Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124128 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tambunan, Arifin Sari Surungalan
"Dalam peraturan perundang-undangan terdapat empat istilah yang bermaksud menguraikan fungsi DPR yaitu fungsi, wewenang, tugas, kekuasaan. Sebutan fungsi DPR terdapat dalam Pasal 32 beserta Penjelasannya dalam Undang-undang No. 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD (LN 1969 No. 59, TLN No. 2915) sebagaimana telah tiga kali diubah dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1975 (LN 1975 No. 39, TLN No. 3064), Undang-undang No, 2 Tahun 1985 (LN 1985 No.2, TLN No. 3282) dan Undang-undang No.5 Tahun 1995 (LN 1995 No. 36, TLN No. 3600). Pasal itu menguraikan bahwa fungsi DPR (selanjutnya disebut DPR saja) berdasarkan UUD 1945 adalah (1) membuat undang-undang bersama dengan Pemerintah, (2) menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama-sama Pemerintah, dan (3) mengadakan pengawasan terhadap kebijaksanaan Pemerintah. Kemudian DPR dalam Keputusannya No. 1O/DPR-RI/82-83 tanggal 26 Februari 1983 tentang Peraturan Tata Tertib yang masih beriaku sampai sekarang, menyebutnya tidak sebagai fungsi DPR tetapi sebagai wewenang dan tugas DPR. Tetapi UUD 1945 dalam Pasal 5 ayat (1) menggunakan istilah kekuasaan membentuk undang-undang. Jadi, empat istilah itu dianggap sinonim. Yang oleh undang-undang No. 16 dinamakan sebagai fungsi oleh DPR diubah menjadi wewenang dan tugas, sedangkan UUD 1945 sendiri menyebutnya sebagai kekuasaan. Menurut kamus pengertian fungsi tidaklah sama dengan wewenang, tugas atau kekuasaan.. Tidaklah mengherankan kalau dalam masyarakat baik dalam masyarakat umum maupun dalam masyarakat cendekiawan timbul kesimpangsiuran mengenai pengertian fungsi DPR ini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
D407
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Nopriyanto
"Penelitian ini terfokus pada pelaksanaan pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah oleh Walikota Kota Bekasi beserta seluruh perangkatnya dari segi Ilmu Administrasi Publik
Dalam penelitian ini dibahas mengenai berbagai faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pengawasan legislatif oleh DPRD dalam penyelenggara Otonomi Daerah di Kota Bekasi dalam kurun waktu 1999-2004 yakni dalam periode DPRD hasil Pemilihan Umum 1999, yakni pada saat-saat ditetapkan dan berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan normatife dan empirik dengan analisis secara kualitatif, dengan menggunakan metode explanatif evaluatif dan studi kasus. Sedangkan pengumpulan data dilakukan penelitian kepustakaan dan dengan kajian terhadap peraturan perundang-undangan tentang Pemerintah Daerah, Pemilu, Susunan dan Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah termasuk DPRD Kota Bekasi, disamping itu dilakukan penelitian lapangan dengan instrumen pedoman wawancara dan diskusi mendalam dengan nara sumber, khususnya para Anggota DPRD, Sektretariat DPRD dan pejabat terkait yang bersangkutan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pengawasan DPRD kurang optimal berdasarkan pengamatan berbagai hal antara lain: Kedudukan DPRD sebagai Mitra, Pengangkatan dan Pemberhentian Walikota dan Akuntabilitas. Rekrutmen Anggota DPRD dengan Penyiapan Kader-Kader Politik Lokal, Pemilihan Umum dan Kualitas Anggota DPRD baik dengan Pendidikan dan Pengalaman. Dan Peraturan Tata Tertib DPRD melalui Fraksi-Fraksi, Alat Kelengkapan dan Penggunaan Hak-Hak DPRD.
Dari hasil penelitian, hal-hal diatas belum dapat dilakukan secara maksimal dan efektif, karena Para Anggota DPRD Kota Bekasi belum memiliki Kesiapan sebagai Anggota DPRD yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang baik tentang pemerintahan terbukti hampir semua peraturan daerah berasal dari Pemerintah Daerah, belum memiliki Etika Politik terbukti masih terfokus pada Pemilihan Walikota/Wakil Walikota dan Laporan Pertanggungjawaban yang berujung pada tawar-menawar dan bargaining pada masalah keuangan masing-masing dan masih berjiwa Aji mumpung dengan mendahulukan kepentingan Pribadi dan Partainya dari pada kepentingan Masyarakat dan Rakyat pada umumnya.
Untuk itu ke depan diperlukan Anggota DPRD yang memiliki Kesiapan yang matang melalui Partai Pulitik dengan Penyiapan Kader yang Potensial dan memiliki mental yang amanah serta diperlukan pola Pengawasan terhadap DPRD agar Anggcta DPRD pun dapat dipertanggungjawabkan.
xvi+ 134 + 2 Tabel + 2 Lampiran
Daftar Pustaka 35 Buku, 5 Makalah/Artikel, 1 Disertasi, 1 Peraturan Perundang Undangan

This Research is focused at execution observation of DPRD to execution policy of Local Government by Mayor Town Bekasi along with all its peripheral from Public Administrative Science facet.
In this research is studied to regarding various factor influencing legislative observation execution by DPRD in Autonomous organizer of Area in Town Bekasi in range of time 1999-2004 namely in DPRD period result of General Election 1999, namely at moment specified and going into effect it UU No. 22 Year 1999 About Governance of Area.
Research conducted with approach of empiric and normative with analysis qualitative, by using evaluative explanative method and case study. While data collecting conducted by research of bibliography and with study to law and regulation about Local Government, General election, Formation and Domicile Parliament Area of is including DPRD Town Bekasi, is despitefully conducted by research of field with guidance instrument interview and circumstantial discussion with resource person, specially all Member DPRD, Sektretariat DPRD and pertinent relevant functionary.
Result of research of showed that execution observation of DPRD influenced by a number of factor for example: Dimiciling DPRD as Partner, Lifting And Cessation of Mayor and Akuntabilitas. Recruitment Member DPRD with Preparation of Local Political Cadre, General Election And good Quality Member DPRD with Education and Experience. And Regulation of Discipline DPRD through Faction, Appliance Equipment and Usage of Rights DPRD.
From result of research, things above not yet earned to be conducted maximally and is effective, because All Member DPRD Town Bekasi not yet owned the Readiness of as Member DPRD owning good experience and knowledge about proven governance most of all by law come from Local Government, not yet owned proven Political Ethics still focused by at Election of Mayor/acting mayor and Responsibility Reporting which tip of at bargaining and dicker at problem of each finance and still have Opportunist head to by prioritize private interest and its Party from at importance of Society and People in general.
For that is forwards needed by Member DPRD owning the Readiness of matured through Political Party with Preparation of Potential Cadre and have to bounce which is trust is and also needed? by Observation pattern to DPRD so that Member DPRD even also can be justified
xvi + 134 + 2 Tables + 2 Appendiks
Bibliography 35 Book, 5 Handing out/article, 1 Dissertation, 1 Law And Regulation
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13822
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sibarani, Ramadhanya Elwinne Huzaima
"Keterwakilan perempuan di parlemen merupakan salah satu aspek penting dalam meningkatkan kesetaraan gender di sebuah negara. Per pemilihan anggota parlemen 2019, keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) baru mencapai 21.4%. Angka tersebut berada jauh di bawah Timor-Leste dan Finlandia yang masing-masing memiliki 40% dan 47% keterwakilan perempuan di parlemen nasionalnya. Dalam rangka meningkatkan angka keterwakilan perempuan di parlemen, terdapat sebuah konsep yang disebut dengan kuota pemilihan perempuan. Untuk itu, penelitian ini mencoba membandingkan bagaimana kuota pemilihan perempuan diatur di Indonesia, Timor-Leste, dan Finlandia. Selain itu, penelitian ini juga meninjau kondisi keterwakilan perempuan di parlemen ketiga negara. Tujuannya adalah untuk melihat faktor-faktor yang dimiliki oleh Timor-Leste dan Finlandia, namun tidak dimiliki oleh Indonesia, yang menyebabkan kedua negara tersebut mampu memiliki keterwakilan perempuan di parlemen yang mumpuni. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dan wawancara dalam pengumpulan data. Kemudian, teori utama yang digunakan untuk analisis adalah Teori Keterwakilan yang dicetuskan oleh Hanna Pitkin, secara spesifik mengenai keterwakilan deskriptif dan substantif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari segi keterwakilan deskriptif, Indonesia kekurangan karena kuota pemilihan perempuan dalam bentuk nomor urut tidak berjalan dengan maksimal; serta partisipasi politik perempuan yang kurang, terutama karena partai politik di Indonesia tidak menerapkan party quotas. Sementara, dari segi keterwakilan substantif, Timor-Leste dan Finlandia sama-sama unggul disebabkan oleh berjalannya komunikasi dengan masyarakat sipil dan kuatnya peran kaukus perempuan parlemen. Dari sana, dirumuskan beberapa strategi dalam rangka peningkatan keterwakilan perempuan di DPR RI, yakni peningkatan partisipasi politik perempuan, pembenahan kuota pemilihan perempuan berupa nomor urut, pembukaan ruang komunikasi yang besar antara anggota parlemen perempuan dengan masyarakat sipil, dan penguatan peran kaukus perempuan parlemen di dalam DPR RI. Terakhir, strategi yang tidak kalah penting adalah dengan memberikan edukasi politik terhadap perempuan di seluruh negeri.

Women’s representation in parliament is an important aspect in improving gender equality in a country. As of the 2019 parliamentary elections, women’s representation in the Parliament of the Republic of Indonesia (DPR RI) has only reached 21.4%. This figure is far below Timor-Leste and Finland, which respectively have 40% and 47% representation of women in their national parliaments. In order to increase the number of women’s representation in parliament, there is a concept called women's electoral quota. For this reason, this study attempts to compare how women’s electoral quotas are regulated in Indonesia, Timor-Leste and Finland. In addition, this study also reviews the condition of women’s representation in the parliaments of the three countries. The aim is to look at the factors that are owned by Timor-Leste and Finland, but not owned by Indonesia, which causes these two countries to be able to have adequate women’s representation in parliament. This research uses literature study and interview methods in collecting data. Then, the main theory used for analysis is the Representative Theory initiated by Hanna Pitkin, specifically regarding descriptive and substantive representation. The results of this study indicate that in terms of descriptive representation, Indonesia is lacking because the women’s electoral quota in the form of serial numbers does not work optimally; and women’s less political participation, especially because political parties in Indonesia do not apply party quotas. Meanwhile, in terms of substantive representation, Timor-Leste and Finland are both superior due to ongoing communication with civil society and the strong role of the women’s parliamentary caucus. From there, several strategies were formulated in the context of increasing women’s representation in the DPR RI, namely increasing women’s political participation, reforming women’s election quotas in the form of serial numbers, opening large communication spaces between women parliamentarians and civil society, and strengthening the role of women’s parliamentary caucus in DPR RI. Finally, an equally important strategy is to provide political education to women throughout the country."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aditya Putra
"ABSTRAK
Setiap lembaga negara memiliki seorang pejabat yang bertugas memimpin lembaga tersebut. DPR selaku pemegang fungsi pengawasan terlibat didalam pengisian jabatan-jabatan publik tersebut. Skripsi ini membahas bagaimana sistem pengisian jabatan publik sesuai dengan hukum positif di Indonesia yang menganut sistem pemerintahan presidensial dan membahas keterlibatan DPR selaku lembaga parlemen di Indonesia yang memegang fungsi pengawasan terhadap sistem pengisian jabatan publik. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah metode deskriptif dengan menjelaskan sistem pengisian jabatan publik sesuai dengan undang-undang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keterlibatan DPR dalamm pengisian jabatan publik adalah untuk pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang. Namun dibutuhkan beberapa perubahan peraturan agar tercipta sistem pengisian jabatan publik yang selaran dengan Undang-Undang Dasar yang menganut sistem pemerintahan presidensial.

ABSTRACT
Every institutions have an officials that hold leadership function for those institutions. House of Representative (DPR) which has oversight function are involved on process of public officials? appointment. This thesis discuss on the system of public officials appointment according to Indonesian law system which is based on presidential system, and discuss on DPR involvement as a parliament body in Indonesia which has hold an oversight function on public officials appointment. The method of this writings based on descriptive method which describes the system of public officials? appointment based on the acts. The results of this researches are that DPR involvements on public officials? appointment is for the oversight of executive actions based on the acts. However there are need plenty of changes on the acts in order to make consistent system based on the Constitution of Indonesia which is based on presidential system.;"
2016
S64845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi`ah Alpha Indriani
"Tesis ini membahas kinerja Anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat, khususnya yang terkait dengan pengawasan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum optimalnya fungsi pengawasan Anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 di bidang infrastruktur belum optimal. Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan dan menganalisis pelaksanaan fungsi pengawasan Anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 di bidang infrastruktur serta kaitannya dengan ketahanan daerah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan fungsi pengawasan Anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 di bidang infrastruktur belum optimal dikarenakan terbatasnya wewenang, sehingga berimplikasi pada tingkat ketahanan daerah. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan perlu adanya pemberian kewenangan yang lebih luas bagi DPD RI dalam pelaksanaan fungsi pengawasan, serta Anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta harus lebih pro aktif dalam menyerap aspirasi masyarakat yang terkait dengan pembangunan bidang infrastruktur.

This thesis discusses the performance of DPD RI Jakarta in fighting for the aspirations of the people, especially those related to supervision. The problem in this study is not optimal oversight DPD RI Jakarta for the implementation of Law No. 29 Year 2007 on infrastructure is not yet optimal. The purpose of research is to describe and analyze the implementation of the monitoring functions DPD RI Jakarta for the implementation of Law No. 29 Year 2007 on infrastructure and its relation to regional security. The research method used was a qualitative research method.
The results showed oversight DPD RI Jakarta for the implementation of Law No. 29 Year 2007 on infrastructure is not optimal due to the limited authority, so that implies a level of local resistance. Based on this research, suggested the need for giving greater authority to the DPD in the implementation oversight functions, as well as Member of DKI Jakarta DPD should be more pro-active in absorbing aspirations associated with the construction of infrastructure."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
May Kurniawan Sanjaya
"ABSTRAK
Publik saat ini memberikan atensi yang besar terhadap kinerja Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Hal tersebut tidak terlepas dari
permasalahan yang dihadapi oleh lembaga tinggi negara tersebut, yakni kinerja
yang masih buruk. Adapun saat ini DPR RI sudah didukung oleh 2 orang staf dan
5 orang tenaga ahli. Sehingga masing-masing anggota DPR dibantu setidaknya 7
orang. Jumlah tersebut belum termasuk tenaga ahli fraksi dan tenaga ahli alat
kelengkapan lainnya. Tenaga ahli merupakan seseorang pekerja yang memiliki
keahlian tertentu dan bagian dari sistem pendukung DPR RI. Dengan banyaknya
tenaga bantu, kinerja DPR seharusnya dapat optimal. Adapun, pokok
permasalahan mengenai tenaga ahli tersebut yakni mengenai status hukum serta
lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban dalam pengaturan dan implementasinya.
Hal tersebut perlu ditinjau dari prinsip-prinsip yang mengatur mengenai pekerja
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini yakni berbentuk yuridis-normatif. Melalui penelitian ini
diharapkan dapat diidentifikasi secara yuridis-normatif mengenai status hukum
dan beserta perlindungan hak dan kewajiban tenaga ahli DPR RI.

ABSTRACT
Recently the general public has been paying great attention to the
performance of the House of Representatives. This is inseparable from the issue
faced by the high state institutions (lembaga tinggi negara), which is
underperformance. At present, a Member of the Republic of Indonesia House of
Representatives (DPR RI) may be supported by two ordinary staff and five expert
staff. Therefore, a member may be supported by up to seven individuals. This
amount does not take into account expert staff appointed the faction (fraksi) and
other instrumental expert staff. An expert staff is a worker that has certain
expertise and is a part of DPR RI support system. With that amount of assistance,
the performance of DPR should be optimal. An issue that has arisen in relation to
expert staff is regarding their legal status, furthermore their rights and obligations
under law and implementation thereof. This needs to be reviewed from legal
principles on workers contained in prevailing laws and regulations. This research
applies a juridical-normative approach. This research seeks to identify the legal
status and the protection of rights as well as obligations afforded to expert staff at
the DPR RI from a juridical-normative perspective."
2016
S62772
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tambunan, A.S.S.
Jakarta: Binacipta, 1986
324.659 8 TAM p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Apa yang dikemukakan Montesquie dan John Locke maka terdapat perbedaan dalam melaksanakan "pemisahan kekuasaan" dalam sebuah negara. Jika teori Montesquie yang dijadikan pedoman, maka kekuasaan eksekutif, legislative, dan yudisial memiliki kedudukan yang setara, akan tetapi jika teori pemisahan kekuasaan yang dikemukakan oleh John Locke yang digunakan, maka diantara 3 (tiga) kekuasaan, maka kekuasaan legislatif merupakan kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara (supremasi parlemen). Setelah perubahan UUD 1945, sesuai dengan disepakati oleh PAH 1 MPR, maka sistem pemerintahan presidensil dengan mengatur antara lain mengenai pemilihan Presiden dan Wakil secara langsung dan pemakzulan Presiden dan Wakil Presiden dengan pelanggaran hukum. Diantara berbagai hal yang mengalami perubahan mengenai kedudukan dan kewenangan MPR dalam sistem ketatanegaraan di 'lonesl,a. Walaupun kedudukan MPR setelah perubahan UUD 1945 menjadi setara lembaga negara lainnya, akan tetapi dalam hal pemberhentian Presiden dan Presiden, MPR tetap sebagai lembaga pemutus apakah Presiden dan Wakil 'esilten memenuhi syarat untuk dimakzulkan (souvereignty of parliament).

If the theory Montesquie used as a guide, then the power of the executive, legislative, andjudicial have an equalfooting, but t{the theory of separation of powers setforth by John Locke used, then between 3 (three) Ci{ power, the legislative power is the supreme power in a state (the supremacy Ci{parliament). After the 1945 changes, in accordance with what was agreed by PAH I MPR, the presidential system Ci{ government is emphasized by setting among others concerning the election Ci{ President and Vice President directly and the impeachment Ci{ President and Vice President by reason Ci{ violation Ci{ the law. Among the many things that are changing the position and authority Ci{ the Assembly in the state system in Indonesia. Although the position Ci{the Assembly after the 1945 changes to be on par with other state agencies, but in the case Ci{ termination Ci{ the President and Vice President, the Assembly remains as a body breaker if the President and Vice President are eligible for impeached (souvereignty of parliament)."
Universitas Indonesia, 2011
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>