Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161291 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heru Pranoto
"Penelitian tentang penggunaan senjata api oleh anggota reserse dalam penangkapan terhadap pelaku kejahatan dengan kekerasan, menempatkan gejala-gejala pada pengambilan keputusan akibat dari adanya interaksi sosial, sehingga yang menjadi unsur penelitian Serta analisis ini adalah interaksi. Adapun model analisis yang digunakan adalah rnenggunakan pendekatan teori interaksi simbolis menurut Herbert Blumer dengan mempadankan pada analisis yang digunakan oieh David F. Luckenbill tentang interaksi sosial antara pelaku dengan korban yang berakhir dengan pembunuhan. Alasannya adalah proses pentahapan dalam interaksi ini dapat mengoperasionalkan teori interaksi simbolis menurut Herber Blumer, serta cukup relevan untuk melihat gejala-gejala penggunaan senjata api oleh anggota reserse (walaupun tidak sama persis).
Metodologi penelitian yang dipergunakan adalah dengan metode kualitatif, Tehnik pengumpulan data dengan wawancara dan pengamatan terhadap obyek dan subyek penelitian. Peneliti mengumpulkan informasi dari para pelaku (polisi yang bertugas melakukan penangkapan) tentang peristiwa yang telah dan sedang terjadi. Informasi yang dikumpulkan melaiui tehnik wawancara lebih difokuskan pada peristiwa yang terjadi Selama penelitian.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan senjata api oleh anggota reserse sebagai suatu bentuk keputusan yang dipengaruhi oleh proses pemaknaan ketika terjadi interaksi. Proses pemaknaan mengarah pada pemberian label yang memberikan valensi negatif terhadap pelaku kejahatan, sehingga sikap dan perilaku anggota reserse yang ditugaskan melakukan penangkapan akan memiliki rencana tindak yang telah dipersiapkan dan diputuskan sebelumnya, sehingga penggunaan senjata api terhadap pelaku kejahatan pada saat penangkapan terdapat penyimpangan dalam peiaksanaannya. Diiihat dari proses pentahapan interaksi antara polisi dengan pelaku kejahatan dengan menganalogkan proses interaksi antafa pelaku dengan korban yang berakhir dengan pembunuhan (David F. Luokenbill) terdapat beberapa persamaan (walaupun tidak sama persis) dengan interaksi polisi dengan penjahat ketika penangkapan. Perbedaan terletak adanya tahap awal sebelum tahap pertama interaksi awal dimulai. Tahap initah justru yang paling menentukan tindakan anggota polisi pada saat proses penangkapan (memasuki tahap selanjutnya). Disamping ilu pada tahap terakhir akan sangat berbeda tindakan polisi ketika meiihat penjahat telah roboh diterjang senjata api, dengan tindakan pelaku kejahatan terhadap korbannya. Tindakan polisi lebih mencari upaya pembenaran secara hukum atas tindakannya.
Kesimpulan penelitian adalah terdapat penyimpangan dalam penggunaan senjata api oleh anggota resérsle dalam penangkapan terhadap pelaku kejahatan dengan kekerasan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T 5811
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atin Sri Pujiastuti
"Penelitian ini berfokus pada Pertimbangan dan Keputusan yang mendasari penggunaan senjata api pada proses penangkapan oleh anggota reserse Polri, disini penulis mendeskripsikan pertimbanganpertimbangan yang mendasari penggunaan senjata api anggota reserse dalam proses penangkapan dan bentukbentuk keputusan yang mendasarinya. Peneliti berusaha mencari tahu pertimbanganpertimbangan apa saja yang mendasari anggota Reserse pada proses penangkapan menggunakan senjata api dan bagaimana bentukbentuk keputusan yang kemudian akan diambil berdasarkan pertimbanganpertimbangan tersebut.
Hasil penelitian menggambarkan adanya 3 faktor yang menjadi dasar pertimbangan dan keputusan anggota reserse menggunakan senjata api pada proses penangkapan. Pertama, Situasional di lapangan. Pertimbangan situasional di lapangan meliputi 6 faktor pendorong yaitu Keadaan terdesak, Respon Pelaku, Situasi Ramai/Sepi, Kerugian yang akan ditimbulkan, Kondisi Geografis Lokasi dan Primavasi. Kedua, Karakter Pelaku merupakan informasi atau data yang diperoleh anggota reserse mengenai pelaku kejahatan yang akan ditangkap, meliputi recidivist, Status sosial pelaku di masyarakat, Jumlah pelaku dan Kasus kejahatan. Ketiga, Aturan. Beberapa anggota reserse umumnya menggunakan aturan formal sebagai pertimbangan dan keputusan untuk menggunakan senpi, hanya dilakukan pada kondisi tertentu yang cukup ideal sesuai dengan protap yang berlaku. Selebihnya anggota menggunakan aturan informal dalam mempermudah pelaksaanan tugasnya di lapangan.
Bentuk-bentuk keputusan yang didasari pertimbanganpertimbangan tersebut diatas yang dapat dikelompokkan kedalam 2 keputusan utama adalah Pertama, melawan pelaku tanpa mengunakan senpi yaitu melawan pelaku kejahatan dengan menggunakan ilmu bela diri dan memancing pelaku keluar dari keramaian/rumah/kampungya. Kedua, menggunakan senpi saat melakukan penangkapan. Yaitu melakukan unsur dadakan (tidak perlu tembakan peringatan, tidak perlu adanya pengumuman polisi), melakukan tembakan melumpuhkan, memberikan shock terapi, melakukan tembakan mematikan, memberikan "bintang" pada pelaku kejahatan/ "dibolongin", melakukan 810 dan melakukan tembakan peringatan keatas.

The focus of this research is consideration and decision that underlie the police officers to use they weapon once upon arrest process, Right here the writer describe the considerations of the police officers to use they weapon once upon arrest process and the decisions that underlie to do. Researcher try to find the considerations that underlie the police officers to use they weapon once upon arrest process and how is the types of decision that enforceable by virtue of considerations.
The Result of this research describe 3 factors that underlie the considerations and the decisions of police officer to use they weapon once upon arrest process. First, Situational arrest process as consideration comprises 6 booster factors that is Reccesive condition, Response of the criminals, The Situation was Crowded or desolate, The advantage that will be obtained as consequence, Geographic located Condition and Primavasi. Second, Criminals character is information or data that hardearned of the police officers about criminals that will be arrested, comprises recidivist, Social status of the criminals in society, Criminals total and Crime cases. Third, Rules. Generally, some of police officers use the formal rules as consideration and decision to use they weapon, but it will be enforceable when the arrest process is ideal condition. Elsewhere, the police officers when do arrested they use the informal rules to make it easier.
Decisions that underlie the considerations of police officer devided into two (2) main decision that is First, agin the offender without use they weapon that is agin the offender with karate (selfdefence) and lure the offender exit from the crowded situation or his/her house/hideaway. Second, use they weapon when do arrested. Suddenly, must not doing take a shoot; have no need gave announcement from the police officer; doing 810 and take a spaceshot."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Adhie Rizaldy
"Perkawinan atau pernikahan adalah fitrah manusia. Kehadiran seorang anak dalam sebuah perkawinan merupakan naluri insani setiap suami istri dan secara fitrah anak merupakan amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban kepada Allah SWT. Oleh sebab itulah, orangtua sama-sama berkeinginan keras untuk dapat lebih dekat dengan anaknya agar dapat membimbing langsung dan mendidiknya menjadi anak yang sholeh dan sholehah dan agar kelak jika anaknya telah dewasa dapat tercapai apa yang orangtuanya cita-citakan. Anak-anak juga ingin dekat dengan orangtuanya karena selalu ingin dilindungi dan diberikan kasih sayang. Hal tersebut tidak akan terwujud jika terjadi perceraian di antara orangtuanya. Salah satu akibat hukum terjadinya perceraian adalah masalah pemeliharaan anak (hadhanah).
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk mencari data sekunder dengan melakukan studi dokumen dan wawancara. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah aturan-aturan dalam Al-Qur?an, Hadist dan KHI dalam menetapkan hak hadhanah bagi anak yang orangtuanya yang bercerai, pertimbangan hukum majelis hakim Pengadilan Agama menetapkan ayah sebagai pemegang hak hadhanah terhadap anak-anaknya yang belum mumayyiz dalam putusan perceraian orangtuanya yaitu putusan No No 883/Pdt.G/2005/PAJS, Putusan No 399/Pdt.G/2006/PAJS, Putusan No 1185/Pdt.G/2006/PAJS dan pelaksanaan penetapan hak hadhanah.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ternyata Pasal 105 (1) KHI yang menetapkan ibu sebagai pemegang hak hadhanah terhadap anak-anaknya yang belum mumayyiz atau belum berusia dua belas tahun ini tidak bersifat imperatif. Ibu memang diprioritaskan sebagai pemegang hak hadhanah, namun majelis hakim Pengadilan Agama dapat memberikan kewajiban hadhanah kepada ayah dalam hal ibu tidak memenuhi syaratsyarat sebagai pemegang hak hadhanah. Hal utama yang menjadi pertimbangan majelis hakim dalam menetapkan hak hadhanah berdasarkan kemaslahatan atau kepentingan anak dan bukan kepentingan ayah atau ibunya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S22115
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjuk Basuki
"ABSTRAK
Tesis ini mengkaji masalah interaksi dan perlakuan petugas penyidik terhadap tersangka pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas penyidik (Polri) pada satuan reserse Polwiltabes Surabaya, khususnya yang dilakukan oleh petugas penyidik yang tergabung dalam unit kejahatan kekerasan.
Kajian dalam tesis ini mencoba mengangkat dua hal pokok, yaitu tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses interaksi dan perlakuan petugas penyidik terhadap tersangka pelaku tindak pidana khususnya dalam proses pemeriksaan, sehingga berpengaruh terhadap pelaksanaan proses pemeriksaan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah
Pertama, adanya faktor-faktor yang mernpengaruhi secara positif terhadap interaksi dan perlakuan yang dilakukan oleh petugas penyidik, sehingga proses pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar. Adapun faktor-faktor tersebut ialah : 1) Adanya kesamaan nilai, tekad dan semangat dari setiap petugas penyidik untuk dapat memberantas setiap pelaku tindak pidana, khususnya terhadap tindak pidana pencurian dengan kekerasan serta adanya motivasi dan kesamaan pandang tentang pentingnya arti keamanan dan ketertiban. ( 2 -) Adanya sikap disiplin, kepatuhan dan tanggung jawab dari setiap petugas penyidik unit kejahatan kekerasan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Kedua faktor tersebut menjadi pendorong bagi petugas penyidik untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, dalam arti bahwa petugas penyidik dapat melakukan proses pemeriksaan sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar.
Kedua, Adanya faktor-faktor yang secara negatif berpengaruh terhadap penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh petugas penyidik, sehingga akan mempengaruhi pula terhadap proses interaksi dan perlakuan petugas penyidik dalam proses pemeriksaan yang dilakukan, akibatnya proses pemeriksaan yang dilakukan tidak sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar. Adapun faktor-faktor tersebut adalah :
(1) Kurangnya pemahaman dan penguasaan terhadap tehnik dan metode pemeriksaan yang dimiliki oleh petugas penyidik;
(2) Rendahnya derajad kepekaan ( sensitivitas ) petugas penyidik dan
(3) Adanya dampak negatif dari struktur organisasi satuan reserse yang ada saat ini.
Kurangnya pemahaman dan penguasaan terhadap tehnik dan metode pemeriksaan yang dimiliki oleh petugas penyidik. Di dalam melaksanakan pemeriksaan, tehnik dan metode pemeriksaan merupakan sarana bagi petugas penyidik untuk dapat melakukan hubungan dan komunikasi dengan tersangka pelaku tindak pidana yang sedang diperiksa. Dengan tidak dikuasainya tehnik dan metode pemeriksaan dengan baik, maka proses pemeriksaan yang dilakukan akan menjurus kepada pemeriksaan yang hanya mendasarkan kepada kesewenang-wenangan atau pemeriksaan yang berdasarkan kepada kekuasaan petugas belaka. Oleh karena itu, untuk dapat mewujudkan pemeriksaan yang baik dan benar, maka perlu meningkatkan pemahaman dan penguasaan terhadap tehnik dan metode pemeriksaan yang dimiiiki oleh petugas penyidik dengan memberi kesempatan kepada mereka ( petugas penyidik ) yang belum mengikuti pendidikan kejuruan reserse untuk mengikuti pendidikan kejuruan atau melakukan sosialisasi secara intensif dan berkesinambungan tentang peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pelaksanaan tugasnya.
Rendahnya derajad kepekaan ( sensitivitas) dari petugas penyidik. Apabila petugas penyidik tidak lagi memiliki kepekaan terhadap perubahan sikap masyarakatnya maupun terhadap penggunaan kekerasan yang dilakukan dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap tersangka pelaku tindak pidana yang diperiksa, maka dalam melaksanakan proses pemeriksaan tersebut mereka akan cenderung untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan atau penyalahgunaan terhadap kewenangan atau kekuasaan yang mereka miliki. Penyimpangan atau penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat berupa kekerasan fisik, ancaman kekerasan, sehingga membuat tersangka merasa takut atau bahkan penyimpangan atau penyalahgunaan terhadap pelanggaran hak-hak azasi tersangka. Akibatnya proses pemeriksaan yang mereka lakukan disamping tidak profesional, juga tidak akan sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar, karena keterangan, pengakuan atau kejelasan tentang terjadinya tindak pidana yang didapat petugas pemeriksa dari tersangka ( yang diperiksa ) tersebut adalah keterangan atau pengakuan yang terpaksa diberikan, sehingga tidak dapat dijamin kebenarannya.
Adanya dampak negatif dari struktur organisasi satuan reserse yang ada saat ini. Organisasi adalah merupakan wadah atau tempat untuk meyelenggarakan berbagai kegiatan dengan penggambaran yang jelas tentang herarkhi kedudukan, jabatan serta saluran wewenang dan pertanggungan jawab. Akan tetapi didalam struktur organisasi satserse Polwiltabes yang ada saat ini justru memiliki dua unit yang mempunyai kegiatan yang nyaris hampir sama, akibatnya keberadaan dua unit tersebut mendorong timbulnya rasa kecewa atau mendorong terjadinya konflik-konflik diantara anggotanya. Dengan timbulnya konflik-konflik dan rasa kecewa diantara para petugas penyidik tersebut, maka akan mendorong pula dilakukannya penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan yang mereka ( petugas penyidik ) dimiliki. Dengan demikian, maka struktur organisasi satserse yang ada saat ini justru merupakan penghambat terlaksananya proses pemeriksaan yang sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Balelang, Samuel
"Penggunaan senjata api oleh Fold tidak terlepas dari ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang wewenang, tata Cara dan pertanggung jawabannya. Adanya ketidak jelasan dan ketidak pastian dalam penggunaan dapat mendorong terjadinya penyalahgunaan wewenang dalam menggunakan senjata api. Di mana secara berlanjut kondisi tersebut sangat memungkinkan masyarakat karena hak asasinya dilanggar, demikian pula bagi Polri citranya akan terus memburuk dimata masyarakat.
Adapun rumusan masalah penelitian adalah bentuk-bentuk penggunaan senjata api yang cenderung untuk di simpangkan sehingga menjadi penyimpangan kepolisian (abuse of power). Bagaimana terjadinya penyimpangan maka berkaitan erat dengan perilaku pembentukan anggota dalam melaksanakan tugas baik yang bersumber dari dalam diri (Kondisi Psikologis) ataupun lingkungan sosial (Social Interaction) yang turut membentuk dan mempengaruhi anggota berperilaku.
Adapun metodologi yang digunakan dalam melakukan penelitian di Unit Resmob Polda Metro Jaya adalah penelitian yang berifat kualitatif, yang didasarkan oleh pemikiran bahwa untuk dapat, melihat perilaku dapat juga dilakukan pemahaman-pemahaman terhadap kehidupan sosial. Sedangkan untuk menganalisis hasil penelitian tentang adanya kecenderungan penyimpangan kepolisian. Teori yang digunakan adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Klitgard.
Dari serangkaian penelitian yang dilakukan ditemukan fakta yang melatar betakangi motivasi, pertimbangan-pertimbangan dan pertanggung jawaban yang telah membentuk kondisi psikologis dimana kondisi psikologis ini berinteraksi dengan lingkungan sosial maka terbentuklah perilaku sosial dalam pelaksanaan tugas anggota Unit Resmob Polda Metro Jaya. Terutama dalam penggunaan senjata api yang cenderung untuk disimpangkan.
Sesuai dengan permasalahan bahwa perilaku yang dibahas adalah perilaku yang menyimpang atau penyimpangan kepolisian. Maka, penyimpangan yang ada pada Unit Resmob tentang penggunaan senjata api yaitu karena adanya penggunaan power yang berlebih penerapan diskresi serta tidak adanya pertanggungjawaban secara jelas dan pasti dalam operasionalisasi penggunaan senjata api pada pelaksanaan tugas.
Penggunaan senjata api dan kekerasan adalah bukan satu-satunya cara dalam rangka penegakan hukum jadi upaya penegakan hukum yang mengedepankan kekerasan dengan menggunakan senjata api oleh Polri harus dapat dirubah."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T10654
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Pitoyo
"ABSTRAK
Bangsa Indonesia merupakan anggota PBB, dengan demikian bangsa
Indonesia memiliki komitmen untuk menghormati dan menegakkan hak asasi
manusia.Setiap komitmen yang dimiliki bangsa Indonesia harus dilaksanakan oleh
instansi penegak hukumnya, sehingga ini merupakan kewajiban anggota Polri untuk
menegakkan dan menghormati hak asasi manusia dan untuk bekeija sama dalam
menegakkan hak asasi manusia. Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa masih
terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh anggota Polri.
Tujuan dilakukanya penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap yang
dimiliki oleh anggota Reserse Polri, terhadap hak asasi manusia tersangka tindak
pidana pencurian dengan kekerasan.
Penelitian ini dilakukan pada anggota Reserse bagian Reserse umum, yang
merupakan salah satu fungsi teknis dari Reserse yang menangani kasus pencurian
dengan kekerasan. Subyek pada penelitian ini beijumlah 100 orang, yang diambil
secara purposive sampling di Direktorat Reserse Polda Metro Jaya. Pengumpulan
data mengenai sikap ini dilakukan dengan menggunakan skala sikap teknik Likert.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis mean.
Hasil pengolahan data dan analisis hasil yang dilakukan, diperoleh
kesimpulan bahwa sikap anggota Reserse terhadap hak asasi manusia tersangka
tindak pidana pencurian dengan kekerasan adalah unfavorable, artinya anggota
Reserse mempunyai kecenderungan tidak menyukai, menentang dan tidak
sependapat terhadap hak asasi manusia tersangka tindak pidana pencurian dengan
kekerasan. Sikap yang unfavorable dari anggota Reserse ini dibentuk oleh proses
belajar dari pengalaman-pengalaman yang dilalui dalam menangani kasus. Selain itu
juga terbentuk karena ketiga komponen sikapnya yang negatif terhadap HAM.
Sikap yang unfavorable dari anggota Reserse terhadap hak asasi manusia
tersangka tindak pidana pencurian dengan kekerasan ini harus dirubah menjadi
sikap yang favorable. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan materi tentang
hak asasi manusia pada lembaga pendidikan Polri, selain itu perlu adanya kebijaksanaan dari kapolri, yaitu berupa tindakan tegas bagi anggota yang
melanggar. Pada penelitian ini hanya menggunakan metode kuantitatif, yaitu dengan
skala sikap. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, sebaiknya ditambah dengan
metode kualitatif, yaitu dengan wawancara."
2003
S3238
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogie Sayaga Prawira
"ABSTRAK<>br>
Pada praktik pekerjaan kepolisian, khususnya pada saat menangani tindak kejahatan, seringkali terjadi tindakan kekerasan seperti kekerasan fisik, dalam konteks ini pada saat menggunakan senjata api. Seorang polisi yang melakukan kekerasan termasuk didalamnya pada saat menggunakan senjata api yang tidak sesuai dengan aturan dapat tergolong sebagai penyimpangan. Tugas karya akhir ini melihat bagaimana bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh polisi dalam hal penggunaan senjata api ketika menangani tindak pencurian dengan kekerasan. Penulis menggunakan teori pilihan rasional untuk menjelaskan penyimpangan tersebut dengan analisis deskriptif, data kepolisian antara tahun 2014 hingga 2016, dan data laporan magang. Karya akhir ini menemukan hasil bahwa penyimpangan penggunaan senjata api masih terjadi dan diakui oleh salah satu anggota polisi yang melakukannya.

ABSTRACT<>br>
In police work practices, particularly when dealing with crimes, there are often violent acts such as physical violence, in this context when using firearms. A police officer who commits violence is included when using firearms that do not comply with the rules can be classified as a police deviance. This final paperwork looks at how a form of deviance committed by the police in the use of firearms when handling the act of theft by force. The author uses rational choice theory to explain the aberrations by descriptive analysis, police data between 2014 to 2016, and internship report data. This final work found the result that irregularities in the use of firearms are still occurring and are recognized by one of the police members doing so. "
2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yogie Sayaga Prawira
"ABSTRAK<>br>
Pada praktik pekerjaan kepolisian, khususnya pada saat menangani tindak kejahatan, seringkali terjadi tindakan kekerasan seperti kekerasan fisik, dalam konteks ini pada saat menggunakan senjata api. Seorang polisi yang melakukan kekerasan termasuk didalamnya pada saat menggunakan senjata api yang tidak sesuai dengan aturan dapat tergolong sebagai penyimpangan. Tugas karya akhir ini melihat bagaimana bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh polisi dalam hal penggunaan senjata api ketika menangani tindak pencurian dengan kekerasan. Penulis menggunakan teori pilihan rasional untuk menjelaskan penyimpangan tersebut dengan analisis deskriptif, data kepolisian antara tahun 2014 hingga 2016, dan data laporan magang. Karya akhir ini menemukan hasil bahwa penyimpangan penggunaan senjata api masih terjadi dan diakui oleh salah satu anggota polisi yang melakukannya.Pada praktik pekerjaan kepolisian, khususnya pada saat menangani tindak kejahatan, seringkali terjadi tindakan kekerasan seperti kekerasan fisik, dalam konteks ini pada saat menggunakan senjata api. Seorang polisi yang melakukan kekerasan termasuk didalamnya pada saat menggunakan senjata api yang tidak sesuai dengan aturan dapat tergolong sebagai penyimpangan. Tugas karya akhir ini melihat bagaimana bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh polisi dalam hal penggunaan senjata api ketika menangani tindak pencurian dengan kekerasan. Penulis menggunakan teori pilihan rasional untuk menjelaskan penyimpangan tersebut dengan analisis deskriptif, data kepolisian antara tahun 2014 hingga 2016, dan data laporan magang. Karya akhir ini menemukan hasil bahwa penyimpangan penggunaan senjata api masih terjadi dan diakui oleh salah satu anggota polisi yang melakukannya.

ABSTRACT<>br>
In police work practices, particularly when dealing with crimes, there are often violent acts such as physical violence, in this context when using firearms. A police officer who commits violence is included when using firearms that do not comply with the rules can be classified as a police deviance. This final paperwork looks at how a form of deviance committed by the police in the use of firearms when handling the act of theft by force. The author uses rational choice theory to explain the aberrations by descriptive analysis, police data between 2014 to 2016, and internship report data. This final work found the result that irregularities in the use of firearms are still occurring and are recognized by one of the police members doing so. "
2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S6315
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>