Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73824 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tanisha Zharfa Maharani
"Asuransi merupakan suatu perjanjian pertanggungan antara penanggung dan tertanggung, di mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan memperoleh premi guna memberikan ganti rugi atas risiko yang mungkin diderita tertanggung. Asuransi jiwa kredit dapat menjadi penanggulangan risiko bagi para pihak apabila debitur meninggal dunia pada saat masa pelunasan utang kepada bank yang nantinya akan dipertanggungkan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan perjanjian. Dalam praktik, seringkali timbul sengketa ketika adanya pengajuan klaim asuransi jiwa kredit dan prinsip utmost good faith merupakan salah satu prinsip perasuransian yang memiliki peranan yang sangat penting dalam hal ini. Dalam prinsip utmost good faith, diatur bahwa setiap pihak wajib memberikan informasi yang benar ketika akan membuat perjanjian asuransi dan apabila dilanggar mengakibatkan batalnya perjanjian asuransi. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pertanggungjawaban Debitur untuk membayar utang kredit terhadap Kreditur apabila Perusahaan Asuransi melakukan penolakan klaim atas Perjanjian Asuransi Jiwa Kredit dan bagaimana penerapan ketentuan Pasal 251 KUHD dalam pertimbangan hukum dan Putusan Hakim dalam sengketa klaim asuransi jiwa kredit pada Putusan No. 20 /Pdt.G/2016/PN.Pdg. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan penggunaan data sekunder untuk menganalisa data secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa kewajiban Debitur dalam pembayaran sisa utang kredit tetap ada dan akan diwariskan kepada Ahli Warisnya apabila pihak perusahaan asuransi menolak klaim. Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya tidak didasarkan pada prinsip utmost good faith sebagaimana diatur dalam Pasal 251 KUHD. Dari penelitian ini disarankan 1 agar calon tertanggung atau tertanggung mengisi Surat Permohonan Penutupan Asuransi serta Riwayat kesehatan dengan jujur agar tidak menimbulkan permasalahan ketika adanya klaim serta ada baiknya karyawan Bank (Kreditur) diberikan pelatihan mengenai asuransi jiwa kredit agar dalam proses pembuatan perjanjian kredit dapat menjelaskan dengan baik kepada pihak peminjam (Debitur) bahwa jika Debitur meninggal dunia dan pihak perusahaan asuransi menolak klaim, sehingga tidak melunasi sisa utang Debitur, maka sisa utang Debitur akan diwariskan kepada Ahli Waris Debitur, 2 adanya pengaturan lebih lanjut terkait penerapan Pasal 251 KUHD dalam asuransi jiwa kredit serta supaya para hakim diberikan pelatihan mengenai hukum asuransi termasuk prinsip utmost good faith, sehingga hakim akan dapat membuat pertimbangan hukum yang sesuai dengan prinsip-pinsip asuransi termasuk prinsip utmost good faith.

Insurance is an agreement between the insurer and the insured, in which the insurer binds themselves to the insured by obtaining a premium to provide compensation for risks that the insured may suffer. Credit life insurance can be a risk countermeasure for the parties if the debtor dies during the debt repayment period to the bank which will be insured by the insurance company in accordance with the agreement. In practice, disputes often arise when filing credit life insurance claims and the principle of utmost good faith is one of the insurance principles that has a very important role in this matter. In the principle of utmost good faith, it is regulated that each party must provide correct information when making an insurance agreement and if it is violated it will result in the cancellation of the insurance agreement. The research questions in this thesis are how is the responsibility of the Debtor to pay debt to Creditors if the Insurance Company rejects claims on the Credit Life Insurance Agreement and how the judge applied the provisions of Article 251 KUHD in legal considerations and the Judge's Decision in disputes over credit life insurance claims in Decision No. 20 /Pdt.G/2016/PN.Pdg. The research method used is normative juridical with the use of secondary data to analyze data qualitatively. The results of the thesis show that the debtor's obligation to pay the remaining credit debt remains and will be passed on to their heirs if the insurance company refuses the claim. The judge’s legal considerations were not based on the principle of utmost good faith as stipulated in Article 251 of the Criminal Code. From this research it is suggested 1 the insured or the prospective insured fill should fill the Insurance insurance application and medical history honestly so as not to cause problems when there is a claim and for Bank employees (Creditors) to be given training on credit life insurance so that they can explain properly to the borrower (Debtor) in the process of making a credit agreement that if the Debtor dies and the insurance company refuses the claim, does not pay off the remaining debt and the remaining debt of the Debtor will be passed on to the Debtor's Heirs, 2 make an in depth regulation related to the application of Article 251 KUHD in credit life insurance and the judges are given the training on insurance law including the principle of utmost good faith, so that the judges will be able to make legal judgments in accordance with the principles of insurance including the principle of utmost good faith."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Ma`rifah
"Penelitian ini membahas tentang penolakan klaim asuransi jiwa kredit yang ditinjau dari prinsip utmost good faith dalam Putusan Nomor 664/Pdt.G/2019/PN.Mdn. Pokok permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu mengenai pengaturan perundangan perasuransian tentang prinsip utmost good faith pada Perjanjian Asuransi Jiwa Kredit serta perlindungan hukum terhadap ahli waris debitur pemegang polis jika terjadi penolakan pembayaran klaim oleh Perusahaan Asuransi, serta mengenai analisis dan pertimbangan hukum dari hakim terhadap penolakan klaim asuransi jiwa kredit ditinjau dari prinsip utmost good faith dalam putusan Nomor 664/Pdt.G/2019/PN.Mdn. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan melakukan pengkajian terhadap data sekunder dan hasil wawancara. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa Tertanggung dan Penanggung memiliki kedudukan yang sama dalam menerapkan prinsip utmost good faith sebagaimana pengaturan dalam Pasal 251 KUHD dan Pasal 31 Ayat (1) dan (2) UU Perasuransian. Adapun penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan oleh Ahli Waris Debitur Pemegang Polis apabila terjadi penolakan klaim adalah dengan menempuh jalur litigasi maupun non litigasi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa Majelis Hakim dalam putusan Nomor 664/Pdt.G/2019/PN.Mdn masih cenderung subyektif karena dalam pembuktian kurang menggunakan dasar pertimbangan hukum yang kuat dan kurang menggali fakta-fakta hukum secara cermat khususnya terkait penerapan prinsip utmost good faith. Penelitian ini memberikan saran bagi Tertanggung yang mengalami sengketa penolakan klaim untuk menyelesaikan sengketanya melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK) karena biaya yang lebih terukur, penyelesaian yang lebih cepat dan terjaga kerahasiannya. Selanjutnya, penulis juga menyarankan agar dalam pelatihan hakim dimasukkan materi tentang hukum asuransi yang termasuk di dalamnya mengenai prinsip utmost good faith sehingga hakim akan mempunyai pemahaman yang baik dan dapat membuat pertimbangan hukum dan putusan yang lebih adil dan objektif sesuai dengan ketentuan yang ada, khususnya terkait prinsip utmost good faith.

This research discusses the rejection of credit life insurance claims in terms of the principle of utmost good faith in Decision Number 664/Pdt.G/2019/PN.Mdn. The main problems examined in this study are divided into two, namely regarding insurance legislation regulations regarding the principle of utmost good faith in Credit Life Insurance Agreements and legal protection for the heirs of policyholder debtors in the event of refusal of claim payments by the Insurance Company, and regarding the analysis and legal considerations of the judge on the rejection of credit life insurance claims in terms of the principle of utmost good faith in decision Number 664/Pdt.G/2019/PN.Mdn. This research was prepared using normative juridical research methods by reviewing secondary data and interview results. Data analysis is carried out qualitatively. Based on the results of the study, it is known that the Insured and the Insurer have the same position in applying the principle of utmost good faith as stipulated in Article 251 of the KUHD and Article 31 Paragraphs (1) and (2) of the Insurance Law. The dispute resolution that can be done by the Heirs of the Policyholder Debtor in the event of a claim rejection is by taking litigation or non-litigation routes. The results of this study also show that the Panel of Judges in decision Number 664/Pdt.G/2019/PN.Mdn still tends to be subjective because in evidence it does not use a strong legal basis and does not explore legal facts carefully, especially related to the application of the principle of utmost good faith. This research provides advice for Insured Persons who experience claims rejection disputes to resolve their disputes through Alternative Financial Services Sector Dispute Resolution Institutions (LAPS SJK) because of more measurable costs, faster settlements and confidentiality. Furthermore, the author also suggests that in the training of judges included material on insurance law which includes the principle of utmost good faith so that judges will have a good understanding and can make legal considerations and decisions that are more fair and objective in accordance with existing provisions, especially related to the principle of utmost good faith."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrina Tania
"Salah satu perkembangan dalam era digital adalah semakin banyaknya transaksi di bidang ekonomi, salah satunya adalah transaksi perbankan. Kredit sebagai produk perbankan memiliki risiko yang besar bagi Bank apabila di kemudian hari kredit macet. Kredit macet dapat disebabkan berbagai sebab, diantaranya adalah kematian debitur. Risiko kematian debitur dapat terjadi setiap saat sehingga untuk menjamin risiko tersebut, saat ini penggunaan asuransi jiwa kredit adalah wajib pada kredit khususnya kredit pemilikan rumah. Permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah apakah pertimbangan hukum Hakim telah sesuai dengan asas utmost good faith atau belum dan bagaimana proses penutupan asuransi jiwa kredit melalui Bank. Metode penelitian yang digunakan oleh Penulis dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang berbasis atau mengacu kepada kaidah-kaidah atau norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Salah satu norma hukum yang akan dikaji oleh Penulis adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 175/Pdt K/2018 tentang penolakan klaim asuransi jiwa kredit yang diajukan oleh Ahli waris debitur. Putusan tersebut memenangkan ahli waris debitur dan memerintahkan perusahaan asuransi untuk membayar klaim asuransi jiwa kredit yang diajukan oleh Ahli waris debitur. Dari analisa yang dilakukan pertimbangan hukum Hakim tidak sesuai dengan asas utmost good faith sebagai salah satu asas pada hukum asuransi yang mutlak.

One of the developments in the digital era is the increasing number of transactions in the economic field, one of which is banking transactions. Credit as a banking product has a big risk for the Bank if it is bad credit. Bad credit can be caused by various reasons, including the death of the debtor. The risk of debtor death can occur at any time so as to guarantee this risk, currently the use of credit life insurance is mandatory for loans, especially housing loans. This study attempts to analyze the problem whether judicial legal considerations are in accordance with the principle of utmost good faith or not and how the process of closing credit life insurance through the Bank. The research method used by the author in writing this thesis is normative juridical, namely legal research based on or referring to legal norms or norms contained in the laws and regulations. One of the legal norms that will be reviewed by the Author is the Decision of the Supreme Court Number 175 / Pdt K / 2018 concerning the rejection of credit life insurance claims submitted by the heirs of the debtor. The decision won the debtor's heir and ordered the insurance company to pay the credit life insurance claim submitted by the debtor's heir. From the analysis carried out legal considerations Judges are not in accordance with the principle of utmost good faith as one of the principles of absolute insurance law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53743
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khansa Gustriana Arif
"Kebutuhan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dalam kehidupan sehari-hari dirasakan semakin meningkat. Banyaknya pemberian kredit yang diberikan oleh kreditur kepada debitur haruslah diikuti dengan jaminan guna memberikan rasa aman atas pelunasan utang debitur. Penjaminan polis asuransi jiwa sebagai jaminan kredit sudah banyak dilakukan mengingat seiring berkembangnya jaman. Tujuan nasabah menjaminkan polis asuransi jiwa miliknya ada untuk mendapatkan pinjaman dari kreditur Bank. Pihak asuransi sebagai penanggung akan menanggung beban debitur untuk melunasi utangnya kepada bank apabila terjadi risiko sebagaimana yang telah di perjanjikan. Adapun rumusan masalahnya antara lain apakah debitur dapat mengajukan alasan tidak melakukan pembayaran ke bank apabila pihak asuransi tidak membayarkan claim, apakah kewajiban debitur gugur jika debitur meninggal dunia, apakah jenis jaminan dalam polis asuransi. Metode penelitian yang dilakukan ebrsifat deskriptif analitis. Alat pengumpulan data adalah data primer yaitu studi dokumen dan wawancara. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan melalui pendekatan yuridis normatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa debitur tidak dapat mengajukan alasan tidak melakukan pembayaran ke bank apabila pihak asuransi tidak membayarkan claim dalam hal debitur melanggar prinsip itikad baik utmost good faith. Kewajiban debitur tidaklah gugur melainkan beralih kepada ahli waris dalam hal debitur meninggal dunia dan menyisakan utang kepada bank. Jenis jaminan pada polis asuransi adalah jaminan kebendaan oleh karena piutang yang terdapat di dalam polis tersebut merupakan benda bergerak tidak berwujud. Disarankan agar calon tertanggung memberikan keterangan yang sejujur-jujurnya pada saat pengisian formulir asuransi agar penanggung mengetahui keadaan sebenarnya yang akan dipertanggungkan.

As the need of funds in the daily to move the wheels of economic growth is felt increased, the number of loans granted by the creditor to the debtor must be supported by a security in order to provide a safety transaction for the debtor. Life insurance policy as a loan collateral has been growing rapidly along with the times. The aim of such life insurance policy is to provide security to lender bank. The insurance company as the insurer will bear the burden of the debtor to pay the debt to the bank in the event of a risk covered under the insurance policy occur which causes death to the debtor. The issue are inter alia, first, whether the debtor can submit a reason to not make a payment to the bank if the insurance company does not pay the claim, second, whether the debtor's obligations shed if the debtor dies, third, what are the types of securities is the insurance policy. The methods of this research is analytical description. The primary method to collect the data is the study of documents and interviews. While the secondary data is collected through the study of literature and through normative juridical approach.
The research's result shows that first, the debtor can not file an excuse to not make payments to the bank if the insurance company does not pay the claim in case the debtor violates the principle of utmost good faith, second, he debtor's obligations are not shed but switched to the heirs in the event that the debtor died and there is still remaining debt to the bank and third, the type of security in the insurance policy is security rights guarantee of receivables contained in the policy is intangibles movable goods. It is recommended that a prospective insured has to provide information that is true when filling out an insurance form so that the insurance company can determine the actual circumstances of the subject matter of the insurance that will insure.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Alifyah Indriasto
"Secara praktik, tidak mustahil apabila seorang Agen Asuransi melakukan tindakan-tindakan terlarang demi mengejar komisi. Salah satu modus k ecurangan yang dilakukan oleh seorang Agen Asuransi demi mengejar komisi adalah dengan mengakali sebuah cara agar calon nasabah tidak menyatakan kondisi kesehatan yang sebenarnya ia miliki. Tindakan tersebut merupakan salah satu bentuk tindakan misrepresentasi yang dilakukan oleh seorang Agen Asuransi selaku bagian dari pihak penanggung Asuransi. Apabila seorang calon nasabah dinyatakan memiliki kondisi kesehatan yang sehat, maka proses persetujuan polis Asuransi yang akan dilakukan oleh perusahaan Asuransi selaku pihak penanggung juga akan lebih mudah. Semakin cepat permohonan pendaftaran Asuransi yang diajukan oleh calon nasabah, maka akan semakin cepat pula komisi yang akan diterima oleh Agen Asuransi yang melayaninya untuk cair. Seorang Agen Asuransi akan mendapatkan komisi pada saat pihak tertanggung Asuransi membayarkan preminya. Seperti halnya dalam kasus pada Putusan No. 60/Pdt.G/2019/PN Mtr, dimana PT AIA Financial selaku penanggung asuransi tidak menerima klaim asuransi yang diajukan oleh Ny. A selaku istri dari pemegang polis Alm. Tuan B. Setelah ditelusuri, diketahui bahwa pihak perusahaan asuransi tidak dapat menerima klaim asuransi dari Ny. A karena terdapat kecurangan yang dilakukan oleh agen asuransi yang saat itu melayani Alm. Tuan B. Dengan demikian, skripsi ini akan membahas mengenai Pertanggungjawaban Perusahaan Asuransi terhadap pihak tertanggung apabila penolakan klaim asuransi terjadi akibat kesalahan Agen Asuransi jiwa serta kesesuaian pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan tingkat pertama No. 60/Pdt.G/2019/PN Mtr terkait gugatan wanprestasi atas penolakan klaim asuransi dengan hukum perasuransian yang berlaku. penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hukum asuransi yang mengatur mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan penolakan klaim asuransi jiwa, serta pertanggung jawaban perusahaan Asuransi dalam hal Agen Asuransi melakukan kesalahan yang menyebabkan klaim Asuransi yang dilakukan oleh pihak tertanggung ditolak. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat memberikan informasi serta pemahaman yang terperinci mengenai hukum asuransi yang berkaitan dengan pelaksanaan usaha asuransi jiwa. Landasan teori utama yang digunakan dalam skripsi ini adalah prinsip itikad paling baik atau utmost good faith yang mewajibkan pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian Asuransi untuk memberikan itikad paling baik dalam memberikan informasi secara jelas dan yang berkaitan dengan objek Asuransi. Metode penelitian yang akan digunakan pada penulisan skripsi ini adalah dengan metode yuridis-normatif, yakni sebuah metode yang meneliti norma-norma hukum yang dijalankan dalam praktik dan kesesuaiannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

In practice, it is not impossible for an Insurance Agent to take prohibited actions in order to pursue commissions. This action is a form of misrepresentation committed by an Insurance Agent as part of the insurer. If a prospective customer is declared to have a healthy health condition, the insurance policy approval process that will be carried out by the insurance company as the insurer will also be easier. The faster the application for insurance registration submitted by prospective customers, the faster the commission that will be received by the Insurance Agent who serves it to be disbursed. An Insurance Agent will get a commission when the insured party pays the premium. As in the case in Decision No. 60/Pdt.G/2019/PN Mtr, where PT AIA Financial as the insurer did not accept the insurance claim submitted by Mrs. A as the wife of the policy holder of the late Mr. B. After being traced, it was found that the insurance company could not accept the insurance claim from Mrs. A because there was fraud committed by the insurance agent who was serving the late Mr. B. Thus, this thesis will discuss the liability of the insurance company to the insured party if the rejection of the insurance claim occurs due to the fault of the life insurance agent and the suitability of the consideration of the Panel of Judges in the first level decision No. 60/Pdt.G/2019/PN Mtr related to the lawsuit for default on the rejection of insurance claims with the applicable insurance law. This research aims to analyze insurance law which regulates the factors that can cause the rejection of life insurance claims, as well as the liability of insurance companies in the event that the insurance agent makes a mistake that causes the insurance claim made by the insured party to be rejected. The author hopes that this thesis can provide detailed information and understanding of insurance law relating to the implementation of life insurance business. The main theoretical basis used in this thesis is the principle of utmost good faith which requires the parties bound in the Insurance agreement to provide the best faith in providing clear information and relating to the object of Insurance. The research method that will be used in writing this thesis is the juridical-normative method, which is a method that examines legal norms that are carried out in practice and their suitability with applicable laws and regulations."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arnaz Adiguna Kuntadi
"Tulisan ini menganalisis mengenai kewenangan notaris dalam melakukan penyuluhan hukum atas surat penawaran kredit (offering letter), pembetulan akta, tanggung jawab notaris secara formil, keberlakuan asuransi jiwa yang klausanya tidak ada pada akta perjanjian kredit namun ada pada surat penawaran kredit (offering letter) dan perlindungan konsumen antara pelaku usaha yaitu Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dengan Debitur sebagai tertanggung dalam jasa asuransi jiwa. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Penyuluhan hukum terkait pembuatan akta merupakan kewenangan khusus yang dimiliki oleh notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf (e) Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), yang dalam hal ini dapat notaris lakukan dalam pembuatan akta perjanjian kredit dikarenakan dalam pembuatan akta perjanjian kredit seringkali didahului dengan surat penawaran kredit (offering letter) yang mana isinya tidak selalu sama dengan surat order yang Bank berikan kepada notaris untuk dituangkan ke dalam akta. Sehingga lebih baik mengentahui isi daripada surat penawaran kredit (offering letter) agar benar-benar sesuai dengan keinginan para pihak. Apabila ternyata akta yang dibuatnya tidak sesuai, maka notaris dapat melakukan pembetulan akta. Notaris juga bertanggung jawab secara formil atas akta yang dibuatnya. Kemudian perihal asuransi jiwa, ada atau tidak adanya klausa asuransi jiwa pada akta perjanjian kredit tidak menentukan keberlakuan asuransi jiwa, yang menentukan adalah dilakukannya pendaftaran sebagai peserta asuransi jiwa dan kelengkapan dokumen saat melakukan pendaftaran asuransi jiwa kepada perusahaan asuransi. Sedangkan dalam hal perlindungan konsumen, BPR sebagai pelaku usaha belum dapat memenuhi hak dan kewajibannya kepada konsumen, dikarenakan tidak memberikan apa yang sudah dijanjikannya kepada konsumen, yaitu pelunasan hutang akan meninggalnya debitur atau tertanggung, karena tidak berhasilnya mendaftarkan asuransi jiwa milik konsumen.

This paper analyzes the authority of notary in providing legal counseling on offering letters, the validity of life insurance clauses when not included in notarial credit agreement but included in offering letters, correction of notarial deed, formal responsibility of notary on creating deed and consumer protection, between Bank Perekonomian Rakyat (BPR), and Debtor as the insured of life insurance. This paper is prepared using doctrinal research methods. Legal counseling related to the preparation of deeds is a special authority held by notaries as regulated in Article 15 paragraph (2) letter (e) Regarding Notaty Profession which in this case can be carried out by notaries in the preparation of credit agreements because the preparation of credit agreements is often preceded by offering letters, which may not always contain the same content as the order letter that the bank provides to the notary to be included in the deed. Therefore it is better to know the content of the offering letter so that it can be matched with the intention of each party. But then if the notarial deed that is made is not as expected by the party, then notary have the authority to do correction for the notarial deed. Furthermore in regards to life insurance, the presence or absence of life insurance clauses in credit agreements does not determine the validity of life insurance; what determines it is the completeness of the documents when registering for life insurance with the insurance company. Regarding consumer protection, BPR as a business actor has not been able to fulfill its rights and obligations to consumers because it does not provide what it has promised to consumers, which is repayment of the debt due to the death of the debtor or insured, due to failure to register the consumer's life insurance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manihuruk, Eltisha Graciana
"Penulisan tesis ini didasari pada peningkatan belanja konsumen yang kemudian menggunakan pembiayaan kredit dari Bank atau suatu lembaga pembiayaan. Berkembangnya masa yang membuat juga berkembangnya syarat yang bisa melindunggi secara hukum pihak kreditur dan debitur. Bank membuat syarat agar perjanjian kredit nya bisa terlaksanakan, maka memberikan syarat khusus dalam perjanjian tersebut untuk debitur menjadi nasabah dalam suatu perusahaan asuransi. Bentuk dari asuransi tesebut yaitu asuransi jiwa kredit. Pada asuransi jiwa kredit, ada terdapat bank’s clause yang menyatakan bahwa pihak bank yang akan menerima manfaat dari debitur atau tertanggung ketika mengalami risiko yang dipertanggungkan yang menyebabkan kematian. Tujuan dari klaim yang akan diberikan tersebut sebagai pelunasan pembayaran sisa pertanggungan. Namun, pada kenyataannya banyak klaim yang diajukan oleh pihak tertanggung melalui ahli waris nya ditolak oleh pihak perusahaan asuransi sebagai penanggung. Alasannya karena selama proses underwrirting, tertanggung tidak bertikad baik sempurna. Melakukan pelanggaran dengan menyembunyikan keadaan kesehatan tertanggung serta tidak menyatakan yang sebenarnya mengenai riwayat yang sudah diderita oleh tertanggung. Maka dalam penulisan penelitian ini, penulis ingin menganalisa terkait batasan alasan penolakan klaim asuransi jiwa kredit karena pelanggaran utmost good faith. Menganalisa dari peraturan perundangan yang berlaku. Terdapat dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian dan POJK Nomor 69/POJK.05/2016 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah. Serta melakukan analisa melalui pertimbangan hukum oleh Majelis Hakim dalam suatu Putusan Nomor 1489/K/Pdt/2017.

The writing of this thesis is based on an increase in consumer spending which then uses credit financing from a bank or a financing institution. The development of the times has also led to the development of conditions that can legally protect the creditors and debtors. The bank makes conditions so that its credit agreement can be implemented, then provides special conditions in the agreement for the debtor to become a customer in an insurance company. The form of insurance is credit life insurance. In credit life insurance, there is a bank's clause which states that the bank will receive benefits from the debtor or insured when experiencing an insured risk that causes death. The purpose of the claim that will be given is to pay off the remaining coverage. However, in reality, many claims submitted by the insured through his heirs are rejected by the insurance company as the insurer. The reason is because during the underwrirting process, the insured is not in perfect good faith. Committing a violation by hiding the insured's health condition and not stating the truth about the history that has been suffered by the insured. So in writing this research, the author wants to analyze the limitations on the reasons for rejecting credit life insurance claims due to violations of utmost good faith. Analyzing from the applicable laws and regulations. Available in Law Number 40 of 2014 concerning Insurance and POJK Number 69 / POJK.05 / 2016 concerning the Implementation of Insurance Companies, Sharia Insurance Companies, Reinsurance Companies, and Sharia Reinsurance Companies. As well as analyzing through legal considerations by the Panel of Judges in a Decision Number 1489/K/Pdt/2017."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brilian Suci Dwiana
"Konsep perjanjian asuransi juga diterapkan di industri perbankan yaitu dalam penjaminan pengembalian kredit yang dikenal dengan perjanjian Asuransi Jiwa Kredit (AJK). Dalam praktiknya, penerapan asuransi pada pengembalian kredit masih menimbulkan permasalahan. Salah satunya terkait pelanggaran klausul “masa tunggu” di dalam perjanjian Asuransi Jiwa Kredit (AJK). Pelanggaran tersebut berakibat terhadap penolakan klaim yang menimbulkan perselisihan para pihak. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pengumpulan data melalui studi kepustakaan. Artikel ini menunjukan hasil bahwa di dalam perjanjian AJK terdapat hubungan tiga pihak yaitu perusahaan asuransi sebagai penanggung, ahli waris sebagai penerima manfaat, dan bank sebagai pemegang polis berdasarkan prinsip insurable interest. Selain itu, Pada Putusan Nomor 3079/K/PDT/2019, majelis hakim sama sekali tidak mempertimbangkan klausul “masa tunggu” yang telah tertera di dalam polis sebagai sesuatu yang mengikat para pihak

The concept of insurance agreements is also applied in the banking industry, namely in guaranteeing credit returns known as Credit Life Insurance (AJK) agreements. In practice, the application of insurance on credit returns still raises problems. One of them is related to the violation of the "waiting period" clause in the Credit Life Insurance (AJK) agreement. This violation results in the rejection of claims which causes disputes between the parties. This research uses normative juridical method with data collection through literature study. This article shows the results that in the AJK agreement there is a three-party relationship, namely the insurance company as the insurer, the heirs as beneficiaries, and the bank as the policyholder based on the principle of insurable interest. In addition, in Decision Number 3079/K/PDT/2019, the panel of judges did not consider the "waiting period" clause stated in the policy as something that binds the parties"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuda Meizar Pratama Sopandi
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan prinsip utmost good faith pada peraturan internal PT AXA Mandiri Financial Service Cabang Banjarmasin, yaitu Ketentuan Teknis Klaim Major dikarenakan penolakan klaim yang diajukan oleh ahli waris dari Alm. Rahmani, S.H., yaitu Risma Wardah dan Hanif Azhar pada polis Antara PT AXA Mandiri Financial Services dan Alm. Rahmani, S.H. didasarkan oleh ketentuan internal tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Ketentuan Teknis Klaim Major atau peraturan internal PT AXA Mandiri Financial Service Cabang Banjarmasin sebagai dasar penolakan klaim polis asuransi jiwa dalam Putusan No. 3/Pdt.G/2021/PN.Bjm dan Putusan No. 50/PDT/2021/PT BJM apakah sudah sesuai dan tepat menerapkan prinsip utmost good faith dan bagaimana Majelis Hakim menerapkan prinsip ini dalam pertimbangan hukumnya sehingga memperoleh amar putusan dalam Putusan No. 3/PDT.G/2021/PN.BJM dan Putusan No. 50/PDT/2021/PT BJM. Penelitian ini, menggunakan metode yuridis-normatif, dimana data penelitian sebagian besar berasal dari studi kepustakaan. berupa perundang-undangan, buku-buku, artikel-artikel, dan jurnal hukum untuk menjawab permasalahan yang timbul dari rumusan masalah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Ketentuan Teknis Klaim Major merupakan peraturan yang dibuat oleh PT AXA Mandiri Financial Service Cabang Banjarmasin dalam memproses klaim, dimana memiliki kedudukan sebagai acuan yang memberikan kewajiban kepada PT AXA Mandiri Financial Services Cabang Banjarmasin dalam mengumpulkan fakta-fakta material dan sebagai implementasi dari ketentuan yang terdapat dalam polis asuransi jiwa Alm. Rahmani, S.H. dengan PT AXA Mandiri Financial Services Cabang Banjarmasin. Kemudian, putusan Majelis Hakim pada Putusan No. 3/PDT.G/2021/PN.BJM dan Putusan No. 50/PDT/2021/PT BJM kurang cermat dan tidak menerapkan prinsip utmost good faith sebagaimana yang diatur dalam Pasal 251 KUHD, sehingga putusan yang dihasilkan sangat merugikan perusahaan asuransi yang telah sesuai dan mempunyai dasar untuk menolak klaim yang diajukan oleh pihak tertanggung.

This thesis discusses the application of the principle of utmost good faith in the internal regulations of PT AXA Mandiri Financial Service Banjarmasin Branch, namely the Major Claims Technical Provisions due to the rejection of claims filed by the heirs of the late Rahmani, S.H., namely Risma Wardah and Hanif Azhar on the policy between PT AXA Mandiri Financial Services and the late Rahmani, S.H. based on these internal provisions. This study aims to determine the Major Claims Technical Provisions or internal regulations of PT AXA Mandiri Financial Service Banjarmasin Branch as the basis for rejecting life insurance policy claims in Decision No. 3/PDt.G/2021/PN.Bjm and Decision No. 50/PDT/2021/PT BJM whether it is appropriate and appropriate to apply the principle of utmost good faith and how the Panel of Judges applies this principle in its legal considerations so as to obtain the verdicts in Decision No. 3/PDT.G/2021/PN.BJM and Decision No. 50/PDT/2021/PT BJM. This research, using the juridical-normative method, where the research data mostly comes from literature studies. in the form of legislation, books, articles, and law journals to answer problems arising from the formulation of the problem. The results of this study indicate that the Major Claims Technical Provisions are regulations made by PT AXA Mandiri Financial Services Banjarmasin Branch in processing claims, which have a position as a reference that gives an obligation to PT AXA Mandiri Financial Services Banjarmasin Branch in collecting material facts and as an implementation of the provisions contained in the life insurance policy of Alm. Rahmani, S.H. with PT AXA Mandiri Financial Services Banjarmasin Branch. Then, the decision of the Panel of Judges in Decision No. 3/PDT.G/2021/PN.BJM and Decision No. 50/PDT/2021/PT BJM is less careful and does not apply the principle of utmost good faith as stipulated in Article 251 of the KUHD, so that the resulting decision is very detrimental to the insurance company which is appropriate and has a basis for rejecting the claim submitted by the insured party."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Raissa
"

Asuransi jiwa kredit adalah lini usaha asuransi umum yang memberikan jaminan pemenuhan kewajiban finansial penerima kredit apabila penerima kredit tidak mampu memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian kredit. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis- normatif yang dilakukan berdasarkan studi kepustakaan dan undang-undang terkait. Dari penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan penelitian yang disebutkan diatas dapat disimpulkan bahwa, pada rumusan masalah pertama adalah berdasarkan prinsip insurable interest yang mendapat manfaat pembayaran dalam asuransi jiwa adalah kreditur dan debitur dan jika dilihat dari konsep dari asuransi, yang berhak menerima pembayarkan klaim adalah kreditur sebagai tertanggung. Kemudian pada rumusan masalah kedua, penerapan prinsip utmost good faith tidak dilakukan dengan baik oleh tertanggung sehingga mengakibatkan penolakan klaim dari penanggung. Sedangkan pada rumusan masalah ketiga, Majelis Hakim dalam pertimbangan hukum atas putusan 438/PDT.G/2014/PN.JKT.SEL tidak mempertimbangkan pelanggaran tertanggung terhadap prinsip utmost good faith (itikad palling baik) yang diatur dalam Pasal 251 KUHD sebagai salah satu prinsip atau asas penting dalam hukum perjanjian asuransi.

 

Kata kunci : Asuransi, Asuransi Jiwa Kredit, Prinsip Utmost Good Faith.


Credit life insurance is a general insurance business line that guarantees the fulfillment of financial obligations of credit recipients if the credit recipient is unable to meet their obligations in accordance with the credit agreement. This thesis discusses the arrangements for settling credit life insurance claims in terms of the principle of utmost good faith through case study decision no. 438/PDT/ 2014/PN.JKT.SEL. This research is a juridical-normative research conducted based on literature study and related laws. From the research that has been done using the research mentioned above, it can be concluded for the first research question, based on the principle of insurable interest, the spouse of the insured has the right for the claim payment arising from her marriage contract with the insured; the bank as the creditor has the right to receive claim payment arising from the loan (credit) agreement with the insured. For the second reserach question,the principle of utmost good faith was not applied well by the insured, resulting in rejection of claims by the insuer. For the third research question, the Panel of Judges in legal consideration of the decision 438/PDT.G/2014/PN.JKT.SEL did not consider violations of the insured against the principle of utmost good faith  regulated in Article 251 KUHD as one of the principles in the insurance contract law.

 

Keywords: Credit Life Insurance; Insurance; Utmost Good Faith,

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>