Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190950 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yomi Ayu Lestari
"Kelangkaan sumber-sumber permodalan domestik mengakibatkan investasi asing menjadi salah satu motor pembangunan di negara-negara berkembang. Kebijakan ekonomi luar negeri yang dikeluarkan oleh Pemerintah di bidang investasi asing tentu akan mempengaruhi arus modal yang masuk. Semakin menarik insentif yang diberikan, semakin besar pula minat investor asing untuk menanamkan modalnya. Berkaitan dengan kebijakan ekonomi luar negeri Indonesia di bidang investasi asing, maka dalam penelitian ini akan diamati bagaimana perbandingan faktor internal dan eksternal mempengaruhi kebijakan ekonomi luar negeri Indonesia di bidang investasi asing pada masa awal pengakuan kedaulatan (1950-1957) dan masa awal Orde Baru (1967-1974). Faktor internal yang mempengaruhi adalah adanya pendukung paham liberal dan nasionalis serta kondisi perekonomian pada masa itu, sementara faktor eksternalnya adalah adanya lembaga keuangan internasional. Adanya saling mempengaruhi atas berbagai faktor tersebut akan mempengaruhi perubahan arah kebijakan investasi asing di Indonesia pada kedua masa tersebut.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Data-data mengenai kebijakan perekonomian termasuk pula kebijakan investasi asing, pengaruh lembaga keuangan internasional dan perubahan kebijakan investasi asing diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, jurnal jumal, media massa maupun terbitan-terbitan lainnya. Seluruh data yang terkumpul dianalisis dan dilaporkan secara kronologis. Artinya, setiap gejala yang muncul dan keterkaitan antar gejala akan dijelaskan, serta dituangkan dalam laporan penelitian yang tersistematisasi berdasarkan urutan kejadian. Pada akhir penelitian diperoleh kesimpulan bahwa kebijakan ekonomi luar negeri Indonesia di bidang investasi asing pada masa awal pengakuan kedaulatan (1950-1957) dan masa awal Orde Baru (1967-1974) dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Adanya pegaruh dari faktor internal dan eksternal ini menyebabkan bahwa meskipun pada awal pengakuan kedaulatan dan masa awal Orde Baru Indonesia sama-sama mengalami permasalahan ekonomi yang serius dan membutuhkan dana untuk perbaikan ekonominya, namun kebijakan ekonomi luar negeri di bidang investasi yang dikeluarkan Pemerintah pada kedua masa itu sangat berbeda."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T3957
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yerry Wirawan
"Sistem Ekonomi Politik yang dicoba dibangun oleh Orde Baru diawal pemerintahannya 1966-1968 adalah sebagai upaya menggantikan Sistem Demokrasi Terpimpin dibawah Soekarno. Perubahan yang dilakukan oleh Orde Baru ini tidak terlepas kaitannya dari faktor ekonomi politik dalam dan luar negeri. Orde Baru menyadari betul bahwa Sistem Demokrasi Terpimpin di bawah Soekarno memiliki basis dukungan politik yang cukup kuat. Untuk itu Orde Baru, jika ingin rnenggeser Soekarno, tidak bisa hanya bertumpukan semata-mata pada aspek politik saja, namun terlebih harus menekankan pada aspek ekonomi. Pilihan Orde Baru menjawab persoalan ekonomi ini adalah sistem kapitalisme dan bantuan modal asing. Upaya dan dinamika yang ditempuh dari Orde Baru dalam membangun Sistem Ekonomi Politiknya inilah yang menjadi sorotan dari penulisan skripsi ini."
2000
S12611
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Singgih Sasongko
"Tesis ini berangkat dari pertanyaan pokok yang intinya mempertanyakan bagaimana interaksi antara negara, media dan civil society dalam bingkai ekonomi-politik negara Orde Reformasi (Era Transisi). Penulis melihat adanya pertarungan berbagai macam kepentingan dalam menyusun kebijakan penyiaran di. Indonesia yang ternyata sangat dipengaruhi oleh dinamika interaksi ketiga komponen tersebut. Secara lebih spesifik, penelitian ini mencoba menyajikan realitas empiris menyangkut kebijakan penyiaran yang diterapkan oleh pemerintah terhadap stasiun TVRI.
Metode yang digunakan untuk menggambarkan secara rinci dan jelas topik yang dibahas adalah metode Studi Kasus. Sedangkan pendekatan yang digunakan sebagai dasar pemikiran dalam studi ini adalah pendekatan ekonomi-politik kritis. Pendekatan ini umumnya berangkat dari perhatian penelitian pada analisis empiris terhadap struktur kepemilikan. dan mekanisme kerja kekuatan pasar media (McQuail, 1996:63). Selain itu, implikasi bagi kepentingan publik hanya dapat dipahami secara lebih komprehensif jika digunakan pendekatan ekonomi-politik kritis karena era transisi ditandai oleh adanya tarik-ulur dan benturan kepentingan antara variabel-variabel ekonomi dan variabel-variabel politik.
TVRI digunakan sebagai fokus kajian dalam penelitian ini mengingat selarna ini keberadaannya masih dianggap penting dan ternyata TVRI memiliki dinamikanya sendiri ditengah maraknya industri pertelevisian di Indonesia. Selain itu, eksistensi TVRI akan semakin diperhitungkan seiring dengan perubahan status yang disandangnya sebagai lembaga penyiaran publik, sebuah lembaga yang mempunyai posisi sangat strategis di era demokrasi.
Penibahasan tentang W No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran digunakan untuk melihat lebih tajam bagaimana realitas empiris kebijakan yang ditempuh oleh negara dalam interaksinya yang dinamis dengan media dan civil society/publik dalam konteks era Orde Reformasi. Sebagai sebuah produk hukum, UU Penyiaran ini ternyata masih mengundang kontroversi yang begitu dahsyat karena bersinggungan langsung dengan kepentingan berbagai kelompok.
Hasil akhir penelitian ini menunjukkan bahwa ada penibahan yang cukup mendasar menyangkut pola hubungan kekuasaan antara negara - media -- dan masyarakat. Namun dernikian, masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa perubahan struktur ekonomi-politik telah memunculkan peran kekuatan masyarakat dan media dalara mengontrol kekuasaan negara (state power). Perubahan pola hubungan ini tercermin dalam kebijakan penyiaran di Indonesia: Pertarna, intervensi pemerintah dalam bidang penyiaran sudah tidak terlalu dominan. Indikasi ini terlihat dengan dihapuskannya lembaga penyiaran negara dan diakuinya lembaga penyiaran publik, juga lembaga penyiaran komunitas. Selain itu, pemerintah juga tidak bisa lagi mengatur lembaga penyiaran melalui sebuah lembaga khusus bentukan negara atau lembaga di bawah departemen negara. Pengaturan institusi penyiaran diserahkan kepada sebuah lembaga independen yakni Komisi Penyiaran Indonesia (PI) yang tidak bertanggungjawab kepada Pemerintah tetapi bertanggungjawab kepada DPR/DPRD sebagai representasi rakyat.
Kedua, kontroversi seputar pengesahan UU Penyiaran No. 32 Tabun 2002 mencerminkan masih adanya benturan kepentingan antara negara dan publik. Di antara kelompok masyarakat/publik sendiri muncul pro-kontra khususnya antara kelompok pemilik modal dan praktisi penyiaran yang menolak tegas UU ini dengan beberapa pihak yang mendukungnya. Implikasi praktis situasi seperti ini adalah semakin meningkatnya kesadaran publik akan hak-hak mereka dalam penyelenggaran penyiaran. Paling tidak, ada peluang munculnya civil society yang kuat sehingga publik bisa lebih berperan dalam proses pelembagaan referensi etik, normatif, dan regulatif bidang komunikasi massa.
Secara teoritis, deregulasi bidang penyiaran yang dilakukan oleh pemerintah bersama DPR belum sepenuhnya mencerminkan model penyiaran yang demokrass. Dalam hal ini, filosofi kepentingan publik (public interest) sebagai konsep kunci demokrasi masih akan sulit diwujudkan. Dalam masyarakat demokrass, regulasi penyiaran harusnya memenuhi kriteria: Pertama, akuntabilitas publik (accountability), yang berarti lembaga penyiaran bertanggungjawab memenuhi kepentingan publik. Kedua, kecukupan (adequacy), berwujud keanekaragaman program yang menyentuh seluruh segmen masyarakat secara adil, proporsional, dan berimbang. Ketiga, akses (access), yakni upaya memberikan hak seluas-luasnya kepada publik untuk memperoleh informasi (Kellner, 190:185)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Centre for Strategic and International Studies, 1994
327.598 HUB
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Femmy Roeslan
"Orde Baru yang memegang kekuasaan selama lebih dari 30 tahun merupakan pemerintahan terlama dalam sejarah Indonesia pasca kemerdekaan. Kemajuan ekonomi yang pesat pada era ini memungkinkan Indonesia bergeser dari kelompok negara berpenghasilan rendah pada pertengahan 1960-an menjadi kelompok berpenghasilan menengah pada awal 1990-an. Pada masa Orde Baru terjadi dua kali oil boom, yaitu pada tahun 1973/1974 dan 1979/80. Berkah minyak ini telah mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Studi-studi sebelumnya menunjukkan bahwa Orde Baru telah membawa perubahan radikal dalam pemikiran ekonomi, dari yang awalnya relatif tertutup dan nasionalis menjadi lebih terbuka. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengulas dinamika perkembangan pemikiran ekonomi yang dipraktekkan di nusantara sejak masa pra-kolonial hingga Orde Baru; (2) menjelaskan peran dan kontribusi para pelaku dalam pembentukan ekonomi Orde Baru; (3) memaparkan dinamika kebijakan ekonomi Orde Baru selama masa pemulihan ekonomi dan bonanza minyak serta setelah berakhirnya bonanza minyak; dan (4) menguraikan dinamika kelembagaan ekonomi pada masa Orde Baru. Studi ini akan menggunakan pendekatan multi-disiplin, yaitu teori-teori ekonomi dan sejarah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemerintah Orde Baru merupakan aliansi tiga kelompok, yaitu teknokrat, militer dan kapitalis, di mana Soeharto telah berhasil memainkan perannya sebagai agent of change yang dengan sadar dan terencana mengendalikan ketiga kelompok tersebut. Penelitian ini juga menemukan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia pada era Orde Baru belum membawa perubahan secara struktural yang komprehensif karena pemerintah Orde Baru belum berhasil membangun institusi ekonomi dan politik yang bersifat inklusif.

The period of the New Order which held power for more than 30 years was the longest government regime in the history of post-independence Indonesia. The rapid economic progress of this era allowed Indonesia to shift from from a low- income group in the mid-1960s to a middle-income group in the early 1990s. During the New Order there were two oil booms, namely in the 1973/1974 and 1979/80 period. This blessing of oil has accelerated Indonesia's economic growth. Previous studies have shown that the New Order has brought about a radical change in economic thought, from being relatively closed and nationalist to being more open. This study aims to (1) examine the dynamics of the development of economic thought from pre-colonial times to the New Order; (2) explain the role and contribution of the 'actors' in the formation of the New Order economy; (3) reviewing the dynamics of the New Order's economic policies during the economic recovery period and followed by the oil bonanza, as well as after the oil bonanza; and (4) examine the dynamics of economic institutions during the New Order era. This study will exercise a multi-disciplinary approach, namely economic development and history theories. This study concludes that the New Order government was an alliance of three groups, namely technocrats, military and capitalists, in which Suharto had succeeded in playing his role as an agent of change who consciously and plannedly controlled those groups. This study also finds that Indonesia's economic development during the New Order era has not been able to conduct comprehensive structural changes because the New Order government was unable to build inclusive economic and political institutions."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hermawan Adi Nugroho
"Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan di Indonesia dalam 25 tahun terakhir, khususnya pada masa kepemimpinan Orde Baru terbilang sukses dilihat dari tingkat pertumbuhan rata-rata yang mencapai hampir 7 % setiap tahunnya. Sayangnya, angka pertumbuhan yang meningkat setiap tahun tersebut ternyata juga diikuti dengan meningkatnya jumlah hutang luar negeri, baik yang dilakukan oleh pihak swasta maupun pemerintah. Hal ini tentu menjadi suatu pertanyaan tersendiri, karena logikanya seharusnya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan kenaikan pendapatan perkapita masyarakat justru akan menurunkan jumlah total hutang luar negeri karena kemampuan pembiayaan dalam negeri yang meningkat.
Konteks awal keputusan pemerintah untuk menggunakan instrumen kebijakan hutang luar negeri adalah sebagai unsur pelengkap guna membantu meringankan beban defisit anggaran dan menstimulasi pertumbuhan ekonomi negara. Tetapi dalam perjalanannya, hutang luar negeri saat ini justru dirasakan menjadi beban dalam anggaran dan menimbulkan permasalahan yang kompleks sehingga mempengaruhi variabel makro ekonomi yang lain, khususnya variabel tabungan dan investasi domestik. Bagi penulis, fenomena ini menjadi sesuatu yang cukup menarik untuk dilakukan penelitian sehingga akan diketahui penyebab dan pengaruhnya terhadap perekonomian nasional.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap hutang luar negeri pemerintah maka peningkatan hutang luar negeri tersebut disebabkan karena meningkatnya defisit dalam anggaran pemerintah. Tingginya angka defisit dalam anggaran pemerintah disebabkan karena total penerimaan pemerintah tidak dapat memenuhi kebutuhan total belanja negara. Untuk dapat mencapai tingkat petunbuhan ekonomi yang dinginkan maka kebijakan pemerintah untuk menstimulasi perekonomian nasional melalui alokasi anggaran pemerintah untuk meningkatnya pengeluaran pembangunannya sebagai manifestasi dari investasi yang dilakukan pemerintah. Dalam konteks ini maka kebutuhan investasi yang akan dilakukan oleh pemerintah ternyata tidak dapat dipenuhi dari jumlah tabungan pemerintah yang merupakan selisih dari penerimaan dalam negeri dengan pengeluaran rutin pemerintah. Selisih (gap) antara kebutuhan investasi pemerintah dengan tabungan yang dimilikinya inilah yang kemudian ditutup melalui pembiayaan yang berasal dari luar negeri dalam bentuk hutang luar negeri. Dalam konteks awal pembangunan, komponen hutang luar negeri diposisikan sebagai "pelengkap" yang diharapkan dapat menambah "energi" pemerintah untuk menstimulasi perekonomian nasional melalui APBN. Tetapi dalam perjalanannya komponen hutang luar negeri justru mendominasi hampir seluruh pengeluaran pembangunan pemerintah sehingga menimbulkan tingkat ketergantungan yang tinggi pada hutang luar negeri. Tidak ada tahun anggaran yang terlewatkan tanpa hutang luar negeri. Implikasinya, sebagian besar pengeluaran rutin pemerintah tersedot untuk pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri sehingga mengurangi kemampuan pemerintah untuk berinvestasi. Penurunan Investasi pemerintah tersebut akan berdampak pada menurunnya total investasi nasioanal sehingga secara simultan juga akan mengurangi tabungan masyarakat melalui penurunan output nasional (POB).
Solusi yang ditawarkan dalam penelitian berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan pemerintah harus secara bertahap berusaha menurunkan stok hutang luar negerinya dengan didukung oleh kebijakan penunjang lain di bidang perpajakan yang berorientasi pada peningkatan penerimaan dalam negeri melalui penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan pajak sehingga diharapkan dapat meminimalkan ketergantungan keuangan negara terhadap hutang luar negeri, dengan tetap memperhatikan kelangsungan iklim investasi domestik yang kondusif."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17124
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haydr Suhardy
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas peran Ford Foundation dalam pemberian beasiswa studi ekonomi di AS kepada sejumlah dosen dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia FEUI yang kemudian menjadi Tim Ahli Ekonomi dan Keuangan pada awal Orde Baru. Ketika para dosen telah mulai menyelesaikan studi ekonominya pada awal 1960-an, mereka diminta bergabung dengan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat Seskoad yang semenjak akhir 1950-an sedang mempersiapkan mengambil alih pemerintahan Indonesia. Di Seskoad, para ekonom diminta untuk mengajar ekonomi, yang merupakan salah satu aspek yang menjadi perhatian Angkatan Darat AD dalam persiapan pengambilalihan pemerintahan. Setelah pemerintahan Indonesia diambil oleh AD, ditandai dengan naiknya Mayjen Soeharto, diadakanlah Seminar Angkatan Darat II yang membahas mengenai persiapan pada berbagai aspek untuk pemerintahan Indonesia yang baru. Pada seminar ini para dosen mengungkapkan pemikiran mereka mengenai situasi ekonomi Indonesia, dan bagaimana mengatasinya. Soeharto yang tertarik dengan pemaparan para dosen kemudian mengangkat mereka menjadi penasihat ekonomi baginya, yang tergabung dalam Tim Ahli Ekonomi dan Keuangan. Berbekal dengan pemikiran ekonomi liberal yang mereka dapatkan melalui pendidikan mereka di AS, para dosen yang kini menjadi ekonom pada Tim Ahli Ekonomi dan Keuangan, mulai merancang berbagai kebijakan ekonomi yang sifatnya liberal, pada masa awal Orde Baru. Penelitian ini dilakukan dengan heuristik, kritik, dan interpretasi terhadap wawancara para penerima beasiswa Ford Foundation, dokumen Ford Foundation, dokumen Pemerintah AS, serta majalah dan surat kabar sezaman.

ABSTRACT
This thesis discusses the role of Ford Foundation in providing scholarship of economic studies in US to a number of lecturers from the Faculty of Economics University of Indonesia FEUI who later became the Expert Team of Economics and Finance at the beginning of the New Order in Indonesia. When the lecturers had begun their economic studies in the early 1960s, they were asked to join the Army Staff and Command School Seskoad , which since the late 1950s was preparing to take over the Indonesian government. In Seskoad, the economists are asked to teach economics, which is one aspect of the Army 39 s attention in preparation for a government takeover. After the Indonesian government was taken by the Army, marked by the rise of Major General Soeharto, an seminar called ldquo Seminar Angkatan Darat II rdquo was held which discussed preparations on various aspects for the new Indonesian government. At this seminar the lecturers expressed their thoughts on the economic situation of Indonesia, and how to overcome it. Suharto who was interested in the exposure of the lecturers then appointed them as economic advisers for him, who joined the Economic and Financial Expert Team. With the liberal economic ideas they have gained through their education in the US, lecturers who are now economists at the Economic and Financial Experts Team, began to design a variety of liberal economic policies, in the early days of the New Order. The study was conducted with heuristics, criticism, and interpretation of interviews of Ford Foundation scholars, Ford Foundation documents, US Government documents, and contemporary magazines and newspapers."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liddle, R. William
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1992
324.259 8 LID p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Sri Damajanti
"Akumulasi utang Iuar negeri Indonesia saat ini telah menjadi persoalan serius bagi perekonomian karena beban pembayaran utang luar negeri sangat besar, dominasi utang luar negeri swasta, struktur utang luar negeri semakin jauh dari format konsesional, dan kinerja perekonomian makro yang memburuk. Ketika pemerintah dihadapkan pada keinginan untuk menurunkan besarnya utang luar negeri karena dianggap sudah terlampau tinggi, bagaimana dampak penurunan tersebut terhadap kinerja perekonomian secara makro?
Tujuan studi ini adalah menganalisis permasalahan utang luar negeri Indonesia dan implikasinya bagi pertumbuhan ekonomi (sustainable economic growth). Secara khusus studi ini dilakukan untuk menganalisis secara deskriptif masalah utang luar negeri Indonesia dan yang utama adalah menganalisis implikasi kebijakan penurunan stok utang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi swasta.
Berdasarkan hasil pendukaan dengan pendekatan 2SLS pada model makroekonometri sederhana periode 1971-1999, pada variabel debt overhang (DEBTY) dan variabel crowding out (USX) menunjukkan bahwa setiap kenaikan variabel-variabel tersebut akan menurunkan tingkat investasi. Simulasi dilakukan pada periode 1995-1999 dari rentang periode observasi tahun 1971 - 1999 untuk melihat dampak kebijakan penurunan stok utang luar negeri Indonesia terhadap kinerja investasi dan pertumbuhan ekonomi. Studi ini menemukan bahwa penurunan stok utang luar negeri Indonesia secara signifikan akan meningkatkan investasi swasta dan pertumbuhan ekonomi. Beberapa implikasi kebijakan yang perlu dipertimbangkan secara serentak, bahwa perbaikan kinerja perekonomian melalui reformasi struktural dan kebijakan yang berorientasi pada penurunan utang luar negeri mutlak dilakukan, seraya berupaya mendorong tercapainya kesepakatan dengan kreditor dalam strategi-strategi penyelesaian utang dan mengurangi secara bertahap."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T20428
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>