Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161877 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Olivia Tamara
"Pelatihan karyawan merupakan penerapan dari pedoman CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik) yang wajib dilakukan oleh PBF (Pedagang Besar Farmasi). Pelatihan karyawan ini untuk memastikan karyawan/personil memiliki kompetensi atau pengetahuan mengenai tugas kerjanya yang mana dalam hal ini mengenai penanganan distribusi obat narkotika dan psikotropika. Pelatihan yang diberikan meliputi penerimaan, penyimpanan, penyaluran dan penanganan produk rusak, kadaluarsa dan tidak layak.

Employee training is the application of the CDOB guidelines (Proper Drug Distribution Methods) which must be carried out by PBF (Pharmacy Wholesalers). This employee training is to ensure that employees/personnel have competence or knowledge regarding their work duties, in this case regarding handling the distribution of narcotic and psychotropic drugs. The training provided includes receiving, storing, distributing and handling damaged, expired and inappropriate products.

 

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febryani Angelica
"Personil merupakan salah satu bagian dari CDOB yang harus memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dengan mengikuti pelatihan dan memiliki kompetensi sebelum memulai tugas, terutama personil yang menangani obat atau bahan obat yang memerlukan persyaratan yang lebih ketat seperti narkotika dan psikotropika. Tujuan dari tugas khusus ini adalah adalah memberikan materi dan pelatihan kepada personil di KFTD Tangerang tentang prosedur operasi standar narkotika dan psikotropika. Metode yang digunakan dalam memberikan pelatihan adalah pemberian materi, tanya jawab, dan test. Test diberikan kepada personil sebelum dan sesudah materi diberikan. Materi yang digunakan bersumber dari SOP KFTD Tangerang yang telah disesuaikan berdasarkan CDOB. Pelatihan prosedur operasi kerja terkait narkotika dan psikotropika meliputi penerimaan, penyimpanan, penyaluran dan penanganan produk rusak, kadaluarsa dan tidak layak.

Personnel are a part of CDOB who must meet the required qualifications by training and should have competency before starting their task, especially personnel who handle drugs or raw materials that need more specified condition such as narcotics and psychotropics. The purpose of this study is to provide materials and training to personnel at KFTD Tangerang regarding to standard operating procedures about narcotics and psychrotropics. The method used in providing training is study material, question and answer, and tests. Tests were gave to personnel before and after the material is given. The materials used are sourced from KFTD Tangerang’s SOP which has been adjusted based on CDOB. SOP training about narcotics and psychotropics are included in receiving, storing, distributing and handling damaged, expired, and inappropriate products."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Sakti Aria Yudisthira
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Modal Psikologis dan Kesiapan untuk Berubah serta efektivitas Self Improvement Training (pelatihan Modal Psikologi) dalam meningkatkan Modal Psikologis. Penelitian ini menggunakan pendekatan action research dengan dua desain penelitian yaitu cross-sectional dengan 531 sampel dan before-and-after study dengan 6 sampel. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner Modal Psikologis (Luthans, Avey, Smith & Li, 2008) dengan α = .838 dan kuesioner Kesiapan untuk Berubah (Hanpachern, 1997) dengan α = .702.
Hasil analisis regresi berganda adalah R2 = .273 (p < .05) yang berarti Modal Psikologis menjelaskan 27.3% variance yang memprediksi Kesiapan untuk Berubah. Pelatihan Modal Psikologis diberikan kepada 6 karyawan. Hasil analisis Wilcoxon Signed Ranks Test menunjukkan bahwa terdapat peningkatan skor Modal Psikologis yang signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukan intervensi (p < .05). Hal ini berarti, pelatihan Modal Psikologis efektif untuk meningkatkan Modal Psikologis.

This study aims to determine the relationship between Psychological Capital and Employee Readiness for Change, and effectiveness of Self Improvement Training (Psychological Capital training) to increase Psychological Capital. The study used action research approach with two research designs which are cross-sectional (531 samples) and before-and-after study (6 samples). Measuring instrument used is PCQ-12 (Luthans, Avey, Smith & Li, 2008) that has α = .838 and Readiness for Change (Hanpachern, 1997) that has α = .702.
Result of multiple regression analysis showed R2 = .273 (p < .05) which means the Psychological Capital explained 27.3% variances of Readiness for Change. Psychological Capital training was given to six employees. The paired Wilcoxon Signed Ranks Test's results showed that there was a significant difference in Psychological Capital's score between before and after intervention (p < .05). It means that Psychological Capital training is an effective intervention to increase Psychological Capital.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
T43894
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ifan Afani
"Salah satu tindakan (treatment) bagi staf/karyawan yang masih dapat diharapkan untuk memiliki kompetensi dan dapat beradaptasi terhadap perubahan perusahaan (organisasi) adalah program pelatihan yang tepat. Dewasa ini telah banyak diterapkan program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan managerial (managerial skill) dengan menggunakan metoda pelatihan di alam terbuka (outbound). Muncul suatu pertanyaan (masalah utama dalam tesis ini), yaitu: "Sejauh mana tingkat efektivitas pelatihan outbound yang dilaksanakan tersebut, bagi pengembangan kemampuan staf/karyawan pada suatu perusahaan?"
Penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelatihan outbound bagi karyawan/staf pada sebuah perusahaan, dengan studi kasus pada pelaksanaan pelatihan outbound di BCA Training Center. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: (a) Untuk mengetahui "tingkat efektivitas" pelatihan outbound ditinjau dari aspek; reaksi (reaction), hasil pengetahuan (knowledge), dan perubahan perilaku (behavior) peserta (karyawan/staf), dan (b) untuk mengetahui apakah terdapat keterkaitan "hubungan / korelasi" antara aspek reaksi (reaction), hasil pengetahuan (knowledge) dan perubahan perubahan perilaku (behavior) pada peserta pelatihan (staf) dalam pelatihan outbound.
Guna mencapai tujuan "pertama" penelitian ini akan digunakan pendekatan analisis "tingkat efektivitas pelatihan", dan guna mencapai tujuan "kedua" dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan analisis "korelasi product moment Pearson". Unit analisis dalam penelitian ini adalah "individu", yaitu "individu-individu" (karyawan/staf) yang pernah mengikuti (alumni) pelatihan managerial skill dengan metode outbound.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui. bahwa pelatihan outbound memiliki tingkat efektivitas yang tercatat "tinggi" ditinjau dari aspek reaksi (reaction) bagi peserta (staf/karyawan) yang mengikuti pelatihan tersebut, memiliki tingkat efektivitas yang tercatat "tinggi" ditinjau dari aspek pengetahuan (knowledge) bagi peserta (staf/karyawan) yang mengikuti pelatihan tersebut, dan memiliki tingkat efektivitas yang tercatat "tinggi" ditinjau dari aspek perubahan perilaku (behavior) bagi peserta (staf/karyawan) yang mengikuti pelatihan outbound tersebut.
Dapat diketahui juga dari hasil penelitian bahwa, aspek reaksi (reaction) peserta (staf) pelatihan outbound, tercatat memiliki hubungan dan/atau korelasi yang "tidak signifikan (un-significant)? dengan aspek pengetahuan (knowledge) peserta (staf/karyawan) pelatihan outbound tersebut Aspek pengetahuan (knowledge) peserta (staf) pelatihan outbound, tercatat memiliki hubungan dan/atau korelasi yang "signifikan (significant)" dengan aspek perubahan perilaku (behavior) peserta (staf/karyawan) pelatihan outbound tersebut. Akan tetapi "derajat hubungan/korelasi" antara kedua aspek tersebut, tercatat pada katagori "lemah".
Aspek reaksi (reaction) peserta (staf/karyawan) pelatihan outbound, tercatat memiliki hubungan dan/atau korelasi yang "signifikan (significant)" dengan aspek perubahan perilaku (behavior) peserta (staf/karyawan) pelatihan outbound tersebut Demikian pula tercatat "derajat hubungan? antara kedua ini berada pada kategori yang "sangat kuat".
Berdasarkan pada temuan-temuan hasil penelitian tersebut dapat disarankan, bagi perusahaan atau organisasi atau instansi yang hendak mengembangkan SDM (stafnya), dengan tujuan untuk merubah kebiasaan kerja dari pekerjaan yang sangat individual menjadi kerja tim (tim work), dan/atau hendak merubah strukturnya menjadi struktur yang berdasarkan tim kerja (team based organization), metode petatihan outbound cukup efektif apabila dipergunakan sebagai pendekatan pelatihan stafnya (sumber daya manusia) guna mencapai tujuan tersebut. Kerena pelatihan outbound dapat dirasakan mampu menjembatani tumbuhnya "penebalan" dan/atau ?wahana baru" kepada para peserta (staf) pelatihan mengenai; (a) Motivasi, (b) Kerja sama tim, dan (c) Keberanian mengambil resiko.
Kemudian juga dapat disarankan, guna dapat mencapai keterkaitan hubungan/korelasi yang "signifikan" dengan "derajat hubungan/korelasi" yang "kuat", antar aspek, pada khususnya antara aspek reaksi (reaction) dengan pengetahuan (knowledge) pada peserta pelatihan outbound, serta antara aspek pengetahuan (knowledge) dengan perubahan perilaku (behavior) pada peserta pelatihan outbound tersebut, hendaknya "penyelenggara pelatihan outbound", memberikan porsi ?penekanan yang proporsional" pada setiap level belajar dalam taxonomy Bloom, yaitu level; knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis maupun evaluation.

Outbound Training Effectivity Evaluation (Case Study At A Bank's Training Center)One of the action/treatment for staff/employee, which wished, has competency and could adapt to the company's change is correct training program. Now a days, there are a lot of training program that implemented to increase the managerial skill by using outbound training method. A question appeared (main problem in this thesis), which is : " How far is the outbound training effectivity level which had implemented, for the development of staff/employee's ability at one company?'
This research is to make an evaluation to the implementation of outbound training for staff/employee of a company with outbound training implementation at a Bank' Training Center case study. It so happens, the purpose of this research are: (a) To find out outbound training "Effectivity Level" observed from aspect : staff/ employee's Reaction, Knowledge, and Behavior Change, and (b) To find out whether there is a connection "relation/ con-elation" between reaction aspect, knowledge and behavior change on the training staff in outbound training.
In order to achieve the "first" purpose of this research, The Researcher will use "Training Effectivity Level" analysis approach and in order to achieve the second purpose of this research, The Researcher use Pearson's Product Moment Correlation " analysis approach. Analysis unit in this research is "individual". Individuals (staff) whom ever joined (alumnus) the managerial skill training with Outbound Method.
Based on research's result which had done, The Researcher can find out that outbound training has "High" effectivity level, observed from reaction aspect for the staff/employee whom joined that training, has "High" effectivity level observed from knowledge aspect for the staff/employee whom joined that training and also has "High" effectivity level observed from behavior change aspect for the staff/ employee whom joined that outbound training.
From research's result, The Researcher can also find out that outbound training staff/employee's reaction aspect has "Insignificant" relation or correlation with that outbound training staff/employee's knowledge aspect. Outbound training staff/employee's knowledge aspect has "Significant" relation or correlation with that outbound training staff/employee's behavior change aspect. But relation/correlation degree between that two aspects is in "Weak" category.
Outbound training staff/employee's aspect reaction has "Significant" relation or correlation with that outbound training staff/employee's behavior change aspect. So with the relation degree between both of this, is in "Very Strong" category.
Based on this research's result finding, The Researcher could suggest to company or organization or institution which would develop the human resource management of ifs staff, with purpose to change work habit, from very individual work into team work and or to change the structure into team work based structure. Outbound training method is effective enough if it is used as staff/employee's training approach (Human Resource) in order to achieve the purpose, because outbound training could act as bridge for the growth of °strengthening° and or °new vehicle° to the training staff/ employee about: (a) Motivation (b) Team Work and (c) Risk Take Courage.
Then, it also could suggested, in order to reach the significant relation/correlation connection with strong relation/correlation degree between aspect, especially between reaction aspect with knowledge on the outbound training staff/ employee and between knowledge with behavior change on that outbound training staff/ employee, wished that "outbound training organizer" gives "proportional pressure" portion at each learning level in Taxonomy Bloom, which is (level): Knowledge, Comprehension, Application, Analysis, Synthesis and as well as Evaluation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14245
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manik, Risman Sutrisno
"Adanya isu kesenjangan pembangunan di segala bidang, menyebabkan penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh gambaran apakah ada perbedaan persentase jumlah peserta bimbingan teknis produktivitas antar Kawasan Barat Indonesia dengan Kawasan Timur Indonesia, apakah ada perbedaan persentase jumlah peserta bimbingan teknis antara pulau, apakah ada perbedaan persentase jumlah peserta antar propinsi, apakah ada perbedaan persentase jumlah peserta bimbingan teknis produktivitas antar jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan usia.
Penelitian deskriptif dengan sumber data dokumentasi, interview, dan diskusi serta pengalaman penulis selama ini dan tabulasi silang sebagai alat analisis, maka pertanyaan penelitian tersebut di atas dapat terjawab, yaitu terdapat perbedaan yang signifikan kesempatan bimbingan teknis produktivitas antara Kawasan Barat Indonesia sebesar 69,8%, sedangkan Kawasan Timur Indonesia hanya sebesar 26,8%, dan sisanya di peroleh Pusat sebesar 3,4%. Sedangkan berdasarkan pulau maka pulau Jawa & Bali sebesar 37% merupakan tertinggi, dan Sumatera sebesar 34%, Kalimantan 12%, Sulawesi 10%, dan Gabungan (Irian+Maluku+NTB+NTT) hanya 7%.
Penyebab perbedaan persentase kesempatan antar kawasan, antar pulau maupun antar propinsi adalah keterbatasan anggaran, dimana peserta dari Kawasan Timur Indonesia membutuhkan biaya transportasi yang lebih besar. Sehingga, untuk mencapai pemerataan kesempatan jumlah peserta perlu penambahan anggaran, atau pemusatan tempat pelaksanaan bimbingan teknis produktivitas menurut masing-masing kawasan. Misalnya, bimbingan teknis produktivitas untuk kawasan Timur Indonesia dilaksanakan di propinsi yang letaknya relatif dekat dengan propinsi lainnya.
Berdasarkan tingkat pendidikan, persentase tertinggi adalah Sarjana (SI) sebesar 78%, kemudian SLTA sebesar 8%, dan Magister (S2) sebesar 7% adalah tertinggi ketiga. Hal ini karena pada umumnya instruktur produktivitas berpendidikan sarjana. Sedangkan peserta yang berpendidikan SLTA, pada umumnya berasal dari perusahaan dan Aparat Desa.
Peserta yang berpendidikan Magister yang secara akademis lebih potensial justru kecil adalah karena jumlah instruktur produktivitas yang berpendidikan Magister masih relatif sedikit. Itu sebabnya, program Magister bagi instruktur masih perlu dilanjutkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas para instruktur.
Berdasarkan Jenis kelamin terdapat perbedaan yang signifikan, yaitu pria lebih dominan sebesar 87% dan wanita 13%. Perbedaan ini disebabkan karena instruktur wanita cenderung enggan untuk mengikuti latihan dengan alasan keluarga, hamil, atau durasi bimbingan terlalu lama. Juga kerena jumlah instruktur wanita relatif masih Iebih sedikit dibandingkan instruktur pria.
Sedangkan berdasarkan usia, maka peserta kebanyakan berada pada kelompok usia 40-44 tahun sebesar 29% dan kelompok usia 33-39 tahun sebesar 23%, ini berarti instruktur produktivitas rata-rata potensial, energik, serta bermotivasi tinggi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya."
2001
T4407
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardjoeki
"Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur pemerintah, melalui pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku di dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan.
Tuntutan peningkatan profesionalisme di jajaran aparatur pemerintah itu menjadi sangat penting dan mutlak seiring dengan semakin meluasnya era globalisasi. Oleh karenanya sistem dan program pendidikan dan pelatihan khususnya pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil harus benar-benar secara efektif dapat memberikan kontribusi terhadap meningkatnya fungsi dan keprofesionalan birokrasi dalam melayanai masyarakat secara transparan, akuntabel dan bebas dari penyalahgunaan kekuasaan.
Adapun untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, maka harus dilakukan evaluasi sebagai salah satu tahapan penting dalam proses pendidikan dan pelatihan. Evaluasi efektivitas pelaksanaan pendidikan dan pelatihan menurut pendekatan model Kirkpatrick terdiri dari empat tingkatan yaitu, efektivitas reaksi, efektivitas pembelajaran yang merupakan evaluasi internal dan efektivitas perilaku serta efektivitas hasil (dampak) yang merupakan evaluasi eksternal.
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut diatas, maka penelitian ini akan menguji efektivitas pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (Diklatpim Tingkat III di Departemen Kehakiman dan HAM tahun 2003) dengan evaluasi internal yaitu evaluasi efektivitas reaksi dan evaluasi efektivitas pembelajaran.
Evaluasi efektivitas reaksi merupakan pengukuran efektivitas pendidikan dan pelatihan berdasarkan persepsi peserta pendidikan dan pelatihan terhadap aspek kurikulum, widyaiswara, penyelenggara dan aspek sarana prasarana. Sedangkan evaluasi efektivitas pembelajaran merupakan efektivitas yang diukur berdasarkan prestasi belajar peserta yang berkaitan derigan penguasan berbagai konsep, fakta yang diajarkan dalam pendidikan dan pelatihan selama periode tertentu.
Untuk memperoleh data berdasarkan persepsi, tehnik pengumpuian data dilakukan dengan membuat kuesioner kepada peserta dengan tehnik purposive sampling yaitu menentukan sampel dari peserta Diklatpim Tingkat III di Jakarta sebanyak 48 responden. Sedangkan untuk memperoleh data tentang prestasi belajar peserta dilakukan dengan menggunakan pre-test dan post-test terhadap peserta Diklatpim Tingkat III tahun 2003.
Berdasarkan hasil pengolahan data, dari tanggapan peserta terhadap aspek-aspek pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yang diukur, maka pelaksanaan Diklatpim Tingkat III yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Pegawai Departemen Kehakiman dan HAM secara umum berjalan secara efektif.
Meskipun demikian, terhadap reaksi responden yang menyatakan berimbang diperlukan penyempurnaan dan penyesuaian terhadap setiap komponen kebutuhan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan. Dari peringkat reaksi peserta yang berimbang tersebut, yaitu aspek widyaiswara, sarana dan prasarana, maka hendaklah menjadi prioritas penyempurnaan atau perbaikan.
Sedangkan, dari hasil pengolahan data terhadap hasil pembelajaran, kendatipun terdapat peningkatan pengetahuan dari peserta, namun belum mencerminkan keberhasilan yang memuaskan.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kegiatan evaluasi Diklatpim Tingkat III tahun 2003 sudah dilaksanakan, namun hasilnya belum sepenuhnya dijadikan sebagai bahan perbaikan. Sehubungan dengan hal tersebut, hasil penelitian ini merekomendasikan perlunya dilakukan perbaikan dan penyempurnaan pada komponen-komponen di setiap aspek yang masih belum memadai ketersediaannya serta perlunya studi evaluasi secara lebih terfokus terhadap proses pembelajaran pendidikan dan pelatihan guna memperoleh hasil keluaran peserta pendidikan dan pelatihan yang benar-benar memiliki kemampuan, keterampilan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan dalam pendidikan dan pelatihan yang bersangkutan.

The Evaluation Study For The Effectiveness of The Leadership Grade III Training in Department of Justice and Human RightThe effort of enhancing human resources quality among government apparatus by way of education and training is aimed to improve their knowledge, skill and attitude in executing their assignment in development field and public service.
The demand for enhancing their professionalism is absolutely important side aside by the widening Globalization Era. Therefore, system and programme of education and training especially Leadership Training for Government Employees must be extremely effective in obtaining transparently and accountably birocracy functions and professionalism in which it is also free from corrupt- in serving public matters.
To know how effectiveness of the training is, that evaluation should be done as it is one important level in training process. The evaluation of training execution as Kirkpatrick's Four Level Evaluation Model, these steps can be defined as follows : The Effectiveness of Reaction, The Effectiveness of Learning which is an Internal Evaluation, The Effectiveness of Behavior, and The Effectiveness of Result which is an External Evaluation.
Based on the paradigm, the experiment would examine the effectiveness of The Training and Education (Diklatpim Tingkat Ill) on Department of Justice and Human Right 2003 by a way of Internal Evaluation Measurements, there were the Evaluation of Reaction and the Evaluation of Learning.
The Evaluation in terms of Reaction is the same as measuring the feeling of conferees to Curriculum Aspect, Expert (Widyaiswara) Aspect, Organized Committee Aspect and Facilities Aspect. The Evaluation of Learning is defined as measurement effectivity based on learning appreciation of conferees related to their understandings in concepts and facts studied during the training on the certain period.
To obtain the objective data based on perception, data finding method was done by distributing questionnaires to the trainees in the form of Purposive Sample that was determining samples from the trainees of Leadership Grade Ill Training (Diklatpim Tingkat III) held in Jakarta as many as 48 respondents. Moreover, learning appreciation data from the participants was done by executing pre-test and post-test to them.
Based on the processing data result, from which the trainees responded to the measured aspects of the training as whole, finally the training which was held by The Education and Training Centre of Department of Justice and Human Right was generally running effectiveness.
To those respondents reaction who determined equal, even though, we needed to complete and adapt every component of the training needs. Here, Experts (Widyaiswara) aspect and facilities aspect should become a priority of reconstruction and completing factors. Although, it had not reflected a satisfied goal of the data processing result to the learning result, in fact the knowledge of the conferees as a whole were obviously enhanced.
From the result indicating that the evaluation of the Leadership Grade III Training 2003 had been well done, even though the result had entirely not become reconstruction matters. Relating to the subject, the result of this experiment recommended the need of reconstructions and completing to the insufficient components of every aspect and the need of evaluation study which is more focused to the learning process of the training to produce capable and skillful participants fitted by the aim and the objective of the training.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13369
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Mertha
"Penelitian bertujuan untuk mengkaji dan mengevaluasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan pegawai di lingkungan Pemerintah Daerah Khusus lbukota Jakarta. Program pelatihan merupakan unsur yang cukup penting dan strategis dalam rangka meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia, memberikan wawasan baru, metode kerja baru, merubah prilaku manusia sehingga memiliki komitmen yang lebih tinggi terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Evaluasi terhadap pelaksanaan pelatihan perlu dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas pelaksanaan pelatihan baik yang menyangkut materi, metode, instruktur dan kontribusi pelatihan secara keseluruhan. Untuk menguji efektivitas pelaksanaan pelatihan telah dilakukan penelitian yang melibatkan 130 responden yang dipilih secara "stratified rendom sampling" dari 200 orang yang tergolong dalam populasi penelitian ini. Sample sebanyak 130 orang tersebar menurut strata golongan IV 9 orang, III 81 orang dan II 40 orang, sehingga keseluruhan sample berjumlah 130 orang.
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptip dengan teknik frekuensi distribusi dan prosentase. Analisis data untuk masing-masing aspek yang telah diidentifikasi dikaji dengan menggunakan frekuensi distribusi dan prosentase kemudian dibandingkan dengan tabel interpretasi seperti yang dikembangkan Arikunto (1998).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa materi dan ketepatan waktu sebanyak pelatihan menunjukkan efektivitas yang tinggi. Responden sebanyak 83 % mempersiapkan bahwa Kedua aspek tersebut sangat sesuai dengan kebutuhan materi yang diinginkan responden.
Dari hasil analisis terhadap aspek metode, penggunaan bahasa, pemberian motivasi menunjukkan angka yang lebih tinggi. Dengan demikian efektivitas pelaksanaan pelatihan untuk aspek-aspek tersebut cukup baik terutama di dalam pemberian motivasi kepada responden dilihat sebagai faktor yang positif untuk mendorong responden mengikuti pelatihan dengan seksama.
Secara keseluruhan pelaksanaan pelatihan memiliki nilai sekitar 80% sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pelatihan cukup efektif didalam meningkatkan wawasan, pengetahuan dan kualitas pegawai. Disamping itu kontribusi pelatihan terhadap pelaksanaan tugas menunjukkan kisaran nilai 76,25% sehingga dapat diterjemahkan bahwa kontribusi pelatihan cukup efektif untuk meningkatkan kinerja pegawai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pendi Tjahja Perdjaman
"Seperti diketahui bahwa penempatan bidan di pedesaan berkaitan dengan pemerataan dan kualitas pelayanan kesehatan. Apabila aspek manajemen dari Pedoman Pembinaan Teknis Bidan di desa dilaksanakan dengan manajemen yang efektif dan efisien maka akan dapat meningkatkan produktifitas bidan di desa sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Penelitian ini menggunakan Analisis Kualitatif yaitu wawancara mendalam dan triangulasi sumber dengan pendekatan siklus pemecahan masalah. Apabila terdapat kesenjangan manajemen dalam aspek input, proses dan output maka akan dicarikan alternatif pemecahannya untuk disarankan kepada pelaksana program.
Hasil temuan penelitian analisis manajemen pembinaan teknis bidan di desa tahun 1995/1996 masih belum sepenuhnya sesuai dengan buku Pedoman Pembinaan Teknis Bidan di Desa yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 1994.
Sehubungan dengan hal tersebut maka peneliti mengajukan saran kepada pelaksana program untuk perbaikan yaitu :
1. Setiap kegiatan pembinaan teknis bidan di desa oleh puskesmas harus didokumentasikan agar aspek manajemen dapat menjadi bukti pendukung.
2. Pemerintah perlu melakukan pendidikan dan latihan aspek manajemen untuk dokter dan bidan puskesmas.
3. Pihak Dinas Kesehatan Dt II harus berupaya untuk menyediakan dana, tenaga dan sarana bagi puskesmas yang berkaitan dengan pembinaan teknis bidan sebagai konsekuensi adanya Pedoman.
4. Dinas Kesehatan Dt. II harus lebih meningkatkan peranannya di dalam pembinaan bidan di desa sesuai dengan tugas dan fungsinya agar aspek pengendalian terhadap puskesmas menjadi lebih berfungsi.

Management aspect of technical supervision of midwife in the village has to use effectively and efficiently in order to increase a midwife productivity in accordance to her function. The research uses Qualitative method; in-depth interview and triangular resource approaches.
The Health Center and Health Office of Sambas Regency would get recommendations for improving the management aspect of technical supervision of midwife in the village.
The result of Health Center?s technical supervision of midwife at Sambas Regency on 1995/1996 is not appropriate in accordance to Technical Supervision Manual Book from Health Department.
I would like to suggest some recommendation in order to improve the Health Center's technical supervision management, as follows :
1. The management will able to give some evidences if the activity of midwife technical building in health center is documented.
2. The government has to hold a management training to doctors and midwives at health center.
3. Chief of Health office of Sambas Regency has to prepare the fund, human resources and tools to support the activity in accordance to manual book.
4. Health Office of Sambas Regency has to increase the activity in technical supervision according to its function."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarto
"ABSTRAK
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat di era global seperti sekarang ini menutut kesiapan sumber daya manusia yang dimiliki oleh setiap organisasi baik organisasi publik maupun organisasi non publik agar mampu menjawab tantangan tugas yang semakin meningkat.
Inspektorat Jenderal Departemen Pekerjaan Umum sebagai instansi Pengawasan Fungsional Pemerintah yang bersifat intern departemen juga telah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya dengan mengikutsertakan ke dalam program pendidikan dan latihan baik yang bersifat penjejangan, fungsional maupun pendidikan lanjutan dengan tujuan agar kinerja Inspektorat Jenderal dapat emningkat sesuai dengan tuntuan tugas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dan latihan pegawai, pengembangan karir dan kepemimpinan dengan efektivitas pelaksanaan tugas pengawasan yang menjadi tugas pokok Inspektorat Jenderal. Pelaksanaan Program Pendidikan dan Latihan akan dapat meningkatkan keterampikan, kemampuan dan sikap bagi para pegawai, apabila dilaksanakan berdasarkan analisa kebutuhan akan diklat, diajarkan oleh Instruktur profesional, dengan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan diikuti oleh para pegawai yang mempunyai motivasi tinggi untuk menambah pengetahuan dan keterampilan.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif signifikan antara pelaksanaan pendidikan dan latihan dengan pencapaian efektivitas pengawasan, juga ada hubungan positif signifikan antara pelaksanaan pengembangan karir dengan efektivitas pengawasan seta ada hubungan positif antara kepemimpinan dengan efektivitas pengawasan.
Pembinaan Sumber Daya Manusia yang telah berjalan baik perlu ditingkatkan dan tidak kalah penting adalah mengadakan evaluasi untuk memperbaiki pelaksanaan sumber daya manusia di masa mendatang.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Felix Leonard A.M
"Pemetaan suhu digambarkan sebagai proses menangkap rentang suhu, mendokumentasikannya dan memeriksa variasi dan perbedaan suhu di area tertentu selama durasi waktu tertentu. Area yang dimaksud terutama tempat-tempat yang harus dalam rentang suhu yang dikontrol, seperti ruangan gudang, tempat penyimpanan, lemari es, kendaraan atau kotak pengiriman. Pemetaan suhu bertujuan untuk memastikan suhu pada ruang penyimpanan barang relatif merata di semua titik dan mengetahui suhu dalam area penyimpanan baik yang terendah maupun tertinggi. Pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini, calon Apoteker memperoleh kesempatan untuk melakukan pemetaan suhu lemari pendingin/chiller, dengan rentang suhu 2oC s/d 8oC, di gudang penyimpanan CCP KFTD Tangerang. Tugas khusus ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman calon Apoteker mengenai pelaksanaan pemetaan suhu. Suhu rata-rata dari tiap titik tidak ada yang melebihi batas rentang yang ditetapkan. Suhu rata-rata tertinggi berada di titik 4 dengan suhu 4,4oC dan suhu rata rata terendah berada di titik 3 dengan suhu 3,9oC. Pada pemetaan suhu juga didapatkan data MKT yang dimana setiap titik tidak ada yang melebihi batas rentang suhu yang ditetapkan. Nilai MKT tertinggi terdapat di titik 4 dengan suhu 5,1oC dan nilai MKT terendah terdapat pada titik 1 dan titik 2 dengan suhu 4,5oC. Titik penyimpanan CCP paling optimal berada di titik 4, terletak di bagian bawah tengah lemari pendingin, dikarenakan pada titik 4 rentang antara titik tertinggi dan titik terendahnya (1,6-6oC) yang paling mendekati dari rentang suhu yang ditetapkan yaitu 2-8oC. Pemetaan suhu lemari pendingin di gudang penyimpanan CCP KFTD Tangerang dapat dilakukan. Lemari pendingin masih dapat mempertahankan suhu penyimpanan berada dalam rentang yang ditentukan yaitu 2-8oC, baik itu pada saat penyimpanan biasa maupun saat dilakukan simulasi buka tutup. Titik penyimpanan paling optimal berada di titik 4, memiliki rentang suhu terendah dan tertinggi 1,6-6oC, yang berada di bagian bawah tengah dari lemari pendingin.

Temperature mapping is described as the process of capturing temperature ranges, documenting them and examining temperature variations and differences in a particular area over a specified duration of time. The areas in question are mainly places that must be within a controlled temperature range, such as warehouse rooms, storage areas, refrigerators, vehicles or shipping boxes. Temperature mapping aims to ensure that the temperature in the goods storage room is relatively even at all points and to determine the temperature in the storage area, both the lowest and highest. In this Pharmacist Professional Work Practice (PKPA), prospective pharmacists have the opportunity to map the temperature of refrigerators/chillers, with a temperature range of 2oC to 8oC, in the CCP KFTD Tangerang storage warehouse. This special assignment aims to increase prospective pharmacists' understanding of the implementation of temperature mapping. The average temperature of each point does not exceed the specified range limit. The highest average temperature is at point 4 with a temperature of 4.4oC and the lowest average temperature is at point 3 with a temperature of 3.9oC. In temperature mapping, MKT data is also obtained, where no point exceeds the specified temperature range limit. The highest MKT value is at point 4 with a temperature of 5.1oC and the lowest MKT value is at point 1 and point 2 with a temperature of 4.5oC. The most optimal CCP storage point is at point 4, located at the bottom of the middle of the refrigerator, because at point 4 the range between the highest point and the lowest point (1.6-6C) is closest to the specified temperature range, namely 2-8oC. Mapping of refrigerator temperatures in the CCP KFTD Tangerang storage warehouse can be done. The refrigerator can still maintain the storage temperature within the specified range, namely 2-8oC, both during normal storage and when opening and closing simulations are carried out. The most optimal storage point is point 4, which has the lowest and highest temperature range of 1.6-6oC, which is at the bottom center of the refrigerator.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>