpaku pada model press agentry serta public information; realita tersebut berpengaruh terhadap interaksi sosial yang terjadi dalam proses pembuatan keputusan, terutama yang terkait dengan pelaksanaan fungsi humas pemerintah. Dengan menggunakan Adaptive Structuration Theory yang digagas oleh Poole dan DeSanctis yang mengadaptasi teori strukturasi dari Anthony Giddens; penulis meneliti interaksi sosial yang terjadi dalam proses strukturasi, yaitu bagaimana struktur diproduksi dan direproduksi dalam sistem formal birokrasi. Di AST, ditekankan bahwa critical edge berada pada proses pembuatan keputusan tanpa memarjinalkan anggota organisasi tertentu dengan cara berpartisipasi dalam mengemukakan gagasan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan single case study untuk menganalisis mengenai strukturasi di humas dalam suatu organisasi pemerintah dengan melakukan wawancara mendalam terhadap para agen yang berperan secara aktif di dalam interaksi sosial. Dari titik inilah penulis akan menganalisa structural features, other sources of structure serta group rsquo;s internal system mempengaruhi proses interaksi sosial. Studi ini menemukan bahwa ketika agen humas pemerintah berinteraksi dengan struktur dalam sistem birokrasi, mereka melakukan tindakan appropriation of structure serta menghasilkan emergent source of structure yang akan digunakan sebagai struktur tambahan pada interaksi sosial. Proses pembuatan keputusan yang terjadi dalam interaksi sosial menunjukkan terbentuknya new social structures. Hal ini menunjukkan bahwa ketika appropriation moves yang dilakukan para agen adalah untuk mewujudkan faithfulness of appropriation, maka hasil akhirnya decision outcomes yang predictable.

The bureaucratic system embraced by the Indonesian Government Public Relations makes the communication limitations between group members. In addition, the limited authority makes public relations is only fixated on the press agentry and public information model this reality affects the social interaction that occur in the decision making process, especially those related to the implementation of government public relations functions. Using Adaptive Structuration Theory initiated by Poole and DeSanctis, adapting the structural theory of Anthony Giddens The author examines the social interaction that occur in process of structuration, namely how the structure is produced and reproduced in the formal system of beraucracy. In AST it is emphasized that the critical edge is in the decision making process, without marginalizing the particular organization members by participating in suggesting an idea. The study was conducted using a single case study to analyze the structuration of public relations in government organization, by conducting in depth interviews on agents who play an active role in social interaction. From this point, the author will analyze the structural features, other sources of structure and the group 39 s internal system affected the process of social interaction. This study finds that when government public relations interact with structures in the bureaucratic system, they take the action of appropriation of structure and generate an emergent of structure which will be used as an additional structure in social interaction. The process of decision making that occurs in social interaction shows the formation of new social structures. This suggests that when appropriation moves by agents are to manifest the faithfulness of appropriation, then the outcome of the decision outcomes is predictable."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T48055
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Ikhsan Poeger
"ABSTRAK
Tesis ini membahas perubahan peran Lembaga Ketahanan Nasional Republik
Indonesia (Lemhannas RI) sebagai salah satu lembaga think tank pemerintah
sekaligus lembaga pendidikan tingkat nasional yang bertujuan untuk mendidik
calon pemimpin tingkat nasional. Sesuai dengan teori daur hidup organisasi posisi
Lemhannas saat ini berada pada posisi puncak yang berfungsi mulai menurun
pasca UU ASN yang tidak menjadikan pendidikan Lemhannas sebagai prasayarat
bagi pejabat esselon 1 dan esselon 2 sebagai kenaikan jenjang kepangkatan.
Keberadaan Lemhannas RI di usia nya yang sudah lebih dari 50 tahun membuat
Lemhannas harus berbenah dini agar tidak terlena dan selalu waspada dengan
perubahan yang sangat cepat dalam mendidik calon-calon pemimpin tingkat
nasional. Setidaknya ada tiga perubahan mendasar yang harus dilakukan oleh
Lemhannas RI dengan mengadopsi konsep Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni
(1) Pendidikan dan Pengajaran, (2) Penelitian dan Pengembangan, dan (3)
Pengabdian Masyarakat. Pendidikan Tingkat Nasional yakni Pendidikan dan
Pengajaran, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat. Penelitian yang dilakukan
peneliti menggunakan pendekatan Soft Systems Methodology (SSM). SSM dipilih
karena memandang dunia (sosial) sebagai hal yang kompleks, problematik,
misterius, dikarakteristikan oleh pertarungan sudut pandang atau clashes of
worldview serta bersifat soft ill structured. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Lemhannas RI harus melakukan perubahan pada bidang pendidikan, pengkajian,
dan pengabdian masyarakat. Hasil kajian merekomendasikan Lemhannas RI harus
melakukan pembenahan terhadap tugas pokok dan fungsi sesuai dengan fungsi
Lemhannas diawal pembentukannya sebagai upaya Lemhannas RI menjadi
Lembaga Berkelas Dunia.

ABSTRACT
This thesis discusses the changing role of the National Resilience Institute of the
Republic of Indonesia (Indonesian National Resilience Institute) as one of the
government think tank at the same national level educational institutions aimed at
educating future leaders of the national level. In accordance with the
organizational life cycle theory Lemhannas position is currently at the top of the
function began to decline following Law ASN does not make education as a
prerequisite for the National Resilience Institute officials echelon echelon 1 and 2
as a rise in the ladder. The existence of National Resilience Institute RI at his age
are already more than 50 years makes Lemhannas must clean up early so as not to
be complacent and always be alert to the rapid changes in educating future leaders
of national level. There are at least three fundamental changes that must be made
by the National Resilience Institute of RI by adopting the concept of Three Pillars
of Tertiay Education (Tri Dharma Perguruan Tinggi), namely (1) Education and
Promotion, (2) Research and Development, and (3) Community Service. The
National Education Education and Teaching, Research and Community Service.
The study, conducted by researchers using the approach of Soft Systems
Methodology (SSM). SSM selected for viewing the world (social) as complex,
problematic, mysterious, characterized by fights or clashes of viewpoints are soft
worldview and ill structured. The results showed that the National Resilience
Institute of RI must make changes in the field of education, assessment, and
community service. The study results recommend the National Resilience Institute
of RI must make improvements to the duties and functions in accordance with the
National Resilience Institute function at the beginning of its formation as an
attempt Lemhannas RI become World Class Organization.
"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>