Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 228560 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pleyte, W. Edith Humris
"ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh sehingga pada pasien yang menderita penyakit Talasemia Mayor sering terjadi gangguan psikopatologis. Juga ingin diketahui secara khusus adalah bagaimana peranan orangtua dalam menimbulkan gangguan jiwa pada anaknya yang menderita talasemia. langsung terhadap timbulnya gangguan jiwa pada anaknya. Ibu memainkan peranan yang. lebih besar dalam menimbulkan gangguan jiwa anaknya. Disamping itu orang juga sangat tertekan oleh pendapatan keluarga yang tidak memadai serta keadaan anak yang dengan bertambahnya umur semakin buruk prognosisnya.
Subjek penelitian meliputi 192 kasus yang terdiri dari 110 anak laki-laki dan 82 anak perempuan yang berumur antara 1-17 tahun dan datang berobat jalan pada Unit Talasemia, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo. Disamping itu penelitian juga dilakukan terhadap 192 pasang orangtuanya.
Tempat Penelitian adalah Unit Talasemia, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan psikiatrik dengan berpedoman pada wawancara standar "Pedoman pembuatan laporan psikiatrik" dan kuesioner-kuesioner. Kuesioner itu adalah kuesioner yang secara khusus dirancang untuk orangtua pasien untuk mendapat data demografis dan memeriksa persepsi orangtua mengenai penyakit talasemia serta kesepakatan antara orangtua. Disamping itu, juga dipakai kuesioner SCL 90 untuk memeriksa terdapatnya kecenderungan gangguan jiwa pada orangtua.
Hasil utama
1. Jumlah kasus talasemia yang menderita gangguan jiwa adalah 62 orang (32.3%), ibu yang mempuyai kecenderungan gangguan jiwa adalah 73 orang (38.0%) sedangkan ayah adalah 95 orang (49.5%). Pemeriksaan klinis psikiatrik yang dilakukan pada 108 ibu menunjukkan bahwa 39 (36.1%) orang menderita gangguan jiwa sedangkan pada pemeriksaan 104 orang ayah sebanyak 35 orang (32.7%) menderita gangguan jiwa.
2. Tidak terdapat hubungan antara kecenderungan gangguan jiwa pada orangtua dengan gangguan jiwa pada anaknya. Terdapat hubungan antara gangguan jiwa pada ibu dengan gangguan jiwa pada anaknya.
3. Persepsi orangtua mengenai penyakit talasemia cukup realistik. Persepsi ibu mengenai
kemampuan anak berhubungan secara negatif dengan gangguan jiwa pada anaknya
4. Persepsi orangtua mengenai talasemia sangat dipengaruhi oleh pendapatan keluarga dan
umur anak
Kesimpulan
Penyakit Talasemia Mayor merupakan stresor psikososial yang berat baik bagi anak maupun orangtuanya sehingga merupakan faktor yang menentukan timbulnya psikopatologi pada anak dan orangtuanya. Temyata bahwa orangtua tidak berperan secara;Purpose the aim is to study the influence of factors on patients suffering from Thalassemia Mayor and their parents which often causes the emergence of psychopathology. Special attention is placed upon the role of parents in developing mental disorders in their children who are thalassemics.

ABSTRACT
Study subjects
Study subjects were taken from the population of patients who regularly visit the Thalassemia Unit of Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta. The number of cases included in the study is 192 patients , consisting of 110 boys and 82 girls, aged between I - 17 years. Their parents were also included in the study
Measurements
Measurements were performed by interviews and observation. All the cases and their parents were examined using general psychiatric examination technique based on Manual for Constructing a Psychiatric Report. In addition to this examination a special questionnaire was constructed to obtain demographic data and perception of parents about their children's illness. The parents were also asked to complete a form of SCL-90 which is a self-rating questionnaire to evaluate their mental status.
Main Results
1. The number of cases who besides Thalassemia Mayor also suffer from mental disorder is 62 (32.3%). The number of fathers who have a tendency for mental disorders is 73 (38.0%), the number of mothers is 95 (49.5%), Psychiatric examination of 108 mothers showed that 39 (36.1%) suffer from mental disorder and examination of 104 fathers showed that 35 (32.7%) suffer from mental disorder
2. There was no relationship found between tendency for mental disorder of the parents and mental disorders of their children. On the contrary there was relationship found between mental disorder of the cases and mental disorder of their mothers.
3. Perception of the parents about Thalassemia Mayor was quite realistic. Perception of the
mothers about the child's ability was negatively related towards mental disorder of the children.
4. Perception of the parents about Thalassemia Mayor was influenced by income of the family and
age of the child
Conclusion
It has been proven that Thalassemia Mayor is a severe psycho-social stress causing psychopathology in thalassemics and their parents, The parents do not directly influence the emergence of mental disorder in their children. Mothers play a greater role in precipitating mental disorder in their children.;Purpose the aim is to study the influence of factors on patients suffering from Thalassemia Mayor and their parents which often causes the emergence of psychopathology. Special attention is placed upon the role of parents in developing mental disorders in their children who are thalassemics.
"
2001
D2
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pleyte, W. Edith Humris
"ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh sehingga pada pasien yang menderita penyakit Talasemia Mayor sering terjadi gangguan psikopatologis. Juga ingin diketahui secara khusus adalah bagaimana peranan orangtua dalam menimbulkan gangguan jiwa pada anaknya yang menderita talasemia. Langsung terhadap timbulnya gangguan jiwa pada anaknya. Ibu memainkan peranan yang. lebih besar dalam menimbulkan gangguan jiwa anaknya. Disamping itu orang juga sangat tertekan oleh pendapatan keluarga yang tidak memadai serta keadaan anak yang dengan bertambahnya umur semakin buruk prognosisnya.
Subjek penelitian meliputi 192 kasus yang terdiri dari 110 anak laki-laki dan 82 anak perempuan yang berumur antara 1-17 tahun dan datang berobat jalan pada Unit Talasemia, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo. Disamping itu penelitian juga dilakukan terhadap 192 pasang orangtuanya.
Tempat Penelitian adalah Unit Talasemia, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan psikiatrik dengan berpedoman pada wawancara standar "Pedoman pembuatan laporan psikiatrik" dan kuesioner-kuesioner. Kuesioner itu adalah kuesioner yang secara khusus dirancang untuk orangtua pasien untuk mendapat data demografis dan memeriksa persepsi orangtua mengenai penyakit talasemia serta kesepakatan antara orangtua. Disamping itu, juga dipakai kuesioner SCL 90 untuk memeriksa terdapatnya kecenderungan gangguan jiwa pada orangtua.
Hasil utama
1. Jumlah kasus talasemia yang menderita gangguan jiwa adalah 62 orang (32.3%), ibu yang mempuyai kecenderungan gangguan jiwa adalah 73 orang (38.0%) sedangkan ayah adalah 95 orang (49.5%). Pemeriksaan klinis psikiatrik yang dilakukan pada 108 ibu menunjukkan bahwa 39 (36.1%) orang menderita gangguan jiwa sedangkan pada pemeriksaan 104 orang ayah sebanyak 35 orang (32.7%) menderita gangguan jiwa.
2. Tidak terdapat hubungan antara kecenderungan gangguan jiwa pada orangtua dengan gangguan jiwa pada anaknya. Terdapat hubungan antara gangguan jiwa pada ibu dengan gangguan jiwa pada anaknya.
3. Persepsi orangtua mengenai penyakit talasemia cukup realistik. Persepsi ibu mengenai
kemampuan anak berhubungan secara negatif dengan gangguan jiwa pada anaknya
4. Persepsi orangtua mengenai talasemia sangat dipengaruhi oleh pendapatan keluarga dan
umur anak
Kesimpulan
Penyakit Talasemia Mayor merupakan stresor psikososial yang berat baik bagi anak maupun orangtuanya sehingga merupakan faktor yang menentukan timbulnya psikopatologi pada anak dan orangtuanya. Temyata bahwa orangtua tidak berperan secara langsung terhadap timbulnya gangguan jiwa pada anaknya. Ibu memainkan peranan yang lebih besar dalam menimbulkan gangguan jiwa anaknya. Disamping itu orang juga sangat tertekan oleh pendapatan keluarga yang tidak memadai serta keadaan anak yang dengan bertambahnya umur semakin buruk prognosisnya.

ABSTRACT
Purpose the aim is to study the influence of factors on patients suffering from Thalassemia Mayor and their parents which often causes the emergence of psychopathology. Special attention is placed upon the role of parents in developing mental disorders in their children who are thalassemics.
Study subjects
Study subjects were taken from the population of patients who regularly visit the Thalassemia Unit of Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta. The number of cases included in the study is 192 patients , consisting of 110 boys and 82 girls, aged between I - 17 years. Their parents were also included in the study
Measurements
Measurements were performed by interviews and observation. All the cases and their parents were examined using general psychiatric examination technique based on Manual for Constructing a Psychiatric Report. In addition to this examination a special questionnaire was constructed to obtain demographic data and perception of parents about their children's illness. The parents were also asked to complete a form of SCL-90 which is a self-rating questionnaire to evaluate their mental status.
Main Results
1. The number of cases who besides Thalassemia Mayor also suffer from mental disorder is 62 (32.3%). The number of fathers who have a tendency for mental disorders is 73 (38.0%), the number of mothers is 95 (49.5%), Psychiatric examination of 108 mothers showed that 39 (36.1%) suffer from mental disorder and examination of 104 fathers showed that 35 (32.7%) suffer from mental disorder
2. There was no relationship found between tendency for mental disorder of the parents and mental disorders of their children. On the contrary there was relationship found between mental disorder of the cases and mental disorder of their mothers.
3. Perception of the parents about Thalassemia Mayor was quite realistic. Perception of the
mothers about the child's ability was negatively related towards mental disorder of the children.
4. Perception of the parents about Thalassemia Mayor was influenced by income of the family and
age of the child
Conclusion
It has been proven that Thalassemia Mayor is a severe psycho-social stress causing psychopathology in thalassemics and their parents, The parents do not directly influence the emergence of mental disorder in their children. Mothers play a greater role in precipitating mental disorder in their children"
2001
D12
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Wahidiyat
"ABSTRAK
Istilah thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu Talassa yang berarti taut. Mula-mula istilah ini dipakai oleh WHIPPLE dan BRADFORD pada tahun 1936. Yang dimaksud dengan Taut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini mula-mula banyak dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Sebenarnya gejala-gejala penyakitnya telah dikenal sejak tahun 1925 oleh COOLEY dan LEE sehingga penyakit itu disebut pula penyakit COOLEY. Penyakit thalassemia diturunkan secara resesif, menurut hukum MENDEL dari orang tua kepada anak-anaknya (VALENTINE dan NEEL, 1944).
Istilah penyakit tersebut meliputi suatu keadaan penyakit dengan variasi yang luas, yaitu dari gejala klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) hingga yang paling berat (bentuk homozigot). Bentuk heterozigot ini disebut thalassemia minor, sedangkan yang homozigot disebut thalassemia major. Di antara kedua keadaan itu terdapat berbagai tingkat keadaan penyakit. Dikenai pula suatu keadaan penyakit yang disebut thalassemia intermedia. Pada keadaan ini gejala klinisnya tidak seberat pada thalassemia major dan sifat genetiknya diduga berbentuk heterozigot ganda (double heterozygote).
Meskipun telah banyak dilakukan penyelidikan dalam berbagai bidang mengenai penyakit ini tetapi hingga sekarang masih banyak sekali persoalan mengenai thalassemia yang belum diketahui. Persoalan yang masih merupakan teka-teki ini bukan saja bagi para sarjana kedokteran, tetapi juga bagi para ahli biokimia, genelika, epidemiologi dan mungkin juga bagi para ahli sejarah, ahli bangsa-bangsa dan ilmu bumi. Hingga sekarang belum diketahui dengan pasti mengapa sel darah merah penderita thalassemia itu umurnya pendek, mengapa pada seorang anak gejalanya lebih ringan daripada yang lain, mengapa pada suatu keluarga semua anak-anaknya terkena thalassemia major sedangkan pada keluarga lain hanya seorang saja anaknya yang terkena di antara sekian banyak saudara-saudaranya. Padahal menurut hukum Mendel dari perkawinan 2 pembawa sifat ini secara teoritis akan menimbulkan 25% daripada anak-anaknya menderita thalassemia major, 50% sebagai pembawa sifat dan 25% lagi ialah anak yang genotip maupun fenotipnya sehat. Di samping hal-hal yang disebut tadi masih banyak sekali persoalan yang belum dapat dipecahkan. Suatu hal yang lebih berat lagi ialah bagi penderita thalassemia itu sendiri, bahwa hingga saat ini belum ditemukan pengobatan yang dapat menyembuhkannya atau yang dapat mencegah timbulnya penyakit Thalassemia major hampir selalu diakhiri dengan kematian menjelang umur dewasa, bahkan kebanyakan sudah meninggal pada umur kurang dari 10 tahun."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1979
D419
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laelatul Munifah
"Thalasemia bergantung transfusi merupakan penyakit keturunan yang disebabkan karena gangguan sintesis rantai globin. Pasien dengan thalsemia bergantung transfusi membutuhkan trnsfusi rutin dan terapi kelasi besi. Thalasemia bergantung transfusi dapat menyebabkan komplikasi fisik ataupun emosional salah satunya stres. Stres dapat membuat kualitas hidup anak menurun, Sehingga peneliti melakukan penelitian untuk menguji efektivitas konsultasi keperawatan terhadap penurunan stres pada anak dengan talasemia bergantung transfusi. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah Randomized Clinical Trial (RCT). Sampel dari penelitian ini sebanyak 36 anak dengan thalasemia bergantung transfusi berusia 10-18 tahun di Rumah Sakit Primaya Bekasi Barat. Hasil penelitian menunjukan perbedaan rata-rata 2.47±1.87 dengan nilai p = 0.000. Konsultasi keperawatan efektif dalam menurunkan nilai stres pada anak dengan thalasemia bergantung transfusi. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk rumah sakit agar memberikan konsultasi keperawatan sebagai salah satu intervensi pada anak dengan thalasemia bergantung transfusi.

Transfusion-dependent thalassemia is a hereditary disease caused by impaired globin chain synthesis. Patients with transfusion-dependent thalassemia require routine transfusion and iron chelation therapy. Transfusion-dependent thalassemia can cause physical or emotional complications, one of which is stress. Stress can make a child's quality of life decrease, so researchers conducted a study to test the effectiveness of nursing consultation on reducing stress in children with transfusion-dependent thalassemia. The method used in writing this article is Randomized Clinical Trial (RCT). The sample from this study was 36 children with transfusion-dependent thalassemia aged 10-18 years at Primaya Hospital, West Bekasi. The results showed an average difference of 2.47±1.87 with a value of p = 0.000. Nursing consultation is effective in reducing stress values in children with transfusion-dependent thalassemia. The results of this study can be used as a reference for hospitals to provide nursing consultation as one of the interventions in children with transfusion-dependent thalassemia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pasien thalasemia usia remaja yang mendapat tranfusi darah berulang akan mengalami perubahan pada bentuk tubuhnya. Perubahan ini dapat menyebabkan timbulnya persepsi yang berbeda-beda terhadap citra diri pasien tersebut. Penelitian ini dilakukan di unit poliklinik thalasemia IKA Perjan RSCM Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran persepsi terhadap citra diri pada pasien thalasemia usia remaja yang mendapat transfusi darah berulang, Metode yang digunakan dalam penelitian ini deskriptif sederhana. Populasi pada penelitian ini adalah remaja usia 11 sampai 20 tahun. Sampel yang digunakan sebanyak 32 orang dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa 68,75 % responden mempunyai persepsi positif terhadap citra diri dan 31,25 % mempunyai persepsi negatif. Instrumen yang digunakan terdiri dari data demografi (kuesioner A) dan pertanyaan tentang persepsi terhadap citra diri. Persepsi yang positif pada remaja dengan thalasemia harus terus dipertahankan dan didukung, sedangkan persepsi yang negatif perlu perhatian dan dukungan yang lebih dari berbagai pihak."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2004
TA5342
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S7682
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kyla Putri Nangkana
"Background: Thalassemia is a form of hemoglobin (Hb) disorder affecting the composition of Hb in the body that has a high prevalence in Indonesia and requires large funds for its treatment, categorized as one of the high burden diseases. Thalassemia patients who have anemia as the main characteristic require blood transfusion therapy. However, excess iron is one of the main side effects of this therapy coupled with the pre-transfusion Hb value that is not in accordance with the target set by the Thalassemia International Federation (TIF). This incident can cause growth problems in thalassemia patients, especially in children with thalassemia major. Therefore, this study was carried out to find a relationship between the pre-transfusion Hb levels and thalassemia major children’s anthropometry that can be observed through their anthropometric values.
Method: This study is a cross-sectional study using patient data records and direct anthropometric measurements. Finally, IBM SPSS software was used for data analysis.
Result: The results of the study did not find a significant relationship between pre-transfusion Hb values and anthropometry of pediatric thalassemia patients (p > 0.05). Thus, there are other factors that affect the patient's anthropometry.
Conclusion: Anthropometry of thalassemia major children is not only influenced by pre-transfusion Hb values, but there are also other possible influencing factors such as serum ferritin values, genetic factors, hormonal factors, and nutritional intake.

Latar Belakang: Talasemia sebagai salah satu bentuk kelainan Hemoglobin (Hb) mempengearuhi komposisi dari Hb di dalam tubuh memiliki prevalensi yang tinggi di Indonesia dan memerlukan dana yang tidak sedikit untuk pengobatannya, membuat talasemia dikategorikan sebagai salah satu “high burden diseases”. Pasien talasemia yang memiliki anemia sebagai karakteristik utama memerlukan terapi transfusi darah. Namun, zat besi yang berlebih merupakan salah satu efek samping utama dalam terapi tersebut. Ditambah lagi dengan nilai Hb pre-transfusi yang tidak sesuai dengan target yang telah ditentukan oleh Thalassemia International Federation (TIF). Kejadian ini bisa menyebabkan adanya masalah pertumbuhan pada pasien talasemia khususnya pada pasien anak. Maka dari itu, penelitian ini dilaksanakan untuk mencari hubungan antara nilai Hb pra-transfusi pasien talasemia mayor anak dengan pertumbuhan mereka yang dapat dilihat melalui nilai antropometri.
Metode: Penelitian ini adalah studi cross-sectional yang menggunakan catatan data pasien dan pengukuran antropometri secara langsung. Terakhir, software IBM SPSS digunakan untuk analisis data.
Hasil: Hasil dari penelitian tidak menemukan adanya hubungan bermakna antara nilai Hb pra-transfusi dengan antropometri pasien talasemia mayor anak (p>0.05). Dengan demikian, maka ada faktor lain yang memengaruhi antropometri pasien.
Kesimpulan: Antropometri pasien talasemia mayor anak tidak hanya dipengaruhi oleh nilai Hb pra-transfusi, namun juga ada kemungkinan faktor lain yang berpengaruh seperti nilai feritin serum, faktor genetik, faktor hormonal, dan juga faktor asupan nutrisi dari pasien.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Lestari
"Thalassemia merupakan salah satu kelainan genetik paling umum di seluruh dunia. Tanpa managemen yang adekuat, komplikasi akan terjadi pada berbagai organ, termasuk sistem saraf. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan proporsi abnormalitas Brain Auditory Evoked Potentials (BAEP), elektroensefalografi (EEG), dan elektroneurografi (ENG) pada anak thalassemia mayor dan hubungannya dengan faktor risiko terkait. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang deskriptif analitik yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dan Rumah Sakit M Djamil (RSMDJ) Padang. Kriteria inklusi adalah anak thalassemia mayor berusia 12-18 tahun yang kontrol teratur minimal dalam 1 tahun terakhir. Pasien dengan epilepsi, palsi serebral, gangguan pendengaran, dan gangguan neurodevelopmental dikeluarkan dari penelitian. Pemeriksaan BAEP, EEG, dan ENG dilakukan pada semua subyek dan diinterpretasikan oleh konsultan neuropediatri. Dilakukan pencatatan usia onset, durasi transfusi, rerata hemoglobin (Hb) pra-transfusi, kadar feritin serum, saturasi feritin, dan kepatuhan konsumsi obat kelasi besi. Hubungan antar variabel dinilai menggunakan analisis bivariat dengan nilai p < 0,05 dikatakan bermakna. Hasil: Sebanyak 64 anak dengan rerata usia 15,1 tahun memenuhi kriteria penelitian, terdiri atas 29 anak laki-laki dan 35 anak perempuan. Rerata Hb pra transfusi, kadar feritin serum, dan saturasi transferin berturut-turut adalah 8,36 g/dL, 4495,3 ng/mL, dan 87,3%. Abnormalitas EEG ditemukan pada 28 (43,8%) subyek dan berhubungan bermakna dengan rerata Hb pra-transfusi < 9 g/dL (p=0,011, rasio prevalensi 3,014, interval kepercayaan 1,04-8,71). Abnormalitas BAEP ditemukan pada 4 (4,6%) subyek dan berhubungan bermakna dengan kadar feritin serum yang lebih tinggi (p=0,007). Hasil ENG abnormal hanya ditemukan pada 1 orang subyek. Tidak terdapat hubungan antara faktor risisko lainnya dengan masing-masing pemeriksaan neurofisiologi. Kesimpulan: Abnormalitas EEG ditemukan pada 43,8% anak thalassemia mayor dan berhubungan dengan rerata Hb pra-transfusi <9 g/dL, sedangkan abnormalitas BAEP ditemukan pada 4% subyek dan berhubungan dengan kadar feritin serum yang lebih tinggi.

Thalassemia is among the most common genetic disorders worldwide. Without adequate management, complications occur in various organs as well as neurology system. The aim of the study was to determine the proportion of abnormal electroencephalography, brain auditory evoked potentials (BAEP), and nerve conduction study (NCS) in children with thalassemia major and its association with related risk factors. Methods: This was a descriptive-analytic cross sectional study conducted in Cipto Mangunkusumo Hospital and M Djamil Hospital in January to March 2019 All children with thalassemia major aged 12 to 18 years were eligible for the study. Children with epilepsy, palsy cerebral, hearing disorder, or neurodevelopmental problems were excluded. Electroencephalography, BAEP, and NCS were performed in all subjects. Age of onset, transfusion duration, mean pre-transfusion hemoglobin, serum ferritin, transferrin saturation, and compliance to chelating agents therapy were recorded. Bivariate analysis was performed to determine the relationsip between variables with p < 0,05 was considered significant. Results: As many as 64 children with mean age 15,1 years fulfilled the study criteria during the study period, consisting of 29 boys and 35 girls. Mean pre-transfusion hemoglobin, serum ferritin, and transferrin saturation was 8,36 g/dL, 4495,3 ng/mL, and 87,3% respectively. Abnormal EEG was found in 28 (43,8%) subjects and significantly associated with mean Hb below 9 g/dL (p = 0,011; prevalence ratio 3,014; confidence interval 1,04 - 8,71). Abnormal BAEP was found in 4 (4,6%) subjects and significantly associated with higher serum ferritin (p=0,007). Only 1 subject showed abnormal NCS. No association was found between other risk factors with each neurophysiology study. Conclusion: Abnormal EEG was found in 43,8% thalassemia major children and significantly associated with lower pre-transfusion hemoglobin level. Abnormal BAEP was found in 4% subjects and significantly associated with higher serum ferritin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57621
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Radhiyanisa Pratisto
"Introduction: Thalassemia is a single genetic disorder that occurs due to an imbalance in the globin chain of the hemoglobin (Hb). It is one of the health problems throughout the world, including in Indonesia. Thalassemia causes ineffective erythropoiesis and will lead to anemia and other complications. To treat anemia, patients need regular transfusion therapy, but it causes iron overload which is characterized by increased serum ferritin levels, so that there is a stigma that frequent transfusions will cause high serum ferritin levels. Therefore, this study aims to determine whether there is any association between Hb before transfusion and ferritin levels.
Method: This research is done by analytical research with a retrospective and the data analysis was done using IBM SPSS software.
Results: There were no significant association between Hb before transfusion and serum ferritin levels (p=0.694).
Conclusion: Pre-transfusion is not the only factor that plays a role in increasing serum ferritin in patients with thalassemia major. Other factors such as availability and adherence to iron chelation therapy and inflammatory conditions also play essential roles in increasing serum ferritin levels. Moreover, there is no significant difference in serum ferritin levels between the pretransfusion Hb group ≥9 g/dL and <9g/dL.

Latar Belakang: Thalassemia merupakan kelainan genetik tunggal yang terjadi akibat ketidakseimbangan rantai globin dari hemoglobin (Hb). Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Thalassemia menyebabkan eritropoiesis tidak efektif dan akan menyebabkan anemia dan komplikasi lainnya. Untuk mengatasi anemia, pasien memerlukan terapi transfusi secara teratur, namun menyebabkan iron overload yang ditandai dengan peningkatan kadar feritin serum, sehingga terdapat stigma bahwa transfusi yang sering akan menyebabkan kadar feritin serum yang tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara Hb sebelum transfusi dengan kadar feritin.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian analitik dengan retrospektif dan analisis data dilakukan dengan menggunakan software IBM SPSS.
Hasil: Tidak ada hubungan bermakna antara Hb sebelum transfusi dengan kadar feritin serum (p=0,694).
Kesimpulan: Pra-transfusi bukan satu-satunya faktor yang berperan dalam peningkatan feritin serum pada pasien thalassemia mayor. Faktor lain seperti ketersediaan dan kepatuhan terhadap terapi kelasi besi dan kondisi inflamasi juga memainkan peran penting dalam meningkatkan kadar feritin serum. Selain itu, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kadar feritin serum antara kelompok Hb pretransfusi 9 g/dL dan <9g/dL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Rafid Naufaldi
"

Latar Belakang: Talasemia I² mayor merupakan penyakit dengan gen carrier yang cukup banyak ditemukan di Indonesia sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang pola talasemia β mayor terlebih lagi penderitanya mengalami inefektif hematopoesis sehingga pasien talasemia I² mayor sangat bergantung dengan terapi transfusi dan kelasi untuk bertahan hidup sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek yang ditimbulkan dari kepatuhan terapi kelasi pada populasi Indonesia terhadap kadar alanin aminotransferase, aspartat aminotransferase, dan AST to patelet ratio index (APRI) score.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode observatif cross sectional dan seluruh partisipan penelitian adalah pasien RSCM Kiara. Data kepatuhan pasien didapat dari kuisioner morisky medication adherence scale -8 serta pertanyaan singkat alasan ketidakpatuhan dalam terapi yang akan dicocokan dengan data laboratorium pasien pada rekam medik elektronik dan selanjutnya data dianalisis menggunakan uji bivariat nonparametrik Kruskal-Wallis dan uji Post-Hoc Mann-Whitney.

Hasil: Tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara kepatuhan terapi kelasi terhadap kadar alanin amintotransferase, aspartat aminotransferase, dan APRI score namun, ditemukan hubungan yang bermakna pada umur, lama transfusi, dan jenis kelator terhadap nilai APRI score.

Kesimpulan: Tidak ditemukan adanya hubungan bermakna pada kepatuhan terapi kelasi terhadap kadar alanin aminotransferase, aspartat aminotransferase, dan APRI score namun dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi hasil tersebut dikarenakan terdapat keterbatasan dalam penelitian.

 


Background: Thalassemia I² major is a disease with carrier gene common enough to be found in Indonesia therefore further research was needed to know the exact pattern and characteristics of thalassemia I² major because the patients has ineffective hematopoiesis depend their life with transfusion and chelation therapy to survive therefore it need further research to know the effect of chelation therapy for population in Indonesia with alanin aminotransferase, aspartat aminotransferase, and AST to platelet ratio index (APRI) score level.

Methods: This study used observative cross sectional method and all of the participants are patients at RSCM Kiara. Participants compliance were measured by morisky medication adherence scale-8 with some adjustment to know the reason why participants isnt complying with therapy and will be compared with laboratory result through electronic medical record then both results were then analyzed non-parametrically using Kruskal-Wallis followed by Mann-Whitney for Post-Hoc.

Results: There arent any correlation between chelation therapy compliance with aspartat aminotransferase, alanine aminotransferase, and AST to platelet ratio index score level but it has been found that age, transfusion duration, and type of chelator have some degree of correlation.

Conclusion: There arent any correlation between chelation therapy compliance with aspartat aminotransferase, alanine aminotransferase, and AST to platelet ratio index score level but the result need further research to confirm the result because this research has its own degree of limitation

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>