Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 66656 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meitri Nayla Alya Yuswanto
"Penelitian ini membahas upaya pengekspresian diri oleh perempuan dalam industri Kpop untuk melawan budaya patriarki dalam media. Budaya patriarki dalam konfusianisme masyarakat Korea Selatan telah mengakar sejak tahun 600-an. Salah satu nilai dalam budaya patriarki adalah posisi yang tidak sejajar antara laki-laki dan perempuan. Akibat ajaran tersebut, perempuan memiliki kedudukan di bawah laki-laki, sehingga banyak kerugian dialami perempuan, salah satunya stereotip yang melekat pada perempuan diantaranya penampilan feminin perempuan yang ditujukan untuk memuaskan pandangan laki-laki. Terutama dalam media yang masih didominasi laki-laki, kerap kali penampilan perempuan mengalami objektifikasi. Selain itu, terdapat juga stereotip keterbatasan berekspresi bagi perempuan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis eksistensi perempuan di industri K-pop dalam melawan stereotip patriarki. Metode yang diaplikasikan adalah metode penelitian kualitatif dan analisis visual. Analisis visual dilakukan pada beberapa musik video penyanyi K-pop perempuan terpilih, yakni (G)I-DLE – Tomboy, IU – Palette, dan Seulgi, Chungha, SinB, Soyeon - Wow Thing. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Female Gaze, yaitu cara pandang dalam industri film dari kacamata perempuan. Teori ini berfokus pada aktualisasi perempuan sebagai subjek utama dalam sebuah karya sebagai bentuk perlawanan terhadap stereotip feminin. Melalui penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa perempuan di industri K-Pop saat ini berusaha menghadirkan media dari sudut pandang perempuan dan menjadikan perempuan sebagai subjek utama yang berdaya. Selain itu, dalam musik video digambarkan idol perempuan lebih berani menunjukkan ekspresi diri sesuai dengan jati dirinya dan berpenampilan berani yang berbeda dengan stereotip feminin.

This research discusses the efforts of self-expression by women in the K-pop industry to fight patriarchal culture in the media. The patriarchal culture in South Korean society's Confucianism has been rooted since the 600s. One of the values in patriarchal culture is the unequal position between men and women. As a result of these, women have a position below men, so that women experience many disadvantages, one of which is the stereotype attached to women. One of these stereotypes is the appearance of women to satisfy men's views, namely with women who look feminine. Especially in media that is still dominated by men, women's appearances often experience objectification. In addition, there are also stereotyped limits of expression for women. The purpose of this study is to analyze the existence of women in the K-pop industry against patriarchal stereotypes. The method applied is a qualitative research method and visual analysis. Visual analysis was carried out on several selected female K-pop singer music videos, namely (G)I-DLE – Tomboy, IU – Palette, and Seulgi, Chungha, SinB, Soyeon - Wow Thing. The theory used in this study is the Female Gaze theory, which is a perspective in the film industry from a woman's point of view. This theory focuses on the actualization of women as the main subject in a work as a form of resistance against feminine stereotypes. Through this research, it can be interpreted that women in the K-Pop industry are currently trying to present the media from a women's point of view and make women the main empowered subject. In addition, in the music video, female idols are depicted as being more courageous in showing self-expression in accordance with their identity and having bold looks that are different from feminine stereotypes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahadi Pradana
"ABSTRAK
Lirik-lirik lagu K-Pop merupakan salah satu medium untuk menyebarkan dan melanggengkan budaya patriarki. Studi-studi sebelumnya telah membahas mengenai patriarki dalam budaya musik populer seperti musik rock, rock and roll, pop, musik Indonesia, dan juga K-Pop. Penelitian ini melihat pada bagaimana penggemar lagu K-Pop di Indonesia memaknai lirik-lirik lagu K-Pop yang berisi nilai-nilai patriarki lewat terjemahan lirik lagu terkait. Berangkat dari konsep Stuart Hall 1991 mengenai situated audiences, artikel ini berargumen bahwa penggemar K-Pop di Indonesia merupakan pembaca yang tersituasi secara hegemonic-dominant pada lirik lagu mengenai perempuan pasif, negotiated pada lirik lagu mengenai perempuan yang melakukan balas dendam pada pacarnya, dan oppositional pada lirik lagu yang merendahkan perempuan secara vulgar, dan bergantung pada struktur makna individu. Temuan artikel ini adalah pembaca memaknai lirik lagu passive women secara hegemonic-dominant, lirik lagu distrust of women secara negotiational, dan lirik lagu derogatory naming and shaming of women dan sexual objectification of women secara oppositional. Artikel ini menerapkan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan berfokus pada studi gender karena banyak terdapat pembahasan mengenai reproduksi budaya patriarki dalam industri musik. Peneliti berfokus pada penggemar musik K-Pop di Indonesia.

ABSTRACT
K-Pop lyrics are one of many mediums to perpetuating and spreading patriarchal culture. Previous studies have discussed patriarchy on popular culture music such as rock, rock roll, pop, Indonesian pop, and also K-Pop. This article discussing on how Indonesian K-Pop fans interpreting K-Pop patriarchal lyrics based on the translation. Using Stuart Hall rsquo;s 1991 situated audiences concept, this article argue that K-Pop fans interpreting with hegemonic-dominant toward the lyrics implying passive women, negotiated toward the lyrics about a woman who took revenge againts her boyfriend, dan oppositional toward the lyrics that are sexually degrading to women depends on their meaning structures. This article rsquo;s findings are readers interpret lyrics about passive women with hegemonic-dominant, lyrics about distrust of women with negotiational, and lyrics about derogatory naming and shaming of women with oppositional. This study is written based on qualitative approach with in-depth interview to collects data, and focused mainly on gender studies due to many discussion about reproduction of patriarchal culture on music industry and also on Indonesian K-Pop fans. "
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Binar Candra Auni
"ABSTRAK
Tulisan ini membahas K-pop sebagai budaya populer Korea Selatan. K-pop telah menjadi salah satu produk budaya populer yang dinikmati banyak orang di seluruh dunia. Munculnya K-pop sebagai musik populer perlu dikaji dari perkembangan budaya yang dipengaruhi oleh perubahan sosial, politik, dan ekonomi di Korea Selatan. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis K-pop dikaitkan dengan perjalanan perkembangan budaya di Korea Selatan. Penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif dan pendekatan diakronis dalam penelitian. Dari hasil analisis, ditemukan bahwa munculnya K-pop dipengaruhi oleh budaya asing, yaitu budaya populer Amerika yang masuk pada tahun 1950-an. Budaya populer Amerika tersebar di Korea Selatan melalui konser pop di markas militer Amerika Serikat 8th Army, hiburan di klub, dan saluran komunikasi American Forces Korean Network. Perkembangan ekonomi dan teknologi, kebijakan terkait budaya, dan globalisasi pun menjadi faktor penting yang membentuk K-pop saat ini. Hingga kini, pengaruh budaya populer Amerika pada K-pop dapat dilihat melalui judul maupun lirik lagu yang mengandung unsur Bahasa Inggris.

ABSTRACT
This paper study about K-pop as popular culture in South Korea. K-pop has become a product of popular culture consumed by people around the world. The emerge of K-pop as popular music need to be investigated from the perspective of social, political, and economic changes in South Korea. This paper means to analyze K-pop in correlation with the cultural development in South Korea. Researcher uses the descriptive qualitative method and diachronic approach in the analysis process. The finding shows that K-pop is influenced by foreign culture, which is American popular culture that gain entrée in 1950s. The American popular culture disseminated in South Korea through pop concerts in the US 8th Army military base, performances in US nightclubs, and a US radio station, American Forces Korean Network. The technology and economy, cultural policy, and globalization become the important factors that shaped K-pop today. Until this day, the influence of American popular culture in K-pop reflected through the use of English in song titles and lyrics."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Farrelia Khana Khairunnisa
"Musik yang merupakan bagian dari keseharian banyak orang berfungsi sebagai sarana mengekspresikan diri. Musik indi populer di kalangan anak muda karena liriknya mengisahkan cerita yang banyak dialami oleh anak muda. Krisis seperempat abad adalah fenomena yang umumnya dialami oleh individu di usia dewasa awal. Penelitian ini akan membahas bagaimana krisis seperempat abad direpresentasikan dalam lagu karya Jannabi dan Okdal. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan semiotika untuk menggali lebih dalam maksud dari tanda dalam lagu yang diteliti. Penelitian ini dilaksanakan dengan langkah mengumpulkan data, kemudian makna yang ditemukan dianalisis menggunakan konsep krisis seperempat abad, lalu ditarik simpulannya berdasarkan analisis data yang telah dilakukan. Hasil penelitian menemukan bahwa krisis seperempat abad direpresentasikan melalui tipe locked-in dan locked-out

Music, a part of many people's daily lives has a function as a medium of self-expression. Indie music is popular among young people because the lyrics tell stories that many young people can relate to. Quarter life crisis is a phenomenon commonly experienced by individuals in early adulthood. This research discusses how quarter life crisis is depicted in Jannabi's and Okdal's songs. The researcher uses a qualitative research method with a semiotic approach to dig deeper into the meaning of the signs in the songs to be studied. This research is conducted by collecting data, then the meaning found is analyzed by using the concept of the quarter life crisis. Then, conclusions are drawn based on the data analysis that has been done. The results found that Jannabi's and Okdal's songs represents quarter life crisis through locked-in and locked-out types."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Cavalli
"ABSTRAK
Pansori adalah salah satu seni tradisional Korea dengan cerita musikal yang sangat digemari oleh masyarakat Korea. Pansori muncul dari kalangan bawah yang kemudian disukai oleh kalangan atas. Pansori dalam versi asli terdiri dari seorang penyanyi sorikkun laki-laki dan seorang pemukul gendang gosu . Perempuan tidak mendapatkan tempat layaknya laki-laki dalam kesenian pansori. Dalam film Dorihwaga terlihat kemunculan penyanyi pansori perempuan pada masa Joseon. Jurnal ini akan menganalisis tentang bagaimana kedudukan perempuan dalam kesenian pansori pada masa Joseon dalam film Dorihwaga, serta dekonstruksi budaya patriarki yang terdapat dalam ajaran Konfusianisme. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji perubahan budaya patriarki Konfusianisme dan posisi perempuan di dalam pansori pada masa Joseon. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan pengaruh budaya patriarki Konfusianisme dalam pansori dengan diakui dan diizinkannya perempuan untuk tampil. Hal itu juga menunjukkan bahwa paham Konfusianisme masa Joseon terhadap perempuan adalah keliru.

ABSTRACT
Pansori is one of the Korean traditional art with musical story which is greatly fancied by Korean people. Pansori emerged from lower class and later favoured by the upper class. Pansori in original version consists of a man singer sorikkun and a drum beater gosu . Women did not have special place as men in pansori art. The emergence of a woman pansori singer during Joseon period is seen through Dorihwaga film. This journal analyzes about women rsquo s position in pansori art during Joseon period through Dorihwaga film as long as deconstruction of patriarchal culture which is found in Confucian doctrines. This research aims to look at the change of Confucianism patriarchy culture and women rsquo s position through pansori during Joseon period. The qualitative research method is used as research method. Literature review method is used as data collection method. The result found from this research is that there was a change of Confucianism patriarchy culture influence in pansori which then acknowledged and allowed women to perform it. It also shows that Confucian concept in Joseon era towards women was mistaken."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf;
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Shabrina Qamarani
"ABSTRAK
Jurnal ini mengetahui tentang interjeksi bahasa Korea melalui lirik lagu-lagu boyband Seventeen. Interjeksi adalah kategori yang bertugas mengungkapkan perasaan pembicara dan secara sintaksis tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam ujaran. Interjeksi selalu mendahului ujaran sebagai ucapan yang lepas atau berdiri sendiri. Dalam bahasa Korea, interjeksi disebut dengan ??? gamtansa . Gamtansa banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengungkapkan perasaan pembicara, baik secara lisan maupun tulisan. Salah satu media yang digunakan adalah melalui musik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fungsi dan makna interjeksi bahasa Korea yang terdapat dalam lirik lagu-lagu boyband Seventeen. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif serta mengumpulkan sumber data dan mencari informasi terkait dengan objek penelitian berdasarkan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah dalam 12 lagu boyband Seventeen yang dijadikan sumber data, ditemukan penggunaan interjeksi bahasa Korea dengan fungsi dan maknanya yang berbeda-beda.

ABSTRACT
This journal analyzes the Korean interjection through boyband Seventeen rsquo s songs. Interjection is a category to express the speaker 39 s feelings and syntactically not related to other words in speech. Interjection always precedes as a loose or stand alone speech. In Korean, interjection is called gamtansa . Gamtansa is widely used in everyday life to express the speaker 39 s feelings, both orally and in writing. One of the media used is through music. The purpose of this journal is to explain the function and meaning of Korean interjection in boyband Seventeen rsquo s songs. This journal applies descriptive qualitative method by collecting the data and finding the related information from literature source. The results of this journal is in 12 boyband Seventeen rsquo s songs which became the source of data, found some Korean interjections and its different functions and meanings."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Naufal Putera Buana
"Penelitian ini mengkaji tentang makna kedewasaan dalam lirik lagu Eoreun Ai (어른 아이, Kidult) oleh Seventeen dengan analisis semiotika Roland Barthes. Makna yang diperoleh melalui analisis ini adalah konotasi, denotasi, dan mitos. Pertanyaan dari penelitian ini adalah bagaimana makna kedewasaan yang direpresentasikan pada lirik lagu Eoreun Ai. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan interpretatif dengan sumber data primer lirik lagu Eoreunai dan sumber data sekunder berupa penelitian terdahulu, serta kamus Bahasa Korea. Hasil analisis menyimpulkan bahwa makna kedewasaan pada realitas masyarakat Korea adalah orang dewasa tidak selalu menutup-nutupi dan menyembunyikan emosi yang dirasakannya serta memiliki kendali dalam pengekspresian emosi secara berlebihan.

This research examines the meaning of maturity in the lyrics of the song Eoreun Ai (어른 아이, Kidult) by Seventeen with Roland Barthes' semiotic analysis. The meanings obtained through this analysis are connotation, denotation and myth. The question of this research is how the meaning of maturity is represented in the lyrics of the song Eoreun Ai. The research method used is a qualitative method with an interpretive approach with primary data sources of Eoreunai song lyrics and secondary data sources in the form of previous research, as well as a Korean language dictionary. The results of the analysis conclude that the meaning of maturity in the reality of Korean society is that adults do not always cover up and hide the emotions they feel and have control over expressing emotions excessively.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Putri Indy Prasetyo
"Onomatope merupakan kata yang meniru bunyi hasil tangkapan indra pendengaran, sedangkan mimesis adalah kata dibuat untuk mengekspresikan gerakan atau peristiwa yang tidak bisa dirasakan oleh indra pendengar. Penggunaan onomatope dan mimesis banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari karena efektivitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan onomatope dan mimesis dalam lirik lagu Korea dengan menggunakan lirik lagu-lagu dari grup Ikon dan Stray Kids sebagai korpus penelitian. Penelitian ini berfokus pada satu rumusan masalah, yaitu bagaimana penggunaan onomatope dan mimesis dalam lirik lagu Korea. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif sekaligus, dengan metode analisis deskriptif komparatif terhadap penggunaan onomatope dan mimesis dalam lirik lagu-lagu grup Ikon dan Stray Kids. Penelitian menunjukan bahwa onomatope dan mimesis banyak digunakan dalam lirik lagu-lagu Korea dengan bentuk yang bervariasi, dan mimesis lebih banyak digunakan dibandingkan onomatope.

Onomatopoeia is a word that imitates the sound perceived by the sense of hearing, while mimesis is made to express movement or condition that can’t be received by the sense of hearing. The use of onomatopoeia and mimesis occurs frequently in everyday language use because of its effectiveness. This study aims to analyze the use of onomatopoeia and mimesis in Korean song lyrics by using Ikon and Stray Kids songs lyrics as the corpus. This study focuses on one problem formulation, how is the use of onomatopoeia and mimesis in Korean song lyrics. This study uses both quantitative and qualitative methods, with comparative descriptive design to analyze the use of onomatopoeia and mimesis in Ikon and Stray Kids songs lyrics. This study shows that onomatopoeia and mimesis are widely used in Korean songs lyrics with various forms, and mimesis is used more than onomatopoeia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zarra Nurannisa
"Penelitian ini mengkaji penggunaan kata dalam lirik lagu Na, Sigani Dēlgétji, dan Haengbok oleh Park Won, Loco, dan Ovan dalam kaitannya dengan kondisi sosial generasi muda Korea Selatan di tahun 2000-an. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana unsur menyerah direpresentasikan dalam ketiga lagu tersebut menggunakan metode deskriptif-analitis dengan tinjauan sosiolinguistik berupa analisis semantik medan makna untuk mengaitkan kata benda, kata kerja, dan kata sifat tertentu dalam lirik ketiga lagu yang memiliki kaitan dengan keadaan sosial terkait sikap menyerah generasi N-po. Penelitian ini menemukan lima kata sifat dalam lagu Na, dua kata sifat, satu kata benda, dan satu kata kerja dalam lagu Sigani Dēlgétji, dan tiga kata kerja, satu kata benda, dan satu kata sifat dalam lagu Haengbok yang memiliki relasi makna dengan enam komponen makna yang menyusun empat tipe menyerah yang merepresentasikan makna paradigmatik kata `menyerah`. Lalu, terdapat kata `힘들다 (sulit)` yang menjadi kata sifat representatif dalam ketiga lagu dan juga digunakan oleh generasi muda Korea Selatan tahun 2000-an untuk menjelaskan 인간관계의 포기 (menyerah terhadap interaksi sosial), 연애의 포기 (menyerah terhadap hubungan asmara), dan 꿈의 포기 (menyerah terhadap mimpi) yang merupakan tiga dari tujuh (atau lebih) hal yang rela dikorbankan oleh generasi N-po
This study analyzes the use of words in the lyrics of Na, Sigani Dēlgétji and Haengbok by Park Won, Loco, and Ovan in their relation to the social condition of South Korean youth in the 2000s. This study aims to analyze how giving up tendencies are represented in the three songs using descriptive analysis method, through a sociolinguistics approach which is the semantic analysis of lexical field to connect the use of certain nouns, verbs and adjectives in the three songs to the social condition of the N-po generation or the give-up generation. The findings were five adjectives in Na, two adjectives, one noun and one verb in Sigani Dēlgétji, and three verbs, one noun and one adjective in Haengbok which were related to six semantic features constructing the four types of giving up which represents the paradigmatic relation to the word `give up`. The word `힘들다 (difficult)` is the representative adjective found in the three songs as well as used by the South Korean young generations in the 2000s to elaborate the behavior of giving up social interactions, romantic relationships and dreams which are three of seven (or more) things they give up on.
Key"
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>