Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186145 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harim Priyono
"Manfaat madu untuk penyembuhan luka sudah banyak diteliti, namun informasi manfaatnya untuk penyembuhan luka timpanoplasti masih terbatas. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi efek madu manuka (Mn) dan madu trigona (Tr) asli Indonesia pada re-epitelisasi membran timpani (MT) melalui potensi proliferasi fibroblas, keratinosit, sekresi KGF dan basic-FGF.
Penelitian in vivo berupa uji klinis acak, tersamar ganda, pada 64 pasien dewasa otitis media supuratif kronik (OMSK) tipe aman tenang yang menjalani timpanoplasti di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Juni 2021–Agustus 2022. Pasien diacak dan disamarkan ke dalam dua kelompok, yaitu diberikan gelfoam plus gel Mn 100% medical grade (intervensi) atau hanya diberikan gelfoam (kontrol) di liang telinga saat timpanoplasti. Tampon telinga diangkat setelah dua minggu dan pasien diminta kontrol setiap minggu selama enam minggu. Penelitian in vitro dilakukan di Laboratorium Universitas YARSI. Kultur fibroblas dan keratinosit yang diisolasi dari pasien OMSK diberikan pajanan Mn dan Tr dengan tiga konsentrasi yaitu 0,04%, 0,1%, dan 0,25%, kemudian dilakukan uji proliferasi, KGF dan bFGF juga diukur dan dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Proporsi pengeringan luka pascatimpanoplasti kelompok intervensi lebih banyak secara bermakna dibandingkan kontrol pada minggu ke-3, ke-4, dan ke-6. Madu manuka dan Tr tidak meningkatkan jumlah sel kultur fibroblas, tetapi mempersingkat durasi doubling time. Jumlah sel kultur keratinosit lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kontrol pada semua kelompok Mn dan Tr 0,04%. Sekresi KGF meningkat seiring pertambahan sel. Pada hari ke-6 dan hari ke-8, sekresi KGF lebih tinggi pada beberapa kelompok intervensi dibandingkan kontrol. Sebaliknya, kadar bFGF menurun seiring pertambahan sel. Terdapat korelasi positif antara lama pajanan kedua jenis madu dengan proliferasi fibroblas. Lama pajanan Mn 0,04%, 0,1%, dan Tr 0,04% berkorelasi positif dengan jumlah sel kultur keratinosit.
Disimpulkan pemberian Mn saat timpanoplasti meningkatkan pencapaian re-epitelisasi MT sempurna melalui efeknya pada fibroblas dan keratinosit, serta berpotensi meningkatkan keberhasilan timpanoplasti. Penelitian ini juga menunjukkan efek positif Tr pada fibroblas dan keratinosit, sehingga potensi terapeutik madu ini dapat diteliti lebih lanjut

Benefits of honey on wound healing have been widely reported, but information about its effect on the re-epithelialization of the tympanic membrane (TM) is limited. This study aims to evaluate the effect of manuka honey (MH) and trigona honey (TH) from Indonesia, on TM re-epithelization through their potential action on the proliferation of fibroblasts, keratinocytes, secretion of KFG and basic-FGF.
The in vivo study was a randomized, controlled, double-blind clinical trial on 64 adult patients with mucosal type chronic suppurative otitis media (CSOM) undergoing tympanoplasty at Cipto Mangunkusumo General Hospital from June 2021–August 2022. Patients were randomized and blinded into two groups, receiving either gel foam soaked in 100% medical grade MH (intervention group) gel or only gel foam (control group) placed in the external auditory canal during tympanoplasty. The ear tampon was removed after two weeks, and patients were followed up weekly for six weeks. The in vitro study was conducted at the YARSI University Laboratory. Fibroblast and keratinocyte cultures isolated from CSOM patients were exposed to MH and TH with three dilutions: 0.04%, 0.1%, and 0.25%. The cells were then subjected to proliferation assays, KGF and bFGF were also assessed and compared with the control group.
The intervention group had a significantly higher proportion of dry tympanoplasty wounds than control at the 3rd, 4th, and 6th visit. Manuka honey and TH did not increase the number of fibroblasts but shortened the doubling time duration. A significantly higher number of keratinocytes than control was observed in all MH groups and the 0.04% TH group. KGF secretion increased as the number of cells increased. On day 6 and day 8, KGF secretion was higher in some of the intervention groups compared with the control group. In contrast, fibroblast bFGF secretion decreased as the number of cells increased. There was a positive correlation between the exposure time of all intervention groups and the number of cells in the fibroblast culture. Prolonged exposure time to 0.04% MH, 0.1% MH, and 0.04% TH were positively correlated with the number of keratinocytes.
The application of MH during tympanoplasty increased complete TM re-epithelialization through its effect on fibroblasts and keratinocytes proliferation. MH has the potential to improve tympanoplasty outcomes. This present study also illustrated the positive effects of TH on fibroblasts and keratinocytes; thus, its potential therapeutic properties could be further explored.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Dewi
"Madu memiliki berbagai efek positif bagi tubuh manusia dan telah digunakan sebagai obat selama berabad-abad. Madu Manuka dan MedihoneyTM di Indonesia masih sulit dilakukan karena harganya yang mahal dan ketersediaannya. Penelitian sebelumnya telah mengevaluasi aktivitas fisika kimia antara madu Nusantara (madu lokal) dan Madu Manuka. Namun dalam penelitian ini kami menambahkan lebih banyak variasi madu lokal dan komponen kimiawi yang bermanfaat untuk aktivitas antimikroba, antara madu lokal dibandingkan dengan madu Manuka. Namun dalam penelitian ini kami menambahkan lebih banyak variasi madu lokal dan komponen pemeriksaan kimia yang bermanfaat sebagai indikator untuk melihat aktivitas antimikroba terhadap bakteri K. pneumonia ATCC 13883, P. aeruginosa ATCC 27853 dan S. aureus ATCC 25923, E. cloacae ATCC 23355, E. coli ATCC 25922 pada setiap sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa madu manuka memiliki pH lebih rendah, keasaman lebih tinggi, viskositas lebih tinggi dan kadar gula lebih tinggi dibandingkan madu lokal Indonesia, madu manuka memiliki kandungan MGO dan NPA lebih tinggi dibandingkan madu lokal Indonesia, tetapi madu nusantara memiliki tingkat MGO yang lebih tinggi dibandingkan dengan madu Jawa. Madu Manuka memiliki aktivitas antibakteri yang sebanding pada bakteri P. aeruginosa ATCC 27853, S. aureus ATCC 25923, K. pneumonia ATCC 13883, E. coli ATCC 25922, and E. cloacae ATCC 23355 dibandingkan dengan madu lokal Indonesia.

Honey has various positive effect human body, and has been used as medicine for centuries Manuka honey and Medihoney™ has been accepted widely used by medical honey. Research has been conducted for these honeys and shown to have in vivo activity and are suitable for the treatment of ulcers, infected wounds and burns. But using Manuka honey and MediHoney™ in Indonesia is still difficult due to its high cost and availability. The previous study had evaluated in physiochemical activity between Nusantara honey (local honey) and Manuka Honey. However, in this study we added more variety of local honey and chemical components that was beneficial for antimicrobial activity, between the local honey compared Manuka Honey. More extensive research was needed especially the physicochemical and antibacterial effect of Indonesian local honey, The purpose of this study is as a baseline data to produce our own medical grade honey that was equal compared to the international medical grade honey. This is a descriptive analytical study using samples of Indonesian local honey and Manuka honey, and check each samples for physical chemical characteristic, Unique Manuka Factor, and antimicrobial effect for K. pneumonia ATCC 13883, P. aeruginosa ATCC 27853, S. aureus ATCC 25923, E. cloacae ATCC 23355, E. coli ATCC 25922 in every honey samples. The results of the study shows that New Zealand manuka honey has lower pH, higher acidity, higher viscosity, and higher sugar content compared to Indonesian local honey, New Zealand manuka honey has higher MGO content and NPA compared to Indonesian local honey, but Nusantara honey shows has higher MGO level, compared to Java honey. New Zealand manuka honey has lower pH, higher acidity, higher viscosity, and higher sugar content compared to Indonesian local honey. New Zealand manuka honey showed comparable antibacterial effect for P. aeruginosa ATCC 27853, S. aureus ATCC 25923, K. pneumoniaATCC 13883, E. coli ATCC 25922, and E. cloacae ATCC 23355 compared with Indonesian local honey."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tanjung, Dudut
"Luka maligna dengan tingkat malodor dan jumlah eksudat yang berlebihan dapat menyebabkan masalah ketidaknyamanan dan isolasi sosial sehingga berdampak negatif bagi kualitas hidup pasien. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas antara perawatan Iuka menggunakan madu dengan metronidazole dalam menurunkan tingkat malodor dan mengurangi jumlah eksudat Iuka maligna. Penelitian dilaksanakan di RS. Kanker Dharmais Jakarta selama bulan Juni 2007.
Desain penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan non equivalent pretest-posttest controlled group design dan non equivalent posttest only controlled group design. Berdasarkan consecutive sampling diambil sampel sebanyak 12 responden, terdiri dari enam responden kelompok kontrol dan enam responden kelompok intervensi, dengan kriteria: Iuka maligna stadium lanjut, laki-laki dan perempuan berusia 23-59 tahun, luas luka 24cm2. Perawatan Iuka dengan madu menurunkan tingkat malodor menurut pasien berdasarkan Numeric Rating Scale (NRS) dari 6,0 sebelum intervensi menjadi 2,1 sesudah intervensi hari ke-6. Sementara perawatan Iuka dengan metronidazole menurunkan tingkat malodor dari 5,6 menjadi 4,6.
Hasil uji t menunjukkan nilai p<0,05; alpha 0,05 pada perubahan tingkat malodor. Sebaliknya perawatan Iuka dengan madu menunjukkan peningkatan jumlah eksudat dari 66,6gr sesudah intervensi hari ke-3 menjadi 80,8gr hari ke-6, sementara perawatan Iuka dengan metronidazole menunjukkan peningkatan jumlah eksudat dari 44,5gr menjadi 51,1gr. Hasil uji t menunjukkan nilai p>0,05; aloha 0,05 pada perubahan jumlah eksudat.
Peneliti menyimpulkan perawatan Iuka dengan madu Iebih efektif dibandingkan dengan metronidazole menurunkan tingkat malodor. Sementara perawatan Iuka dengan madu dan metronidazole belurn efektif mengurangi jumlah eksudat Iuka maligna. Sehingga rekomendasi dari penelitian ini adalah agar para pengambil kebijakan di institusi pelayanan kesehatan mengeluarkan kebijakan yang dapat mengakomodasi penggunaan madu sebagai agen topikal perawatan Iuka maligna.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2007
T22873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purbianto
"Saat ini banyak bahan alternatif perawatan Iuka yang sudah dilakukan penelitian dan diterima oleh pelayanan keperawatan, salah satunya adalah madu. Banyak penelilian tentang madu mengunggulkan madu sebagai antimikroba tetapi masih sedikit penelitian yang mengungkap keunggulan madu untuk mempercepat absorbsi eksudat, menghancurkan jaringan nekrotik dan stimulasi granulasi pada luka kronik. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah madu mempunyai pengaruh yang bermakna dalam mempercepat proses penyembuhan ulkus diabetikum. Penelitian dilakukan pada 14 subyek penelitian dengan ulkus diabetikum yang terbagi dalam dua kelompok, 7 subyek dirawat menggunakan madu murni Kaliandra sebagai kelompok perlakuan dan 7 subyek dirawat sesuai standar rumah sakit sebagai kelompok kontrol.
Desain yang digunakan adalah desain kuasi eksperimen dengan pendekatan study longitudinal. Analisis yang dilakukan secara univariat dan bivariat, pada analisis bivariat digunakan uji T dependen dan uji wilcoxon.
Hasil penelitian analisis pengaruh madu mumi kaliandra dalam mempercepat proses penyembuhan ulkus diabetikum bermakna secam signifikan, hal ini dibuktikan oleh adanya perbedaan yang signifikan kecepatan proses penyembuhan antara ulkus yang dirawat menggunakan madu murni Kaliandra dengan ulkus yang dirawat sesuai standar rumah sakit dengan pvalue 0,022. Selain itu pengaruh madu murni kaliandra dalam mempercepat absorbsi eksudat dan timbulnya jaringan granulasi pada ulkus diabetikum terbukti berpengaruh dengan masing-masing nilai p value 0,026 dan 0,038.
Pengaruh madu murni kaliandra dalam mempercepat penghancuran jaringan nekrotik dan memperkecil penyempitan ukuran ulkus (luas dan kedalaman) pada ulkus diabetikum belum dapat dibuktikan. Disarankan pada institusi pelayanan perawatan untuk dapat memanfaatkan madu murni Kaliandra sebagai bahan alternatif perawatan ulkus diabetikum yang murah dan mudah didapat serta mengembangkan lebih lanjut penelitian dengan jumlah populasi yang lebih besar."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2007
T22878
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yadita Wira Pasra
"ABSTRAK
Latar belakang : Hampir seluruh penduduk dunia pernah mengeluhkan masalah di telinga. Salah satu kelainan pada telinga adalah akibat penyakit infeksi telinga Otitis media supuratif kronik (OMSK). Data yang digunakan di Indonesia pada saat ini sudah sangat lama sehingga diperlukan data epidemiologi baru untuk menentukan strategi pencegahan dan pola tatalaksana yang tepat sesuai dengan karaktersitik penyakit dan penderita di masyarakat Indonesia saat ini.
Metode: Penelitian ini bersifat survei deskriptif potong lintang, sebagai bagian dari penelitian ?Profil Otitis Media? untuk mengetahui prevalensi dan hubungannya dengan faktor risiko OMSK, di Jakarta.
Hasil : Prevalensi OMSK di Jakarta tahun 2012 berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap populasi penduduk Kotamadya Jakarta Timur adalah 3,4%. Faktor risiko yang bermakna secara statistik terhadap kejadian OMSK adalah usia (p=0,047), tingkat pendapatan keluarga (p=0,002; OR 2,65(1,35-5,27)) dan pajanan rokok (p=0,037; OR 1,92(1,02-3,59)). Faktor risiko yang secara statistik tidak bermakna terhadap kejadian OMSK adalah rinitis alergi (p=0,226;OR 1,75(0,59-4,78)), jenis kelamin (p=0,796 ; OR 0,92(0,49-1,74)) dan status gizi (p=0,143 ; OR 0,53(0,2-1,32)). Berdasarkan penelitian ini, didapatkan dua dari tiga subyek penderita OMSK di bawah lima tahun, memiliki riwayat pemberian ASI.
Diskusi: Prevalensi OMSK pada penelitian ini sebesar 3,4%, angka ini menurut WHO digolongkan sebagai negara dengan prevalensi OMSK yang tinggi (2-4%). Strategi penatalaksanaan komprehensif diperlukan untuk menurunkan prevalensi OMSK.

ABSTRACT
Introduction: Almost all of world populations complain of ear disturbance once in their life. Chronic supurative otitis media (CSOM) is one of chronic infection of middle ear. The data use in Indonesia is out of date, new data is needed to make new policy of treatment and preventive strategy.
Method: This is cross sectional survey study, as one of ?Profil Otitis Media? study. The aims of this study are to describe prevalence and risk factor of CSOM in Jakarta.
Result: The prevalence of CSOM in Jakarta in year 2012 based on this study is 3.4%. Risk factor that significantly correlated to CSOM are age (p=0.047), family economical status (p=0,002; OR 2,65(1,35-5,27)) and smoke (p=0,037; OR 1,92(1,02-3,59)). Allergic rhinitis (p=0,226;OR 1,75(0,59-4,78)), sex (p=0,796 ; OR 0,92(0,49-1,74)) and nutritional state (p=0,143 ; OR 0,53(0,2-1,32)) are not significantly correlate with CSOM. Based on this study 2 of 3 children with CSOM below 5 years age, are given breast feeding.
Discussion: CSOM prevalence based on this study is 3.4%, according to WHO recommendation this is high CSOM prevalence (2-4%). Comprehensive treatment strategy needed to decrease CSOM prevalent in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmanofa Yunizaf
"Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu gangguan telinga yang sering menimpa anak dan dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan penurunan kualitas hidup, serta banyak komplikasi. Kondisi yang terkait dengan OMSK di antaranya alergi, hipertrofi adenoid, dan refluks laringofaring (RLF). Refluks laringofaring pada anak belum banyak dipelajari di Indonesia, dan diagnosis RLF berdasarkan Instrumen Tanda dan Gejala Refluks belum banyak dipelajari. Kejadian RLF juga dikaitkan dengan gangguan saraf autonom, akibat gangguan nervus vagus yang dapat menyebabkan refluksat lambung naik ke nasofaring dan mencapai muara tuba.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan RLF dengan OMSK tipe aman aktif yang dibahas desain 1 penelitian, yaitu studi kasus kontrol yang menganalisis alergi, hipertrofi adenoid, dan RLF sebagai faktor risiko OMSK tipe aman aktif. Desain kedua penelitian adalah studi kasus kontrol untuk mengetahui hubungan gangguan saraf autonom dengan kejadian RLF. Desain ketiga penelitian merupakan kohort retrospektif untuk mengetahui hubungan RLF dengan gangguan fungsi tuba. Penelitian dilaksanakan Mei 2023–Juni 2024, menyertakan 39 subjek OMSK tipe aman aktif dan 39 subjek kontrol dari pasien Poliklinik THT-KL RSCM, dan direkrut secara consecutive sampling. Subjek juga akan diperiksa kondisi RLF dan gangguan saraf autonom.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak dengan RLF terbukti berisiko 5,59x lebih tinggi untuk terkena OMSK tipe aman aktif (OR: 5,59; 95%CI: 1,247–25,049; p = 0,025). Alergi (OR: 1,433; 95%CI: 0,343–5,981; p = 0,622) dan hipertrofi adenoid (OR: 1,178; 95%CI: 0,584–2,378; p = 0,646) tidak terbukti bermakna secara statistik sebagai faktor risiko OMSK tipe aman aktif. Gangguan saraf autonom juga belum terbukti secara statistik sebagai faktor risiko RLF (OR: 1,086; 95%CI: 0,444– 2,650; p = 0,856). Refluks laringofaring juga tidak terbukti menjadi faktor risiko gangguan fungsi tuba (RR: 1,558; 95%CI: 0,594–4,087; p = 0,367). Dapat disimpulkan bahwa RLF merupakan faktor risiko utama OMSK tipe aman aktif pada anak. Pepsin dan derajat keasaman dari refluksat RLF pada telinga tengah dapat berperan dalam kerusakan telinga tengah.

Chronic suppurative otitis media (CSOM) is a prevalent ear disorder in children that can lead to hearing impairment, a decline in quality of life, and various complications. Conditions associated with CSOM include allergy, adenoid hypertrophy, and laryngopharyngeal reflux (LPR). The incidence of LPR in children has not been extensively studied in Indonesia, and diagnosis of LPR based on Reflux Symptom and Sign Instrument is yet to be studied. LPR has also been linked to autonomic nervous system dysfunction, as disturbances in the vagus nerve can result in the reflux of gastric contents into the nasopharynx and the opening of the Eustachian tube.
This study aims to investigate the relationship between LPR and active benign type CSOM with the first design being a case-control study that analyzes allergy, adenoid hypertrophy, and LPR as risk factors for active benign type CSOM. The second design, also a case-control study, is to determine the association between autonomic nervous system dysfunction and the occurrence of LPR. The third study design employs a retrospective cohort study to assess the relationship between LPR and Eustachian tube function disorders. The research is conducted from May 2023 to June 2024, including 39 subjects with active benign type CSOM and 39 control subjects from the ENT-HN Polyclinic of RSCM, recruited through consecutive sampling. Subjects will also be evaluated for the presence of LPR and autonomic nervous system dysfunction.
The results indicated that children with LPR were at a 5.59-fold increased risk of developing active safe type CSOM (OR: 5.59; 95% CI: 1.247–25.049; p = 0.025). Allergy (OR: 1.433; 95% CI: 0.343–5.981; p = 0.622) and adenoid hypertrophy (OR: 1.178; 95% CI: 0.584–2.378; p = 0.646) were not found to be statistically significant risk factors for active safe type CSOM. Additionally, autonomic nervous system dysfunction did not show statistical significance as a risk factor for LPR (OR: 1.086; 95% CI: 0.444–2.650; p = 0.856). LPR also did not appear to be a risk factor for Eustachian tube dysfunction (RR: 1.558; 95% CI: 0.594–4.087; p = 0.367). It can be concluded that LPR is a primary risk factor for active safe type CSOM in children. The presence of pepsin and the acidity level of the LPR refluxate in the middle ear may contribute to middle ear damage.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusra
"Dalam rangka penjualan rumah susun atas satuan-satuan rumah susunnya, dewasa ini banyak dilakukan dengan cara membuat perjanjian pengikatan jual bell satuan rumah susun. Hal ini dilakukan karena Undang-Undang Nomor I6 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Undang Undang Rumah Susun) menetapkan persyaratan bagi rumah susun sebelum dapat diperjualbelikan. Pada prakteknya, dengan alasan ekonomis penjualan unit-unit satuan rumah susun sudah dilakukan, walaupun belum memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Rumah Susun, yaitu dengan cara membuat perjanjian pengikatan jual beli.
Perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun ini pada umumnya sudah dibuat dalam bentuk standar (Kontrak Standar) yang sudah ditentukan oleh pihak pengembang selaku penjual. Konsumenlpembeii tinggal menyetujui atau tidak, tanpa bisa menegosiasikan isi perjanjian sesuai kehendak para pihak. Apabila setuju, "take it", tetapi kalau tidak setuju "just leave it".
Kontrak standar yang dibuat secara sepihak oleh pengembang yang mempunyai kedudukan lebih dominan tersebut seringkali memuat klausula-klausula yang sudah baku yang isinya lebih mengakomodir kepentingan pelaku usaha (dalam hal ini pengembang/penjual), tetapi mengeliminir kepentingan pihak konsumen/pembeli, sehingga pihak konsumen dirugikan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Undang-Undang Perlindungan Konsumen), pada dasarnya sudah mengatur mengenai ketentuan klausula baku (dalam Pasal 18). Namun dalam pelaksanaannya, klausula-klausula baku yang dimuat dalam perjanjian pengikatan jual beli, khususnya pengikatan jual bell satuan rumah susun masih melanggar ketentuan baku sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Widdya Damayanti
"

Madu sangat bermanfaat untuk tubuh. Madu dijadikan obat alternatif oleh masyarakat dalam menyembuhkan berbagai jenis penyakit dikarenakan kandungan senyawa di dalamnya. Tingginya permintaan pasar dikarenakan meningkatnya konsumsi madu oleh masyarakat memberikan peluang kepada oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk memalsukan madu. Oleh sebab itu diperlukan suatu teknologi canggih yang bisa mendeteksi keaslian madu beserta klasifikasikasi dan sifatnya secara cepat dan akurat. Identifikasi dan klasifikasi madu dilakukan pada madu asli yang berasal dari lebah Apis sp. dan juga stingless bees serta madu palsu buatan yang dibuat dengan percampuran madu asli dengan penambahan air gula (Fruktosa) dan NaHCO3.  Dalam melakukan identifikasi madu dengan metode Artificial Neural Network (ANNs) digunakan software berupa MATLAB. Metode Artificial Neural Network (ANNs) yang digunakan adalah alogaritma backpropagation dengan arsitektur jaringan multilayer. Hasil dari peneitian ini adalah pengidentifikasian madu menggunakan metode Artificial Neural Network untuk percobaan 2 kelas memiliki hasil tranning dan testing yang lebih tinggi dibandingkan dengan percobaan dengan 6 kelas. Hal tersebut disebabkan karena semakin banyak kelas maka jumlah data setiap kelas harus semakin banyak dan sama rata dikarenakan jumlah data mempengaruhi hasil tranning dan testing dari Artificial Neural Network.

 


Honey is very beneficial for body. It can be used as an alternative medicine by humans for curing various types of diseases due to the compound contained in honey. The high market demand due to increasing consumption of honey by consumers provides opportunities for unscrupulous individuals to falsify honey. In order to prevent consumers from fake honey, we need a sophisticated technology that can detect the authenticity of honey along with its classification and nature quickly and accurately. In this study, a method for identifying and classifying the authenticity of honey using Artificial Intelligence (AI), the type of artificial intelligence that is used in this study is Artificial Neural Network (ANNs). The identification and classification of honey is performed using honey Apis sp bees, stingless bees and fake honey. Fake honey is made by adding sugar (Fructose) and NaHCO3 to the honey. For identifying honey with the Artificial Neural Network (ANNs) method, the author used MATLAB software. The Artificial Neural Network (ANNs) method used is a backpropagation algorithm with multilayer network architecture. The result of this research is the identification of honey using the Artificial Neural Network method for the 2-class experiment which has higher tranning and testing results compared with experiments with 6 classes. This is because the amount of data per class must be more and equal because the amount of data affects the results of tranning and testing of Artificial Neural Network.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sakina Umar
"Otitis media akut (OMA) merupakan penyakit telinga yang paling sering terjadi pada anak-anak. Di Indonesia belum ada data nasional baku yang melaporkan angka kejadian OMA. Penelitian ini dilakukan sebagai dasar bagi penelitian berskala nasional dalam memperoleh angka prevalensi penyakit telinga khususnya OMA di Indonesia. Penelitian ini merupakan studi epidemiologi deskriptif potong lintang untuk mengetahui prevalensi dan gambaran karakteristik faktor-faktor risiko OMA pada anak-anak di Kotamadya Jakarta Timur. Subyek penelitian dipilih secara multistage stratified random sampling, bertingkat dari kecamatan hingga kelurahan berdassarkan tingkat kepadatan penduduk. Kemudian dilanjutkan secara spatial random sampling berdasarkan nomer rumah. Hasil penelitian ini didapatkan prevalensi OMA pada anak-anak di Kotamadya Jakarta Timur sebesar 5,38 %, dan prevalensi tertinggi terjadi pada kelompok usia 2-5 tahun. Hubungan faktor risiko yang bermakna secara statistik terhadap kejadian OMA adalah usia ( p < 0,001; OR=11,36), jenis kelamin (p= 0,029 dan OR=2,50), riwayat ISPA (p< 0,001; OR=14,07), dan lingkungan tempat tinggal (p= 0,016;OR=2,60). Faktor risiko yang memiliki kecenderungan penyebab terhadap kejadian OMA, namun secara statistik tidak bermakna adalah pajanan asap rokok (p=0,066;OR=2,18), dan pendapatan rumah tangga (p=0,135;OR=0,55). Dari keempat faktor risiko yang bermakna terhadap kejadian OMA pada anak-anak di Kotamadya Jakarta Timur, didapatkan faktor risiko usia (p<0,001;OR=10,00) dan ISPA (p<0,001;OR=10,01) yang paling bermakna dan dominan terhadap kejadian OMA. (koefisien determinan=0,410).

Acute Otitis Media (AOM) is the most common ear disease in children. To date, a standardized national data reporting on the number of OMA cases is still not available. This research was conducted to become basis for nation-based researches to obtain the number of ear disease prevalence in Indonesia especially AOM. This research is epidemiologic study, descriptive and cross-sectional to find out the prevalence and the characteristics description of AOM risk factors in children in the Municipality of East Jakarta. The research subject was selected with multistage stratified random sampling, authority levels ranging from villages to sub-districts based on population density level. After that, the method employed was spatial random sampling based on house numbers. The research resulted in 5,38% in AOM prevalence in children in the Municipality of East Jakarta, and the highest prevalence occurred in the group of 2-5 years old children. Statistically significant risk factor relations in AOM cases were in age ( p < 0,001; OR=11,36), gender (p= 0,029 and OR=2,50), upper airway infection history (p< 0,001; OR=14,07), and living environment (p= 0,016;OR=2,60). Risk factors that have a tendency toward causes of OMA case, but statistically not significant are exposure to cigarette smoke (p=0,066;OR=2,18), and household income (p=0,135;OR=0,55). From the four significant AOM risk factors in children in the Municipality of East Jakarta, age risk factor (p<0,001;OR=10,00) and upper airway infection (p<0,001;OR=10,01) are the most significant and dominant toward AOM cases (coefficient determinant=0,410)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bryan Natalie
"Peningkatan penggunaan Fetal Bovine Serum (FBS) dari tahun ke tahun menyebabkan permintaan melebihi supply. Hal ini menyebabkan peningkatan harga FBS. Penelitian ini dimulai dengan membuat sediaan serbuk royal jelly dan propolis menggunakan metode freeze drying. Serbuk royal jelly dan ekstrak propolis kemudian akan ditambahkan pada media kultur kemudian dihitung proliferasi dan viabilitas sel fibroblas dengan menggunakan Trypan blue assay. Penambahan variasi propolis, royal jelly, dan FBS akan dilakukan dalam 7 variasi konsentrasi. Hasil proliferasi sel fibroblas media variasi 1 pada hari ketujuh memberikan hasil terbaik dari antara media variasi lain dengan rata-rata 24.780,7±401,98 sel/cm2. Namun hasil tersebut masih belum melebihi proliferasi pada media kontrol. Hasil pengujian viabilitas media variasi 1 hingga media variasi 4 pada hari ketujuh memberikan hasil viabilitas > 95%. Berdasarkan pada hasil PDL, viabilitas, dan morfologi sel fibroblast, maka media variasi terbaik merupakan media variasi 3 dengan waktu inkubasi 3 hari yang mencapai nilai level pembelahan sebanyak 3,3 level. Untuk waktu inkubasi 7 hari, media 1 merupakan yang terbaik diantara media variasi dengan nilai level pembelahan sebanyak 3,4level.

The increasing use of Fetal Bovine Serum (FBS) over the years has led to a demand exceeding the supply. This has resulted in an increase in the price of FBS. This research begins by preparing powdered formulations of royal jelly and propolis using the freeze-drying method. The powdered royal jelly and powder propolis sulawesi extracts will then be added to the culture media, and the proliferation, viability, and population doubling level (PDL) of sel fibroblas cells will be assessed using the Trypan blue assay. Seven serum concentration variations (combination of royal jelly, propolis, and FBS) will be added on multi well culture plate 12 wells microplate sterile. The results of sel fibroblas cell proliferation in 1st media variation on the seventh day showed the best outcome among the other variations, with an average of 24,780.7±401.98 cells/cm2. The viability testing results of 1st to 4th variation media on the seventh day showed viability rates of >95%. Based on the results of PDL, viability, and fibroblast cell morphology, the best variation medium is variation medium 3 with an incubation time of 3 days, reaching a cell division level of 3.3. For an incubation time of 7 days, variation medium 1 is the best among the 1st variation with seven day incubation, at the average level of 3.38 PDs."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>