Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135092 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asep Hunaifi
"Tesis ini mengkaji tentang upaya yang dilakukan oleh sebuah denominasi Kristen di Protestan yang mencoba membangun jembatan relasi dengan komunitas agama lain, yaitu Islam yang mereka narasikan sebagai tanggung jawab moral nubuatan (ramalan Alkitab) untuk merangkul dan menyelamatkan saudara teologis mereka dari genealogis agama monoteis yang sama. Membangun relasi dengan denominasi agama yang berbeda merupakan bagian dari upaya untuk membangun posisi yang lebih baik untuk menjalin kedekatan dan menjangkau umat dari agama yang memiliki kemiripan dan persamaan identitas teologis umat kedua agama. Dalam upaya membangun titik persamaan kedua pemeluk agama, mereka mengembangkan narasi terkait persamaan visi eskatologis tentang turunnya Isa Almasih (Yesus Kristus) di akhir zaman (apocalyptic). Hal yang menarik dari upaya membangun relasi tidak hanya menawarkan hubungan friendship (pertemanan) dalam pergumulan hubungan sosial semata, tetapi juga untuk bisa menjadi “teman spiritual” dari irisan persamaan identitas dan visi eskatologis kedua pemeluk agama. Narasi dan projek membangun relasi dan kedekatan pada strategi institusional dalam praktiknya di lapangan memunculkan varian baru yang mengarah pada hibriditas dan sinkretisme untuk mendamaikan dan mengkompromikan dua kategori nilai agama yang berbeda, yaitu Kristen dan Islam.

This thesis examines the efforts made by one of the Protestant denominations who try to build relationships with other religious community, namely Islam, which they narrate as the obligation of moral prophecy (Bible predictions) to embrace and save their theological brothers from the same monotheistic religious lineage. Building relationships with different religious denominations is part of the effort to build a better position to establish a close relation and reach out the people from the religions that have similarities in theological identities thereof. In an effort to build a common ground between the two religions, they developed a narration related to the eschatological vision of the descent of Isa Almasih (Jesus Christ) at the end of time (apocalyptic). The interesting thing about the effort of building relations is not only offering friendship in social relation per se, but also being able to become "spiritual friends" from the intersection of identities and eschatological visions of the two religious adherents. Narratives and projects that build relationships and closeness to institutional strategies in practice in the field give rise to new variants that lead to hybridity and syncretism to reconcile and compromise two different categories of religious values, namely Christianity and Islam."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syazka Kirani Narindra
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara orientasi masa depan dalam hubungan romantis dan kualitas hubungan romantis pada pasangan beda agama. Pengukuran orientasi masa depan dalam hubungan romantis menggunakan alat ukur Future Time Orientation in Romantic Relationship Scale (Oner, 2000) dengan koefisien reliabilitas sebesar 0.89 dan pengukuran kualitas hubungan romantis menggunakan Partner Behaviors as Social Context dan Self Behaviors as Social Context (Ducat, 2009) dengan koefisien reliabilitas sebesar 0.93. Partisipan berjumlah 231 individu dewasa muda yang terdiri atas 96 laki-laki dan 135 perempuan yang memiliki karakteristik berusia 20 hingga 40 tahun (rata-rata [+/-SD] usia 19,5 +/- 24 tahun) dan sedang menjalani hubungan romantis berpacaran beda agama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara FTORR dengan kualitas hubungan romantis (r=0.220, p<0.001) pada pasangan beda agama. Sehingga dapat diketahui bahwa semakin tinggi FTORR maka semakin tinggi pula kualitas hubungan romantis pada pasangan beda agama.

This research is purposed to examine the correlation between future time orientation in romantic relationship and romantic relationships on interfaith couple. Future Time Orientation in Romantic Relationship Scale (Oner, 2000) is used to measure future time orientation in romantic relationship with a 0.89 reliability coefficient, while Partner Behaviors as Social Context and Self Behaviors as Social Context (Ducat, 2009) is used to measure relationship quality with a 0.93 reliability coefficient. Participants consist of 231 young adults between the age of 20 to 40 years old (mean [+/-SD] age 19,5 +/- 24 years), 96 of which are male while 135 of which are female, and all are currently having a romantic interfaith relationships. The results have shown that there is a significant positive correlation between future time orientation in romantic relationship and the quality of the romantic relationship (r=0.220, p<0.001) with partners of
different faith. Thus it is found that a higher future time orientation in romantic relationship the higher quality of relationships on interfaith couple."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S58990
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Biancavai Irama Fidyzahwa
"Penggunaan media sosial meningkat signifikan beberapa tahun terakhir di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, khususnya Jabodetabek. Peningkatan ini didominasi oleh mahasiswa sebagai pengguna terbesar dengan jumlah 89,7%. Sebanyak 56,7% mahasiswa menggunakan media sosial untuk berinteraksi sosial. Salah satu bentuk interaksi ini adalah hubungan dengan idola. Sebanyak 18,7% mahasiswa yang menggunakan fangirling sebagai strategi koping masuk dalam kategori intensitas tinggi dan 63,2% mahasiswa masuk ke dalam kategori sedang. Fenomena ini membawa dampak positif seperti dukungan emosional, tetapi juga dampak negatif seperti kecandua. Dukungan emosional yang diberikan dapat membawa penggemar ke dalam suatu hubungan yaitu hubungan parasosial. Dalam hal ini, hubungan parasosial merupakan hubungan antara penggemar dan tokoh media yang dipersepsikan oleh suatu media sehingga menciptakan ilusi kedekatan dan terjalinnya suatu hubungan antara idola dan penggemar, Terkait hal ini, penelitian ini bertujuan menggambarkan hubungan parasosial pada mahasiswa di Jabodetabek serta perannya dalam pemenuhan kebutuhan akan cinta dan kepemilikan. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dengan mengumpulkan data melalui wawancara mendalam dan studi dokumentasi dengan metode purposive sampling. Informan pada penelitian ini berjumlahkan 11 informan yang terdiri dari 4 informan utama dan 7 informan pendukung berupa teman dan keluarga dari informan utama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan parasosial pada penelitian ini merupakan interaksi antar penggemar dan idola yang di mediasi oleh media sosial seperti Instagram, Twitter, YouTube, TikTok, Bubble, Weverse, dan Website. Gambaran hubungan parasosial yang dijalani para informan memberikan perasaan positif seperti bahagia dan termotivasi. Namun secara pemenuhan kebtuhan akan cinta dan kepemilikan, masih terdapat kekosongan dalam komponen hubungan tertentu di kehidupan informan. Berdasarkan analisis, diketahui bahwa hubungan parasosial yang dimiliki informan dengan idola termasuk ke dalam kategori hubungan parasosial positif. Kemudian dalam hal memenuhi kebutuhan akan cinta dan kepemilikan, hubungan parasosial berperan sebagai pengganti hubungan yang kurang didapatkan informan serta membantu mempererat hubungan sosial informan. Meski begitu, hubungan parasosial yang dijalani para informan tetap tidak bisa menggantikan hubungan yang nyata dan hanya bersifat sementara sebab hubungan ini hanya bersifat satu arah dan tidak ada timbal balik sebagaimana seharusnya hubungan nyata yang ideal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, meskipun hubungan parasosial yang dijalani para informan bersifat positif dan berperan dalam pemenuhan kebutuhan akan cinta dan kepemilikan, hubungan ini tetap tidak akan menggantikan hubungan nyata dan hanya sebatas menjadi komponen pengganti maupun komponen pendukung hubungan sosial para informan sebab kurangnya komponen yang bersifat dua arah.

The use of social media has increased significantly in recent years worldwide, including in Indonesia, particularly in the Jabodetabek area. This increase is dominated by university students as the largest user group, accounting for 89.7%. Approximately 56.7% of students use social media for social interaction. One form of such interaction is the relationship with idols. Among these students, 18.7% who use fangirling as a coping strategy fall into the high-intensity category, while 63.2% are in the medium category. This phenomenon brings both positive impacts, such as emotional support, and negative impacts, such as addiction. The emotional support provided can lead fans into a relationship known as a parasocial relationship. In this context, parasocial relationships refer to the perceived interaction between fans and media figures mediated through certain media, creating the illusion of closeness and a formed relationship between idols and fans. This study aims to describe parasocial relationships among university students in Jabodetabek and their role in fulfilling the need for love and belonging. The approach used in this study is qualitative, collecting data through in-depth interviews and document studies using the purposive sampling method. The study involved 11 informants, consisting of 4 main informants and 7 supporting informants in the form of friends and family of the main informants. The results of the study show that parasocial relationships in this context are interactions between fans and idols mediated by social media platforms such as Instagram, Twitter, YouTube, TikTok, Bubble, Weverse, and websites. The depiction of parasocial relationships experienced by the informants provides positive feelings such as happiness and motivation. However, in terms of fulfilling the need for love and belonging, there remains a void in certain components of relationships in the informants' lives. Based on the analysis, it is known that the parasocial relationships maintained by the informants with their idols fall into the category of positive parasocial relationships. Furthermore, in fulfilling the need for love and belonging, parasocial relationships serve as a substitute for relationships that are less accessible to the informants and help strengthen their social relationships. However, the parasocial relationships experienced by the informants still cannot replace real relationships and are only temporary since these relationships are one-sided and lack the reciprocity found in ideal, real relationships. It can be concluded that, although the parasocial relationships experienced by the informants are positive and play a role in fulfilling the need for love and belonging, they still cannot replace real relationships and only serve as a substitute or a supporting component of the informants' social relationships due to the lack of reciprocity inherent in two-way relationships. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Novi Yanti
"ABSTRAK
Individu yang sedang menjalani hubungan romantis beda agama sering mengalami hambatan untuk melanjutkan hubungan menuju pernikahan di masa depan. Salah satu hambatan yang dihadapi adalah kurangnya dukungan dari lingkungan sosial. Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara orientasi masa depan dalam hubungan romantis dan dukungan sosial pada pasangan beda agama. Pengambilan data dilakukan secara offline dengan menyebarkan kuesioner hardcopy kepada partisipan dan online dengan menyebarkan tautan kuesioner kepada partisipan. Partisipan pada penelitian ini adalah 262 individu, terdiri dari 70 laki-laki dan 192 perempuan yang berusia 20-40 tahun dan sedang menjalani hubungan romantis beda agama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orientasi masa depan dalam hubungan romantis berhubungan positif dengan dukungan sosial pada pasangan beda agama. Keterbatasan dan saran untuk penelitian selanjutnya akan didiskusikan lebih lanjut.

ABSTRACT
Individuals who are in interfaith romantic relationships often face obstacles to get married in the future. One of the obstacles is less support from their social network. This study is correlational study and purposed to examine the relationship between future time orientation in romantic relationship and social support on interfaith couple. The data was gathered through offline by sending questionnaire to the participants and online by sending the link of the questionnaire to the participants. Total of participants are 262 individuals, consist of 70 males and 192 females, who are 20–40 years old and currently being in interfaith relationships. The results have shown that there is positive relationship between future time orientation in romantic relationships and social support on interfaith couple. Limitations and suggestions for future research are discussed."
2016
S63267
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Klarinthia Ratri
"Temuan sebelumnya menemukan hasil yang konsisten mengenai hubungan positif antara religiusitas dan kepuasan pernikahan (Ahmadi & Hossein-abadi, 2009). Namun, perkawinan beda agama diharapkan bisa mengubah jalannya hubungan ini. Masing-masing tingkat religiusitas menghasilkan konflik, bertindak sebagai penekan untuk pernikahan. Karena itu, ini Penelitian dilakukan untuk menguji ulang hubungan antara religiusitas dan perkawinan kepuasan, dan untuk menguji peran Copic Dukungan Dyadic sebagai strategi pasangan dalam menghadapi tantangan dalam pernikahan antaragama (moderator). Kuisioner diberikan kepada 65 peserta dalam pernikahan beda agama dengan usia berkisar 26-64 tahun. Data dikumpulkan dengan menggunakan Indeks Kepuasan Pasangan, Inventarisasi Coping Dyadic, dan Kuisioner Skala Sentralitas Religiusitas. Analisis data dilakukan dengan pearson korelasi, analisis regresi, dan Annova satu arah dalam SPSSS versi 23.
Hasil tidak menunjukkan hubungan antara religiusitas dan kepuasan pernikahan (r = -0,154, p> 0,05), a hubungan positif yang signifikan antara coping diad yang mendukung dan perkawinan kepuasan (r = 0,601, p <0,05), dan tidak ada efek moderasi dari coping diad suportif religiusitas dan kepuasan pernikahan (β = 0,056; p> 0,05). Kesimpulannya, mendukung mengatasi diad terbukti mampu melemahkan, tetapi tidak memoderasi hubungan antara religiusitas dan kepuasan pernikahan pada individu dalam pernikahan beda agama.

Previous findings found consistent results regarding a positive relationship between religiosity and marital satisfaction (Ahmadi & Hossein-abadi, 2009). However, interfaith marriages are expected to change the course of this relationship. Each level of religiosity produces conflict, acts as a suppressor for marriage. Therefore, this study was conducted to reexamine the relationship between religiosity and marital satisfaction, and to examine the role of Copic Dyadic Support as a couple's strategy in facing challenges in interfaith marriages (moderators). The questionnaire was given to 65 participants in interfaith marriages with ages ranging from 26-64 years. Data were collected using the Pair Satisfaction Index, Dyadic Coping Inventory, and the Religiosity Central Scale Questionnaire. Data analysis was performed with Pearson correlation, regression analysis, and one-way Annova in SPSSS version 23.
The results did not show a relationship between religiosity and marital satisfaction (r = -0.154, p> 0.05), a significant positive relationship between coping dyads support and marriage satisfaction (r = 0.601, p <0.05), and there was no moderating effect of coping with supportive religiosity and marital satisfaction (β = 0.056; p> 0.05). In conclusion, supporting overcoming dyads can weaken, but not moderate the relationship between religiosity and marriage satisfaction for individuals in interfaith marriages.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Adiantini
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai konflik yang dihadapi masing-masing individu yang melakukan perkawinan boda agama dan gambaran konflik intenpcrsonal yang, dihadapi, serta bagaimana gaya konflik yang digunakan dalam menyelesaikan konflik tersebut. Konflik pada pasangan suami-istri beda agama ditinjau dari sumber-sumber konflik pada perkawinan beda agama menumt Bossard & Boll (1957), yaitu berkaitan dengan pelaksanaan ibadah suami istri, keluarga dari pihak suami maupun istri, dan agama anak. Gaya konflik dilihat melalui model dari Kilmann & Thomas (1975), yang terdiri dari avoidance, competition, compromise, accommodariorz, dan collaboration.
Penclitian dilakukan secara kualitatif tcrhadap 3 (tiga) pasang suami-islri yang berada dalam rentang usia dewasa muda (20-40 tahun). Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa konflik pada pasangan dewasa muda beda agama lebih banyak disebabkan oleh pcrbedaan sifat dan preferensi, bukan oleh perbedaan agama di antara mereka. Hal ini dipcngamhi adanya penerimaan akan konsekuensi perkawinan beda agama sejak sebelum menikah. Sctiap pasangan mengalami konflik dengan keluarga dari pihak istri atau pihak suami.
Perbedaan dalam konflik intmpersonal (konflik di dalam diri) setiap subyek dipengaruhi oleh perbedaan latar belakang dan karakteristik pribadi. Sebagian besar subyek menggunakan Iebih dari dua gaya kontlik, dan setiap gaya konflik digunakan pada area, situasi, ataupun tingkat kepentingan konflik yang beragam. Ketiga pasang subyek merasa bahwa gaya konflik yang mereka gunakan sudah cukup cfcktitkmtuk mengatasi konflik yang dialami.

This study is aimed at examining the conflicts faced by individuals entering the interfaith marriages, the interpersonal conflicts ensuing from the relationship, and the styles or strategies applied to resolve the conflicts. Marital conflicts among couples of ditferent religious beliefs as viewed from the sources ofconilicts among interfaith marriages according to Bossard & Boll (1957) are related to religious rituals between husband and wife, interferences by husband’s or wife’s relatives, and the belief of the children. This study describes the interpersonal conflict style of Kilmarm & Thomas (1975), i.e., avoidance, competition, compromise, accommodation, and collaboration.
The qualitative study was conducted to three (3) married couples in the young adult period (ages 20 to 40). This study shows that conflicts among the young adult married couples with different religious beliefs are more frequently due to disagreement in personal dispositions and preferences, rather than the differences in their religious beliefs. It is hypothesized that this is attributable to the recognition of the consequences resulting from the differences in religious beliefs even prior to the marriage. It is also described that all couples have had conflicts with the husband’s or the wife’s relatives.
The characteristic of intrapersonal conflicts of each subject is affected by dissimilarity in individual background and characteristics Most of the subjects use more than two conflict styles, and each style is applied in a various setting, situation, and conflict levels of interest. All of the three couples believe that the conflict styles they use are effective in coping with the conflicts they undergo.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T34138
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Angelica Klaras Hanum
"Perkawinan pada dasarnya merupakan persatuan antara dua orang yang saling menyepakati untuk mengikatkan dirinya sebagai pasangan suami istri. Indonesia sebagai negara multikultural yang menjunjung tinggi adanya persatuan dalam perbedaan sebagaimana diartikan dalam “Bhinneka Tunggal Ika” merefleksikan makna tersebut salah satunya melalui pluralitas agama yang ada di Indonesia. Hal ini terbukti dengan adanya keberadaan enam agama yang diakui dan tersebar di Indonesia. Pluralitas agama tersebut tentu saja merupakan hal yang positif dan sudah sepatutnya dibanggakan oleh Indonesia sebagai negara. Meski begitu, tak jarang hal ini menimbulkan adanya permasalahan sosial, salah satunya adalah perkawinan beda agama. Perkawinan beda agama merupakan ikatan perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang wanita dengan latar belakang agama atau kepercayaan yang berbeda. Melalui penulisan ini, Penulis akan menjelaskan bagaimana pengaturan perkawinan beda agama di Indonesia, berdasarkan agama Islam dan Kristen, juga kesesuaian peraturan perundang-undangan tersebut dengan implementasinya dalam Penetapan Nomor 71/PDT.P/2017/PN.BLA. Adapun metode penelitian yang digunakan oleh Penulis dalam menyusun penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan kualitatif yang juga bersifat yuridis-normatif dengan data sekunder dan bahan hukum primer. Penulis melihat masih terdapatnya permasalahan hukum dalam penerapan hukumnya dikarenakan pengaturan yang kurang jelas dan spesifik mengenai perkawinan beda agama khususnya antara agama Islam dengan agama Kristen. Sehingga melalui penelitian ini Penulis menyampaikan analisisnya terkait penerapan yang sudah seharusnya diterapkan dan saran Penulis sebagai jalan keluar dari permasalahan hukum yang timbul yaitu dengan pengadaan pengaturan yang khusus dan spesifik mengenai mekanisme dan akibat hukum yang terang dan jelas berdasarkan Penetapan Nomor 71/PDT.P/2017/PN.BLA. Hal tersebut bertujuan sebagai tindakan preventif dari lahirnya permasalahan hukum yang timbul dari praktik perkawinan beda agama dan sebagai saran upaya yang dapat dilakukan oleh Majelis Hakim yang menetapkan perkara yang menjadi pembahasan Penulis untuk memeriksa dan mengadili kembali dengan mempertimbangkan pengaturan yang ada sebaik-baiknya.

Marriage is a union between two people who mutually agree to bind themselves as husband and wife. Indonesia as a multicultural country that upholds unity in diversity as defined in "Unity in Diversity" reflects this meaning, one of which is through the plurality of religions in Indonesia. This is proven by the existence of six religions that are recognized and spread across Indonesia. The plurality of religions is certainly a positive thing and Indonesia as a country should be proud of. Even so, not infrequently this creates social problems, one of which is interfaith marriage. Interfaith marriage is a marriage bond between a man and a woman with a different religious or belief background. Through this writing, the author will explain how interfaith marriages are regulated in Indonesia, based on Islam and Christianity, as well as the compatibility of these laws and regulations with their implementation in Determination Number 71/PDT.P/2017/PN.BLA. The research method used by the author in compiling this research is a normative legal research method with a qualitative approach which is also juridical-normative with secondary data and primary legal materials. The author sees that there are still legal problems in the application of the law due to unclear and specific arrangements regarding interfaith marriages, especially between Islam and Christianity. So that through this research the author conveys his analysis regarding the application that should have been implemented and the author's suggestion as a way out of the legal problems that arise, namely by procuring special and specific arrangements regarding mechanisms and legal consequences that are clear and clear based on Stipulation Number 71/PDT.P/ 2017/PN. BLA. This is intended as a preventive measure against the birth of legal issues arising from the practice of interfaith marriages and as a suggestion for efforts that can be made by the Panel of Judges who determine the case being discussed by the Author to examine and re-trial by considering the existing arrangements as well as possible."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Pandu Saksono Prasetyo
"ABSTRACT
Sejak berakhirnya era Orde Baru, di Indonesia, terjadi fenomena meningkatnya konservatisme masyarakat di Indonesia, yang ditandai dengan makin merebaknya dukungan dan penerapan perda-perda di daerah yang berdasarkan syariat Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan sebab akibat antara ancaman simbolis identitas agama terhadap meningkatnya konservatisme pada Muslim di Indonesia. Stimulus ancaman simbolis identitas agama diberikan dalam bentuk pembacaan berita yang mengandung tingkat ancaman yang berbeda-beda, sedangkan pengukuran tingkat konservatisme dilakukan dengan menggunakan Social Economic Conservatism Scale SECS Everett, 2013. Partisipan penelitian ini berjumlah 100 orang yang berasal dari mahasiswa aktif S1 maupun D3 Universitas Indonesia. Penelitian ini memiliki desain penelitian 3 ancaman tinggi vs rendah vs netral x 1 konservatisme. Pengujian hipotesis menggunakan teknik one-way ANOVA. Hasil penelitian menemukan adanya pengaruh signifikan negatif dari ancaman simbolis identitas agama terhadap konservatisme F 2, 97 = 37,79.

ABSTRACT
Since the end of the New Order era, Indonesia has experienced a new phenomenon of rising conservatism within the society, characterized by the increasingly popular support and the implementation of sharia themed local bylaws across the country. This research intends to find a causal effect between symbolic threat to religious identity with rising conservatism in Indonesias Muslim population. The stimulus of symbolic threat to religious identity is created by reading news articles that contained different level of threats to religious identity, meanwhile conservatism level is measured with Social Economic Conservatism Scale SECS Everett, 2013 . There are 100 participants in this research, taken from active students of bachelor or vocational program in the University of Indonesia. This research has a design of 3 high threat vs low threat vs neutral threat x 1 conservatism. The hypothesis testing method used in this research is one way ANOVA. This research found a negative, yet significant effect of symbolic threat to religious identity and conservatism F 2, 97 37,79."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fayi Firjatullah Widyadhana
"TikTok telah menjadi salah satu platform media sosial terbesar di dunia yang mengubah cara kita bersosialisasi di internet. Dorongan untuk tetap mendapat informasi tentang apa yang dilakukan orang lain adalah karakteristik yang menentukan dari rasa takut ketinggalan (FOMO), yang didefinisikan sebagai kekhawatiran berulang bahwa orang lain mungkin memiliki pengalaman berharga dimana individu tersebut tidak terlibat di pengalaman tersebut (Przybylski et al., 2013). Sedangkan menurut Dictionary of Psychology yang diterbitkan oleh American Psychological Association (n.d.), materialisme adalah seperangkat keyakinan yang mengutamakan kesuksesan dan kenyamanan finansial. Penelitian ini membahas hubungan antara mengonsumsi TikTok dengan FOMO, dan materialisme. Peserta (n = 381) direkrut melalui diseminasi online. Data dihitung menggunakan Korelasi Pearson untuk menentukan signifikansi korelasi. Berdasarkan analisis, penelitian menemukan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara FOMO dan mengonsumsi TikTok dan korelasi positif yang signifikan antara materialisme dan mengonsumsi TikTok. Ini menunjukkan bahwa mengonsumsi TikTok yang tinggi mungkin dapat meningkatkan FOMO seseorang dan membuat individu tersebut lebih materialistis. Oleh karena itu, intervensi yang mungkin diperlukan untuk menangani FOMO dan materialisme sebagai efek negatif dari penggunaan TikTok sangat dibutuhkan.

TikTok has become one of the biggest social media platforms in the world, and it has changed how we socialise on the internet. The urge to stay informed about what others are doing is a defining characteristic of the fear of missing out (FOMO), which is defined as the recurrent worry that others may be having valuable experiences. At the same time, one is absent (Przybylski et al., 2013). According to the Dictionary of Psychology published by the American Psychological Association (n.d.), materialism is a set of beliefs that sets a premium on financial success and comfort. This study discusses the relationship between TikTok consumption FOMO, and materialism. Participants (n = 381) were recruited through online dissemination. The data was calculated using Pearson Correlation to determine the significance of the correlation. Based on the analysis, the study found significant data supporting the hypothesis. It was found that there is a significant positive correlation between FOMO and TikTok consumption and a significant positive correlation between materialism and TikTok consumption. This suggests that higher TikTok consumption may increase people’s FOMO and might become more materialistic. Therefore, possible intervention might be needed to handle FOMO and materialism as adverse effects of TikTok usage."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fina Febriani
"Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan antara identifikasi sosial dan perilaku memaafkan dalam konteks hubungan antarkelompok agama sekaligus melihat kemungkinan adanya bias antarkelompok (intergroup bias) pada perilaku memaafkan. Pengukuran identifikasi sosial menggunakan alat ukur Leach dkk. (2008) dan pengukuran perilaku memaafkan menggunakan alat ukur Rye dkk. (2001). Penelitian ini dilakukan pada 90 partisipan Muslim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara kontribusi identifikasi sosial pada perilaku memaafkan terhadap Muslim dan perilaku memaafkan terhadap non-Muslim.

This study is conducted to find the correlation between social identification and forgiveness in intergroup relationship context and to see the possibility of intergroup bias in intergroup forgiveness. Social identification is measured using the instrument constructed by Leach et al. (2008) and forgiveness is measured using the modification instrument constructed by Rye et al. (2001). The participants of this study are 90 Muslims. The results show that in general, there is no difference between contribution of social identification to forgiveness toward Muslim and forgiveness toward non-Muslims."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>