Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105198 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmannisa Fadhilah
"Live streaming telah menjadi sebuah tren dan mampu memunculkan suatu industri baru. Live stream kerap dikatakan sebagai penyiaran secara waktu nyata melalui internet, namun hal ini menimbulkan pertanyaan terkait kegiatan penyiaran yang dilaksanakan oleh live stream apakah memiliki pengertian yang sama dengan penyiaran sebagaimana dimaksud oleh UU Penyiaran serta terdapat kemungkinan dengan perwujudan partisipasi khalayak atas web 2.0 melalui produk live stream dapat menimbulkan sebuah jenis karya baru. Melalui pendekatan yuridis normatif dalam melakukan penelitian ini akan meneliti kedudukan produk live stream dalam UU Hak Cipta dan perlindungan dari suatu konten live stream yang dilakukan pengunggahan ulang tanpa izin. Kegiatan penyiaran yang dilakukan oleh live streaming tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan penyiaran sebagaimana pengertian UU Penyiaran dan tidak memiliki hak siar sebagaimana UU Hak Cipta. Video live stream permainan gim dapat dikategorikan sebagai suatu ciptaan, melakukan tindakan pengunggahan ulang konten live stream merupakan suatu pelanggaran hak eksklusif pencipta. Pencipta konten yang merasa hak kekayaan intelektualnya telah dilanggar dapat melakukan upaya melalui jalur litigasi maupun non litigasi.

Live streaming has become a trend and is capable of giving rise to a new industry. Live streams are often said to be broadcasting in real time via the internet, but this raises questions regarding broadcasting activities carried out by live streams whether they have the same meaning as broadcasting as referred to in the Broadcasting Law and there is a possibility of realizing audience participation on web 2.0 through live products streams can give rise to a new kind of work. Through a normative juridical approach in conducting this research, it will examine the position of live stream products in the Copyright Law and the protection of live stream content that is re-uploaded without permission. Broadcasting activities carried out by live streaming cannot be categorized as an act of broadcasting as defined in the Broadcasting Law and do not have broadcast rights as per the Copyright Law. Video game live streams can be categorized as a creation, re-uploading live stream content is a violation of the creator's exclusive rights. Content creators who feel their intellectual property rights have been violated can make efforts through litigation or non-litigation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Azmi
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas preferensi khalayak mengenai konten video di aplikasi live streaming. Saat ini, khalayak memiliki banyak pilihan untuk menonton video, di antara pilihan yang telah banyak digunakan oleh banyak orang, live streaming menjadi pilihan alternatif untuk khalayak. Penelitian ini berfokus pada aplikasi siaran V LIVE dengan lebih fokus membahas kanal K-Pop, yang menjadi kanal utam di aplikasi V LIVE. Penelitian ini bertujuan mengetahui preferensi khalayak dan pengelompokkan karakter khalayak berdasarkan preferensi tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan 96 responden sebagai sampel untuk mengetahui preferensi khalayak dalam menonton video siaran live streaming. Hasil penelitian menunjukkan bahwa preferensi khalayak dalam memilih jenis siaran dipengaruhi oleh jenis konten dan kualitas tayangan. Preferensi khalayak dalam memilih jenis siaran video tidak dipengaruhi oleh profil geodemografis. Pengelompokkan karakteristik khalayak dalam pemilihan konten video aplikasi V LIVE didasari oleh aktivitas khalayak saat menonton video siaran live streaming dan preferensi khalayak dalam memilih jenis siaran video. Berdasarkan hasil analisis cluster, pengelompokkan karakteristik khalayak menjadi tiga kelompok yaitu Kelompok Penikmat Setia, Kelompok Pengguna Biasa, dan Kelompok Pengguna Sambil Lalu.

ABSTRACT
This research discussed people preference about video content of a live streaming application. Nowadays, people have a lot of choice to watch videos, one of those is live streaming that was chosen as alternative. This research focused on broadcast application V LIVE with more focused on K pop, which the main channels of V LIVE application. The purpose of this research is to understand people 39 s preference and categorized their character based on their reference. This research using the quantitative approach and 96 respondent as a sample to understand people preference on watching video of live streaming. The result of this research showed that people preference on choosing type of broadcast affected by type of content and quality of broadcast. People 39 s preference on choosing type of broadcast video is not affected by geodemografis profile. Cateogrizing people 39 s character on choosing video content of V LIVE application is based on what actvities they were doing while they are watching and people 39 s preference on choosing type of broadcast video. Based on the result of cluster analysis, categorizing people 39 s preference into three groups, Loyal Lovers Group, Usual Users Group, and Casual Users Group."
2017
S67348
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Randey Juliano Rasyid
"

Dalam beberapa tahun terakhir, popularitas live streaming meningkat secara drastis sebagai akibat dari pandemi COVID-19, terutama live streaming terkait game. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi niat keberlanjutan untuk menonton live streaming terkait game dan niat bermain game dengan menerapkan Flow Theory. Berdasarkan Flow Theory, niat keberlanjutan untuk menonton dipengaruhi oleh flow experience. Penelitian ini mengidentifikasi tiga kategori faktor utama yang memengaruhi flow experience, yaitu karakteristik streamer yang terdiri dari interactivity, streamer skills, dan social presence, kualitas konten live streaming yang terdiri dari entertainment dan informativeness, serta kualitas platform live streaming yang terdiri dari technology & functional quality dan security. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis pengaruh niat keberlanjutan untuk menonton live streaming terkait game terhadap niat bermain game yang dimainkan oleh streamer. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif melalui survei. Analisis data dilakukan dengan menggunakan partial least square structural equation modeling terhadap data dari 470 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa interactivity, social presence, entertainment, technology & functional quality, dan security memengaruhi flow experience, sedangkan streamer skills dan informativeness tidak memengaruhi flow experience. Selain itu, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa flow experience memengaruhi continuous watching intention, dan continuous watching intention memengaruhi play intention. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis kepada penelitian selanjutnya terkait live streaming, serta memberikan manfaat secara praktis kepada streamer, pengembang platform live streaming, dan perusahaan pengembangan game.


In the past few years, the popularity of live streaming has drastically increased as a result of the COVID-19 pandemic, especially game live streaming. The aim of this study is to analyze the factors that affect viewers’ continuous intention to watch game live streaming and their intention to play games by implementing Flow Theory. According to Flow Theory, continuous watching intention is affected by flow experience. This study identifies three main categories of factors, namely streamer characteristics which consist of interactivity, streamer skills, and social presence, live streaming content quality which consist of entertainment and informativeness, as well as live streaming platform quality which consists of technology & functional quality and security. In addition, this study also analyzes how the continuous intention to watch game live streaming affects viewers’ intention to play games that the streamer has played. This study was done by using a quantitative method via survey. Data analysis was done by using partial least square structural equation modeling on data from 470 respondents. The results of this study indicate that interactivity, social presence, entertainment, technology & functional quality, and security affect flow experience, whereas streamer skills and informativeness do not affect flow experience In addition, the results of this study indicate that flow experience affects continuous watching intention, and continuous watching intention affects play intention. The results of this study will hopefully provide theoretical benefits towards future studies related to live streaming, as well as practical benefits towards streamers, live streaming platform developers, and game development companies.

"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Savana Orcaputri
"Media sosial merupakan wadah komunikasi baru bagi masyarakat, untuk bisa saling berinteraksi dan bertukar informasi dengan menggunakan sistem elektromagnetik. Namun, dengan meningkatnya jumlah pengguna media sosial, hal tersebut juga diikuti dengan berkembangnya tindak kejahatan pornografi dengan menyalahgunakan media sosial yang ada. Maka dari itu, media sosial sebagai salah satu penyelenggara sistem elektronik (PSE) di Indonesia, dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum atas tindak pidana pornografi yang difasilitasi dalam sistem elektroniknya. Fokus penelitian ini, akan membahas lebih mendalam mengenai aplikasi TikTok, dan menguraikan secara akademis tentang (i) bagaimana kewajiban media sosial TikTok sebagai PSE dalam mematuhi norma kesusilaan berdasarkan hukum positif di Indonesia; (ii) bagaimana media sosial TikTok mengatur pembatasan muatan seksual yang dilarang untuk disiarkan; (iii) bagaimana pertanggungjawaban media sosial Tiktok terhadap konten pornografi yang ditayangkan pada sistem elektroniknya dalam fitur live streaming. Metode penelitian yang digunakan penulis ialah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan sumber penelitian pustaka, serta dengan sifat penelitian yang analitis dan berbagai jenis data sekunder yang mendukung. Dasar hukum utama yang mengatur mengenai media sosial sesuai dengan hasil analisis penulis ialah, UU ITE, UU Pers, serta UU Penyiaran. Namun penulis akan memfokuskan pembahasan kepada TikTok sebagai PSE resmi di Indonesia, yang diatur oleh peraturan turunan UU ITE, yakni Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019, dan Peraturan Menteri No. 5 Tahun 2020. Penelitian penulis juga ditinjau dari dasar hukum utama mengenai pornografi, yakni pada UU Pornografi dan KUHP. Pada dasarnya, ketentuan diatas telah memuat hak dan kewajiban TikTok sebagai PSE, yang dimana salah satunya untuk tidak menyebarkan informasi/dokumentasi elektronik yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan. Dalam praktiknya, TikTok masih menyebarkan konten pornografi, sehingga badan usaha asing tersebut wajib mempertanggungjawabkan tindakannya secara hukum dalam hal belum terpenuhi secara lengkap kewajibannya, sebagai PSE berdasarkan peraturan perundangundangan.

Social media is a new communication platform for the public, to be able to interact and exchange information using electromagnetic systems. However, with the increasing number of social media users, this is also followed by the development of pornography crimes by abusing existing social media. Therefore, social media as one of the organizers of the electronic system (PSE) in Indonesia, can be held legally responsible for pornography crimes facilitated in its electronic system. The focus of this research, will go deeper into the TikTok app, and elaborate academically on (i) how TikTok’s as a social media comply with obligations as a PSE in based on moral norms positive law in Indonesia; (ii) how TikTok's as a social media regulates restrictions on sexual content that is prohibited from being broadcast; (iii) how Tiktok's as a social media is responsible for pornographic content that is aired on its electronic system in the live streaming feature. The research method used by the author is normative juridical research, using literature research sources, as well as with the analytical nature of research and various types of supporting secondary data. The main legal basis governing social media in accordance with the results of the author's analysis is the ITE Law, the Press Law, and the Broadcasting Law. However, the author will focus the discussion on TikTok as an official PSE in Indonesia, which is regulated by derivative regulations of the ITE Law, namely Government Regulation No. 71 of 2019, and Ministerial Regulation No. 5 of 2020. The author's research is also reviewed from the main legal basis regarding pornography, namely the Pornography Law and the KUHP. Basically, the provisions have contained the rights and obligations of TikTok as a PSE, one of which is not to disseminate electronic information/documentation that is prohibited by laws and regulations. In practice, TikTok still spreads pornographic content, so the foreign business entity is obliged to legally responsible its actions based on the law, in terms of they have not fully fulfilled their obligations as a PSE based on laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggun Mayangsari
"ABSTRAK

Salah satu subsektor ekonomi kreatif yang sangat mumpuni adalah musik. Dari musik sendiri banyak aransemen yang termasuk kegiatan untuk menaikan pendapatan negara yaitu cover lagu. Lagu merupakan salah satu objek ekonomi kreatif yang bernilai tinggi. Di era globalisasi ini pun situs Youtube menjadi salah satu sarana termudah bagi masyarakat di seluruh dunia untuk mengekspresikan karya seninya agar dapat dilihat oleh semua orang pengguna situs Youtube. Keberadaan YouTube menjadi sarana unjuk kemampuan di bidang musik, baik dengan tujuan komersil maupun non-komersil. Hal ini menyebabkan banyaknya konten cover lagu ditemukan di YouTube. Konten cover lagu sangat bersinggungan dengan pelanggaran Hak Cipta, hal ini disebabkan karena cover lagu bukanlah hanya sekedar menyanyikan ulang, melainkan juga menyanyikan kembali dengan ciri khas nya sendiri atau ada sentuhan innovasi dalam hasil karyanya. Selain itu, para pelaku ekonomi kreatif dalam bidang cover lagu tidak melakukan langkah yang seharusnnya dilakukan agar mencegah terjadinya pelanggaran Hak Cipta. Indonesia memiliki regulator pemerintahan yang menaungi cover lagu yaitu Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dan Badan Ekonomi Kreatif. Perlu adanya sinergi antara dua Kementerian/Lembaga tersebut dalam pengembangan ekonomi kreatif terkait dengan cover lagu.


ABSTRACT


One of the highly qualified subsectors of the creative economy is music. From the music itself, there were many arrangements which included activities to raise the country's income, namely the cover of the song. The song is one of the most valuable creative economic objects. In this globalization era, the Youtube site has become one of the easiest means for people around the world to express their art to be seen by all users of the Youtube site. The existence of YouTube is a means of demonstrating capabilities in the field of music, both for commercial and non-commercial purposes. This causes a lot of song cover content to be found on YouTube. The content of the song cover is very tangent to copyright infringement, this is because the cover of the song is not just to sing it again, but also to sing it back with its own characteristics or an innovative touch in the results of his work. In addition, creative economic actors in the field of song cover do not take steps that should be taken to prevent copyright infringement. Indonesia has a government regulator that covers the cover of the song, namely the Directorate General of Intellectual Property and the Creative Economy Agency. There needs to be a synergy between the two Ministries / Institutions in the development of a creative economy related to song cover.

"
2019
T54337
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fabian Raffa Reyhan
"Recaps film adalah salah satu jenis konten yang dapat dibuat oleh para creator YouTube untuk mendapatkan uang atau keuntungan dari sistem monetisasi yang disediakan oleh YouTube. Saqahayang adalah salah satu creator yang membuat jenis konten ini pada kanal YouTube-nya. Recaps film sendiri dapat di definisikan sebagai suatu konten penceritaan kembali suatu film/serial yang sedang atau sudah tayang di publik, dengan menggunakan narasi pembuat konten sendiri serta menggunakan unsur audio dan visual dari film atau serial yang dijadikan subjek yang memiliki sifat ‘pengganti’, dimana penonton atau calon penonton suatu film dapat menonton dan mengerti isi dari suatu film dalam waktu 15 sampai 30 menit tanpa harus menonton film yang dijadikan subjek secara keseluruhan di bioskop atau layanan streaming. Walaupun YouTube sebagai penyedia platform sudah memiliki aturan tentang larangan penggunaan karya orang lain tanpa ijin pengguna, pelanggaran mengenai hal tersebut masih kerap terjadi. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pembuatan konten berjenis recaps film yang dibuat oleh Saqahayang memiliki potensi pelanggaran Hak Cipta. Tindakan yang dilakukan Saqahayang juga tidak dapat dikategorikan sebagai ‘penggunaan yang wajar’ karena terdapat kepentingan ekonomi pencipta cuplikan film atau serial yang dirugikan. Sebagai bentuk tanggung jawab dan cara untuk menanggulangi permasalahan tersebut, YouTube memiliki Formulir Web DMCA Publik, Copyright Match Tool, dan Content ID yang dapat membantu dan melindungi pencipta dan para pemilik hak cipta. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, tulisan ini akan menganalisis mengenai bentuk pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh Saqahayang dan bagaimana bentuk tanggung jawab hukum YouTube sebagai penyedia platform.

Film recaps are one type of content that can be created by YouTube creators to earn money or profit from the monetization system provided by YouTube. Saqahayang is one of the creators who produces this type of content on their YouTube channel. Film recaps can be defined as a retelling of a movie/TV series that is currently airing or has already been released to the public, using the creator's own narration and incorporating audio and visual elements from the film or series being discussed. It serves as a 'substitute' that allows viewers or potential viewers to understand the content of a film within 15 to 30 minutes, without having to watch the entire film in theaters or on streaming services. Although YouTube, as a platform provider, has rules against the unauthorized use of others' work, violations still occur frequently. Referring to Law Number 28 of 2014 concerning Copyright, the production of film recap content by Saqahayang has the potential to infringe on Copyright. Saqahayang's actions cannot be categorized as 'fair use' because they economically affect the creators of the film or series excerpts. As a form of responsibility and a way to address this issue, YouTube provides the Public DMCA Web Form, Copyright Match Tool, and Content ID to assist and protect creators and copyright owners. Using a normative juridical research method, this paper will analyze the forms of copyright infringement committed by Saqahayang and the legal responsibilities of YouTube as a platform provider."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Brigitta Naomi
"Penelitian ini menjawab pertanyaan bagaimana konstruksi hukum konten YouTube sebagai jaminan fidusia serta permasalahan dan keterbatasan apa saja dalam peraturan perundang-undangan yang ada saat ini dalam menerima konten YouTube sebagai jaminan fidusia. Pertanyaan ini dilatarbelakangi perkembangan bahwa aset tidak berwujud yang ditransaksikan dalam ruang siber memiliki nilai ekonomi. Nilai ekonomi ini membuka peluang dibebankannya aset tidak berwujud sebagai objek jaminan. Konten Youtube sebagai suatu objek jaminan merupakan topik yang menarik perhatian di Indonesia, khususnya sejak tahun 2022. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan didukung wawancara dari beberapa narasumber yang bergerak dibidang perbankan, industri kreatif, dan data. Berdasarkan hasil penelitian, konten YouTube merupakan dokumen elektronik yang memiliki nilai ekonomi. Konten YouTube dapat dikategorikan sebagai aset digital. Konten YouTube juga merupakan karya cipta berupa video yang dilindungi oleh hak cipta. Berdasarkan kedua karakteristik tersebut, jaminan fidusia dengan skema pembebanan kekayaan intelektual lebih tepat dan praktis untuk diterapkan. Konstruksi hukum dalam pembebanan konten YouTube sudah cukup memadai didukung dengan disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Namun, lembaga keuangan belum cukup percaya diri dalam menerima konten YouTube sebagai objek jaminan. Salah satu alasannya ialah lembaga keuangan merupakan pihak yang menanggung resiko dari skema pembiayaan. Beberapa permasalahan hukum dalam menerima konten YouTube sebagai jaminan fidusia antara lain, nilai dan valuasi konten YouTube, eksekusi konten YouTube belum didukung dengan pasar sekunder kekayaan intelektual, serta keberadaan konten Youtube dalam sistem elektronik dan ruang siber yang membuka kemungkinan terhapusnya konten yotube serta kejahatan siber berupa peretasan.

This study answered the legal concept regarding YouTube content as a fiduciary guarantee and the legal problems and limitations that the existing laws and regulations encounter in accepting YouTube content as a fiduciary guarantee. These questions are raised to respond to the development that intangible assets transacted in cyberspace have significant economic value. Such a value could open up opportunities for imposing intangible assets as collateral objects. YouTube content is an electronic document stored in YouTube’s server. YouTube content as an object of collateral has been an emerging topic since 2022. This research attempted to explore the opportunities of YouTube as a fiduciary guarantee. In this study, the author uses a doctrinal research method supported by interviews from several sources engaged in banking, creative industries, and data. The study concluded that Youtube content as an electronic document with economic value can be categorized as digital goods. YouTube content also contains copyrighted works in the form of videos protected by the copyright regime. Based on these two characteristics, the legal construction of fiduciary guarantees is more accurate and practical. The legal construction in imposing YouTube content is sufficiently supported by the promulgation of Government Regulation Number 24 of 2022 concerning Regulations for Implementing Law Number 24 of 2019 concerning the Creative Economy. However, financial institutions are not confident enough to accept YouTube content as collateral. One reason is that financial institutions are the party that bears the risk of this financing scheme. Some of the risks in imposing YouTube content as fiduciary guarantees include the diversity of types of copyrighted works, the diversity of monetization values, the secondary market for intellectual property is not yet supported, the valuation of YouTube content, and the existence of YouTube content in electronic systems and cyberspace which opens up the possibility of YouTube content being deleted and cybercrime in the form of hacking."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moza Abel Talitha
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor interaksi interpersonal yang mempengaruhi intensi pembelian terhadap produk fashion lokal Indonesia melalui TikTok live stream shopping, berdasarkan teori Stimulus-Organism-Response (SOR). Sampel penelitian terdiri dari pengguna TikTok live stream shopping yang pernah menonton sesi live stream shopping produk fashion lokal dari Indonesia, tinggal di wilayah Jabodetabek, dan berusia antara 18 hingga 34 tahun. Kuesioner penelitian disebarkan secara online, dan sebanyak 295 responden berhasil mengisi kuesioner. Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) dengan menggunakan software PLS-SEM. Menurut penelitian ini, Perceived similarity berhubungan positif dengan Swift guanxi. Selain itu, Perceived similarity Perceived responsiveness berhubungan positif dengan Initial Trust. Swift guanxi dan Initial Trust berhubungan positif dengan Purchase Intention. Selain itu, ditemukan bahwa swift guanxi memiliki peran mediasi yang positif terhadap Perceived similarity pada Purchase Intention di TikTok live streaming shopping. Terakhir, Initial Trust secara positif memediasi efek Perceived similarity dan Perceived responsiveness terhadap Purchase Intention di TikTok live streaming shopping.

This study aims to investigate the interpersonal interaction factors influencing purchase intention towards local Indonesian fashion products through TikTok live stream shopping, based on the Stimulus-Organism-Response (SOR) theory. The sample consists of TikTok livestream shopping users who have previously watched livestream shopping sessions of local fashion products from Indonesia, residing in the Jabodetabek area, and aged between 18 and 34 years. The research questionnaire was distributed online, and a total of 295 respondents successfully completed the survey. The collected data were analyzed using the Structural Equation Modelling (SEM) method with PLS-SEM software. According to this study, perceived similarity is positively related to swift guanxi. Additionally, perceived similarity and perceived responsiveness are also positively related to initial trust. Swift guanxi and Initial trust is positively related to the buyer's intention to purchase a product. Moreover, it is found that swift guanxi positively mediates the effect of perceived similarity on purchase intention in TikTok live stream shopping. Lastly, Initial trust positively mediates the effect of perceived similarity and perceived responsiveness on purchase intention in TikTok live stream shopping."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aloysia Agnes Edita
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi reaksi pengguna Twitter dan Youtube terhadap iklan terbaru Pepsi Live for Now Moments Anthem yang pertama kali ditayangkan dan didistribusikan di media sosial pada tanggal 4 April 2017. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana reaksi publik, positif maupun negatif dengan mengolah data dari Twitter dan Youtube, juga untuk mendapatkan kata kunci konsep seputar perbincangan Pepsi di media tersebut untuk mengevaluasi keefektifan-nya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan peta konsep dan daftar tabel dalam mengumpulkan data dari dua platform media social Twitter dan Youtube .

ABSTRACT
This research is to explore Twitter and Youtube user rsquo s reactions in regards to Pepsi latest advertisement ldquo Live for Now Moments Anthem rdquo , which was first aired and distributed throughout the social media on April 4th 2017. The aim of this research is to determine how people react towards the advertisement whether positive or negative by generating data from social media platforms Twitter and Youtube comments, also to find key concepts that surrounds Pepsi advertisement conversation to evaluate its effectiveness. This research is a qualitative research, with concept map and ranked list data analysis as its approach of data collection. "
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Irawan
"Pertunjukan wayang kulit merupakan pertunjukan wayang yang sudah dikenal secara turun temurun dari satu generasi ke generasi lainnya dan telah ada sejak ± 1500 SM. Pertunjukan wayang juga menjadi salah satu mata pencaharian bagi sebagian orang terutama dalang. Namun semenjak terjadi pandemi Covid-19 pada tahun 2020 dan berlakunya ketentuan mengenai PSBB, segala pertunjukan langsung beralih menjadi pertunjukan secara virtual dan salah satunya melalui Youtube. Hal tersebut berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pertunjukan wayang itu sendiri dan kepada para seniman pertunjukan wayang terutama dalang. Salah satu dampaknya adalah mengenai kejelasan kedudukan pertunjukan wayang dan kedudukan dalang dalam pertunjukan wayang yang dilakukan secara virtual melalui Youtube berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Berdasarkan penjelasan tersebut, terdapat tiga rumusan masalah antara lain (1) apakah pertunjukan wayang yang dilindungi dalam UUHC termasuk ke dalam ekspresi budaya tradisional atau ciptaan?; (2) bagaimana kedudukan dalang dalam UUHC?; dan (3) apa saja tindakan yang dapat dilakukan oleh dalang jika terjadi pelanggaran hak cipta atas video pertunjukan wayang kulit miliknya didasarkan pada ketentuan Youtube dan dibandingkan dengan UUHC? Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, menggunakan bahan hukum primer dan sekunder, dan pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara penelitian kepustakaan. Pertunjukan wayang dalam UUHC termasuk ke dalam EBT maupun ciptaan. Pertunjukan wayang sebagai salah satu EBT dirumuskan dalam Penjelasan Pasal 38 ayat (1) huruf d, dan sebagai ciptaan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 40 ayat (1) huruf e. Kemudian mengenai kedudukan dalang dalam UUHC, tergantung kepada kedudukan pertunjukan wayang itu sendiri. Apabila pertunjukan wayang termasuk EBT maka dalang berkedudukan sebagai pelaku pertunjukan. Namun apabila pertunjukan wayang termasuk ciptaan maka dalang berkedudukan sebagai pencipta, pemegang hak cipta, maupun pelaku pertunjukan. Terakhir, mengenai tindakan yang dapat dilakukan oleh dalang apabila terjadi pelanggaran hak cipta atas video pertunjukan wayang kulit yang didasarkan pada ketentuan Youtube yang dibandingkan dengan UUHC. Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh dalang adalah mendapatkan content ID, melakukan monetisasi, mengisi formulir web untuk penghapusan karena pelanggaran hak cipta

The leather shadow puppet show has been known for generations and has existed since ± 1500 BC. Puppet shows are also a source of livelihood for some people, especially the master puppeteer or known as dalang. However, since the Covid-19 pandemic in 2020 and the enactment of the provisions regarding PSBB, all live performances turned into virtual shows via Youtube. That brings impacts both directly and indirectly on the shadow puppet show itself and the artists, especially the puppeteers. One of the impacts is about the puppet show’s standing and puppeteer’s standing in the virtual puppet show via Youtube based on Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. Based on this explanation, there are three matters such as, (1) are the shadow puppet shows defined as traditional cultural expressions or works under Copyright Law?; (2) how is the puppeteer’s standing based on Copyright Law?; and (3) what kind of actions can be taken by the puppeteer if there is a copyright infringement on his leather shadow puppet performance video based on the provisions of Youtube and compared to Copyright Law? This research uses normative legal methods, uses primary and secondary legal materials, and data collection in this study is using library research. In Copyright Law, shadow puppet shows are defined as TCE and also as works. Puppet show as one of the TCE is defined in the Explanation of Article 38 paragraph (1) letter d, and as works in Article 40 paragraph (1) letter e. Then regarding the puppeteer’s standing in Copyright Law, it depends on the position of the shadow puppet show itself. If the shadow puppet show is part of TCE then the puppeteer is the performer of the show. However, if the puppet show is defined as work then the puppeteer is the creator, the copyright holder, and the performer. Finally, regarding the actions that can be taken by the puppeteer in case, there is any copyright infringement on the video of their performance based on the provisions of Youtube compared to Copyright Law. The actions that can be taken by the puppeteer are getting a content ID, monetizing, and filling out web forms for removal due to copyright infringement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>