Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162158 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retno Hayati
"ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi anak talasemia tentang (1) karakteristik dental dan dentoskeletal, (2) pola deformitas dentoskeletal, (3) indikator sefalometri deformitas dentoskeletal, (4) faktor determinan yang berperan dalam deformitas dentoskeletal.
Subjek penelitian meliputi 143 anak yang terdiri dari 74 anak talasemia b mayor dan 69 anak talasemia HbE, di Klinik Thalassemia Bagian IKA RSCM, Jakarta; usia 6-18 tahun, tidak dirawat orthodonsi, dari elnik Deutero Melayu,
Tempat Penelitian adalah Klinik Kedokteran Gigi Anak dan Bagian Dental Radiologi FKG UI, serla Klirnik Thalassemia Bagian IKA R5CM, Jakarta, data dikumpulkan dari Februari-Agustus 1994.
Pengukuran dilakukan terhadap (1) lengkung geligi pada model gips retaken gigi secara manual dengan kaliper digital dan dengan program komputer yang dilakukan di Department Pediatric Dentistry, Kyushu University, Fukuoka pada Agustus-September 1994, (2) sefalogram lateral dan PA dengan program komputer dilakukan pada bulan September-Oklober 1995 di Kyushu University Fukuoka.
Hasil utama
(1) Pertumbuhan gigi subjek talasemia lebih lambat daripada anak normal. Gambaran yang khas, yaitu susunan gigi renggang di rahang, diduga karena adanya pembesaran lengkung rahang atau karena red uksi ukuran gigi. Usia dental dan karakteristik dental antara kedua ripe talasemia tidak berbeda bermakna tetapi ukuran lengkung geligi subjek talasemia b mayor pada umumnya lebih besar daripada talasemia HbE. Retardasi panjang mandibula (Ar-Gn) pada talasemia b mayor lebih nyata daripada talasemia HbE dan posisi mandibula lebih retrognati (CS-N-B). Km-apemen garis dentoskeletal subjek perempuan pada umumnya lebih pendek daripada subjek laki-laki.
(2) Pada subjek talasemia dijumpai kombinasi hubungan dental Kelas I dengan skeletal Kelas II. Posisi maksila (< S-N-A,
(3) Pada penelitian ini diperoleh enam komponen indikator sefalometri yang patognomonik untuk fasies Cooley, yaitu: S-N lebih pendek,
(4) Dari desain kasus kontrol dijumpai variabel kelompok usia sebagai faktor determinan protektor deformitas dentoskeletal, karena kelainan skeletal Kelas II (< A-N-B) dan fasial cembung (< N-A-Pg) sudah ditemukan pada kelompok usia 6-8 tahun dan kelainan ini tidak progresif.
Kesimpulan
Pola dentoskeletal subjek talasemia lebih kecil, lebih cembung dan lebih divergen daripada anak normal. Pada subjek talasemia dijumpai kombinasi hubungan dental Kelas I dan skeletal Kelas II, Hubungan skeletal Kelas II disebabkan oleh retrognati mandibula dan retardasi korpus mandibula (Go-Me), serta pertumbuhan mandibula searah dengan jarum jam. Tipe fasial hiperdivergen sebagai akibat retardasi yang dominan pada tinggi fasial posterior (S-Go). Tampaknya retardasi dentoskeletal pada anak talasemia sejalan dengan retardasi pertumbuhan somatik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
D291
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meiwany Wijaya
"Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh makanan keras terhadap pola, derajat atrisi gigi. Penelitian dilaksanakan di kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) selama tiga bulan. Target populasi 400 orang dewasa usia 16-55 tahun yang dikelompokan menjadi 4 kelompok yaitu 16-25 tahun,.26-35 tahun, 36-45 tahun, dan 46-55 tahun. Besar sampel tiap kelompok usia adalah 25 orang/lokasi.
Pemeriksaan klinis dilakukan oleh peneliti utama dibantu seorang pengatur rawat gigi dan 2 orang pembantu umum. Penilaian klinis keadaan gigi geligi dicatat pada blanko isian yang dimodifikasi dari blanko isian WHO 1987. Kriteria keausan gigi molar dari Martin dimodifikasi oleh peneliti, sedang untuk gigi-gigi lain dibuat oleh peneliti dan Joelimar dipergunakan pada penelitian ini. Analisis data menggunakan analisis tabulasi silang dan analisa varians dengan tingkat signifikansinya 0,05.
Hasilnya, ada perbedaan pola dan derajat atrisi gigi pada kelompok desa dan kota, kelompok umur, kelompok yang mengkonsumsi makan keras dan makanan lunak, mengunyah sirih dan tidak mengunyah sirih. Pada kelompok sampel yang mengunyah, kiri, kanan, dan dua sisi, juga kelompok sampel laki-laki dan wanita, pola dan derajat atrisinya tidak berbeda. Hasil analisis antara derajat atrisi gigi menurut tempat tinggal dan umur, kebiasaan makan dan umur, kebiasaan menyirih dan umur, kebiasaan makan dan kebiasaan menyirih memperlihatkan adanya interaksi. Hasil lain menunjukan tidak ada interaksi antara derajat atrisi menurut umur dan jenis kelamin, umur dan kebiasaan mengunyah, derajat atrisi sisi kanan menurut umur dan kebiasaan mengunyah, derajat atrisi sisi kiri menurut umur dan kebiasaan mengunyah.
Kesimpulan, atrisi gigi pada masyarakat yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan keras, lebih parah dibandingkan masyarakat yang mengkonsumsi makanan lunak. Atrisi gigi pada masyarakat desa lebih parah dibandingkan masyarakat kota, derajat atrisi akan bertambah parah pada masyarakat yang mempunyai kebiasaan mengunyah sirih. Kebiasaan mengkonsumsi makanan keras pada atu sisi tidak terbukti menyebabkan keparahan atrisi terjadi pada sisi tersebut. Pola dan derajat atrisi gigi akan bertambah parah dengan bertambahnya usia. Sedangkan pola dan derajat atrisi gigi pada laki-laki dan wanita tidak menunjukkan adanya perbedaan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirna Febriani
"Bahan cetak yang dipakai dalam bidang kedokteran gigi berfungsi sebagai reproduksi negatif gigi dan jaringan rongga mulut, hasil cetakan dicor dengan gips sehingga diperoleh model keja yang merupakan replika gigi dan jaringan rongga mulut. Bahan cetak yang banyak digunakan adalah alginat, yang merupakan barang import. Di beberapa daerah sulik didapat sehingga diupayakan modifikasi bahan cetak alginat dengan pati ubi kayu (Manihot Utilisima). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi perubahan pati ubi kayu (Manihot Utiiisima) pada bahan cetak alginat kemasan terhadap hasil reproduksi detail cetakan gips tipe M. Sebanyak 120 spesimen dibagi dalam 6 kelompok. Kelompok Al, sampai dengan AS perbandingan bahan cetak alginat dan pati ubi kayu berurutan dari 55% : 45%; 52,5% : 47,5%; 50% : 50%; 47,5% : 52,5%; 45% : 55% dan kelompok AO sebagai kontrol tanpa ditambah pati ubi kayu, kemudian dicetak dengan slat uji reproduksi detail (ISO 1563 78), hasilnya dicor gips tipe III setelah mengeras, reproduksi detail dianalisa dengan mikroskop stereo. Hasil yang didapat dilakukan uji t untuk mengetahui perbedaan bahan cetak alginat kemasan dengan bahan cetak alginat yang ditambah pati ubi kayu pada kedalaman garis 0,05 mm dan 0,075 mm. Hasil yang didapat bahan cetak alginat kemasan tidak berbeda dengan bahan cetak alginat yang ditambah pati ubi kayu pada kedalaman garis 0,05 mm dan 0,075 mm. Dari panelitian ini dapat disimpulkan bahwa bahan cetak alginat yang ditambah pati ubi kayu sampai perbandingan 47,5% : 52,5% dapat digunakan sebagai bahan cetak.

The Influence of Additional Manihot Utilisima for
Alginate Impression Material to Accuracy Reproduction Details Results
Impression materials which are used work in dentistry as a negative reproduction of teeth and oral tissues. The negative reproduction being filled in with gypsum in order to produce a replica of teeth and oral tissues. The most common being used impression material is alginate, which is a much improved product commodity now. The material is still rare to be found in several places, therefore we can try to modify the alginate with manihot utilisima. The aim of this research is to find the effect of manihot utilisima addition to the imported alginate and its ability to reproduce detailed reproduction using type III gypsum. The 120 specimen is divided into 5 groups of study. The percentage comparison 'of alginate to manihot utilisima in Al group to AS group are 55% : 45%; 52.5% : 47.5%; 50% : 50%: 47.5%
52.5%; 45% : 55%. A4 as a control group without the addition of manihot utilisima. The materials then being impressed with detail reproduction tool (ISO 1563 ! 78), the detail result is then analyzed under a stereo microscope. The t-test was used to statistically test the differences of alginate impression and alginate substitution to manihot utilisima, in 0.05 mm and 0.075 mm depth. There were no significant differences between the alginate impression and modified alginate with manihot utilisima in 0.05 mm and 0.075 mm depth. Therefore this research concludes that the alginate impression with manihot utilisima with a ratio up to 47,5% 52.5% can be used as an impression material."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2001
T1873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Anggriani
"Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi jumlah dan bentuk akar serta konfigurasi saluran akar pada gigi molar satu atas dan bawah di Jawa Barat, Indonesia. 100 molar satu atas dan 100 molar satu bawah bawah dikumpulkan dari praktek dokter gigi. Dilakukan perhitungan jumlah akar dan derajat kelengkungangnya. Setelah preparasi akses kamar pulpa dengan bur highspeed, dilakukan pembersihan debris dengan K-file no 15, dan gigi direndam di dalam larutan sodium hipoklorit selama 48 jam. Spesimen dibilas air dan dikeringkan, setelah itu diinjeksikan barium sulfat ke dalam saluran akar dengan menggunakan jarum irigasi sampai bahan kontras tersebut keluar melalui foramen apical. Kemudian dilakukan evaluasi konfigurasi saluran akar dari aspek buko-lingual dan mesiodistal dengan radiograf digital, dan dibandingkan dengan klasifikasi Weine.
Hasil menunjukkan 100% molar satu atas dengan 3 akar, 96% molar satu bawah dengan 2 akar, dan 4% molar satu bawah dengan satu akar tambahan. Pada evaluasi kelengkungan akar ditemukan 47 akar palatal pada molar satu atas melengkung ke distal, 57 akar mesiobukal melengkung ke distal, dan 48 akar distobukal lurus. Sedangkan pada molar satu bawah 76 akar mesial melengkung ke distal, dan 65 akar distal melengkung ke mesial, dan 3 akar tambahan melengkung ke bukal. Evaluasi radiograf konfigurasi saluran akar, dari 95 molar satu bawah, ditemukan keempat tipe konfigurasi Weine. akan tetapi tidak terlalu banyak variasi konfigurasi dari 95 molar satu atas.
Kesimpulan: Walaupun kecil terdapatnya insiden akar tambahan dan variasi kelengkungan, serta tipe konfigurasi saluran akar, akan tetapi hal ini penting untuk dipertimbangkan dalam perawatan endodontic.

The purpose of this study is to investigate variations of the root canal anatomy of maxillary and mandibular first molar in West Java, Indonesia. One hundred extracted maxillary first molar and one hundred extracted mandibular first molar were collected from several general dental practices. After Standardized endodontic access cavities were prepared using a high-speed handpiece with a diamond bur and water coolant, and gross pulpal debris was removed using K-file size 15. Each tooth was placed in a solution of 5% sodium hypochlorite for 48 hours. The specimen were washed in water and dried, after that Barium Sulphate was introduced into the root canal using 27 gauge and 3 ml irrigating needles syringe under hand pressure, until a jet of contrast medium was seen to emerge from the apical foramina. Each tooth was then radiographed in bucco-lingual and mesiodistal planes using digital Radiographic technique. Weine classification is take as reference during the evaluation.
The result revealed 100% of maxillary first molar with three roots, whereas in mandibular first molar 96% with two roots and 4% with two roots and one additional root in distolingual side. In the evaluation of root curvature, 47% of palatal roots in maxillary first molar are going to buccal side, whereas in mandibular first molar 76% of mesial roots are going to distal side. In evaluation of root canal configuration, its found the four type of root canal configuration according to Weine classification among the lower first molar, but not among the upper first molar.
Conclusion : even in the low incidence of root and root canal variation, the possibility of it has to be considered in clinical and radiographic examinations and also in endodontic treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31256
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"This study is aimed to describe the pattern of the primary and permanent teeth caries’ severity curve within 3 -12 years of age children in a poor and good nutritional status, and to describe the predisposing factors’ differences at a certain area in the district of Tangerang which has a high prevalence of poor nutritional status. Method: This study was performed as a cross sectional study. Result: The standardized/ controlled primary dentition caries’ scores show that the highest value belongs to the group of 5 years old children with poor nutritional status (10.4), and the caries’ scores are higher in the children with poor nutritional status which is one year earlier than the children with good nutritional status whose highest caries score is at 6 years old group (8.00). The highest standardized/ controlled permanent dentition caries’ scores in the children with poor nutritional status is at 12 years of age (2.93). Meanwhile, the highest standardized/controlled permanent dentition caries’ scores in the children with good nutritional status is at 12 years of age (2.15) as well. It is shown that the caries’ scores are higher in the children with poor
nutritional status.Conclusions: In this cross sectional study, the result is plotted in curve, shown that in the children with poor nutritional status the curve pattern is higher than the children with good nutritional status at the same age (3-12 years of age). It is also shown the same phenomenon at both groups of 6-12 of age, which means that there is a positive correlation between primary dentition caries and permanent dentition caries. The most obvious predisposing factors in the caries severity is the salivary pH."
[Fakultas Kedokteran Gigi, Journal of Dentistry Indonesia], 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alisa Novianty Pratiwi
"ABSTRAK
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status erosi gigi, dan faktor faktor yang berkontribusi terhadapnya pada anak usia 5 tahun di Taman Kanak-Kanak DKI Jakarta.
Metode: Survei epidemiologi dilakukan dengan desain penelitian cross sectional. Pemeriksaan keadaan erosi gigi dilakukan oleh satu pemeriksa, menggunakan kriteria Basic Erosive Wear Examination (BEWE), serta memberikan kuesioner yang dijawab oleh orang tua untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku diet anak, perilaku kesehatan gigi dan mulut anak, pengetahuan kesehatan gigi dan mulut orang tua anak, dan keadaan sosio-demografi. Data kemudian dianalisis dengan analitik komparatif, dan multivariat binari regresi logistik.
Hasil: Total sampel sebanyak 691 anak, dengan prevalensi yang mengalami erosi sebesar 23,3% anak. Sebagian besar memiliki erosi gigi dengan tingkat keparahan telah mencapai dentin (BEWE = 2). Meminum minuman asam/teh sitrus (OR; 2,478, 95 CI : 1,532-4,00), minuman jus buah (OR: 1,955, 95 CI: 1,309-2,920), minuman suplemen Vitamin C (OR: 2,171, 95 CI: 1,144-4,119), dan pengalaman karies gigi (OR: 0,533, 95 CI: 0,342-0,831) terbukti memiliki hubungan yang signifikan terhadap erosi gigi. Kesimpulan: Status erosi gigi pada anak usia 5 tahun di Taman Kanak Kanak DKI Jakarta tergolong rendah, dengan tingkat erosi sedang yang paling tinggi dijumpai. Meminum minuman asam/teh sitrus, minuman jus buah, minuman suplemen vitamin C, serta pengalaman karies gigi terbukti signifikan terhadap erosi gigi.

ABSTRACT
Objective: This study aimed to asses the dental erosion status, and determinants of dental erosions among 5 years old preschool children in DKI Jakarta.
Methods: Epidemiology surveys were conducted with cross sectional study design. Examination of dental erosion is carried out by one examiner, use the Basic Erosive Wear Examination (BEWE) criteria, and parents answered questions to obtain information on the diet and oral health behavior, parents's dental health knowledge, and socio demographic status. Data were analyzed with comparative analytic, and multivariate binary logistic regresion.
Results A total of 691 children, with an erosion prevalence of 23.3 of children. Most have dental erosions with severity reaching dentine BEWE 2 . Drinking citrus citrus fruits (OR 2,478, 95 CI 1,532-4,00), fruit juice drinks (OR 1,955, 95 CI 1,309-2,920), vitamin C supplements (OR 2,171, 95 CI 1,144-4,119), and dental caries experience (OR 0,533, 95 CI 0.342-0.831) was shown to have a significant relationship to dental erosion. Conclusion The 5 year old preschool children in Jakarta had low dental erosion, with a moderate erosion being most prevalent condition. Consumption of acid drinks, fruit juice, supplement of vitamin C, and dental caries experience were associated with dental erosion in this population."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tira Hamdillah Skripsa
"Periode gigi bercampur adalah suatu periode yang kritis karena terjadi perubahan-perubahan pada lengkung gigi anak. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh perubahan lebar intermolar dan interkaninus yang mempengaruhi perubahan lebar intergonion. Pengetahuan mengenai hubungan antara lebar intermolar dan interkaninus terhadap lebar intergonion dapat dipergunakan untuk memperkirakan lebar lengkung rahang sehingga dapat ditentukan rencana perawatan yang tepat.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara lebar intermolar dan interkaninus terhadap lebar intergonion pada anak usia 6-9 tahun.
Metode: Analitik dengan desain potong lintang. Subjek penelitian berupa 30 model studi dan foto radiograf panoramik pasien anak RSGMP FKG UI.
Hasil: Intermolar dan intergonion memiliki korelasi yang lemah dan tidak signifikan (r=0,277). Interkaninus dan Intergonion memiliki korelasi yang sangat lemah dan tidak signifikan (r=0,032). Sedangkan intermolar dan interkaninus memiliki hubungan yang kuat dan signifikan (r=0,580).

Mixed dentition is a critical period because the changes occur in children's dental arch. The changes can be caused by changes in intermolar and intercaninus width that can affect intergonion width. Theory of relationship between intermolar and intercaninus width against intergonion can be used to estimate the arch width, so the best treatment plan can be determined.
Objective: This study aimed to determine the relationship between intermolar and intercaninus against intergonion in children aged 6-9 years old.
Methods: Crosssectional analytic design. The subject of research were 30 study models and orthopantomograms of pediatric patients in RSGMP FKG UI.
Results: intermolar and intergonion had weak and not significant correlation (r=0,277). Intercaninus and intergonion had very weak and not significant correlation (r=0,032). Intermolar and intercaninus had strong and significant correlation (r=0,580).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonny Hermawati Margo
"Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berhubungan yaitu saliva, mikroorganisme, substrat dan waktu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan waktu erupsi gigi sulung dengan karies gigi. Untuk ini telah diambil secara cross sectional sejumlah 410 anak balita umur 6 - 48 bulan, peserta Posyandu di Kecamatan Neglasari Kota Tangerang sebagai subyek penelitian.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 60 % subyek tidak mempunyai karies gigi terutama pada anak dibawah 2 tahun (50 % ) Rata-rata karies (def -t) usia 2 - 3 tahun adalah 3.89 gigi per anak ( SD 3.95 ) dan anak usia 3 - 4 tahun 5.15 gigi per anak (SD 4.03). Pada umumnya gigi tumbuh dalam batas yang normal (40 - 80 %) yaitu berkisar antara Mean ± 1 SD. Gigi yang lambat erupsi Mean + > 1 SD pada rahang bawah sejumlah 0.2 --1,2 % sedangkan pada rahang atas sejumlah 0.2 - 3.2 %. Untuk gigi yang lebih cepat erupsi - > 1 SD . maka pada rahang bawah terdapat 0,2 - 1 % dan rahang atas 0,2 - 1.2 %. Dalam penelitian ini, pada rahang atas maupun rahang bawah. waktu erupsi yang cepat, lambat dan normal berdasarkan uji statistik Anova ternyata tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan karies gigi ( p > 0,005 ). Hal ini serupa terjadi dengan jenis kelamin dan konsumsi makanan karsinogenik (p > 0,005). Sedangkan uji statistik linier menunjukkan hubungan yang bermakna antara karies dengan umur (p = 0.000. r =0.329 ) dan antara karies gigi dengan plak ( p = 0.002 ).

Dental caries is a multifactor disease, and preventing dental caries in under five children is very important. The aim of study is to investigate the correlation between time of deciduous teeth eruption and dental caries. For this purpose, a number of 410 children age between 6 - 48 months from Posyandu Kecamatan Neglasari, were taken as subjects of the study.
Result of study showed that 60 % of the subjects were free from dental caries, 50 % among them were under 2 years old. The average of dental caries (def-t ) of children aged 2 - 3 years old was 3.89 ( 3,95) and children aged 3 - 4 years old was 5.15 ( SD 4,03 ) . Most teeth of children (40 - 80 %) erupted in a normal time that was in between mean time ± 1 SD. Late teeth eruption (+ > 1 SD) in the lower jaw found only in 0,2 % to I % of the children and for the upper jaw found in 0,2 % to 3,2 % of the children This study also showed the early late or normal teeth either in the upper or in the low jaw, did not have any significant relation with dental caries (p > 0.05) Generic and dietary consumption also had no significant relation with dental caries (p > 0.05 ). In contrary with age of the subjects, which showed a significant relation (p = 0,000, r = 0,329) with dental caries, as also seen in the relation between plaque and dental caries (p =0,002).
Conclusion : The also number of early or late teeth eruption found in under fives children re very small although the children were identified as undernourished children . This study could not show a significant relationship between early, late or normal teeth eruption with dental caries (p. 0,005) and this small number of children may play a great influenced. A further study is recommended.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2005
T16252
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Susilo
"Latar Belakang Masalah
Hilangnya dukungan periodontal merupakan problema penting dalam periodontologi, seringkali dimulai sejak usia muda dan biasanya melanjut seumur hidup. Para peneliti berpendapat, bahwa celah interproksimal merupakan salah satu etiologi terjadinya kerusakan tulang alveolar. Pendapat tersebut didukung-oleh alasan bahwa adanya celah memudahkan impaksi dam retensi makanan, berarti memudahkan plak bakteri berkumpul pada tempat tersebut (Hirschfeld-1930, Ramfjord 1952, Ditto 1954, Pelton 1969).
Tidak semua celah menimbulkan impaksi dam retensi makanan, tergantung lebar sempitnya celah dam juga letak celah. Selain itu tergantung juga pada lawanya celah tersebut berada, dan hal tersebut berhubungan dengan faktor umur. Celah interproksimal pada gigi posterior sering menimbulkan gangguan pada pasien dengan keluhan rasa tidak nyaman karena terselipnya makanan berserat seperti daging dam sayuran pada waktu mengunyah. Pengeluaran serat tersebut sering tidak dapat dilakukan dengan prosedur penyikatan gigi biasa. Untuk menghindari rasa tidak nyaman yang kadang-kadang sampai menimbulkan rasa sakit, seringkali pasien menggunakan tusuk gigi dengan cara yang salah sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal iebih lanjut.
Kehadiran pasien pada seorang dokter gigidengan keluhan tersebut di atas, sering menimbulkan keragu-raguan para dokter gigi untuk merawatnya,lebih-lebih bila celah sempit dan gigi masih dal.am keadaan utuh. Pertanyaan selalu timbul antara menghilangkan keluhan pasien dengan cara merusak gigi yang masih baik (penainbalan), ataukah sekedar memberi petunjuk mengenai cara pembersihannya. Untuk memberikan keyakinan mengenai pemilihan terapi yang harus dilakukan, pada penelitian ini akan dibuktikan apakah melalui celah interproksimal suatu proses pantologi yang lama dapat merusak jaringan pendukung gigi. Demikian juga apakah lebar sempitnya celah dan umur pasien berpengaruh terhadap kerusakan tulang alveolar.
Tujuan Penelitian, Tujuan umum untuk melihat sampai berapa jauh pengaruh celah interproksimal terhadap kerusak an tulang alveolar. Tujuan khusus, untuk melihat pengaruh celah interproksimal, lebar celah dan umur terhadap kerusakan interdental septum pada gigi posterior 4-5-6-7."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Fitri Fawzia
"Latar Belakang: Erupsi gigi adalah pergerakan gigi dalam arah aksial dari lokasi pertumbuhan dan perkembangan gigi di dalam tulang rahang menuju ke posisi fungsional gigi di dalam rongga mulut. Proses erupsi gigi ini dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, salah satunya adalah praktik pemberian makan pada anak, terutama selama satu tahun pertama pascalahir. Adanya perubahan konsistensi makanan yang diberikan dari susu yang bersifat cair saat lahir, lunak, semi padat, hingga padat di usia dua belas bulan, melibatkan perubahan aktifitas komponen kompleks kraniofasial yang dihubungkan dengan proses erupsi gigi sulung. Hasil yang beragam ditemukan pada penelitian terdahulu mengenai hubungan praktik pemberian makan terhadap erupsi gigi sulung di berbagai negara. 
Tujuan: menganalisis hubungan antara praktik pemberian makan dengan jumlah gigi sulung yang sudah erupsi pada anak usia 12 bulan ras Deutro-Melayu.
Metode: Penelitian potong lintang dengan total subjek penelitian 60 pasang ibu dan anak usia 12 bulan yang memenuhi kriteria inklusi. Data praktik pemberian makan diperoleh melalui wawancara dengan ibu termasuk riwayat kehamilan, kesehatan anak saat lahir dan 6 bulan pascalahir. Jumlah gigi sulung yang sudah erupsi dihitung melalui foto intraoral.
Hasil: Adanya hubungan yang signifikan antara aktivitas makan saat praktik pemberian makan semi padat (uji korelasi Spearman Rank; r=0,279; p=0,031) dan padat (uji korelasi Spearman Rank; r=0,272; p=0,003) dengan jumlah gigi sulung yang sudah erupsi pada usia 12 bulan.
Kesimpulan: Perubahan tekstur makanan saat pemberian makan semi padat dan padat menyebabkan perubahan aktivitas makan yang berpotensi mempengaruhi jumlah gigi sulung yang sudah erupsi pada anak usia 12 bulan.

Background: Tooth eruption is defined as the movement of a tooth, primarily in the axial direction, from its site of development in the jaw bone to its functional position in the oral cavity. The process of tooth eruption is influenced by genetic and environmental factors, one of which is feeding practices, especially during the first year postnatal. The change in the food consistency given at birth from liquid, soft, semi-solid, to solid at the age of twelve months, involves changes in the activity of the craniofacial complex components that are associated with the process of eruption of primary teeth. Various results were found in previous studies on the relationship between feeding practices and primary tooth eruption in various countries.
Objective: To analyze the correlation between feeding practice and the number of primary teeth in 12-month-old Deutro-Melayu race children.
Methods: A cross-sectional study with a total of 60 pairs of mothers and 12-month-old children who met the inclusion criteria. Data on feeding practices were obtained through interview with mothers including pregnancy history, child health at birth and 6 months postnatal. The number of primary teeth was determined through intraoral photographs.
Result: There was a significant correlation between feeding activity during semi-solid (Spearman Rank correlation test; r=0.279; p=0.031) and solid (Spearman Rank correlation test; r=0.272; p=0.003) and the number of primary teeth at 12 months of age.
Conclusion: Changes in food texture during semi-solid and solid feeding lead to changes in feeding activity that could potentially affect the number of primary teeth at 12 months of age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>