Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186044 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Purnama Sidih
"Latar belakang. Kognitif merupakan proses berpikir akibat aktivitas sejumlah fungsi kompleks dari berbagai sirkuit di otak. Adanya gangguan kognitif menunjukkan terjadinya gangguan fungsi otak. MCI ( Mild Cognitive Impairment ) merupakan gangguan kognitif ringan yang sudah terjadi pada kelompok lanjut usia nondemensia. Berbagai studi menunjukkan gambaran dan prevalensi MCI pada lanjut usia nondemensia. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran fungsi kognitif dan prevalensi MCI pada kelompok lanjut usia nondemensia .
Metode. Penelitian ini menggunakan cara potong lintang dengan populasi semua lanjut usia nondemensia di Puskesmas Tebet dan Pasar Minggu yang memenuhi kriteria inklusi. Semua subyek dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis , Dilakukan pemeriksaan fungsi kognitif dengan menggunakan CERAD dan Trail Making Test - B. Diagnosis MCI menggunakan kriteria dari Petersen RC. Data diolah dengan menggunakan tes chi-square, Fisher's Exact dan memakai program SPSS versi 12
Hasil. Pada penelitian ini didapatkan 300 lanjut usia (> 60 tahun) nondemensia, rentang usia antara 60-76 tahun (rerata 63,5 ± 4,1 tahun) dengan kelompok usia terbesar 60 - 65 tahun (75,0%) , terdiri dari 177 (59%) wanita dan 123 (41%) pria. Sebanyak 269 subyek (89,6%) memenuhi kriteria MCI. Subkelas MCIa 22 kasus (7,3%), MClsdnm 81 kasus (27%) dan MCImd 166 kasus (55,3%). Gangguan kognitif terbanyak pada MCIa adalah Memori Rekognisi (81,8%) , pada MClsdnm adalah Fungsi Eksekutif (100%) dan pada MCImd adalah Fungsi Eksekutif (89,1%) beserta Memori Rekognisi (64,5%). Didapatkan hubungan bermakna antara MCIa dengan DM ( p = 0,038 ; OR 0,10 ; IK 95% 0,01;0,88 ) dan MCImd dengan pendidikan rendah ( SD dan SLP) (p = 0,000 ; OR 5,32 ; IK95% 2,12;13,31 ) dan DM (p = 0,008 ; OR 0,26 ; IK95% 0,10;0,70 ).
Kesimpulan. Prevalensi MCI pada lanjut usia nondemensia ( > 60 tahun ) ditemukan sebesar 89,6% .Rana kognitif yang paling banyak terganggu adalah Memori Rekognisi dan Fungsi Eksekutif . Faktor risiko terbanyak adalah pendidikan rendah dan DM

Background. Cognitive function is the process of several complex functions of various circuits in the brain. Mild Cognitive Impairment (MCI) is a transition state between normal and probable dementia. The aim of this study was to describe the cognitive impairment profile and the prevalence of MCI in non demented elder
Methods. This was an analytical cross sectional study which included all non demented elder patients who fulfilled the inclusion criteria. Medical history, physical and neurology examination were performed.. The patient's cognitive function was examined using neurophsycology test of CERAD and Trail Making Test-B. Diagnostic criteria of mild cognitive impairment were confirmed by using criteria from Petersen RC (< 1.5 SD below normative value ). The data were analyzed using chi-square, Fisher' exact and using SPSS for Windows ver. 12.
Result. There were found 300 non demented elder ( age > 60 years old ), 177 (59%) subjects were female and 123 (41%) were male , range of age was 60-76 years old (mean 63,5 ± 4,1 years old ) with largest age group were 60-65 years old ( 75,0%). There were 269 (89,6%) subjects fulfilled the MCI criteria with MCIa 22 (7,3%) , MClsdnm 81 (27%) and MCImd 166 (55,3%) . The most affected cognitive domain in MCIa was Recognition Memory ( 81,8%) in MClsdnm was Executive Function (100%) and in MCImd were Recognition Memory (64,5%) together with Executive Function (89,1%) . In addition, a significant correlation was found between the MCIa and DM ( p=0.038;OR 0,10; CI95% 0,01;0,88) and between MCImd with poor education (p=0.000;OR 5,32; C195% 2,12;13,31) and DM (p=0.008;OR 0,26; CI95% 0,10;0,70.
Conclusion. Prevalence of MCI in non demented elder (> 60 years old ) 89,6% . The most affective cognitive domains were Recognition and Executive Function . The most risk factors were poor education and DM
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnama Sidhi
"Latar belakang. Kognitif merupakan proses berpikir akibat aktivitas sejumlah fungsi kompleks dari berbagai sirkuit di otak. Adanya gangguan kognitif menunjukkan terjadinya gangguan fungsi otak. MCI (Mild Cognitive Impairment ) merupakan gangguan kognitif ringan yang sudah terjadi pada kelompok lanjut usia nondemensia. Berbagai studi menunjukkan gambaran dan prevalensi MCI pada lanjut usia nondemensia. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran fungsi kognitif dan prevalensi MCI pada kelompok lanjut usia nondemensia.
Metode. Penelitian ini menggunakan cara potong lintang dengan populasi semua lanjut usia nondemensia di Puskesmas Tebet dan Pasar Minggu yang memenuhi kriteria inklusi. Samua subyek dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis . Dilakukan pemeriksaan fungsi kognitif dengan menggunakan CERAD dan Trail Making Test - B. Diagnosis MCI menggunakan kriteria dari Petersen RC. Data diolah dengan menggunakan tes chi-square , Fisher's Exact dan memakai program SPSS versi 12.
Hasil. Pada penelitian ini didapatkan 300 lanjut usia (? 60 tahun) nondemensia, rentang usia antara 60-76 tahun (rerata 63,5 ± 4,1 tahun) dengan kelompok usia terbesar 60 - 65 tahun (75,0%) , terdiri dari 177 (59%) wanita dan 123 (41%) pria. Sebanyak 269 subyek (89,6%) memenuhi kriteria MCI. Subkelas MCIa 22 kasus (7,3%), MClsdnm 81 kasus (27%) dan MCImd 166 kasus (55,3%). Gangguan kognitif terbanyak pada MCIa adalah Memori Rekognisi (81,8%) , pada MClsdnm adalah Fungsi Eksekutif (100%) dan pada MCImd adalah Fungsi Eksekutif (89,1%) beserta Memori Rekognisi (64,5%). Didapatkan hubungan bermakna antara MCIa dengan DM ( p = 0,038 ; OR 0,10 ; IK 95% 0,01;0,88 ) dan MCImd dengan pendidikan rendah ( SD dan SLP) (p = 0,000 ; OR 5,32 ; IK95% 2,12;13,31 ) dan DM (p = 0,008 ; OR 0,26 ; 1K95% 0,10;0,70 ).
Kesimpulan. Prevalensi MCI pada lanjut usia nondemensia (> 60 tahun ) ditemukan sebesar 89,6%. Rana kognitif yang paling banyak terganggu adalah Memori Rekognisi dan Fungsi Eksekutif . Faktor risiko terbanyak adalah pendidikan rendah dan DM.

Background. Cognitive function is the process of several complex functions of various circuits in the brain. Mild Cognitive Impairment (MCI) is a transition state between normal and probable dementia. The aim of this study was to describe the cognitive impairment profile and the prevalence of MCI in non demented elder.
Methods. This was an analytical cross sectional study which included all non demented elder patients who fulfilled the inclusion criteria. Medical history, physical and neurology examination were performed.. The patient's cognitive function was examined using neurophysiology test of CERAD and Trail Making Test-B. Diagnostic criteria of mild cognitive impairment were confirmed by using criteria from Petersen RC (< 1.5 SD below normative value). The data were analyzed using chi-square, Fisher' exact and using SPSS for Windows ver. 12.
Result. There were found 300 non demented elder ( age 60 years old ), 177 (59%) subjects were female and 123 (41%) were male , range of age was 60-76 years old (mean 63,5 ± 4,1 years old ) with largest age group were 60-65 years old ( 75,0%). There were 269 (89,6%) subjects fulfilled the MCI criteria with MCIa 22 (7,3%) , MClsdnm 81 (27%) and MCImd 166 (55,3%) . The most affected cognitive domain in MCIa was Recognition Memory ( 81,8%) in MClsdnm was Executive Function (100%) and in MCImd were Recognition Memory (64,5%) together with Executive Function (89,1%) . In addition, a significant correlation was found between the MCIa and DM (p=0.038;OR 0,10; CI95% 0,01;0,88) and between MCImd with poor education (p-0.000;OR 5,32; CI95% 2,12;13,31) and DM (p=0.008;OR 0,26; CI95% 0,10;0,70.
Conclusion. Prevalence of MCI in non demented elder (_> 60 years old) 89,6% . The most affective cognitive domains were Recognition and Executive Function. The most risk factors were poor education and DM."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivien Puspitasari
"Latar belakang. Kognitif merupakan proses sejumlah fungsi kompleks dari berbagai sirkuit di otak. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan salah satu faktor risiko gangguan kognitif melalui mekanisme vaskuler dan non-vaskuler. Berbagai studi menunjukkan hubungan antara diabetes dengan risiko terjadinya demensia. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran fungsi kognitif pada penyandang OM tipe 2 . Metode. Penelitian ini adalah penelitian potong lintang dengan populasi penyandang OM tipe 2 berusia - 50 tahun yang berobat di Puskesmas Tebet dan Pasar Minggu Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi. Semua subyek dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis serta pencatatan kadar gula darah puasa dalam 2 tahun terakhir. Kemudian dilakukan pemeriksaan fungsi kognitif untuk menilai atensi, bahasa, memori, praxis, fungsi eksekutif dan kecepatan psikomotor. Kriteria gangguan kognitif ringan tanpa demensia (CIND) adalah bila ditemukan satu atau lebih skor kognitif di bawah < 1.5 standard deviasi nilai normatif. Data dianalisis menggunakan tes chi- square, Fisher's exact dan Mann Whitney memakai program SPSS versi 11.5 hasil. Pada penelitian ini didapatkan % pasien DM tipe 2, rentang usia antara 50-75 tahun (rerata 59.5 ± 5.53 tahun), terdiri dari 55 (57.3%) wanita. Sebanyak 84 (87.5%) subyek memenuhi kriteria CIND. Rana kognitif yang paling terganggu adalah fungsi eksekutif (77 .1% ). Sebagai hasil tambahan, didapatkan hubungan bermakna antara gangguan fungsi kognitif dengan tingkat pendidikan (p=0.007; OR:6.69; IK.95% 1.48;34.34). Subyek berusia - 60 tahun memiliki kecenderungan terjadi gangguan atensi(p=0.023) dan immediate memory (p=0.039). Subyek dengan durasi DM - 5 tahun cenderung memiliki gangguan pada immediate memory (p=0.002). Subyek dengan kriteria pengendalian GOP buruk berhubungan bermakna dengan gangguan fungsi eksekutif (p=0.006). Subyek dengan riwayat hipertensi memiliki kecenderungan terjadi gangguan atensi (p=0.0035). Kesimpulan. Gangguan kognitif umum ditemukan pada penyandang OM tipe 2 terutama gangguan fungsi eksekutif. Pasien DM tipe 2 dengan tingkat pendidikan rendah mempunyai kecenderungan memiliki gangguan fungsi kognitif (CIND). Faktor usia lanjut, lama OM, pengendalian GOP dan hipertensi berhubungan dengan gangguan pada rana kognitif spesifik.

Background. Cognitive function is the process of several complex functions of various circuits in the brain. Type 2 diabetes is one of the risk factors which may cause cognitive function impairment through vascular and non-vascular mechanisms. Many studies show that there is a positive correlation between diabetes mellitus and the risk of dementia. The aim of this study was to describe the cognitive function of people with type 2 diabetes before any dementia manifestation occurred. Methods. This was an cross sectional study which included all type 2 diabetes patients who fulfilled the inclusion criteria. Medical history, physical and neurology examination were performed, fasting blood glucose levels of all the patients in the last 2 years were also collected. The patient's cognitive function was examined using neurophsycology test of CERAD, digit span, trail making B and finger tapping test Criteria of mild cognitive impairment without dementia (CIND) were confirmed if one or more cognitive scores were < 1.5 SD below normative value. The data were analyzed using chi-square, Fisher' exact and Mann Whitney test with SPSS for Windows version 11.5. Result. There were found 96 subjects with type 2 diabetes, 55 (57.3%) subjects were female, range of age was 50-75 years old (mean 59.5 years old SD 5.53). Eighty four (87.5%) subjects fulfilled the CIND criteria. The most affected cognitive domain was executive function (77.1%). In addition, a significant correlation was found between the cognitive impairment and the level of education (p=0.007;0R 6.69; Cl95% 1.48;34.34). Subjects with advanced aged or prior hypertension tended to have attention decicit; subjects with poor control of blood glucose had a significant correlation with executive dysfunction ; Subjects - 60 years-old and with diabetes more than 5 years tended to have immediate memory impairment (p<0.05). Conclusion. Cognitive impairment without dementia is commonly encountered in people with type 2 diabetes particularly in the domain of executive function. Type 2 diabetes patients with lower levels of education are more likely to have a cognitive impairment. There is a correlation between advanced age, duration of diabetes, control of blood glucose and hypertension with specific cognitive domain impairment."
Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran, 2010
T58265
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivien Puspitasari
"Latar belakang. Kognitif merupakan proses sejumlah fungsi kompleks dari berbagai sirkuit di otak. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan salah satu faldor risiko gangguan kognitif melalui mekanisme vaskuler dan non-vaskuler. Berbagai studi menunjukkan hubungan antara diabetes dengan risiko terjadinya demensia. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran fungsi kognitif pada penyandang OM tipe 2 . Metode. Penelitian ini adalah penelitian potong lintang dengan populasi penyandang OM tipe 2 berusia 2: 50 tahun yang berobat di Puskesmas Tebet dan Pasar Minggu Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi. Semua subyek dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis serta pencatatan kadar gula darah puasa dalam 2 tahun terakhir. Kemudian dilakukan pemeriksaan fungsi kognitif untuk menilai atensi, bahasa, memori, praxis, fungsi eksekutif dan kecepatan psikomotor. Kriteria gangguan kognitif ringan tanpa demensia (CIND) adalah bila ditemukan satu atau lebih skor kognitif di bawah < 1.5 standard deviasi nilai normatif. Data dianalisis menggunakan tes chi- square, Fisher's exact dan Mann Whitney memakai program SPSS versi 11 .5 Hasil. Pada penelitian ini didapatkan 96 pasien OM tipe 2, rentang usia antara 50-75 tahun (rerata 59.5 ± 5.53 tahun), terdiri dari 55 (57.3%) wan ita. Sebanyak 84 (87.5%) subyek memenuhi kriteria CIND. Rana kognitif yang paling terganggu adalah fungsi eksekutif (77.1%). Sebagai hasil tambahan, didapatkan hubungan bermakna antara gangguan fungsi kognitif dengan tingkat pendidikan (p=O.007; OR:6.69; IK.95% 1.48;34.34). Subyek berusia ~ 60 tahun memiliki kecenderungan terjadi gangguan atensi(p=O.023) dan immediate memory (p=0.039). Subyek dengan durasi OM ~ 5 tahun cenderung memiliki gangguan pada immediate memory (p=O.OO2). Subyek dengan kriteria pengendalian GOP buruk berhubungan bermakna dengan gangguan fungsi eksekutif (p=O.006). Subyek dengan riwayat hipertensi memiliki kecenderungan terjadi gangguan atensi (p=0.OO35). Kesimpulan. Gangguan kognitif umum ditemukan pada penyandang OM tipe 2 terutama gangguan fungsi eksekutif. Pasien OM tipe 2 dengan tingkat pendidikan rendah mempunyai kecenderungan memiliki gangguan fungsi kognitif (CINO). Faktor usia lanjut, lama OM, pengendalian GOP dan hipertensi berhubungan dengan gangguan pada rana kognitif spesifik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58483
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiyar Annerangi
"Ansietas dan depresi antenatal merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sering kali luput dari perhatian. Penelitan ini dilakukan karena mengingat dampak yang ditimbulkan oleh ansietas dan depresi antenatal baik bagi ibu maupun janinnya dan belum adanya penelitian mengenai prevalensi dan determinan ansietas dan depresi antenatal di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan determinan ansietas dan depresi antenatal di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun 2013. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional yang dilakukan pada bulan Maret-April 2013.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi ansietas antenatal sebesar 56,5% dan prevalensi depresi antenatal sebesar 14,8%. Yang menjadi faktor risiko terhadap ansietas antenatal yaitu memilki ≥2 keluhan selama masa kehamilannya. Sedangkan yang menjadi faktor risiko terhadap depresi antenatal adalah primigravida dan ansietas antenatal. Yang merupakan faktor protektif terhadap depresi antenatal adalah jumlah anak ≥1 dan dukungan sosial rendah namun hanya berlaku dalam studi ini.
Kesimpulannya, prevalensi ansietas dan depresi antenatal adalah tinggi dan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor oleh karena itu perlu dilakukan penyuluhan menganai dampak, faktor risiko dan upaya pencegahannya.

Antenatal anxiety and depression is one of public health problems that we do not often realize. That has impact on fetus and maternal. Research on prevalence and determine of antenatal anxiety and depression has not been done in Pasar Minggu Primary Health Care in 2013.
The purpose of this research is to know prevalence and determine of antenatal anxiety and depression in Pasar Minggu Primary Health Care in 2013. The research design used was cross-sectional from March-April 2013.
The research shows prevalence of antenatal anxiety is 56,5% whereas prevalence of antenatal depression is 14,8%. Risk factor of antenatal anxiety is ≥2 complain in pregnancy period. Whereas risk factor of antenatal depression is primigravid and antenatal anxiety. Protector factor of antenatal depression is number of children live ≥1 child and lower social support but it just for this study.
In conclusion, prevalence antenatal anxiety and depression is higher and have several risk factor. Because of that so given education about impact, risk factor and prevention of antenatal anxiety and depression.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S53325
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asti Shafira
"Hiperkolesterolemia merupakan salah satu prediktor kuat berbagai penyait jantung yang merupakan penyebab utama kematian di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan berbagai faktor yang berkaitan dengan kejadian hiperkolesterolemia pada penderita diabetes melitus di Puskesmas Pasar Minggu pada tahun 2018. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan jumlah sampel sebesar 126 responden menggunakan consecutive sampling. Variabel penelitian yang diteliti adalah kejadian hiperkolesterolemia, jenis kelamin, lama menderita diabetes melitus, riwayat DM keluarga, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, tingkat stress, persen lemak tubuh dan asupan lemak. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi kejadian hiperkolesterolemia pada penderita DM adalah 56,3% dengan 37,1% pada pria dan 63,7% pada wanita. Dari seluruh variabel independent yang diteliti, perbedaan yang bermakna dengan hasil uji chi square terdapat pada variabel jenis kelamin (OR = 2,947; CI = 1,326-6,672), riwayat keluarga (OR = 0,443; CI = 0,209-0,895) dan kebiasaan merokok (OR = 1,233; CI = 0,990-11,898). Sementara itu, tidak terdapat perbedaan bermakna kejadian hiperkolesterolemia berdasarkan lama menderita DM, aktivitas fisik, tingkat stress, antropometri dan asupan lemak karena p > 0,05. Untuk menyimpukan, terdapat perbedaan yang signifikan pada jenis kelamin, riwayat DM keluarga dan kebiasaan merokok dengan kejadian hiperkolesterolemia, dengan peningkatan risiko hiperkolesterolemia sejalan dengan jenis kelamin perempuan, adanya riwayat DM keluarga dan kebiasaan aktif merokok

Hypercholesterolemia is the leading predictor of various cardiac disease (CVD) which is the leading cause of death in the world. This study aims to determine whether there are any differences the incidence of hypercholesterolemia based on factors related to it in people with diabetes mellitus at Pasar Minggu Primary Health Care in 2018. This study used a cross-sectional method with a sample size of 126 respondents using consecutive sampling. Research variables studied were incidence of hypercholesterolemia, sex, duration of diabetes mellitus, family history of diabetes mellitus, smoking habit, physical activity, stress level, body fat percentage and fat intake. The results of this study showed that the prevalence of hypercholesterolemia incidence in DM patients was 56.3% with 37.1% in men and 63.7% in women. Of all independent variables studied, significant differences with statistical analysis were in sex (OR = 2.947, p = 0.009), family history (OR = 0.443, p = 0.018) and smoking habits (OR = 1,233; p = 0.038). Meanwhile, there was no significant the incidence of hypercholesterolemia differences based on duration of diabetes mellitus, physical activity, stress level, anthropometry and fat intake due to p > 0.05. To conclude, there were significant differences in sex, family history of diabetes mellitus and smoking habits with hypercholesterolaemia incidence, with an increased risk of hypercholesterolemia in line with female sex, family history of DM and active smoking habits."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abu Rachman
"Obat antidiabetes yang paling banyak diresepkan di Puskesmas Indonesia adalah metformin atau kombinasi metformin dan sulfonilurea. Studi tentang metformin telah menunjukkan berbagai dampak penurunan kognitif pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, sedangkan sulfonilurea telah terbukti mengurangi dampak ini. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dampak metformin dan metformin-sulfonilurea pada fungsi kognitif dan menentukan faktor apa yang mempengaruhinya. Studi potong lintang ini dilakukan di Puskesmas Pasar Minggu dengan melibatkan 142 pasien diabetes melitus tipe 2 yang mengonsumsi metformin atau metformin-sulfonilurea selama >6 bulan dan usia >36 tahun. Fungsi kognitif dinilai menggunakan kuesioner Montreal Cognitive Assessment versi bahasa Indonesia. Efek dari metformin dan metformin-sulfonylurea pada penurunan kognitif tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, bahkan setelah mengontrol kovariat (aOR = 1,096; 95% CI =  13.008px;">0,523–2,297; nilai-p = 0,808). Analisis multivariat menunjukkan usia (OR = 4,131; 95% CI = 1,271–13,428; nilai-p = 0,018) dan pendidikan (OR = 2,746; 95% CI = 1.196–6.305; nilai-p = 0,017) mempengaruhi fungsi kognitif. Pendidikan yang lebih rendah dan usia yang lebih tua cenderung menyebabkan penurunan kognitif, tenaga kesehatan didorong untuk bekerja sama dengan ahli kesehatan masyarakat untuk mengatasi faktor risiko fungsi kognitif ini.

The most prescribed antidiabetic drugs in Indonesian primary health care are metformin or a combination of metformin and sulfonylurea. Studies on metformin have shown various impacts on cognitive decline in patients with type 2 diabetes mellitus, whereas sulfonylurea has been shown to reduce this impact. This study aimed to compare the impacts of metformin and metformin-sulfonylurea on cognitive function and determine what factors affected it. This crosssectional study was conducted at Pasar Minggu Primary Health Care involving 142 type 2 diabetes mellitus patients taking metformin or metformin-sulfonylurea for >6 months and aged >36 years. Cognitive function was assessed using the validated Montreal Cognitive Assessment Indonesian version. The effects of metformin and metformin-sulfonylurea on cognitive decline showed no significant difference, even after controlling for covariates (aOR = 1.096; 95% CI = 0.523–2.297; p-value = 0.808). Multivariate analysis showed age (OR = 4.131; 95% CI = 1.271–13.428; p-value = 0.018) and education (OR = 2.746; 95% CI = 1.196–6.305; p-value = 0.017) affected cognitive function. Since a lower education and older age are likely to cause cognitive decline, health professionals are encouraged to work with public health experts to address these risk factors for cognitive function."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Youvita Indamaika
"Tingkat kepatuhan diet di Indonesia rata-rata masih rendah. Diet dalam menjaga makanan seringkali menjadi kendala karena masih tergoda dengan segala makanan yang dapat memperburuk kesehatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan disain cross-sectional. Sampel yang diteliti adalah seluruh penderita diabetes melitus tipe 2 dengan rentang usia 25-65 tahun yang sedang rawat jalan, sampel diambil dengan metode non-random sampling dengan teknik purposive sampling sebanyak 130 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran antropometri, pengisian kuesioner, form food recall 1x24 jam dan semiquantitative food frequency questionnaire (SFFQ).
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 13,8% responden yang patuh diet. Hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan diet diabetes melitus tipe 2 dengan jenis kelamin (p=0,008) dan lama menderita (p=0,044). Hasil uji regresi logistik menunjukkan lama menderita merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kepatuhan diet diabetes melitus tipe 2. Penderita diabetes melitus diharapkan untuk memperhatikan pola makan yang dianjurkan dan melaksanakannya dengan baik, mampu secara aktif untuk meningkatkan pengetahuannya terkait penyakit diabetes melitus dan faktor-faktor terkait lainnya dan tetap mempertahankan pola makan yang sudah dijalankan bagi yang sudah lama menderita diabetes melitus tipe 2.

The level of dietary adherence in Indonesia is still low. Diet in maintaining food is often become an obstacles because the patient is still tempted by all food that can worsen their health. The purpose of this study is to determine the factors that associated with dietary adherence in type 2 diabetes mellitus patients. This study was using a cross-sectional design. The samples studied were all type 2 diabetes mellitus type 2 with the age range 25-65 years was outpatient, samples were taken with non-random sampling method with purposive sampling of 130 people. Data were collected through anthropometric measurements, filling-out questionnaires, 1x24 hour food recall and dan (semiquantitative food frequency questionnaire) SFFQ form.
The results showed 13.8% of respondents were diet-compliant. There were significant relationship between gender (p=0.008) and length of suffering (p=0.044) with between dietary adherence. The result of logistic regression test showed that the duration of suffering is the dominant factor associated with dietary adherence in type 2 diabetes mellitus patients. Type 2 diabetes mellitus patients were expected to pay attention to the diet recommended and carry it out well, to actively to improve the knowledge related to the disease diabetes mellitus and related to the other factors and still preserve diet that has been run for who has long been suffering from type 2 diabetes mellitus.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52016
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Anindita Primandari
"Latar belakang: Gangguan fungsi kognitif merupakan salah satu defisit neurologis kedua tersering setelah sakit kepala pada tumor intrakranial. Gangguan fungsi kognitif yang paling sering terjadi pada tumor otak adalah gangguan fungsi eksekutif. Penilaian fungsi kognitif sebelum dilakukan operasi maupun radioterapi penting sebagai data dasar klinis pasien.
Tujuan: Mendapatkan informasi mengenai penilaian fungsi kognitif sebelum dilakukan operasi maupun radioterapi sebagai data dasar klinis pasien.
Metode: Disain penelitian ialah survei potong lintang dengan pengambilan sampel secara konsekutif. Data diperoleh dari Divisi Fungsi Luhur Poliklinik saraf dan Departemen Rekam Medis RSUPN Cipto Mangunkusumo periode Januari 2009-Maret 2016. Subjek penelitian berusia 18-65 tahun dan telah terdiagnosis tumor otak, memiliki hasil histopatologi, serta telah menjalani pemeriksaan fungsi luhur preoperatif.
Hasil: Terdapat 77 subjek penelitian dengan proporsi subjek laki-laki (50,6%) dan perempuan (49,4%) hampir sama, terbanyak berusia 40 tahun ke atas (67,5%), serta berpendidikan terutama 12 tahun ke atas (61%). Glioma (46,7%) dan meningioma (63,2%) merupakan dua tumor otak primer terbanyak, sedangkan paru (34,4%) dan payudara (18,8%) adalah asal metastasis otak terbanyak. Hampir semua subjek mengalami gangguan fungsi kognitif (96,1%), terutama ranah jamak (93,2%). Ranah memori dan fungsi eksekutif merupakan dua ranah yang paling sering terganggu. Proporsinya semua metastasis dan 80% tumor otak primer mengalami gangguan memori. Sebesar 77,5% tumor primer dan 89,7% metastasis otak mengalami gangguan fungsi eksekutif.
Kesimpulan: Hampir semua fungsi kognitif pada tumor otak primer dan metastasis terganggu, tetapi gangguan pada metastasis otak lebih berat. Ranah jamak merupakan ranah yang paling banyak terganggu, terutama memori dan fungsi eksekutif.

Aim: To obtain information about cognitive assessment before surgery and radiotherapy.
Methods: This study was a cross-sectional retrospective study using consecutive sampling. Data obtained from neurobehavior division of Neurology Clinic and Medical Record Department of Cipto Mangunkusumo Hospital started at January 2009 to April 2016. Subjects, aged 18 to 65 years old, diagnosed brain tumors, had histopatologic data, and done cognitive exam before surgery.
Results: There were 77 subjects, with no notable difference in gender proportion (50,6% male subjects and 49,4% female subjects). All were aged 40 years old above (67,5%) and had education level not lower than 12 years (61%). Glioma (46,7%) and meningioma (63,2%) are two most common primary brain tumors, whilst lungs (34,4%) and breast (18,8%) are two most major brain metastasis origin. Most subjects had cognitive impairments (96,1%), predominantly multidomain (93,2%). Of all domain, memory and executive function are mostly affected. All metastasis, and 80% primary brain tumor had memory impairment and 77,5% primary brain tumor and 89,7% brain metastasis had executive impairment.
Conclusion: Almost all cognitive domain impaired in brain tumors, particularly in brain metastasis. It suggested that multiple cognitive domain impairment were majorly impaired, with memory and executive function as the most common domain.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indana Ayu Soraya
"Sejumlah penelitian telah mengaitkan penurunan fungsi kognitif dengan kepatuhan minum obat. Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) merupakan salah satu faktor resiko dari penurunan fungsi kognitif yang jarang disadari pasien. Oleh karena itu, penulis mencoba menilai pengaruh penurunan fungsi kognitif terhadap kepatuhan minum obat pada pasien DMT2. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang yang dilakukan di Puskesmas Pasar Minggu Jakarta. Fungsi kognitif dinilai dengan kuesioner Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia (MoCA-Ina) yang telah divalidasi. Penilaian kepatuhan dilakukan menggunakan kuesioner Adherence to Refills and Medications Scale (ARMS) versi bahasa Indonesia yang tervalidasi dan Pharmacy refill adherence yaitu dengan menghitung Proportion of Days Covered (PDC). Pasien dikatakan patuh jika skor ARMS <12 dan hasil perhitungan PDC ≥80%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan fungsi kognitif berhubungan dengan kepatuhan minum obat yang buruk (p=0,005). Berdasarkan analisis multivariat, pasien dengan fungsi kognitif menurun 3,7 kali menyebabkan ketidakpatuhan minum obat dibanding pasien dengan fungsi kognitif normal setelah dikontrol variabel usia, tingkat pendidikan, kadar HbA1c, dan komorbid dislipidemia.

Several studies have linked cognitive decline with lack of adherence to medication. Type 2 Diabetes mellitus (T2DM) is one of the risk factors for cognitive decline that patients are rarely aware of. Therefore, the aim of this study is to assess the effect of decreased cognitive function on medication adherence in T2DM patients. The study uses a cross-sectional design and was conducted at the Pasar Minggu Primary Health Center, Jakarta, Indonesia. Cognitive function was assessed using a validated Indonesian version of the Montreal Cognitive Assessment (MoCA-Ina) questionnaire. Adherence assessment was made using a validated Indonesian version of the Adherence to Refills and Medications Scale (ARMS) questionnaire and the proportion of days covered (PDC). A patient was considered to be adhere if the ARMS score was <12 and the PDC calculation result was ≥80%. The results of this study showed that cognitive decline was associated with poor medication adherence (p=0.005). Based on multivariate analysis, patients with cognitive decline had 3.7 times greater nonadherence to medication than patients with normal cognitive function after controlling for variables of age, education level, HbA1c levels, and comorbid dyslipidemia."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>