Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163354 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Telisa R. Saputro
"Kepentingan terbaik bagi anak merupakan suatu hal yang paling utama untuk diperhatikan dalam memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan anak. Hal ini sesuai dengan prinsip The Best Interest of the Child. Setiap anak memiliki hak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali pada kasus-kasus dimana pengasuhan oleh orang tua biologis anak tersebut justru bertentangan dengan prinsip The Best Interest of the Child. Namun, pengasuhan alternatif terhadap seorang anak juga tidak serta merta langsung menjamin prinsip tersebut telah diterapkan secara optimal. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menentukan apakah pengaturan prinsip The Best Interest of the Child menurut Hukum Perdata Internasional Indonesia telah cukup memadai serta untuk menentukan apakah penerapan dari prinsip ini telah dilaksanakan secara optimal dalam pengangkatan anak antarnegara di Indonesia. Penulisan ini menjelaskan mengenai hak-hak anak yang harus terpenuhi agar prinsip The Best Interest of the Child dapat dikatakan telah diterapkan secara optimal. Lebih lanjut, penulisan ini juga bermaksud untuk menganalisa penerapan dari prinsip The Best Interest of the Child pada tiga studi kasus pengangkatan anak antarnegara di Indonesia, yaitu pada Putusan No. 480/Pdt.P/2016/PN. Jkt. Sel., Penetapan No. 659/Pdt.P/2013/PN. Mlg, dan kasus Engeline di Bali yang merupakan pengangkatan anak secara ilegal. Penulisan ini memberikan gambaran mengenai akibat-akibat yang dapat terjadi jika prinsip The Best Interest of the Child tidak diterapkan secara optimal serta saran mengenai hal-hal yang dapat dilakukan agar prinsip ini dapat diterapkan secara lebih optimal.

The child's best interest is the most important thing to consider in deciding every matter related to a child. This is in accordance with The Best Interest of the Child principle. Every child has the right to be cared for by their biological parents, except in cases where the care of the child's biological parents is contrary to The Best Interest of the Child principle. However, alternative care for a child also does not necessarily guarantee that this principle has been implemented optimally. This paper aims to determine whether the arrangement of The Best Interest of the Child principle according to Indonesian International Private Law is sufficient and whether this principle has been implemented optimally in intercountry adoption in Indonesia. This paper explains the rights of the child that must be fulfilled to say that The Best Interest of the Child principle has been applied optimally. Furthermore, this paper also analyzes the implementation of The Best Interest of the Child principle in three intercountry adoption cases in Indonesia, namely in Decision No. 480/Pdt.P/2016/PN. Jkt. Sel., Designation No. 659/Pdt.P/2013/PN. Mlg, and the Engeline case in Bali, which was illegal adoption. This paper provides an overview of the consequences that can occur if The Best Interest of the Child principle is not applied optimally and suggestions on things that can be done to ensure that this principle is applied more optimally."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boston: Martinus Nijhoff Publishers, 1995
362.134 INT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Panatitty Nanaricka
"Convention on Protection of Children and Co-Operation in Respect of Intercountry Adoption (“Convention on Intercountry Adoption”) merupakan salah satu konvensi HCCH yang berhasil diratifikasi oleh 104 negara, yang menawarkan perlindungan dan kerja sama secara khusus pada negara peserta terhadap pengangkatan anak antarnegara. Dalam Penulisan ini, Indonesia, sebagai negara yang belum mengaksesi Convention on Intercountry Adoption, akan dibandingkan dengan Jerman sebagai negara peserta Konvensi ini. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis kepentingan Convention on Intercountry Adoption, apabila diaksesi oleh Indonesia serta membandingkan dengan Negara Jerman melalui kasus-kasus pengadilan di Indonesia maupun di Jerman. Sejarah Konvensi Pengangkatan Anak antarnegara, prinsip the best interest of the child, sampai dengan implementasi pengangkatan anak akan dibahas dalam penulisan ini agar lebih mudah menganalisis hukum materiil dan hukum formil dalam pengangkatan anak antarnegara. Selain itu juga, peraturan pengangkatan anak Indonesia dan Jerman akan dijabarkan, dan menjawab apakah Indonesia perlu untuk mengaksesi Konvensi ini, walaupun Indonesia telah mempunyai peraturan yang cukup mengenai pengangkatan anak antarnegara di Indonesia.

Convention on Protection of Children and Co-Operation in Respect of Intercountry Adoption (“Convention on Intercountry Adoption”) is one of the successful convention of the Hague Convention, which has been ratified by 104 states. This Convention offers safeguards and cooperation between the contracting states for intercountry adoption. In this research, Indonesia, as a country that has not yet ratified the convention, will be compared to Germany as one of the contracting states of this convention. This research intends to analyze the significance of Convention on Intercountry Adoption if Indonesia decides to accede. Furthermore, through analyzing the court decisions, a comparison with Germany has also been made. The background of the intercountry adoption convention, the principal of the best interest of the child, and the implementation of intercountry adoption is analyzed for a better understanding between the substantive law and the procedural law of intercountry adoption. Moreover, Indonesian’s and Germany’s regulations regarding intercountry adoption is explained to identify if Indonesia needs to accede Convention on Intercountry Adoption, while having regulations that has been already governing intercountry adoption in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bondhet Suryonurwendo
"Pengangkatan anak antarnegara memerlukan pengaturan dan pengawasan yang ketat untuk menghindari penculikan dan kejahatan-kejahatan lain. Hal inilah yang menyebabkan pengangkatan anak dilakukan melalui pengadilan. Penelitian ini terkait dengan putusan-putusan pengangkatan anak dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama serta pengakuan putusan di luar negeri. Untuk menjawab permasalahan tersebut penelitian ini menggunakan metode normatif deskriptif. Hasil dari penelitian menunjukkan adanya perbedaan pendapat mengenai kompetensi Pengadilan Agama terkait pengangkatan anak antarnegara, selain itu berdasarkan kasus yang dianalisis, Amerika Serikat dan Australia mengakui putusan pengangkatan anak antarnegara yang dikeluarkan pengadilan Indonesia selama putusan dibuat sesuai dengan hukum Indonesia. 

Intercountry adoption in Indonesia needs a strict regulation and supervision to avoid kidnapping and other crimes related to trafficking. Hence intercountry adoption in Indonesia are done through court. This study is associated with intercountry adoption awards finalized in Disctrict Court and Religous Court and its recognition abroad . This study used normative-descriptive methode to solve the problems. This study discovered that there are different oponions regarding Religious Court competence in granting intercountry adoption awards. Through case analysis, this study also discovered that USA and Australia recognise Indonesia intercountry adoption awards as long as the awards were finalized in accordance with Indonesia law. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Rizki Nabila
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas mengenai perbandingan hukum antara Indonesia dan Filipina yang mengatur tentang Pengangkatan Anak (Adopsi). Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode yuridis normatif. Pembahasan dilakukan dengan menjabarkan teori-teori dasar yakni pengertian, jenis, syarat dan tata cara, akibat hukum, pembatalan, serta bimbingan dan pengawasan mengenai pengangkatan anak yang ada di Indonesia dan Filipina. Kemudian setelah membahas teori-teori dasar dari kedua negara, penulis akan membandingkan keduanya dengan mencari persamaan dan perbedaan yang juga dijelaskan dalam tabel. Hasil penelitian dari skripsi ini adalah merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk membuat peraturan pengangkatan anak yang lebih komprehensif, khususnya yang mengatur tentang pembatasan alasan untuk melakukan pembatalan pengangkatan anak serta tata cara permohonan pembatalan pengangkatan anak dan dibuatnya sanksi untuk orang tua angkat yang salah satunya atau keduanya merupakan WNA (pengangkatan anak antarnegara) yang tidak melaporkan perkembangan anak angkat kepada Departemen Luar Negeri Republik Indonesia dalam halnya anak angkat dibawa oleh orang tua angkat ke negara asalnya.

ABSTRACT
This undergraduate thesis discusses the comparison between Indonesian and Philippines law which regulates child adoption. This thesis is formulated using a normative juridical method. The thesis was carried out by outlining the basic theories from both countries, such as definition of child adoption, types of child adoption, requisites and procedure for adopting, legal effects of child adoption, guidance and supervision of child adoption, and annulment of child adoption. After explaining the basic theories of the two countries, the author will compare the system from both countries by their similarities and differences which are also explained in the table format. The result of this research are to recommend the Indonesian Government to establish a more comprehensive child adoption regulation, especially for regulating the limitations of reasons for the annulment of child adoption, the procedures for the annulment of child adoption, and the establishment of sanctions for adoptive parents, one of which or both are foreigners (intercountry adoption) that do not report the development of the said adopted children to the Department of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia in the case of the adopted children in question is taken by their adoptive parents to their home countries."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uranous Yarositayana
"ABSTRAK
Lembaga pengangkatan anak terletak di dalam ranah Hukum Perdat. Sejauh ini belum diatur dalam suatu undang-undang khusus mengenai pengangkatan anak.Pengaturannya dilakukan berdasarkan hukum adat, hukum Islam, dan peraturan perundang-undangan.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan lembaga pengangkatan yang terus mengalami perkembangan, maka peran notaris selaku pejabat umum yang mempunyai kedudukan mandiri dan tidak berpihak , juga melalui produknya berupa akta otentik, dapat mewujudkan keseimbangan antara para pihak dimaksud yang melakukan perbuatan
hukum pengangkatan anak, juga memberi kepastian hukum bagi para pihak, karena dalam prosedur pembuatan aktanya harus merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku baik untuk perbuatan hukumnya maupun pembuatan aktanya. Asas pengangkatan anak adalah tercapainya kepentingan terbaik dan kesejahteraan bagi anak
angkat di masa depannya. Sehingga asas ini harus tercermin dalam proses pengangkatan anak terutama pada saat dilakukannya penyerahan calon anak angkat kepada calon orang tua angkat, melalui suatu kesepakatan diantara para pihak dalam perbuatan hukum
pengangkatan anak. Peran notaris dimungkinkan dalam tahap proses pengangkatan anak, berdasarkan Pasal 13 huruf i dan j Peraturan pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Untuk pengesahan pengangkatan anak berdasarkan
peraturan perundang-undangan diperoleh melalui Penetapan atau Putusan Pengadilan . Peran notaris dalam menjalankan ketentuan-ketentuan secara konsisten mengakibatkan terlaksananya tindakan kehati-hatian bagi para pihak yang mengadakan perjanjian dalam
proses pengangkatan anak dan juga bagi dirinya sendiri, sehingga peran Notaris dapat membantu meyakinkan Pengadilan dalam mengeluarkan Penetapan atau Putusannya tersebut. Dalam perjanjian pengangkatan anak, kehati-hatian notaris dalam menyerap
maksud dan tujuan para penghadap, penelitian terhadap dokumen para pihak, penyusunan dan penulisan isi akta menjadi sangat penting. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (yurisdis Normatif) dan bersifat deskriptif analisis. Alat pengumpulan data penelitian ini adalah studi dokumen dan kepustakaan serta didukung dengan wawancara kepada narasumber, sehingga akan didapat data yang komprehesif untuk melakukan perubahan dan penyesuaian yang dapat dilakukan dalam pelaksanaanya. Hasil penelitian menyarankan agar dalam ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang lembaga pengangkatan anak nantinya dapat mensyaratkan peranan Notaris dalam rangka proses pengangkatan anak sebagai upaya untuk melahirkan suatu kepastian hukum bagi para pihak yang melakukan perbuatan hukum pengangkatan anak serta dapat terlaksananya
kepentingan terbaik dan kesejahteraan lahir bathin bagi anak angkat di masa depannya, karena anak angkat merupakan salah satu status hukum seorang anak di Indonesia yang sudah seharusnya mendapatkan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Undangundang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Abstract
Adoption Institute is located in the realm of Civil Law. So far this has not been set in a special law regarding the adoption.The regulation on customary law, Islamic law, and legislation. To meet the needs of the community will continue to have institutions that
removal of the development, the role of the notary as a public official who has a position independent and impartial, as well as through its products in the form of an authentic deed, can realize a balance between the parties referred to one who has done legal
adoption, also gave the assurance law for the parties, because the procedure of making a deed should refer to the legislation applicable to legal action or making a deed. The principle of adoption is the achievement of best interests and welfare of foster children in
the future. So that this principle should be reflected in the adoption process, especially at
the time of submission of the prospective adoptive child to prospective adoptive parents, through an agreement among the parties in legal actions adoption. Notary possible role in the stage of the process of adoption, pursuant to Article 13 letter i and j Government
Regulation Number 54 Year 2007 on Implementation of the the Adoption. For ratification the appointment of a child under the legislation obtained through the determination or court decision. The role of the notary in carrying out the provisions consistently resulted in implementation of the precautionary measures for the parties who
entered into the adoption process and also for himself, so the role of the Notary can help convince the Court in issuing the Determination or Decision. In the adoption agreement, prudence notary in absorbing the parties intents and purposes, a study of the document the
parties, the preparation and writing of the contents of the deed becomes very important.
This research is a normative legal research (yurisdis normative) and descriptive analysis.
Data collection tool of this research is the study of documents and literature and supported by an interview to the informant, so it will get a Comprehensive data to make changes and adjustments can be made in the implementation. The results suggested that the statutory provisions governing adoption agencies will be able to require the role of the
Notary in order to process adoptions as an attempt to deliver legal certainty for the parties to take legal actions as well as the removal of the child's best interests and to the implementation of emotional and physical well-being for adopted children in the future,
because the adopted child is one of the legal status of a child in Indonesia who should receive protection as referred to in The Regulation of Law Number 23 Year 2002 on Child Protection."
2011
T28987
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Ariani
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22202
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bako, Ronny Sautma Hotma
"ABSTRAK
A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Masalah pengangkatan anak dalam tahun-tahun ini banyak diperbincangkan dalam masyarakat kita dan telah mendapat perhatian pula dari pihak Pemerintah. Kemudian dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Undang-Undang Perkawinan ,memungkinkan betapa pentingnya masalah keturunan. Eksistensi pengangkatan anak di Indonesia sebagai suatu lembaga hukum masih belum sinkron, sehingga masalah pengangkatan anak inasih merupakan problema bagi masyarakat terutama dalam masalah yang menyangkut ketentuan hukuninya. Melihat ketentnan hukum yang ada maka dirasakan kurang atau belum sesuai dengan perkeinbangan kebutuhan hukuin masyarakat Indonesia yang sedang membangun. B. MASALAH POKOK Rumusan pengangkatan anak mulai dilembagakan pada tanggal 19 Nopember 1979 , dalam Lokakarya Peningkatan pelayanan Pengangkatan Anak Di Jakarta yang diadakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional,. Dewan Nasional Indonesia Untuk Kesejahteraan Sosial dan Badan Pembina Koordinasi Kegiatan Sosial. Pada dasarnya adadua permasalahan pokok mengenai pengangkatan anak, pertama ; pengangkatan anak di dalam negeri dan kedua pengangkatan anak antar negara. Agar supaya hukum berfungsi- dengan baik maka harus berlaku secara Yuridis, Sosiologis dan Filosofis. C. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian yang penulis gunakan dalam Karya Tulis Ilmiah ini adalah penelitian hukum normatif juga mengadakan penelitian lapangan dengan menghiibungi para pihak yang ada hubungannya dalam penulisan ini. BAB II-. ASPEK YURIDIS PADA PENGANGKATAN ANAK DI INDONESIA DEWASA INI. A. PENGANTAR. Apabila seseorang membicarakan masalah berfungsinya hukum dalam masyarakat, maka biasanya pikiran diarahkan pada kenyataan apakah hukum tersebut benar-benar berlaku atau tidak ( Soejono Soekanto dan Musatfa Abdullah 1982 ; 13 ) . Dari realitas n yang berk.smbang ternyata adopsi atau pengangkatan anak ini bagi masyarakat Indonesia adalah benar-benar merupakan suatu kebi;'.tuhan. B. KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM TENTANG PENGANGKATAN AIAAK. - 1. PERUNDANG-UNDANGAN' . Peraturan periondang-undangan yang ada kaitannya dengan masalah pengangkatan anak dapat dijumpai pada : a. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34; b.. Staadsblad 129/1917 pada bagian II tentang pengangkatan . anak ycing khusus berlaku bagi crang-orang Tionghoa pasal 5 - 15; c. Undang-undang nomor 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia ( Lembaran Negara nomor 113 tahun 195 8 dan Tambahan Lembarcin Negara nomor 164 7 ipasal 2; d. Peraturah Pemerintah nomor 12 tahun 1967 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia 1968 (Lembaran Negara 24 tahim 1967/taitibahan Lembagan Negara 2833 ) pasal 9 ayat 2 ; e. Peraturan Pemerintah 7/1977 "Peraturan Gaji Pegawai Ne geri Sipil Republik Indonesia pasal 16 ayat 3 ; f. Surat Edaran Direktur Jendral Hukum dan Perundang- Undangan nomor JHA 1/1/2 tanggal 24 February 1978 tentang Prosedur Pengangkatan Anak Warganegara Rep'oblik Indone sia oleh Warganegara Asing ; g. Undang-Undang nomor 4/19.79 ''Kesejahteraan Anak" pasal 12 ; h. Surat Edaran .Mahkamah Agung nomor 2 tahun 1979 "Pengang kata.n Anak" ; i. Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 6 tahun 1983 "Penyempurnaan SEMA 2/1979" ; j. Surat Keputusan Menteri Sosial nomor 41/ HUK / KEP /VII /19 84 "Pet.unj\ik Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak" 2. HTJKUM. ADAT. Pada -umumnya hukum adat di Indonesia mengenal adanya pengangkatan anak sesuai dengan tujuan yang ada pada masing-masing daerah hukum adat setempat. 3. HUKUM ISLAM, Pengangkatan anak menurut Hukuin Islam dalam A1 Qur an diatur dalam Surah Al Ahzab XXXIII ayat 4, 5 dan 37. 4. HTJKUM BARAT. Dalam Kitab :Undang-Undang Kiikum Perdata Indonesia tidak ditemukan satu ketentuan yang mengatur masalah peng angkatan anak,. yang ada hanyalah ketentuan pengakuan ' anak di luar. kawin yaitu dalam Buk:u I Bab XII bagian Ketiga pasal 280 - 289. C. PELAKSANAAN PENGANGKATMI ANAK DI INDONESIA 1. SURAT EDARAN MAHKAr4AH AGO:^G NOMOR 2 TAHUN 1979. Bsrdasarkan penelitian lapangan yang diadakan penulis di Yayasan Sayap Ibu Jakarta maka ada 231 kasus ' peng angkatan anak yang dicatat", baik pengangkatan anak da] am negeri ataupun antar negara, 2. SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 6 TAHUN 19 83. Berdasarkan penelitian lapangan yang diadakan penulis di Yayasan Sayap Ibu Jakarta maka ada 29 kasus penga'n£ ka.tan anak yang die atat, baik pengangkatan anak dalam ne geri ataupun pengangkatan anak antar negara. 3. SURAT KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL NOMOR 4l/HUK/KRP/VII/19 84 Berdasarkan penelitian lapangan yang dilakxikan penulis di Yayasan Sayap Ibu Jakarta maka ada 5 kasus pengangkatan anak yang dicatat C data sampai Maret 1985 ). BAB III. ASPEK SOSIOLOGIS PADA PENGANGKATAN ANTJ^ DI INDO NESIA DEWASA INI. A. PENGANTAR. Masalah pengangkatan:anak sudah melembaga dalam masyarakat, karena pengangkatan anak sudah dikenal sejak jaman dahulu dengan cara-cara dan motivasi yang berbeda-beda sesuai dengan sistiin hirkum dan peranan hukum yang hidup serta berkeinbang di Indonesia. B. PROSES PELEMBAGAAN PENGANGKATAN AK!AK Proses pelembagaan atau Institutionalization merupakan suatu proses yang harus dilalui suati norina tertentu untiik menjadi bagian dari salah satu lembaga sosial. Demikian pula. halnya dengan pengangkatan anak,peng angkatan anak xnerupakan perkeiiibangan dari pergaulan hidup di dalam masyarakat. Karena tujuan pengangkatan ahak untuk mendapatkan anak-anak sebagai salah satu dari tujuan perk. av;inan. C. PENGARUH INTERAKSI SOSIAL PADA PENGANGKATAN ANAK Hubungan manusia dengan manusia lain ini bersifat dinamis, menyangkut antara. orang-perorangan dengan kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Hubungan yang dinamis ini disebut Interaksi Sosial t Soerjono Soekanto 19 84 (I) ; 55. ). Di dalam proses pengangkatan anak, hal interaksi so sial dapat terjadi sesuai dengan adanya hoibungan timbal balik. antara manusia perorangan,. hubungan antar kelompok serta hubungan antara manusia perorangan dengan kelompok. D. PENGARUH PERUBAHAN SOSIAL PADA PENGANGKATAN ANAK Pada proses pengangkatan anak, juga terjadi proses perubahan sosial, di mana dengan masuknya sang anak pada keluarga yang baru, tentu ia akan mengalami suatu perubahan- perubahan, baik pada sikap, pola perikelakuannya di da lam keluarga. tersebut. Proses mana merupakan hal yang wajar bagi setiap individu. BAB IV. EFEKTIVITAS PERATURAN PENGANGKATAN ANAK DI INDO NESIA DEWASA INI. A. PEN GAM TAR. Dalam rangka membicarakan efektivitas hukum, maka yang menjadi masalah adalah efektivitas hukum tersebut da lam ka.itannya dengan tujuan daripada hukum itu.. Bila dilihat dari peruridang-undangan yang mengatur tentang pengangkatan anak, maka tujuan-tujuan daripada pengangkatan anak tersebut dapat berbeda-beda, tetapi tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan seorang anak bagi keluarga tersebut. B. EFEKTIVITAS PERATURAN PENGANGKATAN ANAK Di dalam hal ini, pembicaraan akan dibatasi pada peraturan -peraturan tertulis yang merupakan perundang-undangan resini. Bila efektivitas dihubungkan dengan masalah perundang- undangan rnengenai pengangkatan anak, maka perundang imdangan tersebut akan diartikan yang mana sebab sampai saat ini hukum positif tertulis' tentang pengangkatan anak belum ada, walaupun. rancangan undang-undang tentang peng angkatan anak sudah disiapkan, Perundang-undangan.. yang ada kaitannya dengan masa lah, pengangkatan anak, dalam hal ini pada perundang-undang an tertulis saja dengan memakai tolak -jkur yang sebagaiinana ditegaskan dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XX/MPRS/1966. Pada umumnya. perundang-undangan pengangkatan anak yang ada devjasa ini memakai tujuan berdasarkan : 1. Tujuan yang didasarkan pada semangat undang-undang; 2. Tujuan langsung; 3. Tujuan instrumental; 4. Tujuan yang dikehendaki. Maka untuk mengukur efektivitas hukum dikaitkan dengan hukum yang berlakn adalah sulit sekali, hal ini mengingat bahwa perihal tujuan atau ir.otif pengangkatan . anak ada banyak ragamnya. Namun untuk mengukur efektivitas tadi sebaiknya terlebih dahulu n ditetapkan tujuan tadi secara jelas yang mana yang hendak di-xikur. C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS HUKUM TENTANG PENGANGKATAN ANA].t JFaktor yang mempengaruhi efektivitas hukum perundang- undangan pengangkutan anak, yaitu : 1. Faktor Perundang-undangan; 2. Faktor Masyarakat; 3. Faktor Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum; 4-. Faktor Peranan Sanksi. D. DAMPAK SOSIAL DAN DAMPAK HUKUM PADA PENGANGKATAN ANAK Dampak sosial pada perundang-undangan pengangkatan anak dapat berupa C Hoesbandar Djakaria 1983 : 9 ) ; 1. Dapat memisahkan huljungan batin dan kekeluargaan antara si anak dengan oi'angtua'kandungnya; 2. Pada pengangkatan anak antar negara, seolah-olah merusak citra dan martabat Bangsa Indonesia di mata Internasional; 3. Dapat disalah g^inakan oleh pihak-pihak tertentu; 4. Dengan meningkatnya pengangkatan ariak Indonesia oleh warga negara asing dapat •mengancam keamanan negara. Mengenai danpak huknm pada pengangkatan anak, maka agak sukar untuk menentiikan dasar penerituan atau titik tplak pengukuran dampak hukinn. Kesulitan pada umumnya akan tiimbul apabila hendak' dia dakan identifikasi terhadap dam pak hukum yang bersifat menyelur-uh (. Soerjono Soekanto 1983 (.II) : 26 ) . BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Tujuan pengangkatan anak dewasa ini adalah untuk kepentingan si anak; 2. Ada empat sistim hukum yang mengatur pengangkatan anak; 3. Pada umumnya pengangkatan anak diterima di daerah hu kum adat di Indonesia; 4. Pengangkatan anak yang dapat dilakukan di Indonesia ada lah pengangkatan anak dalam negeri dan pengangkatan anak antar negara; 5. Sahnya penangkapan anak di Indonesia harus dengan adanya putusan dari Pengadilan Negeri dimana anak tersebut diangkat; 6. Untuk mengukur efektivitas hiikum dengan pengangkatan anak harus ditetapkan dahulu tujuan secara jelas yang mana yang akan din kur; 7, Faktor yang mempengaruhi efektivitas peraturan pengangkatari anak adalah : a. Faktor perundang-undangan; . b. Faktor masyarakat; . c. Faktor kesadaran hukum dan kepatuhan h-ukum; d„ Faktor peranan sanksi. B. SARAN-SARSlN 1. Pembentukan Undang-imdang Pengangkatan Anak di Indone sia selayaknya dilaksanakan dengan raemperhatikan segala. aspek yang hidup di Indonesia; 2. Pengangkatan anak Indonesia oleh warga negara asing hen daknya diparlukan pembatasan, bukan pelarangan sebab pelarangan akan menghilangkan hak azasi yang diperoleh si anak untuk memperoleh perlindungan dan pemeliharaan; 3. Perlunya ancaman pidana bagi mereka yang melanggar ketentuan dan syarat-syarat pengangkatan anak; 4. Mengusulkan kepada Pemerintah Pusat agar segera dibentuk Leirbaga Perlindungan Anak-Anak yang melibatkan se gala pihak yang turut campur dalam proses pengangkatan anak baik unsiir Pemerintah maupun unsur swasta yang ada."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqi Mufid Riansyah
"Perkembangan anak angkat dan pengangkatan anak di Indonesia sudah lama dikenal dengan perbedaan-perbedaan yang ada dengan pluralisme hukum yang terbagi dalam Hukum Perdata Barat, Hukum Adat, Hukum Islam, maupun Hukum Indonesia. Pengangkatan anak tersebut dapat terjadi karena alasan tersendiri dan dapat dijadikan untuk mengatasi permasalahan keluarga yang tidak memiliki atau belum dikaruniai anak. Setelah pengangkatan anak dilakukan oleh orang tua angkat, adakalanya anak angkat hak dan kewajibannya. orang tua angkat juga dapat melakukan hal yang demikian. Maka, orang tua angkat atau anak angkat dapat melayangkan pembatalan pengangkatan anak ke pengadilan agar penetapan pengangkatan anak dapat dibatalkan. Tetapi, di Indonesia belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembatalan pengangkatan anak. Kekosongan hukum ini menyebabkan konsekuensi lain yang timbul dikarenakan tidak sesuainya penerapan atau penegakan hukum terhadap peraturan perundang-undangan yang ada. Maka, Penelitian ini akan menganalisa putusan-putusan terkini tentang pembatalan pengangkatan anak.

Children and adoption of children in Indonesia has long been recognized by the differences that exist with legal pluralism that divided into Western Civil Law, Customary Law, Islamic Law, and Indonesian Law. Child adoption can occur due to several reasons that are private matters and can be used to overcome the problems of families who do not have or have not been given with children. After the child adoption is carried out by adoptive parents, the adoptive child is sometimes denied his rights and taken. It is undeniable that the adoptive parents also do the same thing. Therefore, adoptive parents or adoptive child may petition the court to cancel the adoption of a child or to reverse an adoption. However, in Indonesia there are no laws pertaining to the cancellation of a child adoption. This legal vacuum raises consequences which cause another problems that arise due to the incompatibility of the application or the enforcement of laws against existing laws and regulations. Therefore, this research will analyze the latest court decisions regarding cancellation of child adoption."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Dame Octavine
Depok: Universitas Indonesia, 2004
S22090
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>