Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161938 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syarifah Nafrah Albar
"Zaman yang semakin modern membuat kehidupan perempuan semakin kompleks yang membuat peran seorang perempuan bertambah. Selain menjadi ibu rumah tangga, wanita juga memiliki peran yang lain menjadi wanita yang berkarir atau ibu yang bekerja. Adanya dampak negatif ibu bekerja yang paling utama, yaitu stress. Peningkatan stress yang terjadi dapat melakukan perubahan- perubahan yang salah satunya perubahan terhadap perilaku makan yang menjadi buruk. Perilaku makan yang buruk tersebut yang dimana salah satunya adalah emotional eating. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat stres dengan emotional eating pada ibu yang bekerja di DKI Jakarta. Desain penelitian analitik kuantitatif. Sampel penelitian 108 responden, dengan teknik simple random sampling. Instrumen yang digunakan Perceived Stress Scale dan Dutch Eating Behavior Questionnaire. Dilakukan uji korealasi antara dua variabel dan menunjukkan hasil p=0.064 (p>0.05) yang artinya tidak ada hubungan antara tingkat stres dengan emotional eating pada ibu yang bekerja di DKI Jakarta. Penelitian ini menyarankan dilakukan promosi kesehatan oleh pihak layanan konsultasi keperawatan pada tempat kerja.

The increasingly modern era makes women's lives more complex which makes the role of a woman increase. Apart from being housewives, women also have other roles to play as career women or working mothers. The main negative impact of working mothers is stress. Increased stress that occurs can make changes, one of which is a change in eating behavior that is getting worse. This bad eating behavior, one of which is emotional eating. This study aims to determine the relationship between stress levels and emotional eating among working mothers in DKI Jakarta. Quantitative analytical research design. The research sample is 108 respondents, using simple random sampling technique. The instruments used were the Perceived Stress Scale and the Dutch Eating Behavior Questionnaire. A correlation test was carried out between the two variables and the results showed p=0.064 (p>0.05), which means that there is no relationship between stress levels and emotional eating among working mothers in DKI Jakarta. This study suggests health promotion by nursing consulting services in the workplace."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septia Eka Ilhami
"Dukungan sosial dan regulasi emosi dapat mencegah terjadinya stres pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi dan dukungan sosial dengan stres akademik pada kelompok usia remaja. Penelitian dilakukan menggunakan desain korelasi dengan metode kuantitatif. Sampel pada penelitian ini adalah remaja sebanyak 441 orang. Instrumen yang digunakan adalah Emotion Regulation Questionnaire-Children and Adolescent (ERQ-CA), Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS), dan Educational Stress Scale for Adolescents (ESSA). Hasil penelitian yang dianalisis dengan uji chi quare menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara regulasi emosi dengan stres akademik (p value=0,001; α=0,05) dan ada hubungan antara dukungan sosial dengan stres akademik (p value=0,002; α=0,05). Diharapkan remaja dapat meningkatkan regulasi emosi dan memperbaiki hubungan sosialnya dengan orang lain, orang tua diharapkan mampu memberikan perhatian lebih pada remaja, dan penelitian selanjutnya diharapkan meneliti tentang pengaruh teman sebaya terhadap stres akademik remaja.

Social support and emotional regulation can prevent stress in adolescents.This study aims to determine the relationship between emotional regulation and social support and academic stress in the adolescent age group. The research was conducted using a correlation design with quantitative methods. The sample in this study was 441 teenagers. The instruments used were the Emotion Regulation Questionnaire-Children and Adolescent (ERQ-CA), the Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS), and the Educational Stress Scale for Adolescents (ESSA). The research results analyzed using the chi square test showed that there was a significant relationship between emotional regulation and academic stress (p value=0.001; α=0.05) and there was a relationship between social support and academic stress (p value=0.002; α=0, 05). It is hoped that teenagers can improve emotional regulation and improve their social relationships with other people, parents are expected to be able to pay more attention to teenagers, and future research is expected to examine the influence of peers on teenagers' academic stress."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunnisa
"Pendidikan jenjang profesi dibutuhkan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang benar untuk menjadi perawat yang profesional. Namun ditemukan banyak faktor yang dapat memicu stres selama proses pembelajaran praktik klinik, karena mahasiswa dituntut untuk dapat memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan akuntabel. Spiritualitas sebagai salah satu sumber koping yang memiliki aspek makna dan tujuan hidup serta keyakinan spiritual yang dikemukakan mampu mengurangi stres. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat spiritualitas dengan tingkat stres mahasiswa reguler program profesi ners FIK UI tahun akademik 2018/2019. Desain penelitian ini menggunakan deskriptif korelatif dan pendekatan secara cross-sectional, Penelitian ini memiliki 99 responden mahasiswa reguler program profesi ners FIK UI dengan menggunakan metode total sampling. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini berupa Spirituality Attitude and Involvement List (SAIL) dan Perceived Stress Scale (PSS). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat spiritualitas dan tingkat stres dengan arah korelasi negatif dan memiliki kekuatan sedang (p = 0,031; α = 0,05). Penelitian ini merekomendasikan agar mahasiswa keperawatan dapat meningkatkan spiritualitasnya dengan menjalin hubungan baik dengan orang lain, lingkungan sekitar, dan dengan Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi.

Professional level education is needed to improve the knowledge, skills and attitudes to become professional nurses. However, there are many factors that can overcome stress during the clinical practice learning process, because students are required to be able to provide nursing care directly and accountably. Spirituality as a source of coping that has aspects of the meaning and purpose of life and the beliefs expressed can help deal with stress. This study aims to determine the relationship between the level of spirituality and the stress level of regular student profession programs FIK UI academic year 2018/2019. The design of this study used a descriptive correlative and cross-sectional design. This study had 99 respondents of regular student profession programs FIK UI using the total sampling method. The questionnaires used in this study included a List of Attitudes and Engagement Spirituality (SAIL) and Perception Stress Scale (PSS). The results of this study indicate the relationship between spirituality level and stress level with negative direction and have moderate strength (p = 0.031; α = 0.05). This research increases so that nursing students can improve their spirituality by establishing good relations with other people, the environment, and with God or a higher power."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adzani Indah Utami
"Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa. Selama masa remaja, berbagai permasalahan selama masa transisi dapat menyebabkan stres. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi prevalensi stres pada remaja di SMP Negeri X Jakarta Pusat. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif dengan desain cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah peserta didik SMP Negeri X Jakarta Pusat yang berjumlah 132 responden dengan rentang usia 12-16 tahun yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur tingkat stres remaja pada penelitian ini adalah Perceived Stress Scale-10 (PSS-10) yang dikembangkan oleh Cohen pada 1988. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden berusia 14 tahun, berjenis kelamin laki-laki (50,8%), jenjang pendidikan kelas 7 (50,8%), mengikuti 1-2 jenis ekstrakurikuler (51,5%), dan tinggal serumah dengan orang tua (97,7%). Hasil penelitian ini mengidentifikasi bahwa sebagian besar remaja mengalami stres sedang, dengan prevalensi stres adalah 75% (99) remaja stres sedang, 24.2% (32) remaja stres berat, dan 0.8% (1) remaja stres ringan.

Adolescence is a transition period from childhood to adulthood. In adolescence, many problems during transitions can cause them to become stressed. The aims of this study is to identify the prevalence of stress levels among adolescents in SMP Negeri X Jakarta. This research is quantitative study with descriptive methods with a cross sectional design. The sample in this study were students of SMP Negeri X Jakarta, the sample as many as 132 respondents with an age range of 12-16 years old who were selected by purposive sampling method. The instrument used to measure adolescent stress levels in this study was the Perceived Stress Scale-10 (PSS-10) which was developed by Cohen in 1988. The research result shows that average age of the respondents in this study was 14 years old, the majority of respondents were male (50,8%), education levels was 7th grade (50,8%), participated in 1-2 extracurriculars (51.5%), and lived with parents (97,7%). The analysis results of this study shows that most of the adolescents experienced moderate stress, with the prevalence of stress are 75% (99) moderate stress, 24.2% (32) severe stress, and 0.8% (1) mild stress."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veva Mutiarasari Antriska
"Remaja mengalami berbagai perubahan perkembangan yang pesat. Hal ini membuat remaja rentan mengalami masalah kesehatan akibat berbagai stressor yang dihadapi, salah satunya stres akademik. Kelekatan remaja dengan teman sebaya yang baik dapat mendorong remaja untuk terbuka satu sama lain sehingga dapat mengkomunikasikan permasalahan yang dialami satu sama lain. Tujuan penelitian untuk mengetahui adanya hubungan kelekatan teman sebaya dengan stres akademik pada remaja SMA. Penelitian menggunakan desain deskriptif analisis dengan pendekatan cross-sectional pada 208 siswa SMA kelas 12 dipilih dengan teknik convenience sampling. Kelekatan teman sebaya diidentifikasi menggunakan instrumen Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA) bagian peer version dan stres akademik menggunakan instrumen Education Stres Scale for Adolescence (ESSA). Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan kelekatan teman sebaya dengan stres akademik pada remaja SMA (p < 0.001). Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengaitkan dengan faktor lain yang memengaruhi kelekatan teman sebaya dan/atau stres akademik pada remaja.

The developments in adolescence change rapidly. It makes adolescents vulnerable to health problems due to various stressors, one of them is academic stress. The good peer attachment of adolescents can encourage adolescents to be overt with each other so they can communicate their problems experienced to each other. This study is aimed to determine the relationship between peer attachment and academic stress in high school adolescents. This study was using a descriptive analysis with a cross-sectional design with 208 high school students grade 12th selected by convenience sampling technique. Peer attachments were identified using the Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA) peer version instrument and academic stress using the Education Stress Scale for Adolescence (ESSA) instrument. The results showed that there was a significant relationship between peer attachment and academic stress in high school adolescents (p <0.001). This study recommends that further research can be linking with other factors that affect peer attachment and/or academic stress in adolescents."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Alifta Nurul Rezky Chairany
"Stres yang dialami seorang mahasiswa dapat berasal dari stresor eksternal dan internal seperti tuntutan akademik, dan tidak tercapainya salah satu tugas perkembangan dengan baik. Stresor akan bertambah ketitka mahasiswa memutuskan untuk berpartisipasi dalam kegiatan organisasi di kampus, karena tanggung jawab dan tuntutan yang diemban oleh mahasiswa bertambah. Bertambahnya tuntutan dan tanggung jawab yang diemban dapat membuat peningkatan stres. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat stres yang terjadi pada mahasiswa FIK UI yang aktif berorganisasi. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional pada 163 mahasiswa FIK UI yang tergabung dalam organisasi BPM, BEM, dan FPPI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 53,4% mahasiswa memiliki tingkat keaktifan berorganisasi yang rendah dan 46,6% mahasiswa memiliki tingkat keaktifan berorganisasi yang tinggi. Selain itu ditemukan bahwa sebanyak 9,2% mahasiswa berada pada tingkat stres yang ringan, 83,4% mahasiswa berada pada tingkat stres sedang, dan 7,4% mahasiswa berada pada tingkat stres yang berat. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam menyusun strategi koping dalam mengelola stres yang dialami oleh mahasiswa yang aktif berorganisasi.

The stress that students receive can come from external and internal stressors such as academic approval, and not achieving one of the development tasks properly. Stressors will increase when students are determined to be approved in organizational activities on campus, because their responsibilities and responsibilities are carried out by students. Increased responsibilities and responsibilities that can increase stress. The study was conducted with the aim to determine the description of stress levels that occur in students of the Faculty of Nursing, University of Indonesia who are active in organizations. The research design used was descriptive with a cross sectional study on 163 students in the Faculty of Nursing, University of Indonesia who are members of the BPM, BEM, and FPPI organizations. The results showed that as many as 53.4% ​​of students had a low level of organizational activity and 46.6% of students had a high level of organizational activity. Besides that it was found that 9.2% of students were at a mild stress level, 83.4% of students were at moderate stress levels, and 7.4% of students were at a severe stress level. The results of this study can be made as a reference in developing coping strategies in managing stress carried out by students who are actively organizing."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Ratna Sudewi
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan metodologi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi stresor kerja dengan hipertensi, dengan mempertimbangkan faktor faktor risiko lain (umur, genetik kolesierol, obesitas,rokok dll). Untuk itu, telah dilakukan satu penelitian kros-seksional pada 156 orang pejabat laki-laki eselon I,II,lll di satu instansi pemerintah di Jakarta yang telah diseleksi dengan kriteria inklusi. Untuk mengukur persepsi stresor kerja (yaitu ketaksaan peran, konflik peran, beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif, pengembangan karir, tanggung jawab terhadap orang lain) digunakan instrumen Diagnosis Sires. Sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang juga berhubungan dengan hipertensi digunakan satu kuesioner lain. Tekanan darah diukur dengan satu afar sfigmomanometer standar dan berat badan diukur dengan satu timbangan berat badan. Selain itu juga digunakan data pemeriksaan medis tahun 1999 untuk mengetahui kondisi kesehatan subyek yang diteliti dan hasil laboratorium seperti kadar kolesterol darah total, kadar gula darah.
Diagnosis hipertensi ditetapkan berdasarkan hipertensi sistolik menurut kriteria WHO, ISH 1993, JNCV-1992 dan sedang dalam pengobatan dengan obat anti hipertensi. Data yang terkumpul dianalisis dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat secara uji kai kuadrat dan regresi logistik, dengan menggunakan program SPSS.
Hasil dan Kesimpulan
Didapatkan prevalensi hipertensi 32.69% (lebih tinggi dibandingkan populasi umum). Tidak satupun di antara keenam persepsi stresor kerja mempunyai hubungan bermakna dengan hipertensi. Demikian juga untuk persepsi stresor kerja gabungan pada individu. Meskipun prevalensi derajat sedang paling banyak ditemukan pada populasi ini (67.95%), tetapi tidak ditemukan hubungan yang bermakna dengan hipertensi.
Sedangkan di antara faktor faktor risiko lain, hanya umur (OR = 2.06, 95%CI: 101 ; 4.18), lama kerja pada jabatan terakhir (OR = 0.48, 95%CL? 0.23 ; 0.99) dan minum kopi (OR = 0.45, 95%CI: 0.22 ; 0.93), yang mempunyai hubungan bermakna dengan hipertensi (p < 0.05). Secara umum penelitian ini menunjukkan bahwa tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara persepsi stresor kerja dengan hipertensi. Di antara faktor faktor risiko lain, faktor umur yang semakin tua mempunyai hubungan positif dengan risiko hipertensi, sedangkan faktor lama kerja yang lebih sedikit pada jabatan terakhir dan minum kopi mempunyai hubungan negatif, yaitu menurunkan risiko hipertensi.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menyertakan faktor faktor risiko lain yang berhubungan dengan hipertensi.

ABSTRACT
Analysis on the Relationship between Work Stressors Perception and Hypertension among the I, II, III Level of Echelon Male Officials of A Government Office in Jakarta, 1999Scope and Methodology
The objectives of this study are to know the relationship between work stressors perception and hypertension together with other risk factors of hypertension.: A cross-sectional study has been done on 156 subjects among the 1,11,111 level of echelon male officials of a government office in Jakarta who were selected by inclusion criteria. The instrument of Stress Diagnostic questionnaire was used to measure work stressors perception (i.e. role ambiguity, role conflict, over work load quantitative, over work load qualitative, career development, personal responsibility) and other questionnaires which include risk factors of hypertension and a standard of sphygmomanometer for measuring blood pressures and a bathroom scales for measuring weight. This study also used data of medical check--up in 1999 for knowing subjects health status and laboratory results like total blood cholesterol level and blood glucose level which indicate factors of hypertension risk Diagnosis of hypertension was conducted based on systolic hypertension that has been defined by WHO, ISH 1993, JNC V-1992 and/or on anti hypertensive treatment. Collected data was then analyzed by applying univariate, bivariate and multivariate analysis like chi-square and logistic regression by using SPSS.
Results and Conclusion
It is obtained that the prevalence of hypertension is 32.69% (higher compared to most people). There are no significant relationships between the six work stressors perception and hypertension. As for those relationships the prevalence of individual combined work stressors perception which presents dominant moderate degree (67.95%), has no significant relationships with hypertension. Whereas among other risk factors, only age (OR = 2.06, 95%CI: 101; 4.18), work duration at last position (OR = 0.48, 95%Cl.- 0.23 ; 0.99) and coffee intake (OR = 0.45, 95%C::: 0.22 ; 0.93) indicate significant relationships with hypertension (p < 0.05). Generally the study shows that there are no significant relationships between work stressors perception and hypertension risk Among other risk factors, eider factor was positively related to hypertension risk, whereas shorter work duration factor and coffee consumption factor were negatively related to hypertension risk, meaning that both of them decreased hypertension risk
A further research will have to be conducted by including the other hypertension risk factors.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
James Marcus Wiguna Wahjudi
"
ABSTRAK
Empati adalah kemampuan yang perlu dimiliki seorang dokter untuk dapat memberikan pelayanan yang berpusat pada pasien dengan baik. Mahasiswa kedokteran diharapkan untuk dapat mempelajari empati kedokteran dalam masa pendidikannya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah tingkat empati pada mahasiswa kedokteran dipengaruhi oleh tingkat stres. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat tingkat stres dan empati pada berbagai tingkat pendidikan. Desain penelitian ini adalah potong lintang. Kuesioner Perceived Stress Scale-10 digunakan untuk mengukur tingkat stres sementara kuesioner Jefferson Scale of Physician Empathy digunakan untuk mengukur tingkat empati. Keduanya telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan divalidasi, kemudian disebarkan kepada 504 mahasiswa program studi pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tingkat stres pada mahasiswa kedokteran mencapai tingkat tertinggi pada tahun pertama dan terus turun di tahun berikutnya. Perbedaan tingkat stres yang signifikan ditemukan antara mahasiswa preklinik tahun 1 hingga 3 dengan mahasiswa tahun akhir profesi tahun kedua . Rerata tingkat empati meningkat pada 3 tahun pertama, lalu turun secara signifikan pada profesi tahun pertama p=0,001 dengan uji mann-whitney dan kembali meningkat pada profesi tahun kedua p=0,014 dengan uji mann-whitney . Akan tetapi, tidak ditemukan korelasi antara tingkat pendidikan dengan tingkat empati r= 0,008 dan p=0,861 dengan uji spearman . Tidak ditemukan korelasi pula antara tingkat stres dengan tingkat empati r=-0,031 dan p=0,246 dengan uji spearman . Penelitian ini menunjukkan kemungkinan terdapat banyak faktor lain yang mempengaruhi pola penurunan tingkat empati pada saat memasuki tahap profesi. Penelitian lebih lanjut untuk meneliti variabel lain diperlukan untuk menentukan faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat empati mahasiswa kedokteran.

ABSTRAK
Empathy has been known as critical ability for medical doctors to be able to conduct good patient centered care. Medical students are expected to learn this in the medical school. This study is conducted to identify whether medical students rsquo empathy level is affected by their stress level. Also, this study aims to examine the empathy and stress level of medical students across education years. The study design is cross sectional. The translated version of Perceived Stress Scale 10 Questionnaire is used to measure stress level while Jefferson Scale of Physician Empathy Questionnaire is used to measure empathy level. The questionnaires were validated and administered to a total of 504 students of the undergraduate medical education program in Faculty of Medicine Universitas Indonesia. We found that stress level among medical students peaks on the first year and continues to decline over years. Significant stress level difference are found between preclinical year students year 1 to 3 compared to final year students second clinical year . Empathy level increases over the first 3 years, then declines significantly upon entering first clinical year p 0,001 and increases again the next year p 0,014 . However, no correlation was found between the ldquo education year rdquo variable and ldquo empathy level rdquo variable r 0,008 and p 0,861 on spearman test . Also, no correlation was found between ldquo stress level rdquo and ldquo empathy level rdquo variable r 0,031 and p 0,246 on spearman test . This finding suggests that there may be other underlying factors that contributes to empathy decline in medical students upon entering clinical year. Further research exploring other variables should be conducted to identify those factors."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meita Andaru G. S.
"Dunia saat ini sedang menghadapi epidemi HIV/AIDS yang sangat besar jumlahnya. Di Indonesia sendiri, hingga September 2005, terdapat 4065 kasus HIV dan 4186 kasus AIDS yang dilaporkan. Data tersebut masih terrnasuk fenomaena gunung es, karena masih banyak kasus HIV/AIDS yang tidak terlaporkan/tercatat. Dilihat dari penggolongan usia penderita, maka dari sejumlah kasus di atas, 3739 kasus berada pada kelompok usia dewasa muda, yaitu 20-29 tahun. Dalam kehidupannya, penderita HIV/AIDS (Odha) harus berhadapan dengan masalah yang secara umum digolongkan menjadi tiga, yaitu: (1) menghadapi reaksi individu lain, terutama masyarakat umum sehubungan dengan stigma dan diskriminasi yang berlaku terhadap sindrom HIV/AIDS yang diderita, (2) menghadapi kemungkinan akan datangnya kematian lebih cepat, serta (3) Odha harus terus menjaga kondisi kesehatan diri mereka, baik secara fisik maupun emosional.
Masalah yang dihadapi oleh Odha tersebut merupakan stres tambahan bagi mereka, sebab dalam kehidupan sehari-hari setiap individu sudah memiliki sires yang bersumber dari dalam diri mereka sendiri, dari keluarga, dan dari lingkungan/masyarakat. Oleh sebab itu, adanya tuntutan yang bersifat internal dan eksternal tersebut membuat Odha melakukan penyesuaian dalam mengatasi stresnya. Dengan kata lain, mereka melakukan coping stress, yaitu suatu usaha yang dapat dialkukan individu dalam menghadapi situasi yang menekan dalam hidupnya. Proses coping ini temyata dipengaruhi oleh faktor internal (bersumber dari dalam diri individu) dan ekternal (bersumber dari luar diri individu). Dengan asumsi bahwa faktor internal dan eksternal akan mengalami peningkatan sejak partisipan penelitian dinyatakan terinfeksi HIV/AIDS, dalam penelitian ini faktor internal yang diteliti adalah orientasi religiusitas dan health focus of control, dan faktor eksternal berupa dukungan sosial serta sumber daya nyata yang dimiliki oleh Odha partisipan.
Partisipan dalam penelitian ini berjumlah lima prang dewasa muda, dua di antaranya adalah wanita. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus. Dan penelitian didapatkan hasil yang menyatakan bahwa stressor yang paling dominan pada Odha adalah yang bersumber dari dalam diri mereka sendiri, antara lain diagnosis yang menyatakan bahwa partisipan terinfeksi HIV/AIDS. Walaupun kelima partisipan menggunakan kedua jenis strategi coping stress, namun partisipan laid-laid dalam penelitian ini cenderung untuk menggunakan strategi coping yang berpusat pada emosi (emotion focused coping), sementara partisipan perempuan cenderung menggunakan strategi coping yang berpusat pada masalah (problem focused coping). Faktor internal dan eksternal memiliki peranan dalam pemilihan strategi coping pada setiap partisipan. Ketika masalah yang dihadapi tidak terselesaikan sesuai dengan keinginan dan harapan masing-masing partisipan, mereka akan berusaha mencari penyelesaian dengan cara yang lain, yaitu mengubah strategi pola coping yang digunakan. Hal ini terus berlanjut sampai masalah yang dihadapi oleh masing-masing partisipan dapat terselesaikan.
Terdapat perbedaan dalam pemilihan strategi coping stress yang dikembangkan oleh Odha perempuan dan Odha laid-laki sebagai partisipan dalam penelitian ini. Oleh sebab itu, saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan penelitian dengan studi perbandingan antara Odha perempuan dan Odha laki-laki."
2006
T18117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Sari Putri
"Remaja merupakan populasi yang berisiko mengalami berbagai permasalahan kesehatan, salah satunya gejala dispepsia fungsional. Stres menjadi salah satu penyebab munculnya permasalahan kesehatan pada remaja seiring perubahan dalam perkembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara stres dan gejala dispepsia fungsional pada remaja SMA. Desain penelitian ini yaitu cross-sectional dengan 360 responden dipilih melalui metode purposive sampling dan stratified-cluster sampling dari SMA di Kota Bekasi. Instrumen penelitian ini yaitu the shortened version of the adolescent stress questionnaire dengan hasil r = 0.378-0.658 untuk uji validitasnya dan nilai cronbachs alpha sebesar 0.916 untuk reliabilitasnya, serta dyspepsia symptom severity index dengan hasil r = 0.368-0.750 untuk uji validitasnya dan nilai cronbachs alpha sebesar 0.931 untuk reliabilitasnya. Hasil penelitian menggunakan uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara stres dan gejala dispepsia fungsional pada remaja (p=0.0001), dengan hubungan yang positif (searah) dan kuat (r = 0.588). Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi stres maka semakin tinggi gejala dispepsia fungsional pada remaja SMA. Pelaksanaan pendidikan keterampilan hidup sehat dan pelayanan kesehatan mental berbasis sekolah diperlukan sebagai upaya untuk mengurangi stres pada remaja. Selain itu, diperlukan upaya kesehatan sekolah terkait nutrisi pada remaja.

The population of adolescent is at risk of experiencing various health problems, one of the problems is the functional dyspepsia symptom. One of the causes of this health problem is stress, which changes in their development. The research aims to identify the relationship between stress and functional dyspepsia symptoms in high school adolescents. The research design used is cross-sectional with 360 respondents selected through purposive sampling method and stratified-cluster sampling taken from A High School in Bekasi City. The research instruments used were the shortened version of the adolescent stress questionnaire with validity test values of 0.378-0.658 and Cronbachs alpha values of 0.916 for reliability, with dyspepsia severity index symptoms with validity test values of 0.368-0.750 and Cronbachs alpha value is 0.931 for reliability. The results of the study were analyzed using the Spearman correlation test showed that there was a significant relationship between stress and functional dyspepsia symptoms in adolescents (p value = 0.0001), with a positive (direct) and strong relationship (r = 0.588). Based on the results of the study, it can be concluded that the higher the stress, the higher the symptoms of functional dyspepsia in high school adolescents. The implementation of healthy life skills education and school-based mental health services are needed as an effort to reduce stress in adolescents. In addition, a school health program related to nutrition is needed in adolescents.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>