Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98441 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Halimah Sa`diyah
"Trend perkawinan poligami sudah semakin meluas dalam masyarakat, namun mengenai harta bersama dalam perkawinan poligami belum ada peraturan yang mengatur secara rinci. Dalam hal ini apakah notaris dapat mengantisipasi dengan membuat akta kesepakatan antara para pihak dalam upaya memberikan perlindungan terhadap hak isteri atas harta bersama dalam perkawinan poligami. Sehubungan dengan itu penelitian dilakukan untuk memperoleh data secara nyata mengenai perlakuan terhadap harta bersama dalam perkawinan poligami, dengan rnenggunakan field research metodh {metode penelitian lapangan secara langsung/pengamatan terlibat), dalam hal ini penulis meneliti masalah yang sedang ditangani atas permintaan klien yang membuat akta dihadapan penulis, sebagal notaris-PPAT yang sedang menjalankan tugas telah ditemukan penyimpangan perlakuan terhadap harta bersama dalam perkawinan poligami, karenanya diperlukan perlindungan antara lain dengan mencantumkan dalam akta perkawinan mereka isteri keberapa dan dari perkawinan yang keberapa masing-masing perkawinan tersebut di langsungkan, dengan cara pencatatan ulang pada akta (akta-akta) perkawinan mereka, bilamana terjadi perkawinan lagi setelah perkawinan yang mendahului. Dalam upaya memberikan perlindungan terhadap hak isteri atas harta bersama dalam perkawinan poligami maka untuk mengetahui siapa yang berwenang bertindak dan hak masing-masing atas harta bersama dalam perkawinan poligami, dalam pelaksanaan pembagiannya apabila terjadi perceraian, haruslah diinventarisir harta bersama yang diperoleh dalam perkawinan mereka berdasarkan waktu perolehannya dan pada masa pernikahan dengan isteri yang keberapa dengan dibuatkan daftar dan dituangkan dalam akta notaris, karena untuk menentukan hak dan kewenangan bertindak terhadap harta bersama dalam perkawinan poligami haruslah dilihat dari saat diperolehnya harta dimaksud dan saat/masa pernikahan dilaksanakan."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T18960
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanthy Prio Utomo
"Seperti diketahui pokok tujuan dari perkawinan adalah bersama-sama hidup pada satu masyarakat dalam suatu ikatan perkawinan. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, bahwa ikatan perkawinan akan membawa akibat pada suami-isteri, yaitu timbulnya hak dan kewajiban suamiisteri, harta benda perkawinan, kedudukkan anak, hak dan kewajiban orang tua terhadap anak.Pada prinsipnya dalam hukum Islam tidak mengenal adanya istilah harta bersama. Harta benda dalam perkawinan bagi suami-isteri merupakan suatu masalah yang pokok. Hal itu karena harta benda mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan keluarga. Harta benda suami-isteri dalam perkawinan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pasal 35, 36, dan 37. Sedangkan menurut hukum Islam, suami dan isteri mempunyai kekayaan masing-masing, misalnya barangbarang yang mereka dapat dari hibah dan warisan. Dalam hal ini kekuasan terhadap barang-barang tersebut tetap berada di pihak yang mempunyai barang-barang tersebut. Mengenai harta kekayaan suami-isteri tidak saling beban membebani, yang artinya dalam hukum Islam harta bawaan masing-masing, tetap menjadi milik dan dibawah kekuasaan masing-masing. Dalam hal kedua belah pihak akan mengadakan penggabungan harta bawaan tersebut, maka penggabungan harta itu diperbolehkan dan sangat dianjurkan. Bentuk penggabungan dan penyatuan harta itu dilakukan dengan syirkah (perkongsian)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ilyas Zaini
"Latar belakang penulisan ini adalah untuk menunjukkan perlunya perlindungan bagi istri dalam menyelesaikan harta bersama yang berkaitan dengan pembagian warisan. Metode yang digunakan adalah studi kepustakaan dan pengamatan. Permasalahannya adalah agar supaya hak-hak istri terhadap harta bersama dalam pembagian warisan dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Satu hal yang ditemui dalam penelitian ini adalah perbedaan peran suami dan istri tidak pada hal yang negatif saja, lebih jauh perbedaan peran tersebut bertujuan untuk memberikan perlindungan dan keamanan (emotional security) terhadap hak istri atas harta bersama. Dalam pengamatan, penulis mendapatkan suatu produk Pengadilan Agama yaitu Akta Pembagian Warisan yang dalam ketetapannya langsung membagi seluruh harta peninggalan pewaris kepada ahli waris tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan dan memperhatikan hak istri atas harta bersama yang diperoleh selama perkawinan. Demikian pula dalam pelaksanaan pembagian harta bersama akibat putusnya perkawinan seringkali pihak istri sebagai pihak yang lemah banyak dirugikan karena pihak suami tidak memberikan haknya sesuai porsinya. lintuk menghindari halhal yang tidak diinginkan seperti. tersebut diatas, disarankan agar istri yang hendak menyelesaikan harta bersamanya meminta bantuan notaris untuk dibuatkan akta pembagian harta bersamanya. Karena dengan dibuatnya akta notaris tersebut hak-haknya dapat terlindungi. Hendaknya hakim bergegas tanpa henti mencari, menggali dan menemukan nilai hukum dasar yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lebih meningkatkan perlindungan terhadap harta bersama istri dan berhati-hati serta harus benarbenar melihat secara realita dengan mempertimbangkan segala hal yang bertalian dengan kasus yang dihadapi agar memenuhi rasa keadilan, kewajaran dan kepatuhan."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T18901
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Affandi
"Pemberi Fidusia tetap menguasai benda yang dijaminkan jika menggunakan lembaga Jaminan Fidusia. Pada undang-undang NomorĀ· 42 Tahun 1999 hanya terdapat istilah Benda. Istilah harta benda dalam perkawinan tidak di temukan di dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999. Istilah harta benda dalam perkawinan dapat ditemukan di dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Tidak terdapatnya istilah harta benda dalam perkawinan yang dijadikan objek Jaminan Fidusia dapat menimbulkan permasalahan perlindungan dan kepastian hukum bagi hak suami istri. Cara atau tahap pembebanan juga tidak di temukan di dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999. Berdasarkan asas Lex speciales derogat legi generali, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dapat diberlakukan untuk pembebanan harta benda dalam perkawinan dengan Jaminan Fidusia. Pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 sudah terdapat perlindungan yang seimbang bagi hak suami/istri atas harta benda dalam perkawinan, sehingga secara tidak langsung pada Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 juga terdapat perlindungan yang seimbang terhadap hak suami/istri atas harta benda dalam perkawinan yang dibebani dengan. Jaminan Fidusia. Walaupun di Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tidak terdapat cara atau tahap pembebanan para pihak dapat menggunakan pendapat sarjana hukum sebagai sumber hukum. Penelitian hukum ini termasuk ke dalam jenis penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21109
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahimah Syamsi
"Salah satu permasalahan dalam perkawinan poligami adalah apabila suami yang meninggal pernah melakukan perceraian pada salah satu istrinya, namun harta bersamanya belum dibagi. Hal ini disebabkan, banyak masyarakat belum mengetahui cara pembagian harta warisan terhadap harta bersama pada perkawinan poligami terutama dalam syariat Islam. Dalam kasus Putusan Pengadilan Tinggi Agama Mataram Nomor 39/Pdt.G/2020/PTA.Mtr, terdapat perbedaan pendapat Majelis Hakim pada tingkat agama dan tingkat banding. Pada putusan pengadilan tingkat agama, Hakim hanya membagi harta bersama sebagai harta warisan tanpa melibatkan istri pertama. Sedangkan, menurut Majelis Hakim tingkat banding pembagian harta tersebut harus melibatkan istri pertama, lalu setelah itu baru dapat dibagikan kepada ahli waris yang berhak. Jika tidak melibatkan istri pertama, bisa dianggap tidak adil karena hanya mengungkapkan harta bersama dari salah seorang istri saja. Metode penelitian yang digunakan secara yuridis normatif berdasarkan data sekunder. Alat pengumpulan data yang digunakan dengan studi kepustakaan. Hasil penelitiannya adalah untuk pembagian harta bersama dalam perkawinan poligami harus melibatkan para istri, setelah itu harta warisan baru dapat dibagikan kepada para ahli waris yang berhak. Cara pembagian harta bersama dalam perkawinan poligami dapat merujuk pada Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Buku II dan menurut pendapat Neng Djubaedah yaitu dengan equal method dan ratio method.

One of the problems in a polygamous marriage is if the deceased husband has divorced one of his wives, but the joint assets have not been divided. This is because many people do not know how to divide inheritance into joint assets in polygamous marriages, especially in Islamic law. In the case of the Decision of the Mataram Religious High Court Number 39/Pdt.G/2020/PTA.Mtr, there was a difference of opinion of the Panel of Judges at the first-level religious court and the second-level religious high court. In the decision of the first-level religious court, the judge only divided the joint assets as inheritance without involving the first wife. Meanwhile, according to the second-level religious high court, the distribution of assets must involve the first wife, and only then can it be distributed to the rightful heirs. If it doesn't involve the first wife, it could be considered unfair because it only discloses the joint assets of one of the wives. The research method used is normative juridical based on secondary data. Data collection tool used with literature study. The results of his research are that the distribution of joint assets in a polygamous marriage must involve the wives, after which the new inheritance can be distributed to the rightful heirs. The method for dividing joint assets in polygamous marriages can refer to the Guidelines for the Implementation of Duties and Administration of the Religious Courts Book II and according to Neng Djubaedah's opinion, namely the equal method and the ratio method."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Garinindya Elrizqitia
"Praktik poligami tidak lepas dari beberapa permasalahan, salah satunya pemalsuan identitas. Tindakan tersebut menimbulkan masalah saat pembagian harta bersama. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis melihat bahwa harus ditelusuri pengertian poligami dan harta bersama menurut hukum Islam, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam serta melihat pembagian harta bersama dalam perkawinan poligami yang memalsukan identitas agar dapat menganalisis dengan jelas ketentuan poligami dan pembagian harta bersama sesuai hukum Islam, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Selanjutnya, agar dapat menjelaskan mengenai pembagian harta bersama dalam hal pelaku melakukan pemalsuan identitas dalam poligami. Penelitian tersebut menggunakan metode yuridis normatif yang menghasilkan kesimpulan bahwa dalam Perkawinan Poligami, maka isteri kedua tidak berhak memiliki harta bersama suami dengan isteri pertamanya. Tetapi, hanya diperbolehkan memiliki harta bersama sejak perkawinan dengan isteri kedua dimulai sampai perkawinan berakhir. Perbedaan identitas mengakibatkan seseorang secara materiil berbeda, sehingga isteri yang dinikahi dapat kehilangan haknya atas harta bersama. Dalam skripsi ini, penelitian dilakukan terhadap perkara pembagian harta bersama antara PENGGUGAT I,II,III vs TERGUGAT I,II,III,IV,V,VI yang menghasilkan putusan Pengadilan Agama Nomor 183/Pdt.G/2012/PA.Plk.

The practice of polygamy has several problems, one of which is falsifying identity by some of them. Such actions cause problems when dealing with the marital property. Based on the above problems the writer notice that polygamy should be traced sense and marital property in accordance with Islamic law, Act No. 1 of 1974 on Marriage and Instruksi Presiden RI Islamic Law Compilation No. 1 of 1991 and see the distribution of marital property in a polygamous marriage impersonation in order to analyze the clear provisions of polygamy and appropriate division of marital property of Islamic law, Act No. 1 of 1974 on Marriage and Instruksi Presiden RI Compilation of Islamic Law. Furthermore, in order to clarify the division of joint property in case the perpetrator commits impersonation in polygamy. The method of research is using normative juridical method that produces the conclusion that in Marriage Polygamy, the second wife do not entitle to possession of the property with her husband by his first wife. But it is only permit to own property together since the marriage with second wife started until marriage ended. Different of identity makes its result materially different, so the wife who married could lose her right to obtain a proper joint marital property. This thesis was made by Analysis of Religion Court Adjudication No. 183/Pdt.G/2012/PA.Plk between ACCUSER I, II, III vs. Defendants I, II, III, IV, V, VI."
2014
S53648
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimmy Era Yulia Contesa
"Masalah perkawinan mereka yang berbeda agama, sebenarnya tidak dikehendaki oleh pembentuk Undang-undang. Hal ini dinyatakan dalam pasal 2 ayat 1 Undang-undang Perkawinan mengenai sahnya perkawinan berazaskan agama sebagai perujudan sila ke Tuhanan Yang Maha Esa yang menjadi dasar perkawinan di Indonesia. Sehingga seringkali untuk dapat disahkan perkawinan yang berbeda agama dilangsungkan di luar negeri; dalam waktu satu tahun perkawinan harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Sipil di Indonesia.
Perkawinan mereka yang berbeda agama dan pengaruhnya terhadap harta bersama sering mengalami permasalahan : 1) Apakah pengaturan tentang perkawinan mereka yang berbeda agama yang diatur dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 sudah memadai? 2) Bagaimanakah pengaturan terhadap harta benda dalam perkawinan dengan dibuatnya perjanjian perkawinan dan yang tidak dibuatnya perjanjian perkawinan? 3) Bagaimanakah pengaturan, pelaksanaan dan penerapan hukum dalam hal putusnya perkawinan terhadap harta kekayaan perkawinan? 4) Bagaimanakah pengaruh perjanjian perkawinan dan akibat putusnya perkawinan terhadap harta benda dalam perkawinan.
Permasalahan perkawinan berbeda agama tersebut penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif dengan metode penelitian kepustakaan dan analisa data menggunakan pendekatan kualitatif.
Dari penelitian tersebut diperoleh hasil yang menyimpulkan sebagai berikut : 1) Bagaimana pelaksanaan perkawinan antar mereka yang berbeda agama serta akibat hukumnya terhadap harta bersama dalam perkawinan, dan juga akan dibahas tentang pengaturan, pelaksanaan dan penerapannya Hukum Harta Perkawinan. 2) Apa akibat putusnya perkawinan terhadap. harta kekayaan perkawinan, terhadap hak-hak suami istri atas harta benda kekayaannya serta wewenang suami dan istri atas Harta Pribadi dan harta bersamanya. 3) Bagaimana pengaturan pelaksanaan terhadap harta benda dalam perkawinan sehubungan dengan membuat perjanjian perkawinan dengan mereka yang tidak membuat perjanjian perkawinan, dan apa akibat putusnya perkawinan terhadap harta benda dalam perkawinan, bagi mereka yang membuat perjanjian dan bagi mereka yang tidak membuat perjanjian perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T37744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noliza
"Perkawinan yang dilakukan dengan memenuhi ketentuan undang-undang nomor 1 tahun 1974 akan membawa akibat terhadap harta bersama yang diperoleh dalam perkawinan tersebut. Salah satunya adalah tindakan untuk menjual harta bersama yang berupa tanah dan bangunan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Oleh karena itu bagaimanakah Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pelaksanaan pembuatan akta jual beli harta bersama dalam perkawinan, bentuk persetujuan yang diberikan oleh suami atau istri dalam pelaksanaan jual beli tersebut dan tanggung jawab PPAT bila terjadi gugatan terhadap akta jual beli yang dalam pembuatannya tidak ada persetujuan suami atau istri.
Untuk menjawab permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian yang bersifat yuridis normatif. Peranan PPAT dalam pelaksanaan jual beli harta bersama yaitu memberikan penyuluhan hukum, menganalisa dan meneliti data yang diterima, menyatakan dengan tegas persetujuan yang diberikan oleh suami atau istri dalam komparisi akta atau 'mengisi kolom persetujuan yang disediakan, menentukan bentuk surat persetujuan yang lebih menjamin seperti surat persetujuan dalam bentuk akta notaris dan surat persetujuan dibawah tangan yang dilegalisasi. PPAT tidak bertanggung jawab bila informasi yang diberikan oleh penjual/pembeli tidak benar tetapi PPAT dapat bertanggungjawab bila terjadi kelalaian yang disebabkan oleh PPAT."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T36930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna N. Christin
"Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang meskipun menyebutkan dalam pasal 29-nya, bahwa suami isteri berhak mengatur harta kekayaan dalam perkawinan mereka menyimpang dari ketentuan pasal 35 dan pasal 36 Undang-undang perkawinan dengan suatu perjanjian perkawinan yang dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan di langsungkan tidak mengatur secara tegas bentuk-bentuk penyimpangan itu atau dengan kata lain tidak mengatur secara rinci bentuk-bentuk perjanjian perkawinan itu. Dalam hal timbulnya suatu gugatan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh suami atau isteri yang diajukan oleh pihak yang dirugikan, maka menjadi tidak jelas apakah kewajiban penggantian kerugian itu dapat di bebankan sepenuhnya kepada harta bersama dalam suatu perkawinan ataukah harus ditanggung dengan harta pribadi si suami atau si istri yang digugat tersebut, dan bagaimana jika harta pribadi tersebut tidak mencukupi. Pengadilan-pengadilan yang merupakan lembaga yang dapat menciptakan hukum (judge made law) dalam putusan-putusannya tentang gugatan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum, tidak juga membedakan dalam pertimbangan-pertimbangan hukumnya apakah beban ganti rugi itu menjadi tanggung-jawab pribadi satu pihak dan oleh karenanya harus dibayar dengan harta pribadi ataukah harus menjadi tanggung-jawab bersama, suami atau isteri sehingga dapat dibebankan pada harta bersama. Seharusnya dalam hal adanya gugatan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum apabila si suami atau si istri mengganggap bahwa perbuatan melawan hukum itu dan oleh karenanya tanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkannya adalah tanggung jawab pribadi, maka si suami atau si istri harus melakukan perlawanan atau intervensi di Pengadilan sehingga Hakim yang mengadili perkara tersebut dapat memberikan pertimbangan hukum dan putusan yang dapat menjadi suatu Yurisprudensi yang akan diikuti dalam lalu-lintas hukum masyarakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S20895
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>