Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 43308 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farrell Jeremiah Hermanto
"Tiny House merupakan salah satu bentuk alternatif hunian yang mulai berkembang di kalangan masyarakat. Gerakan yang beririsan dengan gaya hidup kesederhanaan sukarela dan minimalisme ini mengusung sebuah hunian yang memiliki luas yang sangat terbatas. Dengan keterbatasan ruang ini, penghuni pun didorong untuk mampu hidup lebih sederhana. Tiny House sudah berkembang di berbagai macam benua, dari Australia, Amerika, Eropa, hingga Asia. Skripsi ini akan membahas bagaimana sebuah Tiny House dapa menjadi preferensi hunian bagi gaya hidup tertentu. Preferensi hunian merupakan sebuah ekspresi bagaimana kualitas hunian yang diinginkan oleh penghuninya. Dengan menganalisis kualitas dan efek yang diberikan oleh Tiny House, penulis akan menjelaskan bagaimana bentuk hunian ini akan cocok bagi orang-orang dengan gaya hidup tertentu.

Tiny House is one of the housing alternative that is growing more popular in the world. The movement, that known related to Voluntary Simplicity and Minimalism, gives people a house that has a very limited space. With this limitations, the occupants are forced to be able to live more simply. The movement has been growing in almost all regions, from Australia, to America, Europe, and Asia. This writings will look through on how Tiny House can be a housing preferences for people with certain lifestyle. With analizing the quality and the impact that Tiny House can give to its occupants, we will see how this housing type will suits certain lifestyle."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Lestari
"Perkembangan kawasan industri dan pertumbuhan jumlah pekerja industri berimplikasi pada peningkatan kebutuhan hunian di sekitar kawasan industri. Perbedaan latar belakang dan kebutuhan pekerja menyebabkan munculnya keberagaman preferensi dalam memilih hunian. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat preferensi hunian pekerja industri berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi hunian seperti; faktor fisik rumah, kualitas, lokasi, ketersediaan fasilitas pendukung, dan faktor kondisi lingkungan sekitar. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa lokasi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap pemilihan hunian pekerja industri, karena semakin jauh lokasinya maka semakin besar biaya dan waktu tempuh yang dibutuhkan. Namun studi lainnya membuktikan bahwa pekerja industri lebih memilih menjadi commuter dibandingkan tinggal di hunian sewa dan menetap di kota. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan melakukan survey dalam bentuk kuesioner. Hasil penelitian merupakan analisis deskriptif dan analisis skoring. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kondisi lngkungan yang aman menjadi faktor terpenting dalam pemilihan hunian bagi pekerja industri dengan tingkat kepentingan sebesar 98,4%.

The development of industrial estates and the growth in the number of industrial workers have implications for increasing the need for housing around industrial areas. The different backgrounds and needs of workers lead to the emergence of a diversity of preferences in choosing a housing. This study aims to look at the occupancy preferences of industrial workers based on factors that influence the choice of housing such as; physical house, house quality, location, availability of supporting facilities, and environmental conditions. Previous studies have shown that location is the most influential factor in choosing residential workers for industrial workers, because the farther away the location is, the greater the cost and travel time required. However, other studies have shown that industrial workers prefer to be commuters rather than living in rental housing and living in cities. The method used is a qualitative method with the results of qualitative descriptive analysis and scoring analysis. The results of this study state that the most important factor in choosing a house for industrial workers is the condition of the surrounding environment, namely a safe environment with an importance level of 98.4%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olla Varalintya Yochanan
"Dengan tingkat kemampuan membeli yang cenderung rendah, meningkatnya harga rumah, sifat konsumtif dan juga keinginan untuk hidup mandiri, generasi millennial abad ke 21 membutuhkan sebuah solusi inovatif. Tiny House telah menjadi alternatif yang efektif untuk gaya hidup yang efisien untuk para millennial. Tiny House mengurangi atau mengecilkan ruangan yang tidak terpakai atau berfungsi supaya dapat menjadi lebih efisien. Rumah ini dapat mengoptimalkan fungsi dari sebuah ruang melalui desain yang cerdas dan dual use.
Dikarenakan oleh ukurannya yang lebih kecil, Tiny House dapat mengurangi biaya perawatan dan operasional. Sehingga, para millennial dapat menghemat uang dan mendapatkan kebebasan finansial. Selain ini, Tiny Living dapat membantu mengubah gaya hidup mereka dengan berbagai cara seperti tidak menjadi konsumtif.
Dalam tulisan ini, 100 millennial Indonesia diminta untuk menginformasikan gaya hidup mereka saat ini, permasalahan dalam rumah mereka dan juga opini mereka terhadap Tiny House melalui kuesioner. Dengan demikian, skripsi ini berfokus pada analisa mengenai apakah gerakan Tiny House dapat diterapkan untuk millenial di Indonesia atau tidak.

With the tendency of low affordability, increasing house prices, consumptive traits and also the desire to live independently, the 21st century millennials are in need of an innovative solution. Tiny Houses have become an effective alternative for an efficient way of living for the millennials. These houses eliminate unused space in order to become more efficient. Tiny Houses are able to fully optimize functionality through ingenuity and dual use designs.
Due to its smaller size, they require less maintenance and operational costs which can help millennials save money and gain financial freedom. In addition to this, "Living Tiny" helps people change their lifestyle in many different ways such as being less consumptive.
In this writing, 100 Indonesian millennials were asked to be informants about their current way of living, housing issues and their thoughts on Tiny Houses through questionnaires. By doing so, this thesis focuses on analyzing whether or not the Tiny House movement is applicable for Indonesia's millennials.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63707
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inka Anggraeni
"Persaingan lahan untuk permukiman dan perkantoran atau area usaha di kota-kota besar di Indonesia terutama kota metropolitan seperti Jakarta mengakibatkan tingginya harga tanah, merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat perkotaan. Persaingan ini juga mengakibatkan permukiman tergeser menjauh dari pusat kota dan masyarakat harus pulang-pergi ke pusat kota setiap hari untuk bekerja. Permasalahan ini juga terjadi tidak hanya di negara berkembang tetapi terutamanya banyak terjadi di negara maju. Istilah Tiny House Movement belakangan muncul dan dianggap dapat menjadi pilihan solusi untuk menghadapi permasalahan ini. Tinggal di tiny house tidak hanya berarti tinggal di rumah dengan ukuran yang kecil, melainkan juga beradaptasi dengan kehidupan yang lebih sederhana, tidak konsumtif, lebih terkoneksi dengan alam dan peduli lingkungan. Hidup di tiny house bukanlah sesuatu yang asing untuk masyarakat Indonesia. Bagi masyarakat yang hidup di urban kampung, rumah-rumah tinggalnya dapat dikatakan sebagai tiny house, hanya penampilannya saja yang berbeda. Hal ini yang membedakan antara perbedaan pengertian tiny house antara negara maju dengan Indonesia. Di dalam tulisan ini akan dibahas mengenai apakah tiny house yang ada di urban kampung mencerminkan cara hidup yang sustainable dan apakah tiny house dapat menjadi salah satu solusi penyelesaian masalah kurangnya housing supply di kota padat penduduk. Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif (melalui interview dengan masyarakat urban kampung) dan kuantitatif (pengukuran rumah kecil di urban kampung) dalam pengambilan informasi. Melalui penelitian ini ditemukan bahwa penduduk urban kampung sudah mengaplikasikan tiny living dalam kehidupannya.

Competition on land for settlements and offices or business areas in big cities in Indonesia, especially metropolitan city such as Jakarta, had resulting in high land prices, this is something common to the public. This competition had also resulting shifting of settlements away from the city center and people having to commute to the city center every day to go to their workplaces. This problem also occurs not only in developing countries but especially in many developed countries. The term Tiny House Movement later emerged and considered to be a choice of solution to deal with this problem. Living in Tiny House does not only mean living in a small-sized house, but also adapting to a simpler life, less consumptive, more connected to nature and caring for the environment. Living in tiny house is not something new to Indonesian society. For people who live in urban villages, their homes can be said to be tiny houses, only their appearance is different. This is what distinguishes between the understanding of tiny house between developed countries and Indonesia. This paper will discuss whether tiny house in urban kampung reflects a sustainable way of life and whether tiny house can be one of the solution for lack of housing supply in densly populated cities. This research will use both qualitative methods (through interviews with urban kampung communities) and quantitative methods (measurements of tiny houses in urban villages) in information retrieval. Through this research it was found that urban kampung residents have applied tiny living in their lives."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Akmal Farraz
"Gen Y merupakan kelompok usia dengan rentang 20-39 tahun dan merupakan generasi terbesar pada wilayah perkotaan di Indonesia. Dengan jumlah penduduk terbesar, pasar perumahan mulai melirik generasi ini dengan menghadirkan rumah yang sesuai preferensi mereka. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gaya hidup Gen Y terhadap preferensi perumahan dengan ruang lingkup penelitian di Kota Depok. Dengan menggunakan jenis penelitian kuantitatif dan kualitatif, hasil penelitian menemukan bahwa Gen Y yang telah berkeluarga dan memiliki anak adalah kelompok yang paling dipengaruhi oleh gaya hidup saat menentukan preferensi rumah. Hasil penelitian ini turut menunjukkan bahwa terdapat paradoks gaya hidup antara dua kelompok, yakni Gen Y junior dan Gen Y senior karena dipengaruhi oleh lokasi perumahan dan aksesibilitas terhadap fasilitas pendidikan.

Gen Y is the age group with a range of 20-39 years and now is the largest generation in urban areas in Indonesia. As a result of their proportion to the urban population structure, the housing market has started to provide housing based on their preferences. This study aims to analyze the Gen Y lifestyle towards housing preferences with the scope of research in Depok City. Conducted with mixed methods, quantitative and qualitative research, the results of the study found that Gen Y who are married and are parents were the groups most affected by lifestyle when determining their housing preferences. The results of this study also showed that there is a lifestyle paradox between the two groups,Gen Y junior and Gen Y senior which affected by housing location and accessibility to educational facilities."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T53522
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fatimah
"Penelitian ini menganalisa keberadaan House Of Korea yang menjadi jembatan dalam menyebarkan produk budaya pop Korea. Penyebaran budaya pop menjadi sarana untuk melanggengkan kapitalisme dan ideologi Korea. Menggunakan teori imperialisme struktural untuk menganalisis House Of Korea yang menjalankan peran sebagai jembatan yang menjalin kerjasama antara elite negara maju (Korea) dan negara berkembang (Indonesia). Menggunakan kajian politik ekonomi komunikasi untuk mengetahui terjadinya proses spasialisasi dalam distribusi produk budaya Korea ke Indonesia. Hasil penelitian ini membuktikan pemilik House Of Korea menjalankan peran penting dalam terjadinya keseluruhan struktur imperialisme.

This study analyzes the existence of House Of Korea as a bridge to spread the Korean pop culture products. Korean wave becomes a tool to perpetuate the capitalism and ideology of Korea. Using structural imperialistic theory to analyze House Of Korea‟s role as a bridge which runs the established cooperation between elite of the developed countries (Korea) and developing countries (Indonesia). Using political economy communication aims to know the process of spacialization in distribution cultural products of Korea to Indonesia. The results of this study prove the owner of House of Korea an important role in the whole structure of imperialism."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Widya Oktavyani
"

Generasi Y yang akrab disapa milenial adalah orang-orang yang lahir antara tahun 1980 dan 2000. Generasi milenial cenderung memiliki aktivitas yang energik dan memberi kepuasan terhadap diri sendiri seperti olahraga dan bepergian. Preferensi konsumsi mereka cenderung berbasis pengalaman, tren saat ini banyak pengeluaran untuk gaya hidup dan leisure. Generasi milenial sedang menginjak dewasa muda saat ini, oleh karena itu mereka adalah target konsumen besar berikutnya termasuk di pasar perumahan. Konsumen mempertimbangkan lebih dari satu hal dalam proses pembelian rumah, kegiatan mengambil keputusan ini sangat kompleks. Salah satu pertimbangannya adalah faktor fisik, khususnya fasilitas lingkungan. Juga, faktor-faktor ekonomi dan sosial memiliki pengaruh di dalamnya. Di sisi lain, beberapa data menunjukkan bahwa mereka memiliki pendapatan lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata. Dan harga rumah dianggap terlalu tinggi untuk kemampuan mereka saat ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis fasilitas umum di dalam perumahan yang diinginkan milenial, dan mengkaji pengaruh ketersediaan fasilitas umum terhadap keputusan membeli rumah. Penelitian ini menggunakan pengumpulan data survei internet melalui penyebaran kuesioner dengan jawaban terbuka, dan metode pengkodean dan tabulasi silang. Secara umum, milenial memiliki preferensi terhadap ruang terbuka, taman, dan lapangan olahraga paling banyak. Dan fasilitas umum masih dianggap penting dan berpengaruh walau pun bukan faktor pertimbangan pertama dalam membeli rumah. Penelitian ini nantinya dapat digunakan untuk membantu menentukan fasilitas umum di perumahan real estat saat perencanaan masterplan.

 


Generation Y familiarly called as Millennials are people who are born between 1980 and 2000. Millennials tend to have energetic activities and gratify themselves such as doing sports and traveling. Their consumption preference is about experience based, the trend has become spending on lifestyle and leisure aspects.  This generation is entering young adults in this age, therefore they are the next big consumer target including in housing markets. Consumers consider more than one thing in the process of housing purchase, a very complex decision making activity. One of the considerations is physical factors, specifically neighborhood facilities. Also, the factors in economy and social have an influence in it. In the other hand, some data indicate that they have less income compared to the average. And the house price is considered too high for their ability at the moment. The aim of this study is to identify the types of neighborhood facilities that are highly prioritized for millennials, and examine the influence of provided neighborhood facilities on the house purchase decision. This study uses internet survey data collection of distributing questionnaire with open ended answers, and coding and cross tabulation methods. In general, millennials have the most preference on open space, parks, and sports field facility. And neighborhood facilities are still considered important and influential even though it is not the first consideration factor in house purchase. This research later can be used to serve as the inspiration to determine neighborhood facilities in housing real estate.

"
2019
T53155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Kevin Utomo
"ABSTRACT
Menyediakan rumah hunian sementara bagi korban bencana alam di Indonesia merupakan salah satu isu yang kritis dan menantang mengingat kondisi Indonesia sebagai negara yang rawan terhadap bencana alam. Di Indonesia, bambu merupakan material yang paling banyak digunakan sebagai material untuk membangun rumah hunian sementara karena merupakan material lokal yang pengerjaannya cukup mudah dan murah. Di sisi lain, material kontainer telah banyak digunakan di beberapa negara sebagai rumah hunian sementara baik untuk penduduk yang kurang mampu maupun korban bencana alam. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisa perbandingan antara rumah bambu dan rumah kontainer di Indonesia. Parameter yang dibandingkan dalam penelitian ini adalah dari segi biaya pembangunan dan lama periode konstruksi. Dari hasil penelitian, biaya pembangunan rumah bambu sebagai hunian sementara adalah sebesar Rp. 4.913.000,00 dengan waktu total pengerjaan selama enam hari. Sedangkan, biaya pembangunan rumah kontainer adalah sebesar Rp. 29.130.000,00 dengan waktu total pengerjaan selama tiga hari.

ABSTRACT
Providing temporary housing for disaster victims in Indonesia is one of challenging and critical issue considering that Indonesia is a country that prone to natural disaster. In Indonesia, bamboo was used as the material for temporary housing because bambu could be found locally with simple and cheap construction. On one hand, container had been used in other countries as temporary housing either for low income population or disaster victims. This research aims to analyze comparation between bambu house and container house as temporary housing for disaster victims in Indonesia. The parameters that compared in this research are from construction cost aspect and construction period aspect. As the result of the experiment, total construction cost of bamboo house as temporary housing is Rp. 4.913.000,00 with total six days construction period. Hence, the total construction cost of container house as temporary housing is Rp. 29.130.000,00 with total three days construction period. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fogg, B.J.
"Tiny Habits adalah cetak biru untuk membentuk ulang pendekatan kita pada aktualisasi diri. Kebiasaannya mungil, tetapi hasilnya begitu besar." -Arianna Huffington, Founder dan CEO Thrive Global "Melalui formula rahasia milik BJ Fogg, membentuk kebiasaan baru bisa menjadi mudah, menyenangkan, dan menguntungkan." -Mark Hyman, penulis buku bestseller #1 New York Times "Pemikiran BJ Fogg tentang perubahan diri sangatlah relevan secara unik, mudah ditiru, dan manjur. Saya sangat merekomendasikan buku ini." -Dave Asprey, penulis bestseller buku-buku New York Times, Head Strong dan The Bulletproof Diet"
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2023
155.25 FOG t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Annissa ‘Ul Jannah
"Perumahan muslim merupakan konsep perumahan yang banyak dijumpai di Kota Depok. Konsep ini dijadikan sebuah strategi pemasaran oleh pengembang untuk menarik konsumen di kalangan muslim. Di sisi lain, fenomena ini dikhawatirkan oleh sebagian orang sebagai bentuk sekat-sekat sosial yang terjadi dalam skala kota. Skripsi ini bertujuan untuk melihat bagaimana perumahan muslim bisa menjadi preferensi dan pilihan hunian seseorang-mengetahui bagaimana lifestyle seorang muslim bisa mempengaruhi preferensi huniannya sehingga menjadi hunian pilihan- serta peran arsitektur sendiri dalam konteks ini. Pembahasan mengenai preferensi dan pilihan hunian ini menggunakan teori sosial habitus dari Michael Grenfeel Pierre Bourdieu dan teori strukturasi dari Anthony Giddens. Metode yang dilakukan adalah kualitatif dengan kajian literatur, observasi langsung, penyebaran kuesioner dan wawancara. Skripsi ini menemukan bahwa identitas diri sebagai seorang muslim mepengaruhi lifestyle dan menjadi penentu preferensi dan pilihan huniannya sedangkan arsitektur memiliki peran untuk menjadikan perumahan muslim sebagai lingkungan yang bersifat semi-permeabel, bukan sekat-sekat kaku di skala kota.

Muslim housing community is a housing concept that is easily found in Depok City. This concept is used as a marketing strategy by developers to attract consumers among Muslims. On the other hand, this phenomenon is feared by some people as a form of social barriers that occur on an urban scale. This thesis aims to see how Muslim housing can be a person's preference and choice - knowing how a Muslim's lifestyle can influence his residential preferences so that they become residential choices - and the role architecture in this context. This discussion of housing preferences and choice uses the social theory of habitus from Michael Grenfeel Pierre Bourdieu and structuration theory from Anthony Giddens. The method that used in this thesis is qualitative with literature review, direct observation, questionnaires and interviews. This thesis found that the identity of a Muslim influences lifestyle and determines his housing preferences dan choice while architecture has a role to make Muslim housing community as a semi-permeable environment, not rigid barriers on an urban scale."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>