Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180218 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kamilia
"Dalam penggambaran di layar, seringkali agama dan horor ditempatkan pada sisi yang berlawanan. Agama dalam film adalah antitesis dari horor, jarang sekali yang berani masuk ke dalam konsep agama itu sendiri sebagai sumbernya. Misa Tengah Malam Netflix (2021) oleh Mike Flanagan mengeksplorasi topik ini dengan cara yang lebih dalam namun halus. Karena serial ini dirilis kurang dari dua tahun sebelum artikel ini ditulis, sebagian besar artikel yang ditemukan berfokus pada aspek sinematik dan penampilan para aktor. Artikel ini mengkaji penggunaan religiusitas yang terang-terangan untuk memajukan narasi horor, khususnya sifat malaikat dan vampir yang dapat dipertukarkan. Dengan menggunakan metode analisis tekstual, penulis menyimpulkan bahwa horor hanya dapat dikontekstualisasikan kembali ke dalam perspektif suci karena agamalah yang menjadi cikal bakal horor tersebut.

When it comes to on-screen depictions, oftentimes religion and horror are placed at opposing sides. Religion in film is the antithesis of horror, rarely does it venture into the concept of religion itself as the source. Netflix's Midnight Mass (2021) by Mike Flanagan explores this topic in a deeper yet subtle manner. Since the series was released less than two years before this article was written, most of the articles found are focused on the cinematic aspect and the performance of actors. This article examines the use of overt religiousness to push forward the horror narrative, particularly the interchangeable nature of angels and vampires. By using textual analysis as a method, the writer concludes that horror can only be recontextualized into a holy perspective because religion is the origin of said horror."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Ridwan Noer
"Trailer film horor Indonesia kurang mendapatkan perhatian sebagai bahan penelitian. Padahal, trailer merupakan sarana beriklan paling komprehensif dari sebuah film, di mana berbagai hal penting disajikan di dalamnya. Studi ini berupaya menguraikan bagaimana ketakutan dibangun di dalam trailer film horor Indonesia dan membandingkan cara membangun narasi dalam trailer tersebut. Riset analisis konten secara kualitatif dilakukan terhadap 10 trailer dari film yang mampu meraih minimal 1 juta penonton dari tahun 2017 hingga tahun 2018. Penelitian ini menemukan bahwa ketakutan dibangun melalui efek suara dan cahaya dengan narasi yang dibangun dalam tiga babak: pengenalan, konflik, dan klimaks. Ada metafora ‘pintu’ yang dipakai untuk memperlihatkan pemisahan dunia manusia dan dunia ‘lain’. Narasi memasukkan unsur legenda urban, mitos, kepercayaan masyarakat setempat. Daya tarik bintang dalam trailer film juga tidak hanya artis pemeran utama, namun bisa juga sutradara film tersebut. 

Indonesian horror movie trailers get less attention for research. However, the trailer is the most comprehensive ad for a movie, in which crucial details are presented. The present study aims to understand how fear is instilled in Indonesian horror movie trailers and compare the ways a narrative is presented in each of them. This qualitative content analysis research examines ten trailers advertising ten Indonesian horror movies that reached one million viewers count from 2017 up to 2018. The research found that fear is built up within three stages; introduction, conflict, and climax. There is a ‘door’ metaphor used to show the separation of human world and the world of ‘others’. The narrative inserts urban legend, myths, and local beliefs. Star power in the movie trailers not only belongs to the actors/actresses, but also to the directors of the movie."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Sis Nariswari
"Disertasi ini membahas secara tekstual dan memaknai secara kontekstual cerita-cerita horor Abdullah Harahap. Abdullah Harahap merupakan penulis cerita horor pada tahun 1970—1990-an dengan hampir 100 karya pada kurun waktu dua decade tersebut. Data yang digunakan adalah tiga novel, yaitu Roh dari Masa Lampau (tanpa tahun), Titisan Iblis (1989)dan Misteri Lembah Hantu (1991). Pemilihan data dilakukan dengan melihat wujud makhluk supranatural dari keseluruhan cerita horor Abdullah Harahap. Analisis tekstual ketiga novel tersebut dengan menggunakan model alur cerita horor menghasilkan formula cerita horor Abdullah Harahap, yaitu kekerasan, seksualitas, dan supranatural. Ketiga hal tersebut membentuk cerita yang terus berulang. Di dalam formula tersebut ditemukan adanya legenda dan kepercayaan masyarakat yang direproduksi di dalam karya sastra. Pemaknaan secara kontekstual menghasilkan temuan bahwa pola pikir klenik masih digunakan sebagai pedoman hidup masyarakat. Secara keseluruhan, penelitian ini memperlihatkan kekhasan cerita horor Abdullah Harahap dan kritik sosial di dalam cerita horor Abdullah Harahap.

This dissertation discusses textually and contextually interprets Abdullah Harahap's horror stories. Abdullah Harahap was a horror story writer in the 1970-1990s with nearly 100 works in the two decades. The data used are three novels, Roh dari Masa Lampau (tanpa tahun), Titisan Iblis (1989)dan Misteri Lembah Hantu (1991). The data is selected by looking at the form of supernatural beings from the whole horror story of Abdullah Harahap. Textual analysis of the three novels using the horror storyline model resulted in Abdullah Harahap's horror story formula, namely violence, sexuality, and the supernatural. The formula form a repeating story. In the formula, it is found that there are legends and people's beliefs that are reproduced in literary works. Contextual meaning results in findings that the occult mindset is still used as a guide for people's lives. Overall, this study shows the peculiarities of Abdullah Harahap's horror story and social criticism in Abdullah Harahap's horror story.

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tyasyifa Wimahavinda Kardono
"Genre horor terkenal atas penggambaran seksis terhadap tokoh perempuan, yang sangat memberlakukan stereotip gender tradisional. Tulisan ini menganalisis Goosebumps (2015) dan Goosebumps: Haunted Halloween (2018), yang merupakan film adaptasi dari seri buku horor R.L. Stine. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemungkinan penggambaran para tokoh utama perempuan dan tokoh utama laki-laki yang menentang stereotip gender konvensional dan memastikan agensi tokoh utama perempuan karena film horor cenderung mengobjektifikasi tokoh perempuan. Tugas akhir ini menggunakan teori true cult of womanhood oleh Welter (1966) dan teori male gender role identity oleh Pleck (1981) serta teori representasi oleh Hall (1997) untuk menganalisis percakapan dan interaksi para karakter, serta agensi tokoh utama perempuan dalam dua film ini. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggambaran tokoh utama perempuan dan tokoh utama laki-laki dalam film-film ini masih sesuai dengan stereotip gender tersebut. Selain itu, terdapat ambivalensi karena teks sering bertentangan dengan penggambaran karakter pada bagian awal dan akhir dalam kedua film tersebut, sehingga mereka digambarkan sebagai tokoh utama perempuan dan tokoh utama laki-laki yang konvensional. Para tokoh utama perempuan pada awalnya digambarkan sebagai sosok yang berdaya dan mandiri, namun seiring berjalannya cerita, mereka menjadi karakter yang membutuhkan bantuan dan dukungan dari tokoh utama laki-laki dalam mengatasi masalah.

The horror genre is notorious for sexist depictions of female heroines, which heavily imposes traditional gender stereotypes. This paper analyses Goosebumps (2015) and Goosebumps: Haunted Halloween (2018), which are the movie adaptations of R.L. Stine’s horror book series. It aims to see the possibility of the female heroines and male heroes to defy conventional gender stereotypes and determine the female heroines’ agency as horror movies tend to objectify the female characters. This paper uses the cult of true womanhood theory by Welter (1966) and male gender role identity theory by Pleck (1981) as well as representation theory by Hall (1997) to analyse the conversation and interaction of the characters, as well as the agencies of the female heroines in these two movies. This research shows that the female heroines and male heroes in these movies still conform to these gender stereotypes. Moreover, an ambivalence is apparent as the text often contradicts the portrayals of the characters in the earlier part of the two films and the endings, as a result depicting them as conventional male heroes and female heroines. The female heroines at first are depicted as empowered and independent, but as the story progresses, they become characters that need male heroes’ help and support to overcome problems.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sebayang, Evan Arnoldi
"H.P. Lovecraft menciptakan suatu mitos yang awalnya tidak mendapat perhatian publik sampai setelah kematiannya, dan karya-karyanya, terutama "The Call of Cthulhu" (1928), dianggap sebagai bukti relevansi okultisme baik di bidang sastra maupun studi agama. Cerita pendek ini bercerita tentang sebuah manuskrip yang menjelaskan ditemukannya sekte pemuja dewa yang misterius dan melakukan ritual pembunuhan oleh seorang pria bernama Francis Wayland Thurston. Cerita pendek tersebut dianggap sebagai inti dari "horor kosmik" yang diintegrasikan oleh Lovecraft dalam hampir semua ceritanya. Dengan melakukan hal tersebut, Lovecraft memulai subgenre horor tersendiri dalam lingkaran sastra. Makalah ini menganalisis bagaimana cerita “The Call of Cthulhu” mempengaruhi kepercayaan okultisme modern, yang dapat disimpulkan dari unsur-unsur sastra yang digunakan dalam cerita tersebut. Analisis lebih lanjut juga mengidentifikasi bagaimana Lovecraft mengolah subgenre horror yang ia ciptakan demi menonjolkan elemen okultisme dalam cerita pendeknya. Makalah ini juga menganalisis bagaimana kelompok okultis bernama Ordo Typhonian dipengaruhi oleh unsur-unsur okultisme yang diciptakan oleh Lovecraft dalam cerita, dengan tujuan memperlihatkan relevansi okultisme dalam dunia modern.

H.P. Lovecraft crafted an intricate mythos which initially did not find success until after his death, and his works, most notably “The Call of Cthulhu” (1928), were regarded to be a landmark towards the relevancy of occultism both in the field of literature and religious belief. The short story is about a manuscript of a horrific encounter with a murderous and mysterious deity-worshipping cult by a man named Francis Wayland Thurston. The short story was regarded to be the staple of “cosmic horror” which Lovecraft applied to almost all of his stories, starting his own subgenre of horror in the literary circle. This paper will analyze how “The Call of Cthulhu” influenced the belief of modern occultism, which can be inferred from the literary elements in the story. Further analysis will also identify how Lovecraft portrayed his own subgenre of horror to enhance the elements of occultism within the short story. In relation to the previous elements, the paper will also try to analyze how a particular cult, Typhonian Order, was influenced by the elements of occultism used in the story in order to observe the relevance of the paper in real life."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Satria Darmalaksana
"Film horor merupakan genre film yang menghadirkan ketakutan kepada penonton melalui aspek naratif dan sinematografis. Ketakutan tersebut dimanifestasikan dalam bentuk yang beragam, seperti ketakutan terhadap kematian, kegelapan, keangkeran rumah, termasuk perempuan. Perempuan kerap dihadirkan sebagai sosok yang menakutkan di dalam film horor baik secara visual maupun aural karena film horor pada umumnya menggunakan pandangan laki-laki. Salah satunya adalah film Perempuan Tanah Jahanam (2019) karya Joko Anwar. Maka dari itu, tesis ini disusun untuk menunjukkan manifestasi ketakutan terhadap perempuan yang dihadirkan di dalam film Perempuan Tanah Jahanam dalam mengukuhkan dominasi maskulinitas. Tesis ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan kajian sinema struktural dan gynaehorror. Analisis dalam tesis ini menggunakan teori sinema Joseph M. Boggs dan Dennis W. Petrie untuk melihat struktur teks dan strategi naratif film serta konsep gynaehorror Erin Harrington dan konsep Visual PleasureLaura Mulvey untuk melihat perempuan monster yang mengukuhkan dominasi maskulinitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teks menghadirkan beberapa pola sebagai kekhasannya, seperti opresi, represi, dan objektivikasi perempuan oleh laki-laki hanya kamuflase untuk menyembunyikan pertarungan perempuan melawan perempuan, hubungan antartokoh memperlihatkan bahwa pada mulanya perempuan merupakan pihak terancam lalu berubah menjadi pihak mengancam, ambivalensi rumah sebagai ruang privat dan publik sekaligus, malam hari sebagai waktu teror terjadi, serta sinematografis yang menekankan perempuan mempunyai kekuatan supranatural yang menjadikannya mengerikan. Tidak hanya itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ideologi teks menghadirkan manifestasi perempuan monster yang menakutkan melalui ketubuhannya yang dianggap menjijikkan dan hina, melalui potensinya melakukan kastrasi, dan melalui gagasan keibuan yang ideal. Dengan demikian, ketakutan terhadap perempuan memang ditampilkan di dalam film Perempuan Tanah Jahanam (2019) karya Joko Anwar untuk menunjukkan keberpihakannya kepada dominasi maskulinitas sebagai ideologi teks dengan menggambarkan perempuan sebagai monster.

Horror movie is a film genre that presents fear to the audience through narrative and cinematographic aspects. This fear is manifested in various forms, such as the fear of death, the dark, the awesomeness of the house, including women. Women are often presented as frightening figures in horror movies, both visually and aurally because horror movies generally use a male perspective. One of them is the Perempuan Tanah Jahanam (2019) movie by Joko Anwar. Therefore, this thesis is structured to show the manifestation of the fear of women presented in the Perempuan Tanah Jahanam movie in strengthening the domination of masculinity. This thesis uses a qualitative research method with a structural cinema study approach and gynaehorror. The analysis in this thesis uses the cinema theory of Joseph M. Boggs and Dennis W. Petrie to see the text structure and narrative strategy of the film as well as Erin Harrington's gynaehorror concept and Laura Mulvey's Visual Pleasure concept to see the female monster who reinforces the dominance of masculinity. The results of this study indicate that the text presents several patterns as its peculiarities, such as oppression, repression, and the objectification of women by men is just a camouflage to hide women's fights against women, the relationship between characters shows that initially women are the threatened party and turn into threatening parties, home ambivalence as a private and public space at the same time, night as a time of terror, as well as cinematography which emphasizes that women have supernatural powers that make them terrible. Not only that, the results of this study also show that the ideology of the text presents the manifestation of a scary monster woman through her body which is considered disgusting and despicable, through her potential for castration, and through the ideal of motherhood. Thus, the fear of women is indeed shown in the Perempuan Tanah Jahanam (2019) movie by Joko Anwar to show its side with the dominance of masculinity as a text ideology by depicting women as monsters."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdillah Sani
"Penelitian dalam tesis ini membahas mengenai persoalan penayangan
film-film dan sinetron-sinetron serial bertema horor di televisi, yang dewasa
ini nampak semakin marak. Semua stasiun televisi swasta memiliki jam
tayang khusus untuk cerita-cerita mistik tersebut, dengan berbagai judul,
RCTI memiliki Kembalinya Si Manis Jembatan AncoL dan Impian
Pengantin. Indosiar menayangkan Mariam: si Manis Jembatan Ancol dan
film-film misteri tiap Jum?at malam. An-Teve menayangkan Kisah Misteri
tiap Kamis malam. Demikian juga dengan SCTV, Misteri Mirah Delima
dan TPI dengan film-film horor yang sudah pernah di putar di bioskop.
jika diamati, dalam film-film tersebut ada kecenderungan terdapatnya
penyimpangan dari nilai-nilai yang sebenarnya diajarkan agama Islam
melalui Al-Qur?an dan hadist Rasulullah Muhammad SAW. Penyimpangan
mana diakibatkan kuatnya melebih-lebihkan fungsi hiburan, dengan maksud
menarik minat penonton. Bagi kalangan Ulama, tayangan ini dianggap
sebagai suatu hal yang merugikan upaya pembinaan mental keagamaan
masyarakat, karena tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Namun demikian, berdasarkan penelitian ini diketahui, ternyata di
kalangan ulama sendiri meskipun sama-sama mendasarkan penilaian pada
A1-Qur?an dan Hadist, ulama yang berasal dari Nahdlatul Ulama (NU)
berbeda pandangan dengan ulama yang berasal dari kalangan
Muhammadiyah dalam menilai film dan sinetron horor tersebut. Bagi
kalangan ulama NU, sebagaimana terdapat dalam kitab-kitab peninggalan
ulama terdahulu, pelukisan alam ghaib bukan merupakan hal yang asing,
sedangkan bagi kalangan Muhammadiyah, kepercayaan semacam itu
dianggap hanya akan membawa manusia ke arah kemusyrikan. Dengan
demikian, peniaian fungsional atau disfungsionalnya siaran televisi swasta
ini berbeda antara ulama dengan latar belakang golongan yang berlainan."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Laili Nadhifah
"Tesis ini merupakan penelitian tentang adaptasi male-gaze terhadap film Ringu dan Ringu 2 produksi Jepang oleh The Ring dan The Ring 2 produksi Hollywood. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan perbedaan representasi male-gaze penonton terhadap karakter perempuan dalam film pada kedua produksi film tersebut. Perbedaan tersebut akan dianalisa dengan memperbandingkan mise en scene dan teknik pengambilan gambar oleh Jepang dan Hollywood. Analisa akan dilandasi oleh pemikiran Laura Mulvey tentang male-gaze pada sinema dalam artikelnya, Visual Pleasure and Narrative Cinema. Melalui analisis teks, penelitian ini bertujuan untuk membaca adaptasi budaya yang dilakukan Hollywood dalam proses remake film horor Jepang. Dari penelitian ini, terlihat perbedaan bentuk dominasi laki-laki terhadap tokoh perempuan dalam film-film tersebut.

This thesis is a study about the adaptation of male-gaze by The Ring and The Ring 2 produced by Hollywood toward Ringu and Ringu 2 produced by Japan. This study aims to show the representation differences of the audiences? male-gaze toward the female characters of both film productions. Those differences would be analyzed by comparing the mise en scene and camera technique by Japan and Hollywood. The analysis would be based one Laura Mulvey?s theory about male-gaze and cinema written in her journal, Visual Pleasure and Narrative Cinema. Through the text analysis, the result of this study would show how to read the culture adaptation by Hollywood through the remake process of Japanese horror film. From this analysis, the differences of male domination toward the female characters in those films could be seen."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T28160
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suma Riella Rusdiarti
"Salah satu cerita yang paling klasik dalam film horor adalah rumah angker atau haunted house. Disertasi ini berusaha mengungkap kaidah genre dan makna das Unheimliche dalam empat film horor rumah angker Indonesia, yaitu Rumah Pondok Indah, Pocong 2, Hantu Rumah Ampera, dan Rumah Kentang, menggunakan metode kajian sinema dengan pendekatan genre. Analisis tekstual keempat film menemukan model alur perpindahan sebagai struktur naratif dan dominasi tokoh- tokoh dunia supranatural. Pemaknaan mendalam dan kontekstual dengan konsep psikonalisis das Unheimliche Sigmund Freud, mengungkapkan berbagai ketakutan mendalam keluarga dan masyarakat perkotaan, serta kondisi ketidakpastian dalam berbagai lapisan. Kesimpulan dari keseluruhan analisis memperlihatkan kekhasan kaidah genre dan makna das Unheimliche film horor rumah angker Indonesia.

One of the classical stories in horror films is the haunted house. This dissertation tries to expose rules of genre and meaning of das unheimlich in four Indonesian haunted house horror films Rumah Pondok Indah, Pocong 2, Hantu Rumah Ampera, and Rumah Kentang, using a genre approach in cinema studies. Textual analysis of four films finds a displacement plot model as a narrative structure and the domination ofsupernatural figures. Depth and contextual meanings to the concept of Sigmund Freud rsquo s das Unheimliche, revealsed various deep fears of family and urban communities as well as uncertainties in the various layers. The conclusion of the whole analysis shows the peculiarities of the rules of the genre and meaning of das Unheimliche in Indonesian haunted house horror films.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Nugraha
"Dalam pemikiran etika modern, eudaimonia dipandang tidak lagi relevan sebagai dasar dari moralitas atau bertindak etis. Hal ini terutama akibat kritik Kant terhadap etika eudaimonia, bahwa motivasi akan kebahagiaan hanya akan merusak inti dari moralitas. Bagi Kant, moralitas adalah persoalan kewajiban. Robert Spaemann bermaksud merehabilitasi etika eudaimonia dengan berusaha mencari titik temu antara kebahagiaan dan kewajiban. Pemisahan antara kebahagiaan dengan kewajiban adalah kesalahan dalam memahami dasar dari moralitas. Kesalahan Kant adalah memandang moralitas haruslah bebas dari segala kepentingan dan memandang motivasi akan kebahagiaan bersifat egoistik. Kesalahan tersebut adalah konsekuensi dari ontologi modern yang tidak dapat menampung konsep tentang transendensi diri. Spaemann lantas beralih kepada konsep cinta, yang menurutnya mengubah kepentingan diri, sebagai hasil dari transendensi diri makhluk rasional. Dalam cinta, tidak ada lagi pertentangan antara motivasi akan kebahagiaan dan melakukan yang wajib. Hal ini karena dalam cinta, yang menjadi motivasi dari tindakan adalah realitas orang lain, dan dalam cinta pula seseorang memperoleh kebahagiaan atas realitas orang lain.

In modern ethics, eudaimonia is considered as irrelevance to become a ground for morality or ethical actions. It is primarily an implication of Kant's critique to ethics of eudaimonia, that motif of happiness may corrupt the core of morality. According to Kant, morality is all about obligation. Robert Spaemann attempts to rehabilitate ethics of eudaimonia by seeking for a link between happiness and obligation. The separation between happiness and obligation is a mistake in attempt to understand the ground of morality. Kant makes a mistake by considering morality as free from any interest and also considering that motif of happiness is egoistic. That mistake is a consequence of modern ontology that unable to accommodate the concept of selftranscendency. Thus Spaemann turns to concept of love, which he thinks can change self-interest as the result from rational being's self-transcendency. In love, there is no opposition between motif of happiness and doing obligation. It is because, in love the motif of an action is other's reality; it is also in love that someone acquires happiness from other's reality."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42990
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>