Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 204657 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sonya Novita Nayunda Sari
"

Multiple myeloma adalah kondisi dimana sel plasma neoplastik berkembang dan mengisi ruang sumsum tulang yang menyebabkan kerusakan integritas tulang. Manifestasi klinis umum yang terjadi pada pasien multiple myeloma adalah nyeri kronik. Nyeri kronik dihubungkan dengan kondisi muskuloskeletal kronis yang menyebabkan pasien mengeluhkan nyeri yang sangat hebat pada area tulang. Umumnya pasien multiple myeloma dilakukan tatalaksana kemoterapi untuk memperlambat pertumbuhan sel kanker dan mengurangi gejala yang timbul, tetapi sering kali pasien mengeluhkan mual dan muntah pasca dilakukan kemoterapi. Hal ini menyebabkan pasien dapat mengalami peningkatan frekuensi mual setelah kemoterapi. Untuk mengatasi dua kondisi tersebut, salah satu intervensi keperawatan mandiri yang dapat dilakukan dengan mudah untuk menurunkan nyeri dan mual adalah dengan pemberian swedish massage dan aromaterapi citrus. Melalui hasil karya ilmiah ini, telah dilaporkan hasil analisis pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien multiple myeloma dengan penerapan swedish massage dan aromaterapi citrus untuk menurunkan intensitas nyeri dan mual. Metode yang digunakan adalah case study pada Ibu berusia 60 tahun dengan multiple myeloma disertai kondisi somatic pain shoulder dextra ec cancer pain dd closed fracture. Intervensi swedish massage dan pemberian aromaterapi citrus dilakukan selama 4 hari, dimana setiap pijatan dilakukan selama 20 menit dan untuk aromaterapi diberikan selama enam jam. Kemudian dilakukan evaluasi menggunakan skala nyeri numeric rating scale dan untuk mual menggunakan Rhodes Index Nausea, Vomitting, and Retching (RINVR). Hasil intervensi menunjukkan bahwa penerapan swedish massage dan aromaterapi citrus terbukti dapat menurunkan intensitas nyeri dan mual. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan penerapan swedish massage dan aromaterapi citrus dilakukan pada pasien multiple myeloma untuk menurunkan intensitas nyeri dan mual.


Multiple myeloma is a condition in which neoplastic plasma cells develop and fill the bone marrow space causing damage to bone integrity. Common clinical manifestations that occur in patients with multiple myeloma is chronic pain. Chronic pain is associated with chronic musculoskeletal conditions that cause patients to feeling of severe pain in the bone area. Generally, multiple myeloma patients are treated with chemotherapy to slow the growth of cancer cells and reduce the symptoms that arise, but patients often feels of nausea and vomiting after chemotherapy. This causes patients to experience an increase in the frequency of nausea after chemotherapy. To overcome these two conditions, one of the independent nursing interventions that can be done easily to reduce pain and nausea is by giving swedish massage and citrus aromatherapy. Through this paper, it has been reported the results of an analysis of the implementation of nursing care in multiple myeloma patients with the application of swedish massage and citrus aromatherapy to reduce pain intensity and nausea. The method used is a case study in a 60 year old mother with multiple myeloma accompanied by somatic shoulder pain dextra ec cancer pain dd closed fracture. The swedish massage intervention and the administration of citrus aromatherapy were carried out for 4 days, where each massage was carried out for twenty minutes and for aromatherapy it was given for six hours. Then an evaluation was carried out using a pain Numerical Rating Scale (NRS) and for nausea using the Rhodes Index Nausea, Vomitting, and Retching (RINVR). The results of the intervention showed that the application of swedish massage and citrus aromatherapy was proven to reduce the intensity of pain and nausea. Therefore, the authors recommend the application of Swedish massage and citrus aromatherapy to multiple myeloma patients to reduce pain intensity and nausea.

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Agustini Kurniawati
"ABSTRAK
Latar Belakang: Selain bergantung pada berbagai faktor prognosis, kesintasan pasien mieloma multipel MM aktif juga ditentukan oleh diagnosis yang lebih dini. Perkembangan kriteria diagnostik MM dari sebelumnya yaitu kriteria Durie-Salmon DS menjadi kriteria International Myeloma Working Group IMWG 2003 dilakukan sebagai upaya mendiagnosis lebih dini MM aktif, namun karena berbagai keterbatasan sumber daya, upaya pemenuhan kriteria diagnostik berdasarkan DS serta IMWG 2003 tidak dapat dilakukan secara konsisten di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diketahui proporsi pemenuhan diagnosis MM berdasarkan kriteria diagnostik DS dan IMWG 2003 serta dampaknya pada kesintasan pasien MM di Indonesia.Tujuan: Mendapatkan data proporsi dan kesintasan pasien MM aktif yang memenuhi kriteria diagnostik DS dan IMWG 2003 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM dan Rumah Sakit Kanker Dharmais RSKD .Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif dengan teknik analisis kesintasan pada pasien MM aktif yang berobat di RSCM dan RSKD selama tahun 2005-2015. Data disajikan dalam kurva Kaplan Meier dan tabel kesintasan dengan interval kepercayaan IK 95 .Hasil: Studi ini melibatkan 102 pasien MM aktif yang data penunjang diagnosis tersedia dan memiliki kesintasan >1 bulan. Sebesar 56,9 pasien memenuhi kriteria diagnostik DS dan 72,5 memenuhi kriteria IMWG 2003. Median Overall Survival OS pasien berdasarkan kriteria DS sama dengan IMWG 2003yaitu 77,8 bulan. Overall Survival tahun ke-1, ke-3, ke-5 pasien MM yang memenuhi kriteria DS adalah 89,9 , 77,5 , dan 54,8 sedangkan pasien MM yang memenuhi kriteria IMWG 2003 adalah 87,5 , 75,6 , dan 55,9 .Simpulan: Proporsi pasien MM aktif yang memenuhi kriteria diagnostik IMWG 2003 lebih tinggi daripada yang memenuhi kriteria DS. Kesintasan menyeluruh pasien MM aktif yang memenuhi kriteria diagnostik DS sama dengan yang memenuhi kriteria IMWG 2003.
ABSTRACT
Background Besides other prognostic factors, survival in active multiple myeloma MM patients is determined by earlier diagnosis. Development of MM diagnostic criteria from Durie Salmon DS to International Myeloma Working Group IMWG 2003 criteria as part of efforts to diagnose earlier active MM patients, unfortunately due to resources constraints, the fullfillment of DS and IMWG 2003 diagnostic criteria can not be done consistently in Indonesia. Therefore, it is important to describe the proportion of fulfillment MM diagnosis based on DS and IMWG 2003 diagnostic criteria as well as its impact on survival of active MM patients in Indonesia.Aim To describe the proportion and survival rate of active MM patients in Cipto Mangunkusumo Hospital and Dharmais National Cancer Hospital based on Durie Salmon and International Myeloma Working Group IMWG 2003 diagnostic criteria.Methods We conducted a retrospective cohort study with survival analysis in active MM patients in RSCM and RSKD during 2005 2015. Data were presented in Kaplan Meier curve and survival table with 95 confidence interval.Results This study involved 102 active MM patients whose initial supporting data were available and who survived 1 month. There were 56.9 patients who met DS criteria and 72.5 patients who met IMWG 2003 criteria. Median overall survival OS based on DS and IMWG 2003 diagnostic criteria were similar 77.8 months . The 1st, 3rd, and 5th year survival of patients who met DS criteria were 89.9 , 77.5 , and 54.8 . The 1st, 3rd, and 5th year survival for patients who met on IMWG 2003 criteria were 87.5 , 75.6 , and 55.9 .Conclusion The proportion of active MM patients who fulfilled IMWG 2003 diagnostic criteria was higher than DS diagnostic criteria. Survival of active MM patiens who met DS and IMWG 2003 criteria were similar.Keywords Active multiple myeloma survival Durie Salmon diagnostic criteria IMWG 2003 diagnostic criteria "
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khairida Riany
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lesi litik dan kadar kalsium darah pada pasien mieloma multipel dan faktor yang ikut mempengaruhi hubungan antara lesi litik dengan kalsium. Penelitian retrospektif menggunakan desain potong lintang dengan data sekunder bone survey dan hasil pemeriksaan kadar kalsium darah dari 45 pasien mieloma multipel yang menjalani pengobatan di RS Kanker Dharmais, dari Januari 2007 sampai Januari 2014. Dilakukan uji statistik chi-square untuk mengetahui hubungan antara lesi litik dengan kadar kalsium darah.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan antara lesi litik dengan kadar kalsium darah pada pasien mieloma multiple sehingga tidak dapat ditentukan faktor yang mempengaruhinya. Terdapat hubungan antara lesi litik dengan terjadinya fraktur pada pasien multipel mieloma. Didapatkan pula distribusi lesi litik paling sering ditemukan pada 4-6 tulang dengan lokasi tersering di tulang kalvaria, osteoporosis derajat 3 menurut indeks Singh dan derajat 4 menurut indeks Saville. Fraktur patologis yang paling sering ditemukan merupakan faktur kompresi pada korpus vertebra lumbal.

This study aims to determine the relationship between lytic lesions and blood calcium levels in patients with multiple myeloma and the factors that influence the relationship between lytic lesions with calcium. A retrospective study using cross-sectional design with secondary data survey and examination of bone calcium blood levels of 45 multiple myeloma patients who undergo treatment Dharmais Cancer Hospital, from January 2007 to January 2014. This study use Chi-square statistical test to determine the relationship between lytic lesion with blood calcium levels.
The results showed there was no correlation between lytic lesion with blood calcium levels in patients with multiple myeloma and can not be determined the factors that influence it. There is a relationship between a lytic lesion of fractures in patients with multiple myeloma. The lytic lesions most often found in 4-6 bone with the most common sites in the calvaria bones, osteoporosis grade 3 according to the index Singh and 4 degrees according to Saville index. Pathologic fractures are most commonly found an invoice compression on the lumbar vertebral bodies.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Myeloma IgD κ merupakan kasus keganasan sel plasma yang jarang dijumpai, dan belum pernah dilaporkan di Indonesia.Pada keadaan normal, kadar IgD dalam darah sangat rendah, sehingga peningkatan kadar IgD dalam darah dapat terlewatkan pada pemeriksaan elektroforesis protein serum. Pada makalah ini dilaporkan kasus seorang wanita 59 tahun dengan nyeri tulang hebat. Pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya fraktur kompresi torakal dan penyempitan foramen torakal. Diagnosis mieloma pada pasien ini ditegakkan berdasarkan kriteria WHO, stadium berdasarkan kriteria Durie Salmon, dan prognosis buruk berdasarkan International Prognostic Index dari International Myeloma Working Group. Pada elektroforesis protein serum dijumpai spike monoklonal yang kecil dan pada imunofi ksasi didapatkan IgD κ and free light chain κ.

Abstract
IgD κ myeloma is a rare plasma cell neoplasm case and has never been reported before in Indonesia. In normal condition,IgD level in blood is very low, therefore increase of IgD level in myeloma could be missed by serum protein electrophoresis. A case of a 59 years old female with severe bone pain is reported. In radiology evaluation, there were thoracal compression fracture and thoracal foramen narrowing. For this patient, the myeloma diagnosis was based on WHO criteria, the stage IIIb was based on Durie and Salmon criteria, and bad prognosis with prognostic index stage III diagnosis was based on International Prognostic Index from International Myeloma Working Group, respectively. In serum protein electrophoresis we found a very small monoclonal spike and in immunofi xation there were monoclonal IgD κ and free light chain κ. "
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2011
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Afifa Annrust Fatina
"Multiple Sclerosis merupakan penyakit kronis, progresif, dan degenerative yang ditandai dengan adanya demielinasi atau peradangan dan kerusakan pada selubung mielin di sistem saraf pusat. Manifestasi klinis pada Multiple Sclerosis tergantung pada lokasi keterlibatan pada sistem saraf pusat. Namun manifestasi klinis yang paling umum terjadi pada pasien dengan Multiple Sclerosis adalah tremor, kelemahan otot, gangguan penglihatan (sulit fokus, buram), dan masalah pada eliminasi (konstipasi). Analisis dilakukan pada pasien perempuan berusia 18 tahun yang diduga mengalami Multiple Sclerosis. Masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan mobilitas fisik, konstipasi, risiko jatuh, dan risiko infeksi. Tujuan penulisan ini yaitu memaparkan hasil analisis asuhan keperawatan dengan menggunakan latihan Motor Imagery (MI) yang dikombinasikan dengan latihan Range of Motion (ROM) untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien. Latihan dilakukan selama tiga hari (15, 17-18 April 2023) dengan setiap latihan berdurasi 15-20 menit pada pagi hari. Intervensi keperawatan menghasilkan bahwa tidak ada perubahan dalam kekuatan otot, namun tremor saat duduk berkurang dan pasien melaporkan peningkatan motivasi untuk sembuh secara subjektif. Kesimpulannya, latihan Motor Imagery dan Range of Motion merupakan latihan yang mudah, murah, dan tidak ada efek samping, namun mungkin akan lebih efektif apabila dilakukan dengan waktu dan frekuensi yang lebih lama.

Multiple Sclerosis is a chronic, progressive and degenerative disease characterized by demyelination or inflammation and damage to the myelin sheath in the central nervous system. Clinical manifestations in Multiple Sclerosis depend on the location of involvement in the central nervous system. However, the most common clinical manifestations in patients with Multiple Sclerosis are tremor, muscle weakness, visual disturbances (difficulty focusing, blurring), and problems with elimination (constipation). The analysis was performed on an 18-year-old female patient suspected of having Multiple Sclerosis. Nursing problems that arise are impaired physical mobility, constipation, the risk of falling, and the risk of infection. The purpose of this writing is to present the results of an analysis of nursing care using Motor Imagery (MI) exercises combined with Range of Motion (ROM) exercises to increase muscle strength in patients. The exercises were carried out over three days (15, 17-18 April 2023) with each exercise lasting 15-20 minutes in the morning. The nursing intervention resulted in no change in muscle strength, but the tremor while sitting was reduced and the patient reported subjectively increased motivation to recover. In conclusion, Motor Imagery and Range of Motion exercises are easy, inexpensive, and have no side effects, but may be more effective if done with a longer time and frequency."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Elvia Amelia
"Penyakit tidak menular masih menjadi persoalan penting bagi negara berkembang seperti Indonesia. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah masalah kesehatan yang umum terjadi pada keluarga. Hipertensi dapat menyebabkan stroke, infark miokard (serangan jantung), gagal ginjal, dan kematian jika tidak ditangani secara dini dan efektif. Swedish massage menjadi salah satu tatalaksana non farmakologi untuk membantu menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Penulisan karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk memberi gambaran hasil penerapan Evidence Based Practice Swedish massage pada pengelolaan hipertensi melalui asuhan keperawatan pada keluarga Ibu A. Metode penulisan karya ilmiah ini menggunakan case study report. Terapi Swedish massage dilakukan dengan menerapkan 3 teknik yaitu effleurage, petrisage, dan friction sebanyak 6 kali intervensi dengan durasi 15 menit setiap sesi. Pengukuran tekanan darah dilakukan setiap sebelum dan sesudah intervensi. Hasil evaluasi objektif terapi Swedish massage menunjukkan bahwa terjadi penurunan rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 5,33 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 5,34 mmHg setelah 6 kali intervensi. Evaluasi subjektif menunjukkan bahwa klien merasa lebih nyaman dan rileks setelah pemijatan. Berdasarkan hasil temuan ini dapat disimpulkan bahwa Swedish massage dapat memberikan efek relaksasi dan menurunkan tekanan darah bagi penderita hipertensi. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggabungkan intervensi keperawatan lain dalam pemberian asuhan keperawatan yang disesuaikan dengan faktor risiko paling dominan.
Non-communicable diseases are still an important problem for developing countries like Indonesia. Hypertension or high blood pressure is a health problem that commonly occurs in families. Hypertension can cause stroke, myocardial infarction (heart attack), kidney failure and death if not treated early and effectively. Swedish massage is a non-pharmacological treatment to help lower blood pressure in hypertension sufferers. The aim of writing this scientific paper is to provide an overview of the results of applying Evidence Based Practice Swedish massage in the management of hypertension through care for Mrs. A's family. The method for writing this scientific paper uses a case study report. Swedish massage therapy is carried out by applying 3 techniques, namely effleurage, petrisage, and friction, 6 interventions with a duration of 15 minutes per session. Blood pressure measurements were carried out before and after each intervention. The results of the evaluation of the aims of Swedish massage therapy showed that there was an average reduction in systolic blood pressure of 5.33 mmHg and diastolic blood pressure of 5.34 mmHg after 6 interventions. Subjective evaluation shows that clients feel more comfortable and relaxed after the massage. Based on these findings, it can be concluded that Swedish massage can provide a relaxing effect and lower blood pressure for hypertension sufferers. Future research is expected to combine other surgical interventions in providing care that is tailored to the most dominant risk factors."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adisresti Diwyacitta
"ABSTRAK
Latar belakang: Multipel sklerosis (MS) merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan inflamasi dan demielinasi pada sistem saraf pusat dimana sering melibatkan nervus optikus (94-99%). Namun hanya sekitar 20% yang mengalami neuritis optik (NO). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan struktur dan fungsi nervus optikus antara pasien MS dengan kontrol normal, perbedaan pada kelompok MS selama pengamatan satu tahun, serta hubungannya dengan durasi penyakit, jumlah relaps, derajat disabilitas, dan subtipe MS.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif yang melibatkan 58 mata pasien MS. Fungsi nervus optikus dinilai dengan visus, sensitivitas kontras, dan latensi P100. Sedangkan struktur nervus optikus dinilai dengan melihat ketebalan GCIPL, RNFL melalui pemeriksaan Optical Coherence Tomography (OCT), dan gambaran fundus.
Hasil: Struktur dan fungsi nervus optikus kelompok MS lebih buruk dibandingkan dengan kontrol normal. Selama pengamatan 6 dan 12 bulan, lapisan GCIPL dan RNFL pada kelompok MS mengalami penipisan. Durasi penyakit dan jumlah relaps berkorelasi dengan pemanjangan latensi P100 (r=-0,61, p<0,001 dan r=-0,46, p=0,02). Lapisan GCIPL dan RNFL lebih tipis pada subtipe SPMS dibandingkan RRMS.
Kesimpulan: Struktur dan fungsi nervus optikus pasien MS lebih buruk dibandingkan orang normal. Terjadi penipisan GCIPL dan RNFL dalam 6 dan 12 bulan namun tidak berkorelasi dengan durasi penyakit, jumlah relaps, dan derajat disabilitas.

ABSTRACT
Background: Multipel sclerosis (MS) is an autoimmune disease that causes inflammation and demyelination of central nervous system which often involves the optic nerve (94-99%). However, only about 20% patients experience optic neuritis (ON). This study aims to determinate the optic nerve structure and function differences between MS patients and healthy controls (HC), the optic nerve changes in MS group over 1-year follow up, and its correlations with the disease duration, number of relapses, degree of disability, and MS subtype.
Methods: This is a prospective cohort study involving 58 eyes of MS patients. Optic nerve function was evaluated by visual acuity, contrast sensitivity, and P100 latency. While the optic nerve structure was assessed by looking at GCIPL and RNFL thickness through Optical Coherence Tomography (OCT), also fundus appearance.
Results: Optic nerve structure and function of MS group were worse than HC. During 6 and 12 months observations, GCIPL and RNFL in MS group were depleting. The disease duration and number of relapses correlated with delayed P100 latency (r=-0,61, p<0,001 and r=-0,46, p=0,02). GCIPL and RNFL in SPMS subtype were thinner than in RRMS."
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novandra Rhezza Pratama
"Pengambilan keputusan dalam proyek adalah suatu usaha yang kompleks. Proyek adalah organisasi sementara yang dikelilingi oleh ketidakpastian yang melekat. Ketidakpastian yang dapat terjadi dalam proyek antara lain ketidakpastian waktu,biaya, dan kualitas. Untuk mengatasi berbagai kompleksitas tersebut, maka diperlukan suatu evaluasi kinerja proyek. Pada salah satu perusahaan jasa pertambangan minyak dan gas di Indonesia,evaluasi kinerja telah dilakukan, namun dilakukan secara terpisah dan hanya sedikit kriteria yang dievaluasi, sehingga kinerja proyek secara keseluruhan masih belum terlihat. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi kinerja pada proyek perusahaan tersebut dengan pendekatan MCDA (Multi-criteria decision analysis) dengan menggunakan metode MACBETH yang dapat memodelkan elemen proyek menjadi suatu kelompok tingkat pengawasan untuk memudahkan pengambilan keputusan oleh manajer proyek.

Decision-making in a project is a complex undertaking. A project is a temporary organization that is surrounded by inherent uncertainties. Uncertainties that may occur in the project, among others, are the uncertainty of the time, cost, and quality. To overcome this complexity, we need a project performance evaluation. At one of the services the oil and gas in Indonesia, the performance evaluation has been done, but done separately and only few criteria are evaluated, so that the overall project performance is still not visible. Therefore it is necessary to evaluate the performance of the company's project with the MCDA (Multi-criteria decision analysis) approach using MACBETH method that can model the elements of the project into a supervisory level group to facilitate decision-making by the project manager."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S45954
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Sari Putri
"Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang rentan dialami oleh lansia. Hal ini disebabkan oleh fisiologis lansia dan gaya hidup yang tidak sehat, salah satunya yaitu stres. Studi kasus ini dilakukan pada keluarga dengan lansia yang menderita hipertensi karena stres di wilayah Bekasi Utara. Karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk menjabarkan hasil analisa asuhan keperawatan pada pasien hipertensi agregat lansia menggunakan Swedish massage. Asuhan keperawatan keluarga yang diberikan telah sesuai dengan diagnosis keperawatan yang ditegakkan yaitu ketidakefektifan manajemen kesehatan terkait hipertensi. Evaluasi keperawatan dilakukan dengan melakukan pengukuran tingkat stres menggunakan instrumen Despression, Anxiety, Stress Scale (DASS-21) bagian Stres dan pengukuran tekanan darah. Hasil menunjukkan penurunan skor stres dari 30 menjadi 16, serta penurunan tekanan darah sistolik sebesar 22 mmHg dan diastolik sebesar 25 mmHg selama 12 kali kunjungan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa Swedish massage berhasil menurunkan tingkat stres dan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. Optimalisasi pelaksanaan program Lansia SMART dan PIS-PK diperlukan sebagai upaya peningkatan kemampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah hipertensi.

Hypertension is a health problem that is vulnerable to the elderly. This is caused by physiological and unhealthy lifestyles of the elderly, one of which is stress. The study was conducted on families with elderly who experience hypertension due to stress in the North Bekasi area. This work aims to describe the results and analysis of nursing care in elderly aggregate with hypertension using the Swedish massage. Family nursing care provided is in accordance with established nursing diagnoses, namely the ineffectiveness of health management related to hypertension. Nursing evaluation is carried out by measuring stress levels using the Depression, Anxiety, Stress Scale (DASS-21) in stress section and blood pressure measurements. The results showed a decrease in stress score from 30 to 16, as well as a decrease in systolic blood pressure of 22 mmHg and diastolic by 25 mmHg for 12 visits. Based on these results, it can be concluded that Swedish massage successfully reduces stress levels and blood pressure in the elderly with hypertension. Optimizing the implementation of the Lansia SMART and PIS-PK program is needed as an effort to improve the ability of families to care for family members with hypertension.

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhidayati Solekah
"Sectio caesarea (SC) adalah salah satu tindakan persalinan untuk mengeluarkan bayi melalui sayatan pada abdomen/laparotomi dan uterus/histerotomi. Nyeri merupakan keluhan paling umum pada ibu post sectio caesarea akibat insisi jaringan yang dapat menyebabkan insomnia, kelelahan, kecemasa, gangguan mobilitas yang akan mengakibatkan keterlambatan pemulihan ibu serta gangguan perlekatan antara ibu dan bayi. Manajemen nyeri non- farmakologis diperlukan untuk mengurangi nyeri pada ibu yang telah menjalani operasi sectio caesarea. menggunakan teknik massage effleurage pada punggung dapat berfungsi sebagai analgesik epidural yang dapat mengurangi nyeri dilakukan dua kali sehari selama tiga hari pada ibu post sectio caesarea. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk melaporkan asuhan keperawatan maternitas pada pasien post sectio caesarea yang mengalami nyeri dan pengaruh penerapan massage effleurage untuk menurunkan tingkat nyeri. Metode penulisan yang digunakan adalah studi kasus keperawatan dengan menggunakan satu pasien dengan status paritas P1A0 di Rumah Sakit Universitas Indonesia Ruang Asoka. Evaluasi yang didapatkan setelah dilakukan intervensi massage effleurage pada ibu post sectio caesarea, terdapat penurunan intensitas nyeri yang diukur menggunakan Numeric Rating Scale (NRS) penurunan yang sangat signifikan dibuktikan adanya penurunan skala nyeri dari 5 (nyeri sedang) menjadi skala 2 (nyeri ringan) dari 10. Temuan lain didapatkan klien merasakan lebih dapat mengontrol nyeri, rileks, dan merasa lebih tenang. Rekomendasi penerapan massage effleurage pada ibu post sectio caesarea untuk mengurangi nyeri. di rumah sakit. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan perbadingan efektifitas massage effleurage dengan tehknik non farmakologi lainya untuk mengurangi nyeri pada ibu post sectio caesarea.

Sectio caesarea (SC) is a delivery procedure to remove the baby through an incision in the abdomen/laparotomy and uterus/hysterotomy. Pain is the most common complaint in mothers after caesarean section due to tissue incision which can cause insomnia, fatigue, anxiety, impaired mobility which will result in delays in the mother's recovery and impaired attachment between mother and baby. Non-pharmacological pain management is needed to reduce pain in mothers who have undergone caesarean section surgery. Using the effleurage massage technique on the back can function as an epidural analgesic which can reduce pain twice a day for three days for mothers after caesarean section. The aim of writing this scientific work is to report maternity nursing care for post caesarean section patients who experience pain and the effect of applying effleurage massage to reduce pain levels. The writing method used is a nursing case study using one patient with parity status P1A0 at the University of Indonesia Hospital, Asoka Room. Evaluation obtained after the massage effleurage intervention was carried out on postcaesarean section mothers, there was a reduction in pain intensity as measured using the Numeric Rating Scale (NRS), a very significant reduction as evidenced by a decrease in the pain scale from 5 (moderate pain) to 2 (mild pain) from 10. Another finding was that the client felt more able to control pain, relaxed and felt calmer. Recommendations for applying effleurage massage to mothers after caesarean section to reduce pain. in the hospital. It is hoped that future research will be able to compare the effectiveness of massage effleurage with other non-pharmacological techniques to reduce pain in post-cesarean section mothers."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>