Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162734 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alfauzi Rauf
"Hak Pendidikan bagi anak yang berhadapan dengan hukum merupakan pengejawantahan dari asas-asas pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak, utamanya  bagi anak yang sedang dalam proses Peradilan sehingga merampas kemerdekaannya untuk mendapatkan kesempatan bersekolah dan Pendidikannya menjadi terputus. Pemenuhan Hak Pendidikan bagi anak yang berhadapan dengan hukum dalam proses Penahanan di Rumah Tahanan Negara telah dijaminkan dalam Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak telah menegaskan bahwa selama Anak ditahan, maka kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak harus tetap terpenuhi. Namun dalam praktiknya Pemenuhan Hak Pendidikan bagi anak yang berhadapan dengan hukum di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Pinrang dilakukan penggabungan program Pendidikan bagi anak yang berhadapan dengan hukum dengan Tahanan dan Narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan. Pelaksanaan program Pendidikan diberikan tanpa dibedakan antara bentuk Pendidikan yang diberikan kepada anak yang berhadapan dengan hukum dan Tahanan dengan Narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan yang ada, padahal kondisi anak yang berhadapan dengan hukum dan Tahanan hanyalah dilaksanakan dalam kurun waktu kurang lebih tiga bulan lamanya (masimal 110 hari). Untuk itu diperlukan program Pendidikan yang khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Pinrang. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan menganalisis mengenai bagaimana pemenuhan hak pendidikan bagi anak yang berhadapan dengan hukum di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Pinrang.

The Right to Education for Children in Conflict with the Law is an embodiment of the principles of the implementation of the Juvenile Criminal Justice System, especially for children who are in the process of justice so as to deprive their freedom to get the opportunity to go to school and their education is interrupted. The fulfillment of the right to education for children in detention at the State Detention Center has been guaranteed in Article 32 paragraph (4) of the Law on Juvenile Criminal Justice System which states that while the child is detained, the physical, spiritual and social needs of the child must be fulfilled. However, in practice, the fulfillment of the right to education for children in conflict with the law at the Class IIB Pinrang State Detention Center is carried out by combining the education program for children in conflict with the law with detainees and prisoners or prisoners. The implementation of the education program is provided without differentiating between the form of education provided to Children Against the Law and Prisoners and Prisoners or Prisoners, even though the conditions of Children Against the Law and Prisoners are only carried out for a period of approximately three months (maximum 110 days). For this reason, a special education program is needed for Children Against the Law at the Pinrang Class IIB State Detention Center. By using normative juridical research methods, this paper will analyze how the Fulfillment of Educational Rights for Children Against the Law at the Pinrang Class IIB State Detention Center."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi
"Anak adalah tunas harapan bangsa dan sebagai penerus bangsa maka anak-anak harus dibekali dengan pendidikan formal. Namun pada kenyataannya tidak semua anak berada dalam kondisi yang beruntung, mereka adalah anak-anak yang termarjinalisasi oleh lingkungan. Salah satu anak yang kurang beruntung ini adalah anak yang berkonflik dengan hukum dalam hal ini anak didik pemasyarakatan yang menurut Undang-undang No.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Untuk menunjukkan suatu bangsa banyak aspek yang harus dipenuhi dan dibenahi, di antaranya adalah masalah pendidikan.
Setiap anak pada dasarnya mempunyai hak-hak untuk mendapatkan pendidikan. Pasal 60 Undang-undang No.39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia menyatakan : bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya. Selanjutnya dalam Undang-undang ini dinyatakan : bahwa "perlindungan, pemajuan, penegakkan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah" (Ps.8 UU No.39 th.1999). Ketentuan tersebut menegaskan bahwa pemenuhan hak sebagaimana tercantum dalam pasal 60 Undang-undang No.39 tahun 1999 adalah menjadi tanggung jawab pemerintah. Pemenuhan hak ini tentunya harus diberlakukan secara universal, sehingga perhatian terhadap hak-hak anak didik pemasyarakatan yang sedang menjalani masa pidananya di rumah tahanan tidak terabaikan.
Untuk mengetahui bagaimana pemenuhan hak anak yang berkonflik dengan hukum khususnya anak didik pemasyarakatan, dari penelitian tentang pemenuhan hak untuk mendapatkan pendidikan bagi anak didik pemasyarakatan di rumah tahanan mengemukakan tingkat pemenuhan hak-bak anak khususnya anak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 Undang-undang No.39 tahun 1999. selain itu, juga mengungkapkan faktor-faktor yang menjadi penghambat serta peran negara dalam hal ini pemerintah dalam pemenuhan hak-hak anak tersebut.

Children are the buds of hope as the successor of the nation and the nation's children must be provided with formal education. But in reality, not all children are in the fortunate circumstances, they are children of the marginalized by the environment. One of these disadvantaged children are children in conflict with the law in this case which, according to correctional students act No.12 of 1995 on the penitentiary. To show that a nation many aspects that must be met and addressed, among them the issue of education.
Every child basically has the rights to an education. Article 60 of law No.39 of 1999 on human rights states: that every child has the right to education in the context of personal development in accordance with the interests, talents and intelligence levels. Furthermore, in this act stated: that "the protection, promotion, enforcement and fulfillment of human rights is primarily the responsibility of state government" (Law No.39 Ps.8 th.1999). This provision is confirmed that the fulfillment of rights as contained in article 60 of law No.39 year 1999 is the responsibility of the government. The fulfillment of these rights must be universally applied, so that attention to the rights of students who are undergoing correctional criminal at the detention period is not neglected.
To find out how the fulfillment of the rights of children in conflict with the law, especially correctional protege, from research about the fulfillment of the right to get education for their students at the detention correctional proposed level of fulfillment of child rights, especially child offenses referred to in article 60 of law No.39/1999 in addition, also reveals the factors that become barriers as well as the state's role in this regard the government in fulfilling the rights of the child. Finally the results of this study is able to contribute in the context of fulfilling the rights of children, particularly for children in conflict with the law however, legislation is formulated and any measures taken, all should be based on one principle contained in the convention on the rights of the child, which is "The best interest of the child".
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T33353
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Ismet
"Pokok permasalahan dalam studi ini adalah mengangkat tentang pemenuhan hak atas penelidikan bagi anak pidana eli dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tanggerang dan bagaimana pelaksanaan pembinaan penelidikan anak yang berada · eli dalam Lembaga Pemasyimlkatan. Penelidikan merupakan hak semua warganegara termasuk anak-anak yang berkonflik dengan hukum. Hak-hak anak pidana tidak boleh dihapuskan walaupun status mereka sebangai anak pidana (terpidana). Tetap hak mereka harus dilindungi dan wajib untuk dilaksanakan. Dalam pemenuhan hak bagi anak pidana dilaksanakan melalui peberian penelidikan formal maupun informal. Pemenuhan hak penelidikan dan pengajaran bagi anak pidana eliperoleh melalui proses pembinaan yang pelaksanaannya secara teknis eliatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999. Dalam pemenuhan hak atas penelidikan bagi anak pidana diLembaga Pemasyarnkatan telah dilaksanakan, mengacu pada kurikulum Departemen Pendidikan Nasional namun dalam pelaksanaanya terdapat kelemahan-kelemahan dalam fungsi-fungsi penelidikan.
Studi ini menggunakan tipe penelitian deskriptif, mendiTesiskan data-data, juga menganalisanya. Pendekatan yang elipakai adalah pendekata.'l. kualitatif, dengan tekuik peugumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi, dan stueli literatur dengan jumlah responden 23 orang. Informan yang elipilih adalah anak­ anak yang masih aktif sebagai anak elidik eli Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang. Dalam pencarian data terdapat temuan rendahnya kualitas pemenuhan hak atas pendidikan yang dilaksanakan diLembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang. Kualitas penelidikan elipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal Hasil analisis dari stueli ini menunjukkan bahwa pasilitas yang ada eli Lapas kurang memadai, elisamping itu faktor penelidik I guru yang tidak mempunyai, latar be1akang sarjana penelidikanlkeguruan memberikan anelil terhadap rendahnya kwalitas pendidikan yang ada di Lapas serta belum adanya aturan khusus yang mengatur pelaksanaan penyelidikan di Lembaga Pemasyarakatan.
Dari basil penelitian ini penulis dapat menyimpulkan bahwa pemenuhan hak atas penyelidikan bagi anak pidana oleh Lembaga Pemasyimlkatan secara umum telah dilaksanakan namun masih terdapat kekurangan-kekurangan
The main issues raised in this study is about the fidfillment of the right to education for children in the Penitentiary tangerang male child and how the implementation of coaching education for the children who are in prison. Education is a right of all citizens including children - children in conflict with the law. The rights of criminal child should not be waived even though their status as criminal child (The accused). Permanently their right must be protected and obligatory to be carried out. In the fulfilment of the right for the criminal child was carried out through giving of formal education and informal. Fulfillment of the right to education and instruction for children in getting criminal through the coaching process, its implementation is technically stipulated in Government Regulation No. 31 year 1999. In fulfillment of the right to education for children of criminal in prison has been conducted based on the national education department curriculum but in practice there is a weakness, a weakness in the function's of education.
This study uses descriptive type, describing data's, analyze ·it as well. The approach in use is qualitative, with data collection through in-depth interviews, observation and literature study with the number of respondents 23 people. Informants who were in the select is still active as a child protege at the correctional institution tangerang male child, there is data in the search for finding the low quality of education which is implemented in prisons. Quality education is influenced by internal and external factors.
Results of analysis of this study indicate that the existing facilities in prisons are not appropriate in the conduct of education. In addition, factors educators I teachers who do not have the skills or background belakng graduate education contribute to poor quality of existing education in prisons. There has not been specified about the implementation of education in prisons.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syarif Usman
"Pesatnya perkembangan zaman diikuti adanya perubahan, dengan adanya tersebut setiap individu dituntut beraaptasi tidak terkecuali individu yang bekerja di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara yang selanjutnya di sebut Petugas Pemasya rakatan (UU No.1211995)
Adanya perubahan yang demikian cepat tersebut menimbulkan konsekuensi; salah satu konsekuensi yang timbul akibat perubahan tersebut adalah meningkatnya tindak kriminal. Dengan tingginya tindak kejahatan mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah penghuni di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara untuk selanjutnya disebut LAPAS dan RUTAN. Data terakhir pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Banten, bahwa isi LAPAS dan RUTAN telah over kapasitas 10 - 15%. Keadaan ini menimbulkan konsekuensi kerja yaitu semakin tinggi tuntutan terhadap tuntutan pekerjaan petugas seperti dikatakan Maslach, 1994 , bahwa salah satu bidang pekerjaan yang cenderung memiliki konsekuensi tinggi adalah pada Sector Human Sevice Selling. Pekerjaan yang dilakukan petugas LAPAS dan RUTAN merupakan bentuk pekerjaan pada sector tersebut yaitu suatu bentuk pekerjaan dengan resiko yang tinggi.
Dengan tingginya tuntutan pekerjaan tersebut mengharuskan petugas untuk mampu menyesuaikan diri. Penyesuaian diri ini dapat dimulai dari sikap petugas dalam merubah nilai-nilai kerja yang negatif menjadi positif dan memperthankan hal-hal positif serta meningkatkannya agar lebih optimal. Bila hal ini tidak disikapi dengan baik, maka akan menimbulkan konsekuensi kerja yang negatif. Salah satu diantaranya adalah stress. Pada dasarnya stress dibutuhkan seseorang dalam batas-batas yang wajar, bila seseorang mampu menganggap stress sebagai motovasi diri untuk meningkatkan prestasi kerja, maka hal itu bersifat fungsional, akan tetapi dapat juga berdampak negatif bila seseorang tidak mampu mengatasinya.
Oleh karena itu perlu adanya pengkajian yang mendalam tentang bagaimana upaya yang harus dilakukan terhadap petugas LAPAS dan RUTAN agar mereka dapat menyikapi nilai-nilai kerja yang ada serta mengubah perilakunya secara positif dan menghindarkan diri dari stress yang berakibat negatif yang dapat menurunkan kinerja petugas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Nilai-nilai Kerja terhadap Stress petugas RUTAN Rangkasbitung serta memberikan gambaran tentang jenis-jenis stress yang dialaminya. Populasi penelitian adalah pegawai RUTAN Rangkasbitung yang berjumlah 40 responden. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner tertutup yang terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama berisi tentang pertanyaan umum yang berkaitan dengan karakteristik responden. Bagian ke2 berkaitan dengan variabel Nilai-nilai Kerja (X) dan Stress Petugas (Y) pada RUTAN Rangkasbitung. Pengolahan analisis data menggunakan komputer dengan program SPSS 11.5 for Window dengan metode korelasi Pearsen. Sedangkan intuk menguji hubungan antara nilai-nilai kerja dan stress petugas digunakan korelasi.
Hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan model regresi linier sederhana menunjukkan bahwa variabel Nilai-nilai Kerja mempunyai pengaruh yang signifikan sebesar 0,202 terhadap stress petugas dengan koefisien beta sebesar 0,357. Nilai koefisien beta sebesar 0.357 menunjukkan bahwa besarnya variabel nilai-nilai kerja dalam menerangkan variabel stress sebesar 35,7%, sisanya diiterangkan oleh factor lain (64,3%).
Dengan demikian dari penelitian in dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh antara nilai-nilai kerja terhadap stress petugas. Saran-saran yang dapat dilakukan dari 3 factor utama nilai-nilai kerja yang berpengaruh, terdiri dari factor kesadaran kerja, suasana kerja, dan manajemen kerja terhadap tingkat stress petugas adalah:karena tingkat kesadaran kerja petugas berpengaruh negatif terhadap stress kerja maka untuk meningkatkan kesadaran kerja petugas perlu dilakukan langkah-langkah secara optimal melalui kebijakan-kebijakan pimpinan secara terus menerus. Karena factor suasana kerja berpengaruh positif terhadap stress kerja maka suasana kerja yang telah baik perlu terus dipertahankan dan jika mungkin terus ditingkatkan. Karena factor manajemen kerja berpengaruh negatif terhadap stress kerja maka perlu terus diupayakan peningkatan efektifitas manajemen kerja yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat stress pegawai.

Problems emerged in the individual officers at State Prison in responding to conditions outside the working environment or work unit called 'off the job' is financial problems, problems with children, physical, marriage and domestic problems, changes at the house environment and other personal problems, and the 'on the job' problems such as overloaded responsibility, lack of authority, ambiguous role, interpersonal conflicts, etc. These can influence emotion, thinking process and condition which if not manage properly will lead to distress and decreasing level of daily working performance.
Basically distress is natural to anyone at the reasonable level, when someone can regard distress as a self motivation in improving work performance and hence, distress plays a functional role. Distress can also be negative even destructive to someone's work performance when it failed to be controlled. Without distress, work challenge is non existence and work performance tends to be low. When distress progressing, work performance tend to be enhanced because distress can help someone to enforce every available resources to fulfill various needs and work as well as served to be in someone's maturity process. However, when distress reaches the peak, this level will tend to be lowering the work performance. The officer will lose the ability to control and incapable to make decisions and his/her attitude become erratic. The extreme result will be the nonexistences of someone's performance, because he/she is ill, despair, quitting or ran away from work and possibly being !et out. Therefore, it is necessary to make an in-depth study on what efforts need to be taken by officers of State Prison (RUTAN) in order to make use of distress positively and overcome high level of distress which will lead to the decrease of performance.
This research aimed to give description of work distress on officers at RUTAN Rangkasbitung and to explain the forms of work distress. Furthermore this research aimed to determine the influence of distress to officers' performance. The research will be used to give additional information or description on work distress related to the work of RUTAN's officers and it can be used by Indonesian government, in particular the Department of Law and Human Rights, to serve as a model to make further decision concerning individual officers at RUTAN.
The research resulted in most of officers at RUTAN Rangkasbitung have high level of work distress. This distress has three indicators: physical, attitude and emotional changes. It assumed that everyone has distress, with different individual level and ways of responding to it.
Distress happened in everyone with various ways, provoking different responds although in the same level of distress, hence this can caused different level of distress even though has the same work condition.
Based on the relation between supervisor and subordinates and vice versa; the symptoms of lack of concentration and over anxiousness take place. This relation shows a very significant and positive relation. Hence, low up to intermediate level of distress will stimulate the body and improving the ability to react. At that time someone often can work better, intensively or swiftly. However to much distress put unreachable demands on someone, causing lower performance. Intermediate distress can also have negative influence on long term performance, because the on going intensity of distress can weaken the energy resources which caused lowering of performance as well.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22397
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rahmi Faisal
"ABSTRAK
Narapidana perempuan hamil/ menyusui merupakan minoritas dalam komunitas suatu bangsa yang berada di Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana perempuan hamil dan menyusui memerlukan pembinaan yang berbeda narapidana pada umumnya. Hal ini terjadi karena narapidana perempuan dengan kondisi hamil dan menyusui memiliki fisik dan kebutuhan yang jauh berbeda dengan narapidana pada umumnya. Perawatan kesehatan reproduksi, pengobatan fisik maupun psikis, serta perlindungan terhadap anak-anak dari narapidana perempuan di dalam Lapas menjadi sangat penting karena akan menentukan masa depan narapidana dan anaknya sendiri. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif, dan hasil dari penelitian yang diperoleh setiap Lembaga Pemasyarakatan memiliki kebijakan atas permasalahan yang berbeda-beda, hal ini didasarkan pada faktor-faktor penghambat yang mereka miliki dalam proses pembinaan di dalam Lapas. Lapas Klas II B Anak Wanita Tanggerang dirasakan cukup memenuhi hak-hak narapidana perempuan hamil dan menyusui karena akses kesehatan, perlindungan keselamatan, serta program pembinaan yang cukup efektif. Untuk Lapas Perempuan Klas II A DKI Jakarta memiliki faktor penghambat yang membuat pihak Lapas dirasakan masih kurang memenuhi hak-hak narapidana tersebut akibat dari kondisi Lapas yang over crowded. Sedangkan, Lapas Klas II A Bogor merupakan Lapas dengan permasalahan yang lebih kompleks, kondisi Lapas yang over crowded, tidak adanya akses perlindungan yang memadai, serta dilarangnya narapidana yang pasca melahirkan membawa anak ke dalam Lapas, menjadikan kebijakan Lapas ini bertentangan dengan beberapa regulasi yang ada dan belum memenuhi hak-hak narapidana perempuan hamil dan menyusui.

ABSTRACT
Pregnant and breastfeeding women's prisoners are a minority in the community of a nation in the Prison. Prisoners of pregnant and breastfeeding women require different counseling of convicts in general. This happens because female prisoners with pregnant and breastfeeding conditions have a physical and a need that is much different from the convicts in general. Reproductive health care, physical and psychological treatment, as well as protection of children from female prisoners in prison are very importance because it will determine the future of inmates and their own children. In this study, the authors use normative juridical research methods focused on assessing the application of norms or norms in positive law, and the results of research obtained by each the prison have policies on different issues, the inhibiting factors they have in the coaching process within the prisons. Prisons Class II B Child Tanggerang is sufficient to fulfill the rights of pregnant and lactating female prisoners because of health access, safety protection, and effective coaching programs. For prisons of Women Class II A DKI Jakarta has an inhibiting factor that makes the prisons felt is still not meet the rights of prisoners is due to the condition of prisons are overcrowded. Meanwhile, Prisons Class II A Bogor is prisons with more complex problems, overcrowded prisons, inadequate access to protection, and prohibition of post partum prisoners bringing children into prisons, making this prison's policy contrary to some existing regulations and has not fulfilled the rights of pregnant and breastfeeding women's prisoners. "
2018
T51054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Sabrina
"Penelitian ini membahas tentang pelaksanaan program pendidikan di ISCO Foundation yaitu program beasiswa pendidikan dan program sanggar kegiatan anak. Penelitian ini juga membahas program yang mendukung program pendidikan yaitu program nutrisi dan tambahan kesehatan dan program perlindungan dan advokasi hak anak. Program ini memberdayakan anak-anak dari kelompok marjinal dengan melakukan pemenuhan hak dasar anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan program dan menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan program pendidikan sebagai upaya pemenuhan hak anak. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan studi deskriptif melalui studi literatur, observasi, dan wawancara yang dilakukan secara luring. Penelitian ini melibatkan 10 orang informan yang terdiri dari staf ISCO Foundation, anak dampingan ISCO Foundation, dan alumni anak dampingan ISCO Foundation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam program pendidikan, ISCO Foundation berhasil memenuhi hak anak atas pendidikan. Dalam program nutrisi dan tambahan kesehatan, program ini melakukan pemenuhan hak anak atas gizi. Dalam program perlindungan dan advokasi hak anak, ISCO Foundation berhasil melakukan pemenuhan hak atas perlindungan dan hak atas identitas. Faktor pendukung yang mempengaruhi pelaksanaan program adalah lokasi yang strategis, kedekatan dengan anak dampingan, adanya program pendukung dari donor, kesadaran orang tua yang tinggi, dan staf lapangan yang handal. Sedangkan, faktor penghambatnya adalah pergaulan bebas, lingkungan yang berpengaruh buruk, dan penolakan dari anak dampingan.

This study discusses the implementation of educational programs at ISCO Foundation, namely educational scholarship programs and children's activity studio programs. This research also discusses programs that support educational programs, namely nutritional and supplementary health programs and programs for the protection and advocacy of children's rights. This program empowers children from marginalized groups by fulfilling children's basic rights. The purpose of this research is to describe the implementation of the program and explain what factors influence the implementation of educational programs as an effort to fulfill children's rights. This research is qualitative research with a descriptive study through literature studies, observations, and interviews conducted offline. This research involved 10 informants consisting of ISCO Foundation staff, ISCO Foundation assisted children, and ISCO Foundation assisted alumni. The results of the research show that in terms of educational programs, ISCO Foundation has succeeded in fulfilling children's right to education. In the nutritional and additional health program, this program fulfills children's right to nutrition. In the protection and advocacy program for children's rights, ISCO Foundation has succeeded in fulfilling the right to protection and the right to identity. Supporting factors that influence program implementation are strategic location, proximity to assisted children, existence of donor support programs, high parental awareness, and reliable field staff. Meanwhile, the inhibiting factors are promiscuity, an environment that has a bad influence, and rejection from assisted children."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Eva Gantini
"Kemajuan teknologi dan arus globalisasi bukan hanya membawa dampak positif, tetapi juga menimbulkan dampak negatif. Salah satunya adalah timbulnya tindakan kenakalan anak-anak, sehingga anak harus berurusan dengan hukum, mendapat putusan pengadilan dan harus menjalani pidana hukuman penjara di Rumah Tahanan Negara atau Lembaga Pemasyarakatan. Rumah Tahanan Negara Bandung, sebagai salah satu unit pelaksana teknis Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Barat, menampurxg anak-anak pidana sebanyak 19 orang. Anak-anak tersebut diternpatkan bersama-sama dengan Narapidana Dewasa. Walaupun berbeda Blok, namun masih memungkinkan terjadi interaksi pengaruh dari dan Narapidana Dewasa. Keadaan dan situasi ini memungkinkan anak-anak yang berada di Rumah Tahanan Negara Bandung menjadi semakin buruk keadaannya. Banyak tindak kekerasan dan perlakuan yang buruk terhadap anak-anak yang dilakukan baik oleh Narapidana maupun Petugas Pemasyarakatan. Salah satunya adalah tidak terpenuhinya Hak Rasa Aman Anak Anak Pidana yang dijadikan obyek penelitian sebanyak 6 orang, Petugas Pemasyarakatan 2 orang, Kepala Rumah Tahanan Negara Bandung, Petugas Balai Pemasyarakatan 1 orang dan Hakim Wasmat 1 orang. Penelitian dilakukan selama 2 bulan di Rumah Tahanan Negara Bandung, dengan metode wawancara, pengamatan Iangsung serta studi kepustakaan.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa masih belum terpenuhinya Hak Rasa Aman Anak-anak Pidana di Rumah Tahanan Negara Bandung. Hak Rasa Aman yang belum terpenuhi, yaitu : perlindungan diri pribadi anak, hak berhubungan surat.menyurat, perlakuan yang sama dalam hukum, serta babas dari penyiksaan dan pelakuan sewenang-wenang.dalam penelitian ini diberikan rekomendasi tentang upaya-upaya yang harus dilakukan agar terpenuhinya Hak Rasa Aman bagi Anak Pidana di Rumah Tahanan Negara Bandung.

Technology development and globalization era growth not only causing positive impact, but also negative impact against economy situation, community mental, one of them is negative impact over children, juvenile, due to childrens openness process can access any kinds of information without filter. The results the children commit obscene crime, due to the influence of Porn or explicit Video CD, other result is economy situation that is less of benefit, and forcing the children to commit a crime, and still many cause of children commit crime, so they must execute the punishment in prison. Detentions House in Bandung is one of the Technical Institute Unit Executor in Regional Environment Office of Law Department and Human Rights in West Java which accomodating and constructing not only Prisoner but also good Convict of child and also adult. West Java has not been owned Special Institute of Correctional as Prisons for children, so that the location for children convict are linked up with adult Convict. This situation are exist in Detention House Bandung, it is very gristle and is prone of negative influence from adult Convict, besides that also affecting on chiidreen growth, a security which ought to be got by a child growth is cannot fufilled maximally. Rights to feel safe to the childreen among others is ; the confession of equal rights in front of law, free from persecution, and correspondence the right to communications. Rights to feel safe to the childreen also ought to earn to be fulfilled maximally, the mentioned not fully run in Detentetions House Bandung because there is an existing constraints among others : Facilities and basic facilities, Human Resource, Peripheral punish or unclear order.
This research conducted to find out and understanding the constraints so that not fufilled of rights feel safe crime child in Detentions House Bandung and also give for thought and solution to natural trouble-shooting by criminal children in Detentions House Bandung The efforts which is and will be run to construction of criminal children in Detentions House Bandung in this time does not match as according to regulation and Law Codes, so that would be need the existence of furthermore construction especially to Detentions House officer.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15035
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Afithasari
"Narapidana dan narapidana ibu hamil memiliki kebutuhan tambahan terkait hal ini pemenuhan hak kesehatannya di Rumah Tahanan Negara. Hak ini penting karena berhubungan langsung dengan ibu hamil dan juga untuk kesehatan janin itu mengandung. Tesis ini menjelaskan tentang pemenuhan hak atas kesehatan ibu hamil yang dilakukan oleh Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIA Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mewawancarai 3 (tiga) orang narapidana wanita hamil yang berada di Rutan Kelas IIA, Jakarta Timur. Benda Tujuannya untuk mengetahui pengalaman dan kebutuhan narapidana wanita hamil, terutama dalam upaya memenuhi kesehatan Rutan Kelas IIA Jakarta Timur sebagai Unit Pelayanan Teknis yang bertugas melindungi HAM Tahanan dan narapidana manusia. Analisis penelitian ini menggunakan Perspektif Hak Asasi Manusia dan Teori Hukum Feminis. Berdasarkan hasil didapat, Rutan Kelas IIA Jakarta Timur melakukan 4 upaya kesehatan yaitu upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi narapidana dan tahanan perempuan hamil. Namun upaya kesehatan belum terpenuhi dengan baik karena Beberapa kendala tersebut antara lain kondisi overcrowding yang terjadi, anggaran fasilitas dan staf yang tidak memadai serta terbatas di pusat penahanan.

Pregnant women prisoners and prisoners have additional needs in this regard to fulfill their right to health in State Detention Centers. This right is important because it is directly related to pregnant women and also for the health of the fetus that is pregnant. This thesis describes the fulfillment of the rights to health of pregnant women carried out by the Class IIA State Detention Center (Rutan), East Jakarta. This study used a qualitative approach by interviewing 3 (three) pregnant female prisoners who were in the Class IIA Detention Center, East Jakarta. Object The aim is to find out the experiences and needs of pregnant women prisoners, especially in an effort to fulfill the health of the Class IIA Prison in East Jakarta as a Technical Service Unit in charge of protecting the human rights of prisoners and human prisoners. The analysis of this research uses the Human Rights Perspective and Feminist Legal Theory. Based on the results obtained, East Jakarta Class IIA Rutan has made 4 health efforts, namely promotive, preventive, curative, and rehabilitative efforts for pregnant women inmates and prisoners. However, health efforts have not been fulfilled properly due to some of these constraints, including overcrowding conditions, insufficient budget for facilities and staff and limited in detention centers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyra Dewanti Kumala Raden
"Indonesia sebagai negara bukan anggota dari Konvensi Tahun 1951 tentang Status Pengungsi (Konvensi Pengungsi) sering kali disalahkan atas ketidakmampuannya dalam pemenuhan hak pendidikan pencari suaka anak dan pengungsi anak. Posisi hukum suatu negara terhadap suatu konvensi merupakan landasan dari terbentuknya kewajiban negara tersebut atas ketentuan yang terdapat didalamnya. Adanya keikutsertaan Indonesia di dalam konvensi hak asasi manusia lainnya menyebabkan ketidakpastian atas standarisasi pemenuhan hak pendidikan anak berdasarkan statusnya sebagai pencari suaka maupun pengungsi. Maka, berdasarkan masalah ini, peneliti melakukan penelitian berdasarkan metode penelitian hukum normatif kualitatif melalui studi kepustakaan. Selanjutnya penemuan atas penelitian bahwa dalam hal kewajiban negara bukan pihak dalam Konvensi Pengungsi terhadap hak pendidikan anak, terdapat 2 kewajiban yaitu penerimaan berdasarkan non-refoulement dan penghormatan atas hak asasi manusia yang keduanya merupakan bagian dari hukum adat internasional. Sebagaimana hasil penelitian, seharusnya komunitas internasional membantu secara aktif upaya pemenuhan hak pendidikan pencari suaka anak dan pengungsi anak melalui kontribusi nyata baik secara langsung maupun tidak langsung dan bukannya menuntut pemenuhan hak tersebut secara sepihak kepada negara-negara bukan pihak, yang dalam hal ini salah satunya adalah Indonesia.

Indonesia as a non-party to the 1951 Convention on the Status of Refugees (the Refugee Convention) is often blamed for its inability to fulfill the educational rights of child asylum seekers and child refugees. The legal position of a country towards a convention is the basis for the formation of the country's obligations for the provisions contained therein. The existence of Indonesia's participation in another human rights conventions causes uncertainty over the standardization of the fulfillment of children's education rights based on their status as asylum seekers or refugees. Therefore, based on this problem, the researcher conducts research based on qualitative normative legal research methods through literature study. Furthermore, the findings from the research show that in terms of the obligations of a country that is not a party to the Refugee Convention towards  children's education rights, there are 2 obligations, namely acceptance based on non-refoulement and respect for human rights, both of which are parts of international customary law. As the research results, the international community should actively assist efforts to fulfill the educational rights of child asylum seekers and child refugees through real contributions, either directly or indirectly, instead of demanding the fulfillment of these rights unilaterally to non-parties, which in this case is Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>