Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51223 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khairani Fitri Kananda
"Kisah Nyai Dasima dalam Yjerita Njai Dasima karya G. Francis dirombak ulang oleh S.M. Ardan dalarn buku berjudul Nyai Dasima, sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonial. Teori Psikoanalisis Lacan digunakan untuk menganalisis fenomena pembentukan subjek melalui tubuh Nyai Dasima dengan menyingkap ruang ketaksadaran dan mekanisme-mekanisme yang bekerja di dalamnya. Wacana resistensi Nyai Dasima dalam Nyai Dasima melahirkan subjek yang gegar akibat peran kolonial sebagai pemegang kendali tatanan simbolik. Kolonial sekaligus berperan dalam mengatur hasrat subj ek dalam otoritas etis. Otoritas inilah yang mengatur subj ek pribumi yang lebih dulu “terintimidasi” oleh superioritas kolonial sebelum akhirnya wacana resistensi nyai muncul sebagai “suara perlawanan” dari jeratan kolonial. Akan tetapi, kegegaran adalah hal yang abadi dalam diri subjek sehingga dekolonialisasi menjadi sebuah ilusi yang menciptakan lubang inferioritas yang berkepanjangan."
Serang: Kantor Bahasa Banten, 2023
400 BEBASAN 10:1 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Isnaeni Fajar
"Subjektivitas telah menjadi salah satu isu yang diperhatikan banyak orang, termasuk orang-orang industri musik folk. Hasilnya, subjektivitas sebagai tema dalam sebagian besar lagu musik folk. Sebagai genre musik yang ideologi awalnya adalah untuk melawan pemerintah, musik folk mengabaikan ideologinya sendiri dengan membuat lagu-lagu narsistik. Salah satu lagu tersebut adalah Helplessness Blues oleh Fleet Foxes, yang cukup kuat mengangkat subjektivitas sebagai tema. Jurnal ini akan menganalisa subjektivitas dalam lagu Helplessness Blues oleh Fleet Foxes. Dengan menggunakan teori subjektivitas Lacan, lagu ini akan diamati dengan menggunakan fase triadik Lacanian; the Imaginary, the Symbolic, and the Real. Dengan menghubungkan analisa lagu dengan wawancara dengan Robin Pecknold mengenai masyarakat, akan dibuktikan bahwa subjektivitas sebenarnya telah menjadi isu yang muncul dewasa ini.

Subjectivity has become one of the issues of which people are aware. People in the contemporary folk music industry are also concerned about this issue, resulting in the use of subjectivity as the theme in most of the songs. As a music genre whose initial ideology was to go against the government, folk music neglects its own ideology by making narcissistic songs. One of those songs is Fleet Foxes’ Helplessness Blues, in which subjectivity emerges as a theme rather strongly. This article will analyze the subjectivity in Fleet Foxes’ Helplessness Blues. By applying Lacan’s theory of subjectivity, this song will be scrutinized by using Lacanian triadic phase; the Imaginary, the Symbolic, and the Real. Relating the analysis of the song with the interview of Robin Pecknold about society, it will be proven that subjectivity actually has become an issue which occurs in this day.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Salsabila
"Secara umum, psikoanalisis memegang peranan penting dalam pengkajian film karena komposisi narasi dan tokoh dalam sebuah film tidak dapat terlepas dari aspek psikologis. Maka dari itu, psikoanalisis menjadi salah satu cara untuk memahami lebih dalam kompleksitas dari kepribadian tokoh-tokoh yang dihadirkan dalam film. Hal ini dapat ditemukan dalam film C’est pas moi, je le jure ! (2008) karya Philippe Falardeau yang menggambarkan bagaimana lingkungan keluarga dapat memengaruhi kepribadian anak, khususnya melalui tokoh utamanya, Leon Dore. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh dari id, ego, dan superego, serta kaitannya dengan prinsip kenikmatan dan prinsip kematian terhadap kebebasan bertindak tokoh Leon sebagaimana ditunjukkan dalam film. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi kualitatif yang berlandaskan studi kajian sinema menurut Joseph M. Boggs dan Dennis W. Petrie (2018), didukung dengan kerangka teori psikoanalisis Sigmund Freud, yaitu struktur kepribadian (2018) serta dorongan Eros dan Thanatos (2014). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebebasan bertindak Leon dapat dimaknai sebagai ketidakseimbangan ego akibat adanya pertentangan antara id dan tekanan superego dari struktur kepribadiannya yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Selain itu, kebebasan bertindak yang juga berakar dari prinsip kenikmatan dan prinsip kematian menjadi cara bagi Leon untuk menyalurkan dorongan id yang mendominasi kepribadiannya.

In general, psychoanalysis takes a significant role in film studies because the composition of narrative and characters in a film cannot be separated from psychological aspects. Therefore, psychoanalysis is a way to understand more deeply the complexities of characters’ personalities presented in films. This can be found in the film C’est pas moi, je le jure ! (2008) by Philippe Falardeau which describes how family environment can influence a child's personality, especially through its main character, Leon Dore. This research aims to reveal the influence of the id, ego, and superego, and their relation to the pleasure principle and the death principle on Leon's freedom of action as shown in the film. The method used in this research is qualitative methodology based on film studies according to Joseph M. Boggs and Dennis W. Petrie (2018), supported by Sigmund Freud's psychoanalytic theoretical framework, which consists of the personality structure (2018) and the drive theory of Eros and Thanatos (2014). The results of this study indicate that Leon's freedom of action can be interpreted as an imbalanced ego due to the conflict between the id and the superego from his personality structure that was strongly influenced by his family environment. In addition, freedom of action, which is also rooted in the pleasure principle and the death principle, is a way for Leon to channel the drives of the id that dominate his personality."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Friska
"Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan transformasi karakter yang membawa kepada perubahan kepribadian tokoh utama dari novel Norwegian Wood (2005) ke film dan menampilkan kaitan tiga perempuan sebagai pembentuk struktur kepribadian Watanabe Toru dalam film Norwegian Wood (2010). Metode deskriptif analisis dengan teori psikoanalisis sastra dan analisis film melalui aspek narasi dan sinematografi digunakan untuk melihat bagaimana tokoh Watanabe Toru mengalami transformasi karakter sehingga tercipta kecemasan dan metode pertahanan diri yang diikuti dengan kaitan tiga perempuan sebagai struktur kepribadian Watanabe Toru. Dari hasil analisis tampak bahwa transformasi karakter terjadi untuk memberikan tempat bagi ketiga perempuan untuk menjadi visualisasi dari Id, Ego dan Superego (konflik batin) dari tokoh Watanabe Toru.

This analysis aims to show the transformation character that lead to personality changes of Watnabe Toru, the main character from novel Norwegian Wood (2005) into film. The changes show the connection between three women as the personality structure of Watanabe Toru in the film of Norwegian Wood (2010). Descriptive analytical method and theory of pshycoanalysis from Sigmund Freud as well as movie analysis through narrative and cinematic techniques from Joseph M Boggs is used to reveal that the characterization of Watanabe Toru in the film is based on the anxieties and self-defense methods. This analysis shows that the film adaptation gives role the three women to become a visualization of Id, Ego and Superego of the Watanabe Toru character."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
T35867
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugeng Riyadi
"Perilaku-perilaku tak wajar seorang tokoh tertentu di dalam sebuah karya sastra atau film terkadang menimbulkan pertanyaan apakah perilaku-perilaku tersebut dapat dipercaya atau tidak. Terkadang memang tidak mudah untuk memahami alasan yang membuat tokoh tersebut berperilaku sebagaimana digambarkan dalam cerita di karya sastra atau film tersebut. Di sinilah pendekatan psikoanalisis bisa menjadi alat yang sesuai untuk memahami hal tersebut.
Kajian ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip psikoanalisis dapat digunakan untuk lebih memahami sebuah film yang berjudul Mereka Bilang, Saya Monyet!, terutama tokoh utamanya, yaitu Adjeng. Secara lebih spesifik, tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah untuk menemukan bagaimana (1) unsur-unsur naratif dan sinematografis film ini mencerminkan prinsip-prinsip psikoanalisis Freud, dan (2) bagaimana gejala-gejalan neurosis tokoh utama di dalam film ini ditunjukkan di dalam film, dan bagaimana gejala-gejala tersebut terkait dengan masa lalunya.
Dari hasil analisis unsur-unsur naratif film (tema, alur, penokohan, simbol, metafor, ironi, dan alegori) ditemukan bahwa semua unsur naratif tersebut sangat terkait dengan prinsip-prinsip psikoanalisis Freud. Keterkaitan yang sama juga ditemukan pada unsur-unsur sinematografisnya (gambar, gerakan, dan suara). Keterkaitan unsurunsur sinematografis ini mungkin tidak sejelas keterkaitan dengan unsur-unsur naratif. Meski begitu, unsur-unsur sinematografis tetap mempertegas keterkaitan antara struktur film ini dengan prinsip-prinsip psikoanalisis.
Sementara itu, analisis gejala-gejala neurosis pada tokoh utama film ini, Adjeng, menemukan adanya dua macam gejala neurosis yang diderita Adjeng, yaitu ketakutan akan keintiman dan ketakutan akan ditinggalkan (ditelantarkan). Gejala-gejala tersebut ditunjukkan oleh sekuen-sekuen yang menunjukkan hubungannya dengan orang-orang terdekatnya, seperti ibunya, kekasih-kekasihnya, dan teman-teman dekatnya. Gejala-gejala neurosis tersebut terkait erat dengan kejadian-kejadian traumatis yang dialami Adjeng ketika masih kecil dulu, khususnya saat ia mengalami kompleks Oedipus.

Uncommon behaviors of a certain character in a literary work or movie sometimes raise a question if such behaviors are really believable or not. In fact, it is sometimes difficult to understand why such character does the things s/he does in the story told by the literary work or movie. In this case, a psychoanalysis approach can be a very effective tool to understand such thing.
This study aims at showing how psychoanalysis principles can be used to get a better understanding of a movie entitled Mereka Bilang, Saya Monyet! (They Say, I am a Monkey!), in general, and its character(s), in particular. To be more specific, the objective of this qualitative research is to find out (1) how the narrative and cinematographic elements of this movie reflect Freud's Psychoanalysis principles and (2) how the neurosis symptoms of the main character in this movie, Adjeng, which are related to her childhood memories, are shown in the movie.
The analysis of its narrative elements (theme, plot, characterization, symbolism, metaphor, irony, and allegory) shows that all the elements are closely related to Freud's Psychoanalysis principles. The same finding also goes to the analysis of its cinematographic elements (picture, motion, dan sounds). Such relation might not be as vivid as the one found in its narrative elements, but cinematographic elements certainly give strong emphasis on such principles.
As for the neurotic symptoms of the main character, Adjeng, it is found that there are basically 2 kinds of neurotic symptoms that she suffers from; fear of intimacy and fear of abandonment. Such symptoms are shown by the sequences that show her relationship with the people she is close to, including her mother, her lovers, and her close friends. These neurotic symptoms are deeply rooted to her traumatic experiences in her childhood when Oedipus Complex took place.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T41375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nixon
"Peaky Blinders Season 5 (2019) merupakan musim kelima dari serial "Peaky Blinders", yang merupakan serial Netflix yang mengisahkan tentang sebuah kelompok kriminal di kota Birmingham, Inggris, pada masa Perang Dunia pertama. Artikel ini akan menganalisis tindakan Thomas Shelby, penjahat dan karakter utama dalam serial Netflix Peaky Blinders musim ke-5 (2019), menggunakan teori Psikoanalisis Freud. Thomas Shelby adalah seorang penjahat, tetapi dia juga dianggap pahlawan oleh karakter lain di Peaky Blinders musim ke-5. Saya menemukan bahwa kondisi psikologis Thomas Shelby dapat digunakan untuk menjelaskan setiap tindakan agresifnya dan dapat mengubah cara pandang orang-orang di sekitarnya terhadap kejahatannya menggunakan metode yang dikembangkan oleh Sigmund Freud. Saya menyimpulkan bahwa alasan psikologis di balik tindakan agresif Thomas Shelby dapat mengubahnya dari penjahat menjadi pahlawan bagi orang-orang yang terpinggirkan di sekitarnya karena Id dan Superego yang muncul secara seimbang dan bersamaan. Situasi ini dijelaskan oleh Sigmund Freud dalam “Mekanisme Pertahanan” yang masih menjadi bagian dari teori Psikoanalisis. Kemunculan Id dan Superego secara bersamaan dapat menimbulkan pembenaran tindak pidana bagi pelaku kejahatan dan memperoleh simpati dari masyarakat.

Peaky Blinders Season 5 (2019) is the fifth season of "Peaky Blinders" series, which is a Netflix series that tells the story of a criminal group in the city of Birmingham, England, during the first World War. This article will analyze the actions of Thomas Shelby, a criminal and main character in Netflix series Peaky Blinders Season 5 (2019), using Freud’s Psychoanalysis theory. Thomas Shelby is a criminal, but he is also considered a hero by other characters in Peaky Blinders season 5. I find that the psychological condition of Thomas Shelby could be used to explain each of his aggressive actions and it could change the perspective of people surrounding him towards his crime using the method developed by Sigmund Freud. I conclude that the psychological reasons behind the aggressive acts of Thomas Shelby could turn him from a criminal into a hero for marginalized people surrounding him because the Id and Superego that appear in balance and simultaneously. This situation is described by Sigmund Freud in “Defense Mechanism,” which is still a part of Psychoanalysis theory. The simultaneous appearance of Id and Superego can lead to justification of criminal acts for criminals and gain sympathy from people."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Fidela Hanadestia
"Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dan menganalisis teori Carl Jung yaitu arketipe mentor-mentee dalam proses individuasi diantara dua novel yaitu Demian karya Hermann Hesse dan Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe karya Benjamin Alire S enz. Arketipe adalah suatu bentuk dari ketidaksadaran kolektif yang memiliki pengertian bahwa seluruh konsep, ide, dan ingatan itu bersifat universal dan telah diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Satu contoh dari arketipe oleh Jung ini ada didalam hubungan antara seorang mentor dan mentee yang bisa ditemukan di kehidupan sehari-hari kita ataupun didalam platform kreatif seperti film, musik, dan di penelitian ini khususnya dibidang sastra.
Dengan menggunakan psikoanalisis oleh Jung, jurnal ini bertujuan untuk mengurai cara kedua novel tersebut menggunakan arketipe mentor sebagai bantuan bagi muridnya untuk mencapai realisasi diri mereka, dan untuk mengetahui signifikansi peran mentor itu sendiri. Jurnal ini menggunakan analisis tekstual untuk membandingkan kedua buku tersebut. Selain itu, penulis menghubungkan konteks novel dengan arketipe untuk melihat pengaruhnya terhadap arketipe mentor mentee.

This research tries to compare and analyze Carl Jung's mentor-mentee archetype in the process of individuation in Hermann Hesse's Demian and Benjamin Alire S enz's Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe. Archetype is a form of collective unconscious in which it means that every concept, idea, and memory is shared universally and has been passed from one generation to the next. One example of Jung's archetype exists in mentor and mentee's relationship, which can be found in our daily life and in creative platforms such as in film, music, and in this research specifically literature.
By using Jung's psychoanalysis, this journal aims to dissect the way both novels use Mentor Archetype as a succor for the pupil to come to their self-realization, and to figure out the significance of the mentor's role itself. Textual analysis is used for this journal to compare the two books. In addition, the author connects the context of the novel with the archetype to see how it influences the mentor-mentee archetype.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Essy Syam
"ABSTRACT
This writing analyzes narcisism and oedipus complex as reflected in work entitles Pygmalion written by George Bernard Shaw objective of this analysis is to show and to analyze how narcisim and Oedipus complex are suffered from the protagonist of this work that objective, this analysis applies psychoanalitical analysis to demonstrate the mental condition of the main character. Related to that idea, this analysis applies descriptive analysis method in which the result of the analysis will be described clearly from the presented description, it will show how the main character of this work lives his life and in his interaction characters will describe his mental condition."
Pekanbaru: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, 2017
020 JPB 4:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Trias Melia
"Psikologi pada awalnya merupakan sebuah ilmu yang menekankan pada kesadaran manusia. Namun, muncul pemikiran baru dari Sigmund Freud, yang tidak hanya memberi kontribusi dalam bidang psikologi berupa metode yang menekankan unconsciousness atau alam bawah sadar manusia dalam meneliti perilaku manusia namun juga memberi kontribusi dalam pendekatan penelitian kesusastraan, yaitu pendekatan psikoanalisis. Pendekatan psikoanalisis ini dapat diterapkan dalam meneliti literatur-literatur, salah satunya adalah novel Choke karya Chuck Palahniuk.
Dengan menggunakan teori psikoanalisis mengenai Oedipus complex, skripsi ini menunjukkan abnormalitas hubungan tokoh Victor Mancini dengan ibunya dan gejala-gejala atau symptoms yang timbul akibat usaha Victor untuk bernegosiasi dengan fase Oedipal. Analisis tersebut membuktikan bahwa perilaku-perilaku neurosis yang dilakukan Victor merupakan upaya pencapaian kebahagiaan atas terpenuhinya hasrat-hasrat yang ia miliki terhadap ibunya dan mencapai solusi atas Oedipus complex yang dideritanya.

Psychology was at first a branch of science that focused on human's consciousness. However, there was a new perspective from Sigmund Freud, which was not only giving contribution to psychology about a new idea of unconsciousness influence to examining human mind but also a contribution in literature analysis approach, which is Psychoanalysis approach. This approach can be implemented to analyze literature works, novel Choke by Chuck Palahniuk, for example.
By using Psychoanalysis theory about Oedipus complex, this undergraduate thesis shows an abnormality in Victor Mancini and his mother's relationship and the symptoms that arise because of his effort to negotiate with the Oedipal phase. The analysis proves that his neurotic behavior is his effort to achieve pleasure of satisfying his desires towards his mother and to get a solution of his Oedipus complex.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S53042
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Ichsan Andi
"Sebagai salah satu unsur yang membangun cerita pada karya sastra anak, tokoh melakukan berbagai tindakan. Sama halnya dengan manusia, motif tindakan tokoh dipengaruhi oleh aspek psikologis atau kejiwaannya, baik secara sadar, prasadar, maupun tidak sadar. Berkaitan dengan penelitian ini, peneliti memfokuskan bahasan terhadap motif tidak sadar tindakan melarikan diri tokoh Matara yang ada di dalam Mata dan Rahasia Pulau Gapi  atau MDRPG (2018) karya Okky Madasari. MDRPG menceritakan seorang tokoh bernama Matara yang berusaha menjaga benteng tua di Pulau Gapi. Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan teori psikoanalisis Sigmund Freud, terutama id, ego, dan superego. Penelitian dilakukan untuk menelaah motif tidak sadar tindakan melarikan diri tokoh Matara. Sebagai kesimpulan, penelitian ini menghasilkan temuan motif tidak sadar kedua tindakan melarikan diri Matara yang dilatari oleh instansi psikis id, ego, dan superego. Motif tidak sadar tindakan melarikan diri pertama adalah adanya dorongan instansi psikis id untuk memenuhi kepuasan rasa senang pada diri Matara dengan cara memunculkan rasa kebosanan. Selain itu, ego mengaktifkan mekanisme pertahanan represi, pengalihan, dan fiksasi. Juga, superego menilai bahwa Matara mendapatkan hukuman (punishment) tanpa pernah mendapatkan penghargaan (reward) atas usaha-usaha yang dilakukannya. Sementara itu, motif tidak sadar melarikan diri kedua adalah id dan ego menilai bahwa eksistensi ayah memiliki peranan yang penting. Dalam hal itu, ego mengaktifkan juga mekanisme pertahanan represi dan pembentukan reaksi.

As one of the intrinsic element that builds stories in children's literature, the character takes various actions. As well as human, the motive of the character's actions are influenced by psychological aspects of preconscious, conscious, and unconscious. In this research, the researcher focuses the discussion on the unconscious psychological motive of Matara`s flee action in Okky Madasari`s Mata dan Rahasia Pulau Gapi or MDRPG (2018). MDRPG tells of a character named Matara who tried to protect the old fort on Gapi Island. This qualitative research uses the approach of Sigmund Freud's psychoanalysis theory, especially on the id, ego, and superego. The study was conducted to examine the unconscious psychological motive of the Matara`s flee action. As the conclusion, this research resulted the discovery of the unconscious motive of two Matara`s flee actions which were based on the id, ego, and superego. The unconscious motive of the first act was the encouragement of the psychic aspect of the id to fulfill the satisfaction of Matara`s pleasure by giving rise to a feeling of boredom. In addition, the ego activates the defense mechanisms of repression, displacement, and fixation. Also, the superego considered that Matara received punishment without ever being rewarded for her efforts. Meanwhile, the unconscious motive of the second act is the id and ego assesses that the existence of her father has an important role. In that case, the ego also activates the defense mechanism of repression and reaction formation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>