Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 218534 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayudia Indah Oktavialy
"Greenshoe Option adalah opsi yang memberikan hak kepada Penjamin Emisi Efek untuk melakukan penjatahan lebih atau menjual saham tambahan dalam hal terjadi kelebihan permintaan atas saham yang ditawarkan, dengan tujuan untuk menstabilkan harga saham apabila mengalami penurunan setelah pencatatan. Peraturan Greenshoe Option di Indonesia belum diatur secara rinci, namun penggunaannya dapat merujuk pada POJK 6/2019 yang mengatur kegiatan Stabilisasi Harga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan pendekatan metode komparatif antara negara Amerika Serikat, Inggris, dan India. Penelitian ini akan memuat analisis bagaimana ketentuan Greenshoe Option yang telah diimplementasikan oleh PT Bank Mandiri Tbk, PT ABM Investama Tbk, dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. Kesimpulan dari penelitian ini bahwasanya peraturan Greenshoe Option di Indonesia masih belum diatur secara rinci seperti tidak diaturnya ketentuan batasan maksimal saham greenshoe begitupun mekanisme pelaksanaannya. Sementara di Amerika Serikat, Inggris, dan India telah mengatur ketentuan akan hal tersebut. Ketentuan Greenshoe Option oleh PT Bank Mandiri Tbk, PT ABM Investama Tbk, dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk dilakukan sesuai dengan praktik yang berlaku secara internasional. Tidak adanya batas maksimal saham greenshoe beserta ketentuan pelaksanaanya dapat menimbulkan risiko bagi Emiten dan Investor. Dengan ini harapan bagi regulator pasar modal Indonesia untuk menyempurnakan peraturan Greenshoe Option dengan mempertimbangan ketentuan dari beberapa negara yang telah dipaparkan dalam penelitian ini.

Greenshoe Option is an option that gives the Underwriter the right to make more allotments or sell additional shares in the event of excess demand for the shares offered, which aims as a mechanism for stabilizing share prices after listing. The Greenshoe Option Regulations in Indonesia have not been regulated in detail, but their use can refer to POJK 6/2019 which regulates Price Stabilization activities. The method used in this study is juridical-normative with a comparative method between the United States, United Kingdom, and India. This research will contain an analysis of how the Greenshoe Option provisions have been implemented by PT Bank Mandiri Tbk, PT ABM Investama Tbk, and PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. The conclusion from this study is that the Greenshoe Option regulations in Indonesia are still not regulated in detail, such as the maximum limit for greenshoe shares and the implementation mechanism. Meanwhile in the United States, United Kingdom, and India have set provisions for this. The provisions for the Greenshoe Option by PT Bank Mandiri Tbk, PT ABM Investama Tbk, and PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk are carried out in accordance with internationally accepted practices. The absence of a maximum greenshoe share limit and its implementing provisions may pose a risk to Issuers and Investors. With this, it is hoped that the Indonesian capital market regulator will improve the Greenshoe Option regulations by taking into account the provisions of several countries that have been described in this study."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desintya Nur Amalia
"Penelitian ini membahas mengenai pungutan oleh otoritas jasa keuangan kepada notaris pengganti berdasarkan POJK nomor 67/POJK.04/2017. Dalam penelitian ini, penulis megangkat 3 (tiga) pokok permasalahan, yaitu mengenai (1) konsepsi tentang notaris pengganti pasar modal hingga terbitnya peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 67/POJK.04/2017; (2) perbandingan kedudukan notaris pengganti sebelum dan setelah adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, dan (3) tanggung jawab notaris pengganti yang telah berakhir masa jabatannya terhadap peraturan OJK selama masa keanggotaan profesi penunjang pasar modal. Untuk menjawab permasalahan hukum diatas, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil analisa adalah setelah diundangkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 67/POJK.04/2017, seharusnya dapat menguatkan kedudukan baik notaris dan notaris pengganti di pasar modal. Namun pada kenyataannya, kedudukan notaris pengganti juga tidak kuat semenjak adanya peraturan tersebut, hal ini terjadi karena setiap akta mengenai IPO (Initial Public Offering) suatu perusahaan yang dibuat oleh notaris pengganti menjadi batal demi hukum. Mengenai peraturan terkait Otoritas Jasa Keuangan yang juga tidak diatur secara jelas menyebabkan ketidak pastian terhadap kedudukan notaris pengganti, contohnya dalam hal pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Pungutan tersebut pada praktiknya tidak dikenakan untuk notaris pengganti, hal tersebut tidak sejalan dengan peraturan yang ada dimana setiap orang/badan yang melakukan kegiatan di pasar modal akan dikenakan pungutan.

This study discusses levies by financial services authorities to substitute notaries based on POJK number 67 / POJK.04 / 2017. In this study, the author raised 3 (three) main issues, (1) the conception of a notary substitute for the capital market until the issuance of the Financial Services Authority Regulation Number 67 / POJK.04 / 2017; (2) to compare the position of a substitute notary public before and after the Financial Services Authority Regulation While; (3) the responsibility of a substitute notary who has ended his term of office against the FSA regulations during the membership period of the capital market supporting profession. To answer the above legal problems, the author uses the normative juridical research method. The result of the analysis is that after the enactment of the Financial Services Authority Regulation Number 67 / POJK.04 / 2017, it should be able to strengthen the position of both notary and substitute notary public in the capital market. But in reality, the position of substitute notary public is not strong since the existence of the regulation, this happens because every deed regarding Initial Public Offering (IPO) of a company made by a substitute notary is null and void. Regarding regulations related to the Financial Services Authority which are also not clearly regulated, it causes uncertainty regarding the position of a substitute notary, for example in the case of levies by the Financial Services Authority. In practice, the levies are not imposed on substitute notaries, this is not in line with the existing regulations whereby every person / body carrying out activities in the capital market will be subject to levies.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54766
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puri Ranggawacana
"Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22/POJK.04/2016 tentang Segmentasi Perizinan Wakil Perantara Pedagang Efek mengatur segmentasi perizinan Wakil Perantara Pedagang Efek ke dalam dua bentuk sub perizinan yaitu izin Wakil Perantara Pedagang Efek Pemasaran dan izin Wakil Perantara Pedagang Efek Pemasaran Terbatas. Adapun Perantara Pedagang Efek memiliki fungsi selain fungsi pemasaran, yaitu fungsi manajemen risiko, fungsi pembukuan, fungsi kustodian, fungsi teknologi informasi, fungsi kepatuhan dan fungsi riset. Menjadi pertanyaan kemudian mengapa Otoritas Jasa Keuangan hanya mengatur terkait segmentasi pada fungsi pemasaran tetapi tidak pada fungsi manajemen risiko, fungsi pembukuan, fungsi kustodian, fungsi teknologi informasi, fungsi kepatuhan dan fungsi riset. Berdasarkan hasil penelitian penulis, baik yang berasal dari penelaahan peraturan terkait maupun hasil wawancara dengan pejabat Otoritas Jasa Keuangan, tujuan utama diterbikanya peraturan tersebut adalah untuk meningkatkan jumlah tenaga pemasaran bagi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Perantara Pedagang Efek. Berdasarkan fakta, jumlah pemohon izin Wakil Perantara Pedagang Efek Pemasaran memang bertambah cukup signifikan sehingga dapat dikatakan bahwa Penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini tergolong efektif. Penetapan peraturan ini berdampak kepada seluruh ketentuan lain yang menyebutkan terkait dengan Wakil Perantara Pedagang Efek harus dimaknai bahwa termasuk di dalamnya pemegang izin Wakil Perantara Pedagang Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek Pemasaran, dan Wakil Perantara Pedagang Efek Pemasaran Terbatas. Kedepan, penulis berharap agar Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan segmentasi Wakil Perantara Pedagang Efek pada fungsi selain fungsi pemasaran.

The Financial Services Authority Regulation No.22/POJK.04/2016 concerning Segmentation of Securities Broker Dealer Representative Licensing arranged the segmentation of Securities Broker Dealer Representative licenses into two sub-licensing forms, namely the Securities Broker Dealer Representative for Marketing license and the Securities Broker Dealer Representative for Limited Marketing license. While the Securities Broker Dealer has other functions besides the marketing function namely the risk management function, bookkeeping function, custodian function, information technology function, compliance function and research function. The question then becomes, why does the Financial Services Authority only regulate segmentation related to the marketing function but not to the risk management function, bookkeeping function, custodian function, information technology function, compliance function and research function. Based on the results of the author's research, both from the review of relevant regulations and the results of interviews with Financial Services Authority officials, the main purpose of the issuance of these regulations is to increase the number of marketers for Securities Companies conducting business activities as Broker Dealer. Based on the facts, the number of applicants for licensing of the Securities Broker Dealer Representative for Marketing license has indeed increased significantly enough so that it can be said that the Application of the Financial Services Authority Regulation is quite effective. The stipulation of this regulation has an impact on all other provisions that related to Securities Broker Dealer Representative must be interpreted as including the holders of Securities Broker Dealer Representative for Marketing license and Securities Broker Dealer Representative for Limited Marketing license. In the future, the authors hope that the Financial Services Authority could segment the Securities Broker Dealer Representative in other than the marketing function."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54855
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Erlangga Kaurow
"Kejahatan Perjanjian baku merupakan perjanjian yang umum ditemukan, termasuk dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Lembaga pembiayaan konsumen termasuk dalam ranah sektor jasa keuangan yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tulisan ini meninjau tentang penerapan klausula baku yang dibuat oleh pelaku usaha terhadap UU Perlindungan Konsumen maupun peraturan dan surat edaran yang dikeluarkan OJK. Studi dilakukan dengan metode analisis yuridis normatif. Dalam praktiknya, pelaku usaha belum sepenuhnya memenuhi pengaturan mengenai klausula baku sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Standard clause is a contract that is often found, including in the consumer financing agreement. Consumer financing institution is included in the financial service sector area that is regulated by Financial Service Authority (FSA). This thesis reviews on the implementation of standard clause made by entrepreneur towards Law on Consumer Protection as well regulation and circular letter issued by the FSA. This study is conducted with normative analysis method. In practice, the entrepreneur is not fully implementing the regulation regarding the standard clause as regulated in the Indonesian law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S66711
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Sakiya Sari
"Pemerintah meluncurkan sistem perizinan terpadu Sistem Online Single Submision yang digunakan untuk pendaftaran izin usaha. Salah satu data yang harus diisi adalah bidang usaha sesuai yang diatur dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 2017. Permasalahan yang diangkat adalah mengenai peran Notaris dalam menerapkan Pasal 3 akta pendirian perseroan terbatas financial technology dalam sistem Online Single Submission serta implikasi setelah diberlakukannya Klasikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 2017 terhadap pendaftaran perseroan terbatas financial technology. Metode Penelitian yang digunakan yaitu penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis. Metode pengolahan data yang digunakan adalah metode kualitatif. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Notaris berperan dalam membuat akta pendirian serta mendaftarkannya dalam Sistem Administrasi Badan Hukum dan dalam sistem Online Single Submission sehingga terhadap perseroan terbatas financial technology yang akan membuat akta pendirian seharusnya berkonsultasi dengan Notaris untuk menyesuaikan klasifikasi bidang usaha perusahaannya, agar sesuai dengan klasifikasi dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 2017, yaitu kategori 5 angka, yaitu Kategori K, angka 64190. Terhadap perseroan terbatas financial technology yang harus menyesuaikan dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 2017 dalam waktu 1 tahun agar mendapatkan Nomor Induk Berusaha. Dalam hal ini, Badan Pusat Statistik, Kemenko Perekonomian serta Lembaga Ikatan Notaris Indonesia agar bersama-sama membuat keseragaman klasifikasi Perseroan Terbatas financial technology yang sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 2017 agar kedepannya tidak menyulitkan pelaku usaha dalam mengklasifikasikan bidang usahanya dalam sistem Online Single Submission.

The government launched an integrated system of licensing the Online Single Submission System which is used for business license registration. One of the data that must be filled in is the line of business according to what is stipulated in the Indonesian Business Field Standard Classification 2017. The issue raised is regarding the role of the Notary in implementing Article 3 deed of establishment of a financial technology limited company in the Online Single Submission system and the implications after the enactment of the Business Field Standard Classification Indonesia 2017 on registration of financial technology limited companies. The research method used is normative juridical research that is analytical descriptive. The data processing method used is a qualitative method. The results of the study can be concluded that the Notary has a role in making the deed of establishment and registering it in the Legal Entity Administration System and in the Online Single Submission system so that limited financial technology companies that will make the deed of establishment should consult with the Notary to adjust the classification of the company's business fields, to conform with the classification in the 2017 Indonesian Business Field Standard Classification, namely the 5 digit category, namely Category K, number 64190. For financial technology limited companies that must adjust to the 2017 Indonesian Business Field Standard Classification within 1 year in order to obtain a Business Registration Number. In this case, the Central Statistics Agency, the Coordinating Ministry for the Economy and the Indonesian Notary Association Institute should jointly make a uniform classification of financial technology Limited Companies in accordance with the Standard Classification of Indonesian Business Field 2017 so that in the future it will not complicate business actors in classifying their business fields in the Online Single Submission system."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54817
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kembaren, Keny Indah Gloria
"Peer to peer lending (P2PL) menghubungkan peminjam dan pemberi dana tanpa lembaga keuangan bank sebagai perantara. Bentuk pengumpulan dana ini memberikan pemberi dana untuk memperoleh kesempatan yang lebih banyak untuk berinvestasi, kendati demikian hal ini juga menimbulkan pendanaan macet dan fraud. Tesis ini membahas mengenai perlindungan pemberi dana dalam P2PL khususnya terkait risiko pendanaan macet dan fraud oleh Penyelenggara LPBBTI berdasarkan POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) serta penerapannya dalam perjanjian pendanaan. Penulis juga melakukan perbandingan hukum di Amerika Serikat dan China. Adapun perbandingan dengan memilih negara Amerika Serikat dan China karena kedua negara tersebut merupakan pangsa pasar P2PL terbesar di dunia. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengajukan rumusan masalah, yaitu: Analisis penyelenggara layanan P2PL menerapkan perlindungan pemberi dana terkait risiko pendanaan macet dan fraud pasca berlakunya POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi; Perbandingan pengaturan perlindungan pemberi dana dalam penyelenggaraan peer to peer lending di Amerika Serikat, China, dan Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Pada akhirnya, penulis memperoleh kesimpulan bahwa Peraturan OJK No. 10/POJK.05/2022 telah cukup komprehensif mengakomodir penyelenggaraan layanan P2PL di Indonesia khususnya terkait dengan perlindungan pemberi dana dari risiko pendanaan macet dan risiko fraud oleh penyelenggara P2PL. Peraturan P2PL yang utama digunakan di Amerika Serikat adalah Securities Exchange Act dan Peraturan P2PL yang utama digunakan di China adalah Interim Measures for the Administration of the Business Activities of Online Lending Information Intermediary Institution.

Peer to peer lending (P2PL) connects borrowers and lenders without bank financial institutions as intermediaries. This form of crowdfunding brings lenders more investment opportunities, however it can also lead to bad funding and fraud. This thesis discusses the protection of lenders in P2PL, especially related to the risk of bad funding and fraud by P2PL Providers based on POJK Number 10/POJK.05/2022 concerning Information Technology-Based Co-Funding Services and its application in lenders agreements. The author also makes a comparison of laws in the United States and China. The comparison by selecting the United States and China because these two countries are the largest P2PL market share in the world. Based on that problems, the writer tried to describe the main issues, which are: Analysis of P2PL service providers implementing protection for funders regarding the risk of bad funding and fraud after the enactment of POJK Number 10/POJK.05/2022 concerning Information Technology-Based Co-Funding Services; Comparison of lender protection implementing peer to peer lending in the United States, China and Indonesia. The form of research used in this research is normative juridical research. In the end, the writer come to the conclusion that POJK Regulation No. 10/POJK.05/2022 is comprehensive enough to accommodate the implementation of P2PL services in Indonesia, especially related to the protection of lender from the risk of bad funding and the risk of fraud by P2PL providers. The main P2PL regulation used in the United States is the Securities Exchange Act and the main P2PL regulation used in China is Interim Measures for the Administration of the Business Activities of Online Lending Information Intermediary Institution."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Bagus Setiawan
"Skripsi ini menjelaskan tentang pelaksanaan fungsi pengawasan perbankan di era Bank Indonesia dan OJK. Sejak implementasi UU No. 21 Tahun 2011 tetang Otoritas Jasa Keuangan, kini fungsi pengawasan perbankan menjadi wewenang OJK. Namun, OJK hanya berwenang di bidang microprudential (aspek-aspek yang mengatur mengenai kelembagaan, kesehatan bank, aspek kehati-hatian dan pemeriksaan bank) sedangkan Bank Indonesia tetap berwenang dalam macroprudential yaitu kebijakan yang lebih mengarah kepada analisis sistem keuangan secara keseluruhan sebagai kumpulan dari individu lembaga keuangan. Adapun pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan OJK adalah pendekatan berdasar kepatuhan dan pendekatan berdasarkan risiko. Untuk melakukan hal tersebut, Bank Indonesia dan OJK menggunakan metode pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskripsi analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan di era Bank Indonesia dan OJK tidak memiliki perbedaan yang signifikan karena masih memakai peraturan yang sama.

This thesis describes the implementation of the function banking supervision in Bank Indonesia and OJK era. Since implementation law number 21 year 2011 concerning financial services authority, now the function banking supervision became on OJK. However, OJK has only on microprudential supervision (institutional, bank health, prudential principles and bank examination) and Bank Indonesia has macroprudential supervision that lead to an overall analysis of the financial system as a collection of individual financial institutions. Bank Indonesia and OJK used compliance based supervision, risk based supervision and on-site supervision, off-site supervision. This research is qualitative research design an analytical description. The result showed that the implementation on banking supervision in Bank Indonesia and OJK era have not significant difference because they used the same regulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58238
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mathilda Ruth Amabelle
"Medium Term Notes (MTN) merupakan salah satu bentuk surat utang yang cukup lazim diterbitkan tanpa melalui Penawaran Umum dan didasarkan pada pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Namun, pada tahun 2019, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 30/POJK.04/2019 (POJK No. 30 Tahun 2019) tentang Penerbitan Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk yang Dilakukan Tanpa Melalui Penawaran Umum (EBUS Tanpa Penawaran Umum). POJK No. 30 Tahun 2019 tersebut memberikan serangkaian kewajiban baru, salah satunya adanya pembatasan penjualan EBUS Tanpa Penawaran Umum hanya kepada Pemodal Profesional. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kelebihan dan kekurangan dari keberlakuan POJK No. 30 Tahun 2019 terhadap penerbitan MTN dan cara untuk mengatasi kekurangan dari keberlakuan POJK No. 30 Tahun 2019 terkait pembatasan penjualan MTN hanya kepada Pemodal Profesional. Penelitian ini dilangsungkan dengan meneliti berbagai peraturan yang berlaku di Indonesia dan melakukan penelusuran serta perbandingan dengan peraturan yang berlaku di Amerika Serikat. Berdasarkan penelitian yang dilangsungkan, ditemukan bahwa di samping sejumlah kelebihan yang dimiliki oleh penerbitan MTN di bawah POJK No. 30 Tahun 2019, terdapat sejumlah kekurangan yang dapat ditindaklanjuti dengan melakukan amandemen terhadap POJK No. 30 Tahun 2019. Selain itu, tidak adanya ruang yang diberikan kepada pemodal non-profesional untuk berpartisipasi dalam transaksi EBUS Tanpa Penawaran Umum dalam POJK No. 30 Tahun 2019. OJK dapat mempertimbangkan untuk mengadopsi konsep non-accredited investor di Amerika Serikat dan memperkenalkan keberadaan Pemodal Non-Profesional, di samping Pemodal Profesional, dalam POJK No. 30 Tahun 2019.

Medium Term Notes (MTN) are a form of debt that is quite commonly issued without going through Public Offering (private placement) and are based on the provisions in the Civil Code and the Commercial Code. However, in 2019, the Financial Services Authority (OJK) issued Financial Services Authority Regulation Number 30/POJK.04/2019 (POJK No. 30 of 2019) concerning Issuance of Debt Securities and/or Sukuk without Public Offering (EBUS without Public Offering). POJK No. 30 of 2019 provides a series of new obligations, one of which is the limitation on the sale of EBUS without Public Offering only to Professional Investors. Thus, it is necessary to carry out further research regarding the advantages and disadvantages of the enactment of POJK No. 30 of 2019 regarding the issuance of MTN and ways to overcome the shortcomings of the implementation of POJK No. 30 of 2019 regarding restrictions on the sale of MTN only to Professional Investors. This research was carried out by examining various regulations that apply in Indonesia and conducting searches and comparisons with regulations that apply in United States. Based on the research conducted, it was found that in addition to a number of advantages possessed by the issuance of MTN under POJK No. 30 of 2019, there are a number of deficiencies that can be followed up by making amendments to POJK No. 30 of 2019. In addition, there is no space given to non-professional investors to participate in EBUS Without Public Offering transactions in POJK No. 30 of 2019. OJK may consider adopting the concept of non-accredited investors in United States and introducing the existence of Non-Professional Investors, in addition to Professional Investors, in POJK No. 30 of 2019."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Erlangga Kaurow
"Perjanjian baku merupakan perjanjian yang umum ditemukan, termasuk dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Lembaga pembiayaan konsumen termasuk dalam ranah sektor jasa keuangan yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tulisan ini meninjau tentang penerapan klausula baku yang dibuat oleh pelaku usaha terhadap UU Perlindungan Konsumen maupun peraturan dan surat edaran yang dikeluarkan OJK. Studi dilakukan dengan metode analisis yuridis normatif. Dalam praktiknya, pelaku usaha belum sepenuhnya memenuhi pengaturan mengenai klausula baku sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Standard clause is a contract that is often found, including in the consumer financing agreement. Consumer financing institution is included in the financial service sector area that is regulated by Financial Service Authority (FSA). This thesis reviews on the implementation of standard clause made by entrepreneur towards Law on Consumer Protection as well regulation and circular letter issued by the FSA. This study is conducted with normative analysis method. In practice, the entrepreneur is not fully implementing the regulation regarding the standard clause as regulated in the Indonesian law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S66711
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adani Shabrina Ghassani
"Transaksi repo di Indonesia yang selama ini mekanisme dan perjanjiannya belum terstandarisasi, melatarbelakangi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meluncurkan Global Master Repurchase Agreement (GMRA) Indonesia yang menjadi landasan pelaksanaan transaksi repo di pasar modal sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 9/POJK.04/2015 tentang Pedoman Transaksi Repurchase Agreement Bagi Lembaga Jasa Keuangan. GMRA Indonesia merupakan standarisasi perjanjian transaksi repo yang mengadopsi standar perjanjian GMRA yang diterbitkan oleh International Capital Market Association (ICMA) dengan klausul yang disesuaikan dengan kondisi hukum dan pelaku pasar di Indonesia. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian, yaitu bagaimana perbedaan implementasi penggunaan GMRA dalam transaksi repo di Indonesia dengan negara lain. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan secara yuridis normatif. Tahap penelitian terdiri atas penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dan wawancara. Analisis data menggunakan metode analisis normatif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa GMRA dijadikan acuan internasional dalam melakukan transaksi repo di berbagai negara, seperti Amerika Serikat dan Singapore yang sudah terlebih dahulu menggunakan GMRA dalam transaksi repo untuk meningkatkan pendalaman pasar keuangannya. Tesis ini juga membahas ketentuan dalam GMRA Indonesia yang diharapkan dapat mencegah sengketa apabila terjadi peristiwa kegagalan (default) dikemudian hari guna melindungi semua pihak terlibat termasuk investor agar tidak mengalami kerugian. GMRA juga dapat mendorong perusahaan untuk melakukan Penawaran Perdana saham (Initial Public Offering/IPO), dimana dalam pelaksanaannya tidak lepas dari fungsi Notaris sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal.

Within the practice in Indonesia, its mechanism and agreement have not been standardized, a circumstance which brings about the Financial Services Authority or Otoritas Jasa Keuangan (OJK) to launch the Indonesia's Global Master Repurchase Agreement (GMRA) called GMRA Indonesia as a basis for the implementation of repo transactions in the capital market as stipulated in Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 9 / POJK.04 / 2015 on Guidelines for Repurchase Agreement Transactions for Financial Services Institutions (Pedoman Transaksi Repurchase Agreement Bagi Lembaga Jasa Keuangan). GMRA Indonesia is a standardized Repo Transaction Agreement that adopts the GMRA standard agreement issued by the International Capital Market Association (ICMA) with clauses tailored to the legal and market conditions in Indonesia. The research is descriptive analytical with normative juridical approach. The research phase consists of literature and field research. Data collection tehniques were conducted by document studies and interviews. Analytics are done using normative qualitative analysis method. Based on the results of the research, GMRA is used as an international reference in conducting Repo transactions on various countries, such as the United States and Singapore which have already been long utilizing GMRA in Repo transactions for its financial markets. This thesis also discusses the provisions in GMRA Indonesia which are expected to prevent disputes in case of default event in the future to protect all parties involved including investors from the risk of loss. GMRA could also encourage companies to conduct Initial Public Offering (IPO), which in its implementation is not possible without the function of Notary as one of the professions supporting the capital market.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49262
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>