Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159992 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gotfridus Goris Seran
"Ditinjau dari aspek pemberian suara pemilih dalam pemilihan umum, tingkat partisipasi politik pemilih dalam pemilihan umum 1992 di Dati II Belu boleh dikatakan tinggi. Dari keseluruhan pemilih di Belu sebanyak 120.978 orang terdapat 118.590 pemilih (98,03 %) yang secara sah berpartisipasi memberikan suaranya dalam pemilihan umum 1992. Dari suara sah tersebut, Golkar mampu menguasai partisipasi politik pemilih dalam bentuk pemberian dukungan suara sebanyak 111.685 suara (94,18 %). Partisipasi politik pemilih ini terutama berasal dari segmen massa pemilih yang belum begitu memadai tingkat pendidikan, tingkat kehidupan ekonomi, dan sistem komunikasinya. Masyarakat pemilih dengan kondisi obyektif demikian gampang dimobilisasi. Mobilisasi dalam rangka penguasaan partisipasi politik pemilih oleh Golkar Dati II Belu tersebut ditempuh melalui elite yang direkrut dalam menghadapi pemilihan umum 1992.
Analisis mengenai rekrutmen elite dalam rangka penguasaan partisipasi politik pemilih dalam pemilihan umum 1992 oleh Golkar Dati II Belu menunjukkan setidak-tidaknya tiga hal. Pertama, dalam rangka penguasaan partisipasi politik pemilih dalam pemilihan umum 1992 Golkar Dati II Belu menempuh pola rekrutmen elite secara patrimonial. Pola patrimonial dalam rekrutmen elite ini ditempuh dengan dasar pemahaman bahwa setiap elite memiliki pengaruh besar terhadap massa pengikutnya sehingga elite yang direkrut oleh Golkar Dati II Belu untuk dicalonkan menjadi anggota DPRD dapat mempengaruhi dan menggalang massa pengikutnya untuk memberikan dukungan suaranya kepada Golkar. Dalam rangka pemilihan umum 1992 rekrutmen elite dalam Golkar (36 elite) secara konvensional ditempuh melalui jalur-jalur politik yang telah tersedia dengan Jalur A 3 elite (8,33 %), Jalur B 26 elite (72, 22 %), dan Jalur C 7 elite (19,45 %). Rekrutmen elite melalui jalur-jalur politik ini pada gilirannya dapat membentuk suatu keterikatan patrimonial-klientelistik antara elite dan massa pemilih sehingga dalam masyarakat patrimonial seperti masyarakat Dati II Belu elite dipandang sebagai tokoh panutan dimana himbauan, saran, dan nasehat seorang tokoh panutan dipakai oleh massa pemilihnya sebagai rujukan dalam berperilaku, termasuk perilaku memilih dalam pemilihan umum.
Kedua, dalam rekrutmen elitenya Golkar Dati II Belu juga menempuh pola korporatis. Dalam rangka pemilihan umum 1992 rekrutmen elite dalam Golkar yang ditempuh melalui jalur-jalur politik konvensional terutama didominasi oleh elite yang memposisikan diri sebagai aparat personifikasi kepentingan negara sebanyak 32 elite (88,89 %) dengan rincian 3 elite KBA atau Jalur A (8,33 %), 26 elite birokrasi atau Jalur B (72,22 %), dan 3 elite ormas pimpinan birokrat atau Jalur C (8,33 %). Sedangkan sisanya sebanyak 4 elite (11,11 %) berasal dari 1 elite ormas bukan pimpinan birokrat (2,78 %) dan 3 elite informal (8,33 %) yang merepresentasikan kepentingan massa rakyat. Konfigurasi rekrutmen elite seperti ini pada dasarnya menunjukkan bahwa Golkar yang memposisikan diri sebagai partai penguasa berupaya untuk mengkooptasikan berbagai kekuatan dalam rangka menjaga kekuasaan secara internal melalui pembentukan kekuasaan dalam Golkar dan melakukan pengendalian dan penguasaan massa rakyat secara eksternal melalui Golkar sebagai partai korporatis. Dalam pola korporatis ini, elite direkrut dari posisi-posisi penting dalam organisasi dan kelompok sosial yang hegemonik. Rekrutmen elite demikian dapat juga mencerminkan perwakilan kepentingan dan korporatisasi melalui organ-organ pendukung Golkar seperti ditunjukkan melalui jalur-jalur politik yang pada dasarnya berwujud ormas-ormas afiliasi.
Ketiga, elite, baik dari Jalur A, Jalur B, maupun Jalur C, yang direkrut menurut mekanisme penunjukan oleh Golkar Dati II Belu dalam pemilihan umum 1992, melakukan penggalangan berbagai kekuatan untuk dapat memberikan dukungan suaranya kepada Golkar. Penggalangan ini ditempuh melalui setidak-tidaknya tiga cara, yaitu (1) merangkul kalangan birokrat termasuk KBA, (2) merangkul elite ormas dan elite informal, dan (3) membangun hubungan dialogis antara Golkar dan massa rakyat melalui elite, formal maupun informal, yang direkrut tersebut. Intensnya penggalangan ini didukung pula dengan setidak-tidaknya tiga bentuk rekayasa politik, yaitu (1) meregulasi birokrasi termasuk ABRI dalam bentuk penggalangan anggota-anggotanya ke dalam wadah tunggal KORPRI, pensterilan birokrasi dari kekuasaan partai politik, dan pengaturan monoloyalitas termasuk melalui sumpah jabatan, (2) melekatkan struktur organisasi kepengurusan Golkar pada struktur birokrasi kekuasaan, dan (3) menyediakan dua jalur politik sekaligus, yaitu Jalur A dan Jalur B, di dalam Golkar yang pada dasarnya merepresentasikan kepentingan negara."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsurizal HB
"Dewasa ini, bentuk partisipasi politik para pemuda di Indonesia agaknya semakin beragam. Salah satu di ataranya adalah keikutsertaan para pemuda dalam kegiatan kampanye atau . penggalangan massa menjelang penyelenggaraan pemilihan umum. Golkar misalnya, dalam hal ini DPD Golkar Tingkat I Bengkulu, cukup banyak melibatkan pemuda dalam kegiatan kampanye. Pada kampanye. Pemilu tahun 1992 umpamanya, DPD Golkar Tingkat I Bengkulu, melalui permbentukan Pusat Koordinasi (Posko) Penggalangan Massa sebagai instrumen utama bagi kegiatan kampanyenya, melibatkan lebih dari 34 persen pemuda dari 247 orang total anggota atau fungsionaris institusi perpanjangan tangan Golkar setempat tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mangetahui, apakah ada pengaruh latar belakang sosial yang meliputi tingkat pendidikan, status ekonomi, keaktifan berorganisasi, latar belakang politik keluarga dan jenis kelamin pemuda berpengaruh terhadap tingkat partisipasinya dalam Posko Penggalangan Massa DPD Golkar Tingkat I Bengkulu pada kasnpanye Pemilu tahun 1992 yang lalu, dan bagaimana profit partisipasi pemuda dalam Posko tersebut.
Dengan menggunakan metode kuesioner dan wawancara untuk mendapatkan data atau informasi dari para responden dan informan di lapangan, dan setelah dianalisis dengan menggunakan Distribusi frekuensi dan tabulasi silang dua dimensi serta konsep atau teori partisipasi politik dari para ilmuan politik terkemuka, seperti Huntington, Lipset, Almond, Verba dan lain-lain, ternyata ditemukan bukti bahwa tingkat pendidikan, ekonomi, keaktifan berorganisasi dan jenis kelamin responden (pemuda) berpengaruh terhadap tingkat partisipasi mereka dalam Posko tersebut. Dalam artian, semakin tinggi tingkat pendidikan, ekonomi dan keaktifan berorganisasi responden, cenderung diikuti dengan semakin tinggi pula tingkat partisipasinya dalam Posko. Dan, ternyata responden pria lebih tinggi, tingkat partisipasinya dalam Posko tersebut ketimbang wanita. Hanya variabel latar belakang politik keluarga responden raja yang tidak berpengaruh terhadap tingkat partisipasinya dalam Posko.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa latar belakang sosial yang meliputi: tingkat pendidikan, ekonomi, keaktifan berorganisasi dan jenis kelamin, terkecuali latar belakang politik keluarga pemudaa berpengaruh terhadap tingkat partisipasinya dalam Posko Penggalangan Massa DPD Golkar Tingkat I Bengkulu pada kampanye Pemilu tahun 1992."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Krisnawan
Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 1997
079.598 YOH p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Pius Almindu Leki Berek
"Latar belakang: Hipertensi merupakan masalah kesehatan global. Kebijakan spesifik melalui program CERDIK-PATUH dan PIS-PK telah berjalan dengan baik, namun insiden hipertensi masih sulit dibendung, sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan kepatuhan kontrol tekanan darah. Pengembangan model perawatan diri yang lebih efektif diperlukan untuk mengatasi permasalahan hipertensi. Tujuan: Mengidentifikasi masalah hipertensi, mengembangkan model perawatan diri hipertensi berbasis mobilephone dan infografis serta mengidentifikasi pengaruhnya terhadap kepatuhan kontrol tekanan darah penyandang hipertensi. Metode penelitian: Penelitian merupakan penelitian operasional. Tahap pertama studi kualitatif melibatkan 29 partisipan, tahap kedua pengembangan model dengan pendekatan sintesis teori dan hasil penelitian tahap 1, dan tahap ketiga uji pengaruh model terhadap kepatuhan kontrol tekanan darah dengan pendekatan quasy experiment pre-post with kontrol group melibatkan 208 responden. Hasil: Teridentifikasi 7 tema tentang masalah hipertensi dan penatalaksanaannya. Dihasilkan pula model perawatan diri hipertensi berbasis mobilephone dan infografis. Model perawatan diri hipertensi berbasis mobilephone dan infografis berpengaruh secara bermakna terhadap kepatuhan dan tekanan darah sistolik (p<0,05) namun tidak berpengaruh terhadap tekanan darah diastolik p>0,05). Simpulan: model ini berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan dan tekanan darah pasien hipertensi. Saran: Model ini dapat diaplikasikan guna meningkatkan kepatuhan kontrol tekanan darah penyandang hipertensi di Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur.

Background: Hypertension is a global health problem. Specific policies through the CERDIK-PATUH and PIS-PK programs have been going well, but the incidence of hypertension is still difficult to stem, so efforts are needed to improve adherence to blood pressure control. The development of a more effective self-care model is needed to overcome the problem of hypertension. Objectives: To identify the hypertension problems, to develop a self-care hypertension model based on mobilephone and infographic, and to identify its effect on adherence to blood pressure control in hypertensive patients. Method: This is an operational research. The first stage used a qualitative study with 29 participants, the second stage was developing the model using a theory synthesis approach, the results of the 1st stage research, and expert consultation, and the third stage was identifying the effect of the model on compliance BP control using a quasy experiment pre-post with group control approach involving 208 respondents. Results: Identified 7 themes regarding hypertension and its management. A self-care hypertension model based mobilephone and infographics were produced. The self-care hypertension model based mobilephone and infographics had a significant effect on adherence and systolic blood pressure (p value < 0.05) but had no effect on dyastolic blood pressure (p value > 0.05). Conclusion: this model has a significant effect on adherence and blood pressure in hypertensive patients. Suggestion: This model can be applied to improve adherence to blood pressure control in people with hypertension in East Nusa Tenggara"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gerry Danistyo
"Isu terkait ketahanan pangan masih menjadi isu yang strategis di Kabupaten Belu mengingat kabupaten ini masih memiliki kerentanan terhadap kerawanan pangan. Penelitian ini bertujuan menganilisis faktor internal dan eksternal yang memengaruhi ketahanan pangan di Kabupaten Belu, lalu merumuskan alternatif strategi yang dapat digunakan dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan di Kabupaten Belu dengan menggunakan metode SWOT. Alternatif strategi tersebut adalah: (1) peningkatan kerjasama antara pemerintah dan LSM; (2) pengembangan infrastruktur dan sarana prasarana pertanian; (3) penguatan sistem cadangan pangan; (4) optimalisasi pemanfaatan pangan lokal; (5) peningkatan koordinasi lintas sektor yang terkait ketahanan pangan; dan (6) revitalisasi peran penyuluh pertanian.

Food Security still become a strategic issue at Belu District since this area still have vulnerability to food insecurity. This thesis have purposes to analyze internal and external factors that affect food security at Belu District, and also to formulate alternative strategies could be used for developing food security level with SWOT methods. The alternative strategies are: (1) increasing cooperation between government and NGOs; (2) developing infrastructures and agriculture facilities; (3) strengthening food reserves system; (4) optimizing local food utilizations; (5) increasing coordination within government sectors that related to food security; dan (6) Revitalizing the role of agricultural instructors."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Nurdiantika Sari
"Malaria merupakan penyakit menular yang penyebab utamanya adalah parasite (Protozoa) dari genus Plasmodium. Masih tingginya kejadian malaria di Kab. Belu Nusa Tenggara Timur Indonesia. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis dan mengukur besarnya faktor risiko yang berhubungan terhadap kejadian malaria. Penelitian ini menggunakan desain study cross-sectional. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian mass screening & selective treatment oleh Sutanto et al pada tahun 2013 di Kabupaten Belu, NTT, Indonesia. Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 1113 Subjek. Analisis menggunakan cox regression dengan tingkat kemaknaan α = 5% dan nilai confidence interval 95%. Hasil analisis multivariat dengan cox regression, menunjukkan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian malaria di Kab. Belu NTT yaitu umur PR 4.901 95% CI (3.093-7.766) p value 0.000, pekerjaan PR 3.838 95% CI (2.536-5.808) p value 0.000, penggunaan obat malaria PR 0.448 95% CI (0.239-0.839) p value 0.012, dan Desa. Disimpulkan bahwa umur, pekerjaan, konsumsi obat antimalaria, dan Desa merupakan faktor risiko kejadian malaria di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur Indonesia.

Malaria is an infectious disease transmitted by Protozoa of the genus Plasmodium. This study is conducted due to the high malaria incidence in Kab. Belu, East Nusa Tenggara, Indonesia, which presents itself as a public health threat. Study aims include analyzing and measuring the magnitude of the risk factors associated with malaria incidence. This study utilized a cross-sectional study design, and is part of a larger surveillance study by Sutanto et al in 2013, which conducts large-scale mass screening and selective treatment in Belu Regency, NTT, Indonesia. The number of samples included in the study were 1113 subjects, with statistical analysis using cox regression models with 5% significance level and 95% confidence interval. The results of multivariate analysis suggested that the the risk factors associated with the malaria incidence were (1) age PR 4.901 95% CI (3.093-7.766) p value 0.000, (2) occupation PR 3.838 95% CI (2.536-5.808) p value 0.000, (4) malaria drug use PR 0.448 95% CI (0.239-0.839) p value 0.012, and (4) Village. Therefore, malaria incidence in Belu District, East Nusa Tenggara Indonesia, were heavily influenced by age, occupation, consumption of antimalarial drugs, and village.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Santoso Martono
"Pemilihan umum sebagai suatu jembatan aktualisasi infrastruktu politik, khususnya partai politik untuk menempatkan wakil-wakilnya pada lembaga perwakilan suprastruktur politik, merupakan sesuatu yang harus selalu ada dalam suatu negara bangsa yang demokratis. Indonesia sebagai salah satu negara bangsa yang demokratis, secara formal sejak Orde Baru telah lima kali mengadakan pemilihan umum, yaitu 1971, 1977, 1982, 1987 dan 1992.
Pada Pemilu 1992, yang diikuti 3 (tiga) Organisasi peserta Pemilu yakni PPP. Golkar, dan PDI. Penelitian yang tersaji dalam bentuk tesis ini meliputi DPP Golkar di wilayah Kecamatan Legok Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang.
Aspek yang diteliti adalah sampai seberapa jauh tenaga inti Golkar yaitu kader Golkar mampu memainkan perannya dalam berkomunikasi politik yang tepat sehingga mampu mempengaruhi tindakan calon pemilih untuk memilih Golkar pada Pemilu 1992, yang selanjutnya mengakibatkan Golkar di Kecamatan Legok mampu meningkatkan jumlah suara pemilihnya dibandingkan Pemilu 1987.
Faktor-faktor komunikasi politik kader Golkar yang diteliti mencakup isi pesan atau informasi yang disampaikan, media yang digunakan untuk berkomunikasi politik serta kondisi dan kemampuan kader Golkar itu sendiri.
Isi pesan kader Golkar yang berisi realita permasalahan yang dihadapi masyarakat di daerah tempat responden berada dan berisi harapan bagi kepentingan masyarakat berpengaruh besar terhadap tindakan calon pemilih untuk memilih Golkar pada pemilihan umum 1992.
Media komunikasi politik yang digunakan kader Golkar melalui agen keluarga, pendekatan hirarkhi/status, kesebayaan usia dan teman sepergaulan dengan responden tidak mernpunyai pengaruh yang besar terhadap tindakan calon pemilih untuk memilih Golkar pada Pemilu 1992.
Kondisi dan kemampuan kader Golkar yang terkait penilaian responden tentang kejujuran kader Golkar mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap tindakan calon pemilih untuk memilih Golkar pada Pemilu 1992."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rahman Mulyawan
"Pembinaan di bidang politik, secara nasional merupakan salah satu tunas Departemen Dalam Negeri, yang dalam hal ini ditangani oleh Direktorat Jenderal Sosial Politik. Hal ini dapat dilihat dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1974 tanggal 26 Maret 1974 tentang Tugas Pokok Departemen Dalam Negeri, yaitu Menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pemerintahan umum otonomi daerah pembangunan masyarakat desa dan agraria.
Sedangkan urusan Pemerintahan Umum, yang dimaksud adalah urusan Pemerintahan yang meliputi bidang-bidang ketentraman dan ketertiban politik, koordinasi pengawasan dan urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi dan tidak termasuk rumah tangga Daerah. Pembinaan Politik tersebut di atas adalah dalam rangka menyelenggarak.an stabilitas politik dalam negeri, dengan sendirinya juga stabilitas keamanan nasional."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T4266
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoltuwu, Johozua M.
"Akibat krisis moneter dan ekonomi yang sedang terjadi di Indonesia maka jumlah rumah tangga miskin di kabupaten Belu mencapai 90% atau 39.914 KK dari 52.672 KK, sedangkan pertumbuhan ekonomi kabupaten Belu hanya mencapai -5,64%. Oleh karena itu, mengatasi persoalan kemiskinan bagi pemerintah kabupaten Belu merupakan masalah yang mengedepan untuk ditangani. Di sisi lain, kabupaten Belu mempunyai potensi dalam bidang pertanian atau agrobisnis khususnya usaha penanaman kacang tanah, kacang hijau dan bawang merah, namun nampaknya potensi ini belum dapat dikembangkan secara maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Lahirnya program PPK yang dirancang oleh pemerintah untuk diterapkan pada daerah-daerah miskin dengan cara pemberian bantuan modal usaha serta penyediaan sarana prasana penunjang kegiatan ekonomi melalui fasilitas pemerintahan kecamatan dianggap sebagai media belajar bagi masyarakat dan aparat ditingkat lokal. Untuk itu program seperti ini menjadi harapan baru bagi masyarakat kabupaten Belu untuk mengatasi kemiskinan penduduknya. Namun demikian, persoalannya adalah bagaimana program PPK yang mengandung unsur-unsur pemberdayaan tersebut diimplementasikan di kabupaten Belu dan bagaimana pula dampak program tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal ini perlu diketahui dengan maksud untuk memahami peran serta masyarakat (kelompok sasaran) dalam mensukseskan program yang berada dalam ruang lingkup kaordinasi kecamatan serta dimaksudkan pula sebagai evaluasi untuk mengefektifkan pelaksanaan program.
Tipe penelitian yang dipakai adalah diskriptif evaluatif, hal ini dipakai karena akan memaparkan efektifitas kegiatan program PPK Pendekatan penelitian yang digunakan logical framework yang dilihat dari segi input (masukan), output (hasil) effect (pengaruh langsung) dan impact (dampak) atau kenyataan yang sesungguhnya dihasilkan oieh kegiatan program diiapangan. Lokasi penelitian ini di kabupaten Belu Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan mengkonsentrasikan di kecamatan Lamaknen. Penelitian dilakukan dari bulan September sampai dengan Nopember 2000. Orang-orang yang diwawancarai ditelusuri dengan menggunakan teknik snowboll dan yang dijadikan informan adalah penerima program, tokoh masyarakat (tokoh informal) dan aparat pemerintah lokal (tokoh formal).
Hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa kegiatan sosialisasi program dilaksanakan secara terbuka meialui lembaga-lembaga yang telah ada di masyarakat, serta lewat brosur dan papan informasi. Namun penerimaan terhadap informasi program kurang dapat diterima secara maksimal oleh kelompok sasaran, karena brosur-brosur program yang diberikan menggunakan bahasa Indonesia, sementara banyak diantara kelompok sasaran yang masih buta hurup dan tidak dapat berbahasa Indonesia. Informasi program PPK akhirnya menjadi terbatas dikalangan tertentu atau hanya diterima oleh mereka yang mempunyai pendidikan. Dalam perencanaan pelaksanaan, kelompok sasaran menentukan rencana program fisik dan non fisik. Dari segi sarana fisik yang direncanakan oleh kelompok sasaran adalah berupa pipanisasi air den irigasi serta pembuatan jalan, sedangkan dalam merencanaan kegiatan usaha ekonomi produktif adalah mengembangkan atau membudidayakan kacang tanah dan bawang merah. Pembangunan fisik ternyata lebih berhasil dari pada kegiatan usaha ekonomi produktif.
Usaha ekonomi produktif gagal karena harga kacang tanah dan bawang merah sangat murah atau harga jualnya tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan oleh penerima program. Dengan murahnya harga komoditi kacang tanah yang modal awalnya dari dana PPK maka penerima program tidak mampu mengembalikan pinjaman dana perguliran secara tepat waktu, sehingga yang semula dana/modal dapat bergulir kepada masyarakat lainnya menjadi tidak berputar secara cepat atau mengalami kemacetan. Pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh pelaksana program, pada akhirnya menjadi terfokus pada target pengembalian dana perguliran dari pada memfokuskan kepada kondisi keberdayaan masyarakat. Untuk itu, dalam program ekonomi produktif perlu dipertimbangkan pula keadaan penerimaan pasar dari produk yang dihasilkan oleh penerima program dan diperlukan pula kepastian harga dari pemerintah terhadap hasil produksi kelompok sasaran."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T10287
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>