Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104813 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dias Nurmalasari
"Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) menjadi semakin kompleks dan rumit dengan menggunakan modus yang beragam dan bervariatif. Sesuai dengan Laporan Akuntabilitas Kinerja KPK pada tahun 2021, Kinerja penanganan TPPU hanya sebesar 40% dari target kinerja yang ditetapkan. Penelitian ini menganalisis penyebab utama kinerja KPK yang belum optimal, dan memberikan rekomendasi agar kinerja lebih optimal dalam menangani perkara TPPU. Peneliti menggunakan tinjauan literatur dan analisis studi kasus dengan pendekatan kualitatif melalui observasi secara langsung sumber internal, analisis dokumen, dan wawancara dengan pihak terkait serta menggunakan teknik analisis data model interaktif. Penelitian ini menganalisis kinerja organisasi KPK dalam menangani perkara TPPU. Berdasarkan hasil penelitian, Peneliti menemukan belum adanya kebijakan secara khusus mengenai penanganan perkara TPPU dan adanya variasi fraud yang digunakan oleh para pelaku tindak pidana yang semakin kompleks. Dengan demikian, untuk mengoptimalkan penanganan TPPU, KPK dapat membuat kebijakan khusus penanganan TPPU dan meningkatkan kapabilitas serta kemampuan seluruh pihak di KPK mendukung penanganan perkara TPPU.

Money laundering (ML) is a crime that becomes increasingly complex as it uses different and varied methods. Only 40% of the established performance target has been met, according to the KPK's Performance Accountability Report for 2021, in terms of handling money laundering offenses. This article examines the primary reasons for the KPK's low performance and offers suggestions for managing ML cases more effectively. Through direct observation of internal sources, document analysis, related party interviews, and interactive model data analysis methodologies, researchers conducted a literature review and case study analysis with a qualitative approach. This study evaluates the KPK organization's performance in managing ML cases. Based on the research's findings, the researcher concluded that there was no established process for handling ML cases and that fraud was a common tactic utilized by those who committed increasingly sophisticated crimes. As a result, the KPK can create specific policies for managing ML and enhance the skills and capacities of all KPK members to support the treatment of ML situations in order to optimize the handling of ML."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haliem Suharso
"Penerapan kebijakan penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah diterapkan sejak tahun 2012, yang kemudian dilanjutkan pada KPK periode 2015-2019 yang dipimpin oleh Agus Rahardjo. Penanganan TPPU pada periode tersebut terlihat meningkat dari KPK periode sebelumnya, dengan jumlah penanganan perkara sebanyak 21 perkara TPPU. Namun perkara TPPU yang hanya sebanyak 21 perkara tersebut menjadi kritikan dari para ahli dan masyarakat sipil yang menyebutkan bahwa KPK tidak maksimal menangani TPPU dengan hanya melaksanakan 4 persen dari 542 perkara korupsi yang ditangani pada 2016- 2019, oleh sebab itu penulis mencoba untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan penanganan TPPU pada KPK serta mengetahui apa sajakah faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan, melalui pendekatan Normalization Process Theory atau NPT (May&Finch, 2009), yang menekankan pada analisis mengenai pemahaman penentu kebijakan tentang sebuah kebijakan (coherence), siapa yang melaksanakan kebijakan dan bagaimana keterlibatan mereka (cognitive participation) bagaimana kebijakan tersebut dilaksanakan (collective action) dan juga bagaimana kebijakan dipahami setelahny (reflexive monitoring). Penelitian ini juga ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan penanganan TPPU, dengan pendekatan 7C Protocol (Cloete et al, 2018). Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan paradigma post-positivism, pengumpulan data melalui wawancara dan studi kepustakaan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kebijakan penanganan TPPU pada KPK telah berjalan optimal, hal tersebut terlihat pada dimensi coherence, terlihat penentu kebijakan sudah memahami tentang hal pembeda mengenai penanganan TPPU dari kebijakan Pimpinan KPK sebelumnya, dan juga memahami tentang manfaat dari pelaksanaan TPPU bagi KPK, yaitu untuk memaksimalkan pemulihan aset. Pada dimensi cognitive participation, menunjukkan bahwa petugas pelaksana terutama Penyidik memang dengan kesadarannya memutuskan terlibat dalam kebijakan dan mereka juga menyadari tentang pentingnya penanganan TPPU bagi kegiatan Penyidikan mereka. Selain itu pada dimensi collective action, juga menunjukkan bahwa para pelaksana telah terjalin kepercayaan dalam melaksanakan tugas yang ditunjang pula dengan adanya usaha pembagian pekerjaan yang tepat. Pelaksanaan kebijakan masih ada catatan dalam hal kurang adanya forum yang dilembagakan untuk memantau dan menilai kelanjutan proses dan dampak penanganan TPPU tersebut. Hal tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, commitment lembaga terhadap penanganan TPPU, communication penyampaian tentang urgensi pelaksanaan TPPU dan juga kurang jelasnya content kebijakan tentang TPPU, sehingga penelitian ini menyarankan perbaikan dalam hal komunikasi, komitmen lembaga dan kejelasan kriteria untuk penanganan TPPU oleh KPK.

The implementation of the policy for handling the Crime of Money Laundering (ML) at the Corruption Eradication Commission (KPK) has been implemented since 2012, which was then continued at the 2015-2019 KPK period led by Agus Rahardjo. The handling of money laundering offenses during this period seemed to have increased from the previous period's Corruption Eradication Commission, with a total of 21 cases of money laundering offenses. However, there are only 21 ML cases that have been criticized by experts and civil society who say that the KPK is not optimal in handling money laundering offenses by only carrying out 4 percent of the 542 corruption cases handled in 2016-2019, therefore the author tries to find out how the implementation Policies for handling money laundering offenses at the KPK and knowing what factors influence policy implementation, through the Normalization Process Theory approach (May & Finch, 2009), which emphasizes the analysis of policy makers' understanding of a policy (coherence), who implements the policy and how they are involved (cognitive participation) how the policy is implemented (collective action) and also how the policy is understood afterwards (reflexive monitoring). This research is also intended to determine the factors that influence the implementation of policies for handling money laundering offenses, using the 7C Protocol approach (Cloete et al, 2018). This study uses a qualitative research approach and a post-positivism paradigm, collecting data through interviews and literature studies, it can be concluded that the implementation of policies for handling money laundering offenses at the KPK has been running optimally, this can be seen in the coherence dimension, it appears that policy makers have understood the differentiating things regarding the handling of money laundering offenses. from the previous KPK leadership policies, and also understand the benefits of implementing money laundering offences for the KPK, namely to maximize asset recovery. In the cognitive participation dimension, it shows that implementing officers, especially investigators, have consciously decided to be involved in policies and they are also aware of the importance of handling money laundering offenses for their investigative activities. In addition to the collective action dimension, it also shows that the implementers have established trust in carrying out their duties which is also supported by the proper division of work. There is still a note in the implementation of the policy in terms of the lack of an institutionalized forum to monitor and assess the continuation of the process and the impact of the handling of money laundering offences. This happens because it is influenced by several factors, namely, the commitment of the institution to the handling of money laundering offenses, communication delivery about the urgency of the implementation of money laundering offenses and also the lack of clarity on policy content regarding money laundering, so this research suggests improvements in terms of communication, institutional commitment and clarity of criteria for handling money laundering offenses by the KPK."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nena Esse Nurasifa
"ABSTRAK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah sebuah lembaga yang dibentuk
oleh Undang-Undang No. 32 Tahun 2010 tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi, karena perlunya suatu upaya luar biasa untuk untuk mengatasi,
menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia. Apabila melihat kinerja
dari Komisi Pemberantasan Korupsi di beberapa kasus tindak pidana korupsi yang
ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi seperti kasus Djoko Susilo, Jaksa
Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam dakwaannya juga mendakwakan Pasal
Tindak Pidana Pencucian Uang kepada para terdakwa. Skripsi ini akan membahas
lebih lanjut terkait dengan bagaimana kewenangan penyidikan KPK atas tindak
pidana pencucian uang sebelum adanya tindak pidana korupsi simulator sim yang
didakwakan kepada Djoko Susilo didasarkan pada Undang-Undang Tindak
Pidana Pencucian Uang dan apakah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 77/PUUXII/
2015 telah tepat dalam memberikan kewenangan penuntutan tindak pidana
pencucian uang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

ABSTRACT
Corruption Eradication Commission (KPK) is an institution established by Act
No. 32 of 2010 on the Corruption Eradication Commission, because the need for
an extraordinary effort to to cope with, overcome, and eradicate corruption in
Indonesia. When looking at the performance of the Corruption Eradication
Commission in some cases of corruption handled by the KPK as the case of Djoko
Susilo, KPK prosecutor, the indictment also accuse Money Laundering Section to
the defendant. This paper will discuss more related to how the authority of KPK
investigation on money laundering before the driving licence simulator corruption
of which the accused to Djoko Susilo based on the Law on Money Laundering
and whether the Constitutional Court Decision No. 77/PUU-XII/2015 has the
right to authorize the prosecution of money laundering to the Corruption
Eradication Commission."
2015
S61106
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tomi Aryanto
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai penuntutan tindak pidana pencucian uang oleh
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam Undang-Undang Nomor : 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 6 huruf
c disebutkan “Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas melakukan
melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi”, tidak menyebutkan tentang tindak pidana pencucian uang. Namun
dalam Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang pasal 74 dan 75 menyatakan
bahwa penyidikan tindak pidana pencucian dilakukan oleh penyidik tindak pidana
asal. Dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi, yang merupakan
tindak pidana asal (predicate crime) dari tindak pidana pencucian uang, apabila
menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian
uang, dalam penyidikannya maka penyidikannya digabung, antara tindak pidana
korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Demikian juga dengan penuntutannya
digabung antara tindak pidana korupsi dengan tindak pidana pencucian uang. Hal
ini sudah terbukti dengan dilakukanya penyidikan dan penuntutan terhadap
perkara atas nama terdakwa Wa Ode Nurhayati, S. Sos (anggota DPR RI) oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta telah diputus terbukti bersalah
melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang oleh Majelis
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

ABSTRACT
This thesis discusses money laundering lawsuit by prosecutors with the
Corruption Eradication Comission. Based on Law number 30 of 2002 on
Corruption Eradication Comission Article 6’s letter c, money laundering is not
explicitly stipulated as the chapter says: “Corruption Eradication Comission has
the duty to preliminarily investigate, fully investigate, and file a lawsuit on a case
of corruption”. Nevertheless, Law number 8 of 2010 on Prevention and
Eradication of Money Laundering Articles 74 and 75 states that the duty of
investigating a money laundering case fully is in the hand of the predicate
prosecutor, that is, one with the Corruption Eradication Comission who is in
charge of investigating fully a corruption law case which is a predicate crime
from money laundering provided that he finds a preliminary evidence of money
laundering. Thus, both the full investigation of a corruption case and that of a
money laundering case shall be combined; so shall the prosecution of both cases.
Such has applied in the case of parliament member Wa Ode Nurhayati, S. Sos in
which she was found guilty by the Council of Judges with the Anti-Corruption
Court of committing both corruption and money laundering as charged by the
Corruption Eradication Comission."
2013
T35913
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daru Iqbal Mursid
"Korporasi didefinisikan sebagi kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisi baik merupakan badan hukum maupn bukan badan hukum. Salah satu bentuk korporasi yang berbentuk badan hukum adalah partai politik. Dalam negara demokrasi, partai politik memiliki peran yag sangat penting untuk menunjang kahidupan berbangsa dan bernegara. Namun, dalam perkembangannya di Indonesia, terdapat beberapa partai politik yang diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Meskipun secara normatif sistem hukum pidana Indonesia telah mengakui partai politik sebagai subjek hukum tindak pidana, namun sampai saat ini belum ada satupun partai politik yang dikenakan pertanggungjawaban pidana, khususnya dalam tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Maka dalam penelitian ini akan dibahas tentang konsep pertanggungjawaban pidana terhadap partai politik yang terlibat tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang, konsep pemidanaan yang dapat dijatuhkan kepada parta politik yang terlibat tindak pidana korupsi dan pencucian uang, dan faktor-faktor yang menghambat dikenakannya pertanggungjawaban pidana dan pemidanaan terhadap partai politik yang terlibat tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penilitian yuridis-normatif, dengan menggunakan pendekatan masalah peraturan perundang-undangan, perbandingan hukum, dan konseptual.

A corporation is defined as a collection of person and / or assets organized either as a legal entity and not a legal entity. One of corporation that defined as legal entity is a political party. In a democratic country, political parties have a very important role to support the life of the nation and the state. However, in Indonesia, there are several political parties allegedly involved in corruption and money laundering. Although Indonesian criminal justice system has acknowledged political parties as the subject of criminal law, yet to date no single political party has been subject to criminal responsibility, particularly in corruption and money laundering. In this research will be discussed about the concept of criminal liability for political parties that involved in corruption and money laundering crimes, the concept of punishment that can be imposed on political parties that involved in corruption and money laundering, and the inhibits factors for imposition of criminal liability of political parties that involved in corruption and money laundering. The research method used in this research is the method of juridical-normative method, and using statue approach, comparative approach, and conceptual approach.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54727
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fiki Novian Ardiansyah
"Fenomena globalisasi telah berdampak pada perubahan modus operandi dari para pelaku korupsi sehingga menjadi bersifat transnasional. Contoh kasusnya adalah perkara suap di PT. Garuda Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengulas proses kerja sama internasional KPK dalam penyidikan tindak pidana korupsi dan pencucian uang transnasional beserta tantangan dan hambatan yang dihadapi KPK ketika melakukan kerja sama internasional dalam penyidikan tindak pidana korupsi dan pencucian uang transnasional. Analisisnya menggunakan teori globalisasi, teori penegakan hukum, teori kerja sama internasional dalam penanganan tindak pidana korupsi, konsep faktor penghambat kerja sama internasional dalam penegakan hukum, konsep penyidikan, teori yurisdiksi, konsep kejahatan transnasional, serta pengertian tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Metode penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus yaitu perkara suap di PT. Garuda Indonesia. Lokasi penelitian dilakukan di Direktorat Penyidikan KPK melalui teknik pengumpulan data berupa wawancara dan studi kepustakaan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kerja sama internasional yang dilakukan KPK dengan agensi asing yaitu SFO dan CPIB menggunakan format parallel investigations. Dasar kerja sama internasional yang dilakukan KPK tersebut menggunakan MoU bilateral maupun multilateral serta perjanjian ASEAN MLAT dengan mengacu pada instrumen internasional yaitu United Nation Convention Against Corruption (UNCAC). Praktik kerja sama internasionalnya adalah melalui pertukaran informasi/data/dokumen secara intelijen basis. Media yang digunakan adalah email, teleconference call, telepon, dan pertemuan tatap muka. Ketika masing-masing agensi membutuhkannya dalam format barang bukti untuk persidangan, agensi tersebut perlu mengajukan permintaan melalui MLA. Walaupun sudah ada platform kerja sama internasional, KPK masih menghadapi tantangan dan hambatan dalam pelaksanaan kerja sama internasional. Tantangan dan hambatan tersebut terkait dengan substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum baik yang ada di Indonesia maupun di negara-negara yang diajak kerja sama dalam penanganan kasus ini.

Globalization has influenced changes in the methods of corruption actors, causing them to become transnational in nature. An example of a case is the bribery case at PT. Garuda Indonesia. The purpose of this research is to review the process of the KPK's international cooperation in investigating transnational corruption and money laundering crimes, as well as the challenges and obstacles faced by KPK when carrying out international cooperation in investigating transnational corruption and money laundering crimes. The analysis uses globalization theory, law enforcement theory, and international cooperation theory in dealing with corruption crimes, the concept of inhibiting factors of international cooperation in law enforcement, investigation concepts, jurisdiction theory, the concept of transnational crime, and the notion of corruption and money laundering. The method used is a qualitative one with a case study approach. The research was carried out at KPK’s Investigation Directorate through data collection techniques in the form of interviews and literature studies. The results show that the international cooperation carried out by KPK with foreign agencies, namely SFO and CPIB, uses a parallel investigation format. The basis for the KPK’s international cooperation uses bilateral and multilateral MoUs and the ASEAN MLAT agreement with reference to international instruments, namely the United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). The practice of international cooperation is the exchange of information, data, and documents on an intelligence basis. The media used are e-mail, teleconference calls, telephone, and face-to-face meetings. When each agency requires it in evidencial format, the agency submits a MLA request. Even though there is already an international cooperation platform, KPK still faces challenges and obstacles in implementing international cooperation. The challenges and obstacles are related to the substance of the law, legal structure, and legal culture both in Indonesia and in the cooperating countries on handling this case."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kresno Wisnu Putranto
"ABSTRAK
Perkembangan tindak pidana korupsi dewasa ini selalu disertai dengan tidankpidana lain terkait dengan upaya menyembunyikan aset-aset tindak pidanakorupsi, salah satu cara penyembunyian aset-aset itu dilakukan denganmekanisme pencucian uang. Adapun tujuan kegiatan pencucian uang agar asalusul uang tersebut tersembunyi dan tidak dapat diketahui dan dilacak olehpenegak hukum sehingga uang tersebut dapat dinikmati dengan aman. Tindakpidana pencucian uang dalam tesis ini adalah kasus penipuan yang dilakukan olehtersangka Salman Nuryanto melalui KSP Pandawa Mandiri Group yangdidirikannya. Dimana KSP Pandawa Mandiri Group yang didirikan tersangkamerupakan suatu bentuk kejahatan money laundry, dikarenakan berdasarkanpengakuan dan penelusuran aset yang dilakukan oleh tim penyidik DitkrimsusPolda Metro Jaya telah memenuhi tahapan-tahapan pencucian uang moneylaundry mulai dari placement, layering, dan Integration. Penyidik Polda MetroJaya dalam hal ini Ditreskrimsus Subdit II Fismondev telah melakukan upayayakni melakukan pengembalian aset tersangka melalui jalur pidana denganmelakukan beberapa upaya mulai dari penelusuran aset, pembekuan aset sampaidengan penyitaan aset milik tersangka. Hal ini dilakukan untuk memudahkanpenyidik dalam menyelesaikan kasus tersebut. Penerapan penyitaan aset hasiltindak pidana yang dilakukan terkait dengan penerapan Undang-Undang Nomor 8Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencuciansudah dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Upaya inijuga berlandaskan prosedur penanganan atau proses pengembalian aset hasiltindak pidana korupsi dalam konteks Tesis ini adalah money laundy melalui jalurpidana. Apa yang dilakukan tersangka adalah sebuah kejahatan yang terstrukturdan terencana dengan melakukan pemindahan harta atau aset yang diperolehnyakepada pihak-pihak tertentu, sehingga apa yang dilakukan oleh tersangka jelasjelas telah menyalahi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tetang tindakpidana pencucian uang. Tersangka Salman Nuryanto pengelola KSP PandawaMandiri Group telah menghimpun beberapa aset dari anggota yang berhasildirekrutnya mulai dari bangunan, tanah, kendaraan bermotor roda 2 dan 4 sertasejumlah rekening tabungan atas nama tersangka. Semua aset itu merupakan hasiltindak pidana money laundry yang dilakukan tersangka. Sehingga penelitian inibertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis tindak pidana pencucian uangmelalui penyitaan aset pelaku tindak pidana yang dilakukan tersangka melaluiKSP Pandawa Mandiri Group yang didirikannya.

ABSTRACT
The development of the criminal offence of corruption nowadays is alwaysaccompanied by other criminal offences related to efforts to hide assets ofcorruption offences. One way of hiding these assets is through the moneylaundering mechanism. The purpose of money laundering activity is to disguisethe origin of the money, render it unknown and untraceable by law enforcementagencies in order that the money can be enjoyed safely. The money launderingoffence in this thesis is the fraud case committed by suspect Salman Nuryantothrough KSP Pandawa Mandiri Group which he founded. KSP Pandawa MandiriGroup founded by the suspect is a form of money laundering crime because basedon the suspect rsquo s confession and the asset tracking conducted by the investigationteam of Special Crime Investigation Directorate of Jakarta Regional Metro Police,it has fulfilled all stages of money laundering from placement, layering tointegration. The Jakarta Regional Metro Police investigator, in this case theSpecial Crime Investigation Directorate Subdirectorate II Fiscal, Monetary andForeign Exchange Fismondev , has conducted efforts namely asset recoverythrough penal law mechanism, comprising of efforts from asset tracking, assetfreeze to confiscation of suspect rsquo s assets. This is intended to facilitateinvestigators in solving the case. The practice of confiscating proceeds of crimeassets is related to the application of Law Number 8 Year 2010 on prevention anderadication of money laundering offences is done in accordance with LawNumber 8 Year 2010. This effort is also based on handling procedures or theprocess of recovering proceeds of corruption, which in the context of this Thesisis money laundering, through penal law mechanism. The suspect committed astructured and planned crime by transferring property or assets acquired to certainparties therefore, the suspect rsquo s actions clearly violated Law Number 15 Year2002 on money laundering. Suspect Salman Nuryanto, boss of KSP PandawaMandiri Group, has accumulated assets from recruited members which comprisedof buildings, land, two wheeled and four wheeled motor vehicles, as well asseveral savings accounts on behalf of the suspect. All these assets are proceeds ofmoney laundering committed by the suspect. Accordingly, the aim of this researchis to explain and analyse money laundering through confiscation of assets of thecrime perpetrated by the suspect through KSP Pandawa Mandiri Group which hefounded. "
2018
T52180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leo Jimmi Agustinus
"Membahas penagnanan perkara tindak pidana pencucian uang khususnya dalam hal perlu tudaknya pembuktian tindak pidana asal dalam penanganan tindak pidana pidana pencucian uang dan kaitan antara dua tindak pidana tersebut. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang bersipat deskriptis analisis, dimana data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif, Penelitian ini berkesimpulan bahwa adanya hubungan berkelanjtan yang terpisah dan berdiri sendii sendiri antara tindak pidana asal dan tindak pidana pencucian uang, adanya kesamaan bentuk antara tindak pidana pencucian uang dngan tindak pidana penadahan, dan dalam penanganan tindak pidana pencucian uang tidak diperlukan untuk pembuktian terlebih dahlu tindak pidana asalnya. Penelitian ini juga menyarankan agar setiap komponen dalam sistem peradlan pidana untuk mempunyai kesamaan sikap mengenai kesimpulan penelitian ini menyarankan bagi penegak hukum untuk memberikan ruang seluasnya bagi terdakwa tindak pidana pencucian uang untuk menggunakan haknya sesuai UUPPTIPPU.

This thesis details on administering cases on money laundering criminal act specifically on whether or not os required origin criminal act burden of proof in money laundering criminal act and connection between both criminal act. This study shall be a normative legal study and analysis descriptive in nature, whereby the collected data will be analyzed qualitatively. This study concluded that there exists a separate and independent sustainable relationship between origin criminal act and money laundering criminal act, a similarity of form between money laundering criminal act and fencing criminal act, and in administering money laundry criminal act it is not required to first proof its origin criminal act. Further, this study suggests for each component in the criminal justice system to have a unity of attitude to the conclusion of this study for the formation of an integrated criminal justice system. This study also encourages legal practitioners to provide the broadest space to money laundering criminal defendant to utilize his/her right under UUPPTPPU."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28944
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Purbasanda Woro Mandarukmidia
"Permasalahan korupsi merupakan sebuah permasalahan yang sudah menjadi musuh besar bagi negara ini. Telah 73 tahun berdiri namun belum juga dapat secara tuntas menyelesaikan permasalahan yang telah mengakar sejak lama di Indonesia. Melihat banyaknya pilihan perumusan kebijakan yang dapat dilakukan dalam memberantas korupsi, penelitian ini membahas tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi lembaga KPK dalam merumuskan kebijakan terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi. Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivis dengan instrumen wawancara mendalam dengan masyarakat, akademisi dan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adapun sumber data-data yang diperoleh berasal dari data primer dan sekunder dari buku-buku, naskah ringkas dan hasil wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor perumusan kebiajakan di KPK telah sesuai dengan teori yang ada dan faktor pengaruh dari luar merupakan salah satu faktor yang cukup kuat atau cukup besar pengaruhnya terhadap proses perumusan kebijakan di KPK.

Corruption is a problem that has become a major enemy to this country. The Corruption Eradication Commission (KPK) has been founded for 73 years but has not been able to completely resolve this problem that have been rooted for a long time in Indonesia. Considering the many policy formulation choices that can be made in eradicating corruption, this study discusses factors tha influence the KPK in formulating policies towards eradicating corruption. This study used a post positivist approach using in-depth interviews with the community, academics, and the Corruption Eradication Commission (KPK). The source of the data obtained from primary and secondary data from books, concise texts, and the results of in-depth interviews. It is found that the factors of the policy formulation in the Corruption Eradication Commission were in accordance with existing theories, and the external influencing factors are one of the most influential factors on the policy formulation process in the KPK.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Poppy Lestari
"Biaya Penanganan Perkara merupakan komponen dari Biaya Reaksi terhadap Korupsi. Konsep pemidanaan pembebanan biaya penanganan perkara merupakan bagian dari kajian terhadap perhitungan Biaya Sosial Korupsi yang dilakukan pada tahun 2013. Pada penelitian ini, Penulis mengkaji kelayakan diterapkannya konsep pemidanaan ini sebagai bentuk pemidanaan di Indonesia, komponen dari biaya penanganan perkara, serta implementasinya apabila dilaksanakan pada kasus korupsi bantuan dana sosial Covid-19 yang dilakukan oleh mantan Menteri Sosial RI, Juliari P. Batubara. Bentuk penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah yuridis-normatif yang didukung oleh hasil wawancara kepada narasumber. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep pemidanaan pembebanan biaya penanganan perkara layak untuk diterapkan karena merupakan implementasi dari teori relatif yang dikenal dalam hukum pidana sebagai suatu upaya pencegahan meningkatnya tindak pidana korupsi di Indonesia. Selain itu, pelaksanaan konsep pemidanaan ini juga dapat menjadi jawaban atas persepsi masyarakat
terkait lemahnya efek penjeraan serta ketidakefektifan peraturan terkait tindak pidana
korupsi di Indonesia. Adapun komponen dari biaya penanganan perkara dalam kaitannya dengan biaya sosial korupsi yang ditemukan pada penelitian ini adalah seluruh biaya yang dikeluarkan pada tahap penyelidikan, tahapan penyidikan, hingga tahapan pelimpahan berkas ke kejaksaan. Konsep pemidanaan pembebanan biaya penanganan perkara juga dapat dilaksanakan sebagai suatu upaya untuk menutup atau mengembalikan lebih banyak kerugian keuangan negara dibanding bentuk pemidanaan lainnya. Terakhir, hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa sanksi yang diberikan kepada Terdakwa Juliari tidak setimpal jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh negara untuk menangani kasus tersebut serta dampak yang ditimbulkan oleh kasus tersebut. Dengan demikian, diperlukan pembaharuan terkait peraturan tentang tindak pidana korupsi untuk menerapkan konsep pemidanaan ini. Alternatif lain dari penerapan konsep pemidanaan ini adalah dengan meniru konsep pembebanan biaya perkara yang sudah lama digunakan di peradilan Indonesia.

Case Handling Fees are a component of Reaction Costs against Corruption. The concept of imposing criminal case handling fees is part of a study on the calculation of the Social Costs of Corruption conducted in 2013. In this study, the author examines the feasibility of applying this sentencing concept as a form of punishment in Indonesia, the components of case handling costs, and its implementation when implemented in cases the corruption of the Covid-19 social funding assistance carried out by the former Minister of Social Affairs of the Republic of Indonesia, Juliari P. Batubara. The form of research used in this research is juridical-normative which is supported by the results of interviews with informants. The results of this study indicate that the concept of imposing criminal charges for case handling is feasible to apply because it is an implementation of a relative
theory known in criminal law as an effort to prevent the increase in corruption crimes in Indonesia. In addition, the implementation of this sentencing concept can also be an answer to public perceptions regarding the weak deterrent effect and the ineffectiveness of regulations related to corruption in Indonesia. The components of case handling costs
in relation to the social costs of corruption found in this study are all costs incurred at the investigation stage, the investigation stage, to the stage of handing over files to the prosecutor's office. The concept of imposing criminal charges for handling cases can also be implemented as an effort to cover or return more state financial losses than other forms of punishment. Finally, the results of this study also show that the sanctions given to the
Defendant Juliari are not worth it when compared to the costs incurred by the state to handle the case and the impact caused by the case. Thus, it is necessary to update the regulations regarding criminal acts of corruption to implement this concept of punishment. Another alternative to the application of this sentencing concept is to imitate
the concept of imposing court fees which has long been used in Indonesian courts.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>