Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 217857 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jeva Fitri Fadilla
"Notaris menjalankan jabatannya dalam melayani masyarakat membuat akta autentik sebagai alat bukti yang bersifat mutlak dan diakui negara, tentunya diikuti dengan tanggung jawab yang penuh sebagai pejabat umum. Atas dasar tersebut, maka diperlukannya perlindungan hukum untuk melindungi Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya apabila terjadi sengketa di kemudian hari. Dalam hal pembuatan akta perjanjian kerjasama, Notaris hanya menjalankan jabatannya untuk memberikan alat bukti yang dibutuhkan masyarakat. Dengan kata lain, dalam pembuatan perjanjian Kerjasama, berisi ketentuan yang merupakan kehendak para pihak yang dituangkan dalam akta autentik. Sehingga Notaris tidak bisa diikutsertakan menjadi pihak tergugat ketika perjanjian tersebut tidak terpenuhi, karena Notaris tidak bertanggung jawab atas jalannya kesepakatan dalam perjanjian. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai implikasi dan perlindungan hukum bagi Notaris; (1) Impikasi dan perlindungan hukum bagi Notaris sebagai tergugat dalam penyelesaian sengketa berkaitan dengan akta yang dibuatnya; (2) kedudukan Notaris sebagai tergugat dan akibat hukum terjadinya sengketa atas akta perjanjian berkenaan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 438 K/Pdt/2022. Untuk menjawab permasalahan tersebut pada penelitian ini menggunakan metode penelitian doctrinal dengan tipologi penelitian eksplanatori. Data yang digunakan ialah data sekunder dengan wawancara sebagai data pendukung. Metode analisis dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Bentuk hasil penelitian ini berbentuk penelitian eksplanatoris-analisis. Hasil analisis (1) Notaris tidak berimplikasi atas akta yang dibuatnya serta perlindungan hukum bagi Notaris yaitu berupa hak dan kewajiban ingkar berdasarkan Pasal 4 ayat (2), Pasal 16 ayat (1) huruf f, Pasal 54 dan Pasal 66 UUJN; (2) tidaklah tepat menjadikan Notaris sebagai pihak tergugat karena Notaris terbukti telah menjalankan jabatan sesuai dengan peraturan jabatan yang ada, serta akibat hukum yang tepat ialah dapat dibatalkannya akta perjanjian yang bersangkutan.

Notaries carry out their duties in assisting the community to make authentic deeds for the purpose as evidence that is absolute and recognized by the state, of course, Notary followed by full responsibility as a public official. On this basis, legal protection is needed to protect Notaries in carrying out their duties incase there is a dispute in the future. In the case of making an agreement deed, the Notary is only carrying out his position to provide the evidence needed by the community. In other words, in making an agreement, it contains provisions which are the will of the parties as set forth in an authentic deed. Thus, the Notary cannot be placed as the defendant when the agreement is not fulfilled, because the Notary is not responsible for the implementation of the agreement stated on the deed. The issues raised in this study regarding the implications and legal protection for Notaries; (1) Implications and legal protection for a Notary as a defendant in disputes settlement related to the deed he made; (2) the position of the Notary as a defendant and the legal consequences of a dispute over the deed of agreement regarding the Supreme Court Decision Number 438 K/Pdt/2022. To answer these problems, this study uses a doctrinal research method with an explanatory research typology. The data used is secondary data with interviews as the supporting data. Analytical method in this study is qualitative. The results of this research are in the form of explanatory-analytic research. The results of the analysis (1) The notary has no implications for the deed he made as well as legal protection for the Notary, namely in the form of rights and obligations to disavow under Article 4 paragraph (2), Article 16 paragraph (1) letter f, Article 54 and Article 66 UUJN; (2) it is not appropriate to put a Notary as a defendant because the Notary is proven already carried out his position in accordance with the existing regulations, and the legal consequence that suitable is the deed of agreement can be cancelled (voidable)."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zerlina Jihan Deavinsa
"Akta autentik sebagai produk hukum Notaris merupakan bagian dari protokol Notaris yang harus dijaga dan disimpan oleh setiap Notaris. Protokol Notaris akan beralih kepada Notaris lain apabila Notaris pembuat protokol sudah tidak menjabat. Atas dasar tersebut, maka diperlukan perlindungan hukum untuk melindungi Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya apabila terjadi sengketa atas protokol yang diterimanya. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai (1) Perlindungan hukum terhadap Notaris penerima protokol sebagai tergugat dalam penyelesaian sengketa atas akta yang dibuat oleh pemberi protokol; (2) Pertanggungjawaban Notaris pemberi protokol terhadap akta yang dibuatnya berkenaan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1196 K/Pdt/2020. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tipe penelitian eksplanatoris-analisis. Data yang digunakan ialah data sekunder dan wawancara sebagai data pendukung. Hasil analisis (1) Akta yang menjadi bagian dari protokol yang diserahkan sepenuhnya dibuat oleh Notaris pemberi protokol, sehingga Notaris penerima protokol tidak bisa diikutsertakan sebagai tergugat, karena Notaris penerima protokol tidak bertanggung jawab atas akta yang dibuat oleh pemberi protokol. Perlindungan hukum bagi Notaris penerima protokol yang dijadikan sebagai tergugat adalah berkaitan dengan rahasia jabatan Notaris, yaitu hak ingkar yang kemudian dapat ditafsirkan sebagai kewajiban ingkar berdasarkan Pasal 4 ayat (2) mengenai sumpah jabatan Notaris dan Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN yang memuat kewajiban Notaris; (2) Tanggung jawab berkaitan dengan pembuatan akta tidak dapat beralih kepada penerima protokol maupun kepada ahli waris, karena jabatan Notaris melekat subjektif pada diri Notaris, sehingga tanggung jawabnya tidak dapat dialihkan kepada orang lain. Tanggung jawab Notaris pemberi protokol selaku pembuat akta tetap melekat meskipun protokol Notaris telah beralih berdasarkan Pasal 65 UUJN, dengan tetap memperhatikan daluwarsa gugatan perdata dalam Pasal 1967 KUHPerdata.

Authentic deed as a notary's legal product is part of the notary's protocol that must be maintained and kept by every notary. The Notary Protocol will be transferred to another Notary if the Notary that makes the protocol no longer serves as Notary. On this basis, legal protection is needed to protect the Notary in carrying out their duties in case of a dispute over the protocol they receive in the future. The issues raised in this study regarding (1) legal protection for the protocol receiver as a defendant in dispute settlement related to deeds made by the protocol giver; (2) the responsibility of the Notary protocol giver for the deed they made regarding the Supreme Court Decision Number 1196 K/Pdt/2020. To answer these problems, this study uses doctrinal research methods with explanatory-analytic research. The data used is secondary data and interviews as supporting data. The results of the analysis (1) The deed that is part of the transferred protocol is fully made by the Notary who gives the protocol, therefore, the Notary protocol receiver cannot be placed as a defendant, because the Notary protocol receiver is not responsible for the deed made by the protocol giver. Legal protection for the Notary protocol receiver as a defendant is related to the Notary’s professional confidentiality,specifically in the form of right to disavow that can be named as obligation to disavow under Article 4 paragraph (2) and Article 16 paragraph (1) letter f UUJN; (2) The responsibility related to the making of deeds cannot be transferred to the Notary protocol receiver or to the heirs, as the Notary’s position is inherently subjective to the Notary themselves. Therefore, the responsibility cannot be shifted to other people. The responsibility of the Notary protocol giver as the maker of the deed remains attached even though the protocol has been transferred based on Article 65 UUJN, whilst taking into account the expiration of civil lawsuits in Article 1967 of the Civil Code."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arkan Arieftha
"Notaris menjalankan jabatannya memiliki kewenangan untuk membuat akta autentik untuk keperluan para pihak. Notaris wajib mengikuti tata cara yang terdapat dalam ketentuan perundang-undangan agar akta yang dibuatnya memiliki kekuatan hukum sebagai akta autentik. Tetapi adanya pembuatan akta dengan mempergunakan blangko kosong yang dapat mengakibatkan kekuatan pembuktian akta tersebut menjadi akta dibawah tangan. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai pembuatan akta oleh Notaris berdasakan Putusan Mahkamah Agung dan pertanggungjawaban Notaris atas pembuatan akta dengan blangko kosong sebagaimana terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3683/K/Pdt/2022. Metode penelitian yang digunakan doktrinal dengan tipe eksplanatoris analisis. Pendekatan kualitatif dalam penganalisisannya. Selain data sekunder penelitian ini didukung oleh wawancara dengan beberapa notaris untuk mengkonfirmasi atas data yang ada. Hasil penelitian menunjukan bahwa prosedur pembuatan akta diawali dengan pertemuan antara para penghadap dengan Notaris, yang dilanjutkan pembuatan akta oleh Notaris dan diakhiri dengan pembacaan dan penandatanganan akta, akan tetapi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3683/K/Pdt/2022 prosedur pembuatan akta dengan mempergunakan blangko kosong dan menyebabkan berubahnya autentisitas akta autentik menjadi akta dibawah tangan. Dan dalam kasus ini notaris hanya dikenakan sanksi secara perdata berupa ganti rugi, pengembalian sertipikat tanah, dan pengembalian biaya utang-piutang yang seharusnya notaris dapat juga dikenakan saksi berupa pemberhentian sementara dari jabatan maupun sanksi pidana yang berupa penyalahgunaan keadaan dan penipuan.

A notary carries out his duties with the authority to create authentic deeds for the parties involved. The notary is required to follow the procedures stipulated by the law to ensure that the deeds created have legal validity as authentic documents. However, the use of blank forms in creating deeds can result in the evidentiary strength of those deeds being considered as private documents. The issue addressed in this research pertains to the creation of deeds by Notary’s and the notary's responsibility for creating deeds using blank forms, as stated in Supreme Court Decision Number 3683/K/Pdt/2022. The research method employed in this study is doctrinal with an explanatory analysis type, utilizing a qualitative approach for analysis. In addition to secondary data, this research is supported by interviews with several notaries to confirm the existing data. The research findings indicate that the procedure for creating deeds begins with a meeting between the parties involved and the notary. The notary then proceeds with the preparation of the deed, which concludes with the reading and signing of the deed. However, according to Supreme Court Decision Number 3683/K/Pdt/2022, using blank templates in the deed creation process can result in a change in the authenticity of the authentic deed to that of an under-hand deed. In this case, the notary is subject to civil sanctions, such as compensation, the return of land certificates, and the reimbursement of debts and credits, which should also include potential temporary suspension from the position and criminal penalties for abuse of circumstances and fraud."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Dwi Insani
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis peran dan tanggung jawab Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pembuatan Akta Jual Beli, serta implikasi dan perlindungan hukum bagi Notaris/PPAT sebagai Tergugat/Turut Tergugat dalam pembatalan akta berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Tangerang
No.15/Pdt.G/2018/PNTng. Notaris/PPAT berkewajiban dalam mencari kebenaran formil suatu akta, namun tidak terlepas berperan mencari kebenaran mateiil akta. Dalam membuat akta menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian berdasarkan Pasal 16 (a) UUJN dan Pasal 34 Perka BPN No.1/2006. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif bersifat deskiptif analitis. Alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi dokumen/bahan pustaka. Hasil penelitian menunjukan, Notaris/PPAT berperan sebagai pejabat umum yang berwenang dalam membuat akta otentik, dan memeriksa syarat-syarat sahnya perbuatan hukum dengan menjamin kebenaran materiil dan kebenaran formil dalam setiap akta yang dibuatnya. PPAT bertanggung jawab secara pribadi atas pelaksanaan tugas jabatannya dalam pembuatan akta, yaitu meliputi tanggung jawab pidana, perdata dan administratif. Implikasi dari pembatalan akta adalah Notaris/PPAT dapat dijatuhi sanksi yang bisa
menimbulkan kredibilitas Notaris/PPAT HS menurun. Namun, Notaris/PPAT tetap memiliki perlindungan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Tangerang No.15/Pdt.G/2018/PN. Tng, Notaris/PPAT HS tidak dijatuhkan sanksi perdata sebab PPAT hanya menuangkan suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak ke dalam akta. Penelitian ini menyarankan Notaris/PPAT cermat dapat terlebih dahulu melakukan penyuluhan hukum terhadap calon klien sebelum membuat akta guna meminimalisir terjadinya sengketa di kemudian hari. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi perbaikan dalam hukum secara materiil dan peningkatan kesadaran serta kehati-hatian Notaris/PPAT dalam membuat akta.

ABSTRACT
This thesis aims to explain and analyze the role and responsibilities of a Notary Public Acting Officer (PPAT) in making Deed of Sale and Purchase, as well as the legal implications and protection for Notary/PPAT as Defendant/Co-Defendant in canceling the deed based on Tangerang District Court Decree No. 15/Pdt.G/2018/ PN.Tng.
Notary/PPAT is obliged to look for the formal truth of a deed, but not apart from the role of finding the truth of the deed material. In making the deed uphold the principle of prudence based on Article 16 (a) UUJN and Article 34 of Perka BPN No.1 / 2006. The research method used in this study is a juridical-normative qualitative descriptive analytical approach. Data collection tool used is the study of documents/library
materials. The results showed that the Notary/PPAT acted as a public official who was authorized to make an authentic deed, and checked the legal requirements for legal actions by guaranteeing material and formal truths in each deed he made. PPAT is personally responsible for the implementation of the duties of his office in making the deed, which includes criminal, civil and administrative responsibility. The implication of the cancellation of the deed is that the Notary/PPAT can be subject to sanctions which can cause the credibility of the Notary/PPAT HS to decrease. However, Notary/PPAT still has legal protection based on statutory regulations. In Tangerang District Court
Decision No.15/Pdt.G/2018/PN.Tng. However, Notary/PPAT HS was not imposed with civil sanction because PPAT only poured a legal action carried out by the parties into the deed. This research suggests that Notary/PPAT can carefully conduct legal counseling to prospective clients before making a deed to minimize future disputes. The results of this study are expected to be an improvement in the material law and increase awareness and prudence of the Notary/PPAT in making the deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Digna Anggita
"Perjanjian Pengikatan Jual Beli memiliki hak dan kewajiban yang mengikat para pihak. Setelah dilakukannya PPJB yang telah dibayar lunas, sebagai pembeli yang beritikad baik berhak membuat Akta Jual Beli di hadapan PPAT dan melakukan balik nama atas sertifikat. Namun, dalam hal penjual beritikad buruk dalam jual beli maka dapat menimbulkan kerugian terhadap pihak pembeli tersebut yang menyebabkan pembeli tidak dapat melakukan proses balik nama. Penjual dalam kasus ini tidak jujur saat dikemudian hari ia digugat oleh pihak lain dalam kasus berbeda yang memohonkan diletakannya sita jaminan terhadap objek sengketa dan tidak menyatakan bahwa objek sengketa tersebut sebenarnya telah dijual dan dibayar lunas sehingga atas objek sengketa tersebut diletakan sita jaminan. Penelitian ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi pembeli beritikad baik yang telah membuat PPJB lunas di hadapan Notaris dan telah menguasai objek sengketa namun kemudian kehilangan kepemilikannya karena belum melakukan Akta Jual Beli di hadapan PPAT dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 394 K/Pdt/2022. Dalam menjawab permasalahan tersebut digunakan metode yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analisis. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui studi dokumen. Hasil analisis penelitian ini adalah perlindungan hukum yang diberikan kepada pembeli yang beritikad baik dalam PPJB belum tercapai. Penjual seharusnya melindungi Objek Sengketa untuk tidak terkait dengan sengketa apa pun karena telah diikat dengan jual beli yang dibayar lunas. Pertimbangan yang dipaparkan majelis hakim dalam kasus ini juga belum tepat. Majelis hakim sama sekali tidak mempertimbangkan perlindungan hukum terhadap pembeli yang sudah terikat dalam PPJB meskipun PPJB tersebut telah dibuat secara sah. Majelis Hakim seharusnya mempertimbangkan isi dari PPJB yang mengikat para pihak dan menyatakan bahwa perbuatan penjual yang dengan sengaja tidak memberitahukan bahwa objek sengketa telah dijual seharusnya dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum.

The Sale and Purchase Agreement has rights and obligations that bind the parties. After it has been paid in full, as a buyer with good intentions, he has the right to make a Sale and Purchase Deed before the PPAT and transfer the name of the certificate. However, if the seller has bad intentions in buying and selling, it can cause losses to the buyer which causes the seller to be unable to process the transfer of names. The seller in this case was dishonest when he was later sued by another party in a different case who requested the placement of collateral for the disputed object and did not state that the disputed object had actually been sold and paid in full so that the collateral for the disputed object was placed. This research discusses legal protection for good-faith buyers who have paid off the PPJB before a Notary and have taken control of the object of the dispute but then lost their ownership because they have not carried out the Deed of Sale and Purchase before the PPAT in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 394 K/Pdt/2022. In answering these problems, normative juridical methods are used with descriptive analytical research types. The data in this study were obtained through a document study. The result of this research analysis is that the legal protection given to the good faith buyers in the PPJB has not been achieved. The seller should protect the object of the dispute not to be related to any dispute because it has been bound by a sale and purchase that have been paid in full. The considerations presented by the panel of judges in this case were also not correct. The panel of judges did not consider legal protection for buyers who were bound by the PPJB even though the PPJB had been made legally. The Panel of Judges should have considered the contents of the PPJB which are binding on the parties and stated that the actions of the seller who deliberately did not notify that the object of the dispute had been sold should be declared an unlawful act."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aurelia Fanniabelle
"Tesis ini menganalisis terkait kedudukan PPAT penerima protokol sebagai turut tergugat dalam sengketa akta yang disimpannya dan pertanggungjawaban seorang PPAT penerima protokol terhadap akta-akta PPAT yang disimpannya khususnya dengan menganalisis putusan Pengadilan Negeri Kediri Nomor 38/Pdt.G/2020/PN KDR. Tulisan ini berbentuk penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian Eskplanatoris. Pengajuan gugatan harus memenuhi syarat formil gugatan yakni kelengkapan para pihak. Ketidaklengkapan para pihak menyebabkan gugatan kurang pihak dan tidak dapat diterima (NO). Akan tetapi, penarikkan pihak harus melihat kedudukan hukum dan dalil gugatan. Pada pokoknya, PPAT penerima protokol hanya berkewajiban untuk melakukan penyimpanan dan menjaga akta-akta yang diterimanya sebagai suatu dokumen arsip negara dan hanya dapat dimintakan pertanggungjawaban jikalau terhadap akta yang disimpannya tersebut rusak. Apabila terdapat ketidaksesuaian antara fakta dan yang tertuang dalam akta, termasuk kesalahan dalam pembuatan akta autentik, maka PPAT penerima protokol tidak bertanggung jawab terhadap isi akta. Pengisian blangko kosong dapat dilakukan jikalau disesuaikan dengan kejadian, peristiwa dan data sebenar-benarnya sesuai dokumen yang diperlihatkan di hadapan PPAT dan dibacakan di hadapan para pihak. Terhadap PPAT pembuat akta yang mengisi blanko tidak sesuai dengan fakta yang ada, maka PPAT bertanggung jawab secara pribadi dan pertanggungjawaban tidak beralih kepada penerima protokolnya.

This thesis aims to explain the position of the PPAT who receives the protocol as a co-defendant in disputes over the deeds they have stored and the responsibility of a PPAT protocol recipient for the deeds they keeps, This reasearch refers to Court Judgement No. 38/Pdt.G/2020/PN KDR which follows a normative juridical approach with an explanatory research methodology. Filling a lawsuit should fulfill the requirements and the parties. The lack of parties bring about the rejection of the lawsuit (NO). When accusing person as Co-Defendant must be seen based on its legal position and the arguments of the lawsuit. However, the PPAT Recipient of the Protocol is primarily responsible for the safekeeping and preservation of the received deeds as official state archieve documents. PPAT Recipient of the Protocol only be held liable if the deeds they kept are damaged and not responsible for the contents of the deed. Filling in the blank sections is acceptable if it accurately represents the actual events and data in accordance with the documents presented before the PPAT and read aloud in the presence of all concerned parties, the responsibility is borne by the giver."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandira Vinzka Cahyagita
"Penelitian ini membahas dan menganalisis mengenai kekuatan hukum kuasa mutlak dalam peralihan hak atas tanah. Permasalahan dalam penelitian mengenai kekuatan hukum kuasa mutlak serta bagaimana tanggung jawab Notaris/PPAT terhadap akta jual beli yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak tersebut. PPAT adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik satuan rumah susun, atau membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah yang akan dijadikan dasar pendaftarannya. PPAT seharusnya lebih cermat dan teliti dalam memeriksa dokumen sebelum pembuatan akta tersebut. Pokok permasalahan dalam penelitian ini bahwa PPAT membuat akta jual beli berdasarkan kuasa mutlak sehingga perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dilarang dikarenakan perbuatan tersebut merupakan penyelundupan hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan menganalisis dan menelaah norma hukum yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peralihan hak atas tanah melalui akta jual beli yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak menjadi batal demi hukum dan Notaris/PPAT harus bertanggung jawab dengan sanksi yang dapat diberikan.

This study discusses and analyzes the legal power of absolute power in the transfer of land rights. Problems in research regarding the legal power of absolute power of attorney and how is the responsibility of the Notary/PPAT regarding the sale and purchase deed made based on this absolute power of attorney. PPAT is a public official who is authorized to make authentic deeds regarding certain legal actions regarding land rights or apartment ownership rights, or to make evidence regarding certain legal actions regarding land rights that will be used as the basis for registration. PPAT should be more careful and thorough in checking documents before making the deed. The main problem in this study is that the PPAT makes a sale and purchase deed based on absolute power of attorney so that the act is a prohibited act because the act is legal smuggling. The research method used in this research is normative juridical which is carried out by analyzing and examining relevant legal norms. The results of this study indicate that the transfer of land rights through a sale and purchase deed made based on absolute power of attorney is null and void and the Notary/PPAT must be responsible for the sanctions that can be given."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Winarti Tjandra
"Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Seorang Notaris dituntut untuk bersikap profesional dalam menjalankan jabatannya dengan mengindahkan larangan-larangan yang terdapat dalam ketentuan yang mengatur mengenai Jabatan Notaris tersebut. Namun demikian tidak menutup kemungkinan terjadinya pelanggaranpelanggaran terhadap pembuatan akta yang dilakukan oleh Notaris. Jika terjadi kesalahan dalam pembuatan akta yang dilakukan oleh Notaris, hal tersebut dapat berindikasi pidana, yaitu tindak pidana pemalsuan akta autentik yang diatur dalam Pasal 264 KUHP. Akibat dari tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris berkaitan dengan pertanggung-jawaban dari Notaris dan perlindungan hukum terhadap para pihak.
Metode penelitian yang digunakan adalan metode penelitian yuridis normatif. Tipologi penelitian ini adalah penelitian preskriptif dan eksplanatoris, sehingga bentuk penelitian ini menjadi preskriptif-eksplanatorisanalitis. Data yang digunakan dalam peneltian ini adalah data sekunder, yang berupa studi kepustakaan. Penelitian ini juga dianalisis secara kualitatif.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa perlindungan terhadap para pihak sudah terjamin apabila akta yang dibuat oleh Notaris telah sesuai dengan Undangundang tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris (I.N.I). Bentuk pertanggung-jawaban Notaris yang melakukan pemalsuan akta autentik dapat dikenai sanksi pidana, sanksi perdata, dan sanksi administratif. Pihak yang dirugikan dapat menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. Akta yang telah dipalsukan itu juga menjadi batal demi hukum sehingga dianggap tidak pernah ada dan akta tersebut tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian apapun.

Notary is a public official who is authorized to make an authentic act and other authorities referred to in Law No. 2 Year 2014 concerning Amendment to Law Number 30 Year 2004 concerning Notary. A notary is required to be professional in carrying out their position with regard to the prohibitions contained in the regulations concerning the Notary. However, there is possibility of the occurrence of violations of the deed committed by a notary. If an error occurs in a deed executed by notary, it may indicate a criminal, that criminal counterfeiting authentic act under Article 264 of the Criminal Code. As a result of criminal offenses committed by the notary in connection with the responsibility of notary and legal protection of the parties.
The method used is a normative juridical research method. Typology of research is prescriptive and ekspalanatoris, so this form of research into the prescriptive-ekplanatoris-analytical. The data used in this research is secondary data, in the form of literature. The study also analyzed qualitatively.
From the analysis it can be concluded that the protection of the parties is guaranteed when the deed made by the notary in compliance with the laws of the jurisdiction of the Notary and the Notary Code (INI). Forms of accountability that have forged the authentic act may be subject to criminal penalties, civil penalties, and administrative sanctions. The aggrieved party can demand reimbursement of expenses, damages and interest to a notary. The Act has forged it also becomes null and void so that there is never considered and that the act does not have the power to prove anything.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44917
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Caesar Elang Palar
"Salah satu tujuan dari peralihan hak atas tanah yang dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah untuk memberikan perlindungan hukum kepada para pihak yang sepakat. Permasalahan yang kerap terjadi adalah ketika tidak terpenuhinya syarat dari asas terang dan tunai, yaitu jual beli tidak dilakukan di hadapan PPAT. Hal ini seperti yang terjadi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 464 K/Pdt/2022, yang di mana pihak pembeli tanah yang tidak dapat melakukan proses peralihan hak atas tanah. Pihak Penjual menolak untuk dilakukannya proses peralihan hak atas tanah, padahal Pihak Pembeli sudah membayarkan secara tunai dan sudah dibuatkan kuitansi pembayaran. Pihak Pembeli yang merasa dirugikan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri, dan meminta kepada Majelis Hakim dalam putusannya untuk menetapkan Pihak Pembeli sebagai Pihak pemilik sah dari obyek sengketa tanah. Metode penelitian menggunakan yuridis normatif dan dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif. Hasil penelitan menunjukan bahwa perbuatan hukum jual beli tersebut dinyatakan sah dikarenakan walaupun jual beli belum dilakukan di hadapan PPAT, statusnya sudah mengikat antara pihak penjual dan pihak pembeli. Hal ini dikarenakan jual beli yang belum dilakukan di hadapan PPAT tersebut sudah memenuhi syarat materiil dari suatu perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Para Pihak mengakui benar adanya bukti kuitansi yang menyatakan pembayaran atas obyek sengketa telah terjadi.

One of the objectives of the transfer of land rights carried out before an authorized official, namely the Land Deed Officials (PPAT) is to provide legal protection to the parties who agree. The problem that often occurs is when the requirements of the clear and cash principle are not fulfilled, namely buying and selling is not carried out before the PPAT. This is similar to what happened in the Supreme Court Decision Number 464 K/Pdt/2022, where the land buyer cannot carry out the process of transferring land rights. The seller refuses to carry out the process of transferring land rights, even though the buyer has paid in cash and a receipt for payment has been made. The Buyer Party who feels aggrieved submits a lawsuit to the District Court, and asks the Panel of Judges in its decision to determine the Buyer Party as the legal owner of the object of the land dispute. The research method used normative juridical and analyzed using qualitative data analysis. The results of the research show that the legal act of buying and selling is declared valid because even though the sale and purchase has not been carried out before the PPAT, its status is binding between the seller and the buyer. This is because the sale and purchase that has not been carried out before the PPAT has fulfilled the material requirements of an agreement contained in Article 1320 of the Civil Code and the Parties acknowledge that there is proof of receipt stating that payment for the object of the dispute has occurred."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Muthiarani
"Keterbatasan kepemilikan hak atas tanah di Indonesia terhadap Warga Negara Asing merupakan perwujudan dari asas nasionalitas yang dianut hukum pertanahan nasional. Meskipun batasan status personal untuk masing-masing hak atas tanah telah ditentukan dengan jelas, seringkali ditemukan Warga Negara Asing yang ingin mengelabui ketentuan tersebut. Tindakan tersebut merupakan suatu penyelundupan hukum menggunakan konsep perjanjian pinjam nama. Pada umumnya, perjanjian pinjam nama diikuti dengan perjanjian turutan berupa pemberian kuasa. Hal ini jelas melanggar syarat sah perjanjian yang termuat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dapat dinyatakan batal demi hukum. Selain itu, peran Notaris dalam mewujudkan penyelundupan hukum juga menjadi masalah yang tentunya menimbulkan konsekuensi hukum. Dalam penelitian ini, akan dibahas konsekuensi hukum bagi Notaris yang terlibat dalam pembuatan akta untuk menyempurnakan pola penyelundupan hukum serta atas perbuatannya yang membuat akta yang kemudian dinyatakan batal demi hukum di kemudian hari. Penelitian ini juga akan menganalisis ketepatan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1290 K/Pdt/2022 berikut dengan proses banding dan kasasinya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis-normatif, dengan meneliti asas-asas dan unsur-unsur yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Notaris yang terlibat dapat dimintakan pertanggungjabawan dari segi hukum perdata, hukum administrasi dan Kode Etik Notaris. Berkaitan dengan putusan yang dianalisis, terdapat ketidaktepatan penerapan hukum dari majelis hakim. Penelitian ini memberikan saran kepada masyarakat umum untuk lebih aktif dalam mencari informasi terkait ketentuan hukum, salah satunya kepada Notaris yang juga harus terus berpedoman pada peraturan jabatan dan etika.

The limitation of land rights ownership for foreign citizens is a manifestation of the principle of nationality embodied by the existing land laws in Indonesia. Although the personal status for said rights limitations has been clearly defined, it is often found that foreign citizens tend to undergo efforts to find ways around the law. One of the efforts taken is usually by performing legal deceit through the use of nominee agreements. In general, the nominee agreement is often followed by a follow-up agreement in the form of deed of power. This clearly violates the conditions stipulated in Article 1320 of Indonesian Civil Code. The role of Notary in aiding this is also considered an issue, which certainly has its own legal consequences. This research will discuss the notarial responsibilities in relation to their actions in aiding legal deceit. This research will also analyze the validity of the decision made in the Supreme Court Verdict Number 1290 K/Pdt/2022 along with the appeal and cassation process. The method used in this research is a juridical-normative approach, accomplished by examining the principles and elements of existing legistations. The result of this research indicates that the Notary involved is fit to be held accountable for their actions according to civil law, administrative law and the Notary Code of Ethics. In regards to the aforementioned court verdict, there is found to be inaccuracy in the application of law involved. Based on that, this research advises the public to pursue a deeper proactive role in seeking information related to legal provisions, one of which can be obtained through the Notary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>