"
Skripsi ini membahas mengenai aspek intimasi yang terjalin di dalam proses perawatan penyandang disabilitas ganda oleh pengasuh. Profesi pengasuh disabilitas ganda dilihat sebagai profesi yang beresiko serta memiliki beban fisik dan mental. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu melalui observasi dan wawancara mendalam oleh empat orang pengasuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, profesi pengasuh disabilitas bukan hanya dilihat sebagai pekerjaan yang memiliki resiko, beban fisik, dan mental saja, upah minim juga harus mereka terima dalam menekuni pekerjaan mereka. Kondisi tersebut juga berdampak pada kehidupan pribadi pengasuh di luar pekerjaan mereka. Namun, meski pengasuh dihadapkan dengan berbagai macam kondisi sulit, tidak membuat mereka meninggalkan pekerjaan mereka. Para pengasuh justru melakukan berbagai macam strategi koping sebagai upaya untuk tetap bertahan menajalani profesi pengasuh bagi penyandang disabilitas ganda. Alasan pengasuh untuk bertahan dari profesi mereka dilatar belakangi oleh keinginan pribadi para pengasuh, yaitu berupa rasa nyaman dan aman ketika berada di lingkungan wisma, menjadikan wisma sebagai tempat belajar dan memperbaiki kualitas hidup, serta tempat untuk beribadah dan mengumpulkan pahala. Selain itu, pada prosesnya, profesi ini juga melibatkan aspek intimasi yang terjalin antara pengasuh dengan penyandang disabilitas ganda. Aspek intimasi tersebut diantaranya, sentuhan atau kontak fisik, kedekatan atau keakraban, afeksi, serta pengetahuan yang bersifat pribadi. Sehingga profesi pengasuh disabilitas ganda dapat dikategorikan sebagai intimate labor.
This thesis discusses the aspects of intimacy that are interwine in the process of caring for people with multiple disabilities by caregivers. The caregiver profession is seen as a risky profession and has a physical and mental burden. This study uses qualitative methods, namely through observation and in-depth interviews with four caregivers. The results showed that, the profession of disability caregivers was not only seen as occupations that had risks, physical and mental burdens, they also had to receive a minimum wage in pursuing their work. This condition also affects the caregivers personal life outside their work. However, even though caregivers are faced with a variety of difficult conditions, it does not make them leave their jobs. The caregivers do a variety of coping strategies in order to endure the caregiver profession for people with multiple disabilities. The caregivers reason for surviving their profession is motivated by the personal desires of the caregivers, namely in the form of a sense of comfort and safety when in the guesthouse environment, making the guesthouse as a place to learn and improve quality of life, as well as a place to worship and gain merit. In addition, during the process, this profession also involves aspects of intimacy that exist between caregivers and people with multiple disabilities. These aspects of intimacy include physical touch or contact, closeness or intimacy, affection, and personal knowledge. So that the profession of multiple disability caregivers can be categorized as an intimate labor.
Keywords: Aspects of intimacy, caregivers of multiple disabilities, coping strategies.
"Menjamurnya kedai kopi baik merek asing maupun lokal menjadikan persaingan usaha penjualan minuman berbahan dasar kopi menjadi hal yang tidak terelakan. Kemajuan teknologi khususnya keberadaan media sosial pada era revolusi industri 4.0 membuat pelaku usaha berlomba-lomba melakukan promosi di media sosial. Seiring semakin ketatnya persaingan usaha antara kedai kopi merek lokal dan asing, analisis media sosial memainkan peranan sangat penting sebagai instrumen dari intelijen kompetitif yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan oleh pelaku usaha. Penelitian ini bertujuan menganalisis peranan media sosial terhadap intelijen kompetitif bagi beberapa merek kedai kopi. penelitian dilakukan terhadap 6 merek kedai kopi: Starbucks Indonesia, Maxx Coffee, Anomali Coffee, Fore Coffee, Kopi Kenangan, dan Kopi Janji Jiwa. Sumber data berasal dari akun Instagram. Metode penelitian yang digunakan adalah crawling menggunakan aplikasi Phlanx dan analisis komentar konsumen lalu mengaitkan intelijen kompetitif dengan teori AIDA model dan marketing mix. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyusunan strategi yang tepat terkait promosi melaui media sosial dibutuhkan oleh pelaku usaha agar dapat bertahan dalam persaingan usaha yang semakin ketat.
The rising of coffee shops both foreign and local brands makes business competition of coffee-based drinks business become inevitable. The presence of social media in the industrial revolution 4.0 era, makes business competition in promoting in social media. As business competition between local and foreign brand coffee shops increasingly tightens, social media analysis plays a very important role as an instrument of competitive intelligence that can be used as a basis for business decision making. This study aims to analyze the role of social media on competitive intelligence for several coffee shop brands, namely Starbucks Indonesia, Maxx Coffee, Anomaly Coffee, Fore Coffee, Kopi Kenangan, and Kopi Janji Jiwa. The data source comes from Instagram account. The research method used is crawling using Phlanx application and analysis of consumer comments and then linking competitive intelligence with the AIDA theory model and marketing mix. The results showed that the preparation of the right strategy related to promotion through social media is needed by business actors in order to survive in increasingly fierce business competition.
"