Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134813 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sathya Aisha Tunggadewi
"Skripsi ini mengeksplorasi implikasi hukum dari perjanjian pranikah dan perjanjian pascaperkawinan dalam konteks harta perkawinan dalam kerangka perkawinan campuran, dengan fokus khusus pada Hukum Internasional Swasta Indonesia. Di era globalisasi yang semakin meningkat, perkawinan campuran yang melibatkan individu-individu dari latar belakang hukum dan budaya yang berbeda menjadi semakin lazim. Penelitian ini mengkaji kompleksitas dan tantangan yang terkait dengan penentuan hak atas harta perkawinan dalam perkawinan campuran, dengan mempertimbangkan beragam sistem hukum dan norma-norma budaya yang berlaku. Melalui analisis mendalam terhadap ketentuan hukum Indonesia yang relevan dan kerangka hukum internasional, tesis ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai bagaimana perjanjian pranikah dan perjanjian pascaperkawinan mempengaruhi pembagian harta perkawinan dalam perkawinan campuran. Dengan menyoroti kerumitan hukum yang terlibat, penelitian ini berkontribusi pada wacana yang lebih luas tentang hukum keluarga dan hukum internasional privat, menawarkan wawasan yang dapat memandu para pembuat kebijakan, praktisi hukum, dan individu dalam menavigasi kerumitan perkawinan campuran di Indonesia.

This thesis explores the legal implications of prenuptial and postnuptial agreements in the context of marital property within the framework of mixed marriages, with a specific focus on Indonesian Private International Law. In an era of increasing globalization, mixed marriages involving individuals from different legal and cultural backgrounds have become more prevalent. The study examines the complexities and challenges associated with determining marital property rights in such unions, considering the diverse legal systems and cultural norms at play. Through an in-depth analysis of relevant Indonesian legal provisions and international legal frameworks, the thesis aims to provide a comprehensive understanding of how prenuptial and postnuptial agreements impact the division of marital property in mixed marriages. By shedding light on the legal intricacies involved, this research contributes to the broader discourse on family law and private international law, offering insights that may guide policymakers, legal practitioners, and individuals navigating the complexities of mixed marriages in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Nabilla Sarika
"ABSTRAK
Sebuah akta perjanjian perkawinan dapat mengikat pihak ketiga apabila telah dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah, jika tidak dicatatkan maka perjanjian perkawinan tersebut hanya berlaku untuk para pihak saja, yaitu suami istri. Dalam praktek, tidak sedikit dari pasangan suami istri yang telah membuat akta perjanjian perkawinan lalai untuk mencatatkan perjanjian perkawinan mereka. Sehingga, dalam hal ini, pada praktek pasangan suami istri tersebut akan meminta penetapan dari pengadilan untuk mencatatkan perjanjian perkawinan mereka. Skripsi ini membahas bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan oleh suatu penetapan pengadilan yang menetapkan bahwa suatu perjanjian perkawinan dapat dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah walaupun perjanjian perkawinan tersebut terlambat didaftarkan terhadap harta benda suami istri yang telah ada sebelum penetapan tersebut dikeluarkan oleh pengadilan serta ketentuan mengenai pencatatan perjanjian perkawinan melalui penetapan pengadilan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan Undang-Undang. Penulis menggunakan bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menyarankan bahwa Pegawai Pencatat Nikah dan Notaris dapat memberikan penjelasan kepada calon pengantin agar mencatatkan akta perjanjian perkawinan yang mereka buat.

ABSTRACT
A prenuptial agreement will legally binding the third party if it has been registered by a the marriage registry officer, if not registered then the prenuptial agreement shall legally binding only to the parties, husband and wife. In practice, a few of married couples who have made the prenuptial agreement forgot to registered their agreement to the marriage registry officer. Thus, in this case, in practice the couple will submit an apeal to the court to regist their prenuptial agreement. This thesis discusses how the legal consequences arising from a court decree to husband and wife property before the court decree. This research used normtive legal research method with legislation approach. The author uses primary, secondary, and tertiary legal materials using a qualitative approach. The results of the study suggest that the marriage registry officer and Notaries may provide explanations to brides to register their prenuptial agreement."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Difa Marsya Meirina
"Perjanjian perkawinan belum diketahui secara luas oleh masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, perjanjian perkawinan dapat dianggap penting terutama dalam perkawinan campuran mengingat dampak yang dihasilkan dari perkawinan itu sendiri cukup besar. Skripsi ini membahas mengenai pengaturan perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran di Indonesia yakni dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan membandingkan pengaturan di Texas, Amerika Serikat yakni Texas Family Code dan Uniform Premarital Agreement Act. Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian doktrinal untuk melakukan perbandingan pengaturan antara Indonesia dan Texas, Amerika Serikat. Adapun hasil dari penelitian ini adalah pengaturan mengenai perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran di Indonesia diperlukan adanya kepastian hukum karena dalam prakteknya masih terdapat ketidaksesuaian berkaitan dengan pengaturan perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran. Hal ini dapat dilakukan dengan pemerintah sebagai lembaga yang berwenang untuk lebih memperhatikan pengaturan mengenai perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran agar prosedur, akibat hukum, serta legalitas dari perjanjian perkawinan itu sendiri memiliki kepastian.

Prenuptial agreement is still not widely known by the Indonesian people. However, marriage agreements can be considered important, especially in mixed marriages, considering the significant impact of the marriage itself. This thesis discusses the regulation of prenuptial agreement in mixed marriages in Indonesia namely in the Indonesian Civil Code and the Marriage Law No. 1 of 1974 and compares the with those in Texas, United States namely Texas Family Code and Uniform Premarital Agreement Act. The research used in this thesis is doctrinal research to compare the regulations between Indonesia and Texas, United States. The results of this study are that the regulation of prenuptial agreement in mixed marriages in Indonesia requires legal certainty because in practice there are still inconsistencies related to the regulation of prenuptial agreement in mixed marriages. This can be done by the government as the authorized institution to pay more attention to the regulation of prenuptial agreement in mixed marriages so that the procedures, legal consequences, and legality of the prenuptial agreement themselves have certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cucu Nurhayanti Anggraeni
"Salah satu akibat putusnya perkawinan campuran adalah harta benda perkawinan yang mengandung unsur asing yang didalamnya. Terutama tanah-tanah di Indonesia dengan sertipikat hak milik yang diperoleh oleh WNA karena adanya pencampuran harta. Dimana hal ini ada ketidaksesuaian dengan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria. Metode penelitian penulisan skripsi ini bersifat yuridis normatif dan berbentuk deskriptif analitis untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut. Berdasarkan 3 (tiga) kasus yang telah dianalisis, diperoleh kesimpulan bahwa belum ada pemahaman hakim mengenai harta benda perkawinan akibat dari putusnya perkawinan campuran terkait dengan tanah-tanah tersebut dan masih belum menerapkan prinsip-prinsip HPI dalam pertimbangan putusannya.

One of the outcome of the divorce of a mixed marriage is the marital property issue. This include issues of lands within Indonesia territory, in particular lands which the freehold title belongs to the foreigner spouse in a mixed marriage. This contradicts to the Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Law. The research of this study was conducted through juridical normative method in a form of analytical description. Based on 3 (three) cases that have been analyzed on this research, it has come into a final conclusion that there is no result based on the understanding of the judges regarding marital property, and as a result of the termination of a mixed marriage correlated with these lands and has not fulfilled the implementation of the Indonesian Private International Law principles due to the considerations of the ruling."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65259
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regika Christy
"ABSTRAK
REGIKA CHRISTYProgram Studi : KenotariatanJudul : Perjanjian Kawin Pada Perkawinan Antar Negara Antara Warga Negara Indonesia Dan Warga Negara New Zeland Yang Dilakukan Di New Zeland Perjanjian Perkawinan yang dibuat oleh notaris di Indonesia terhadap perkawinan beda warga negara yaitu wanita WNI dengan seorang pria yang berkewarganegaraan New Zealand, yang tunduk pada peraturan perkawinan di New Zealand dikarenakan keduannya akan melangsungkan pernikahan di negara tersebut. Perjanjian perkawinan dibuat sebelum keduanya mengsungkan pernikahan di New Zealand, yang dibuatkan oleh Notaris di Indonesia. Dengan alasan bahwa pihak istri berkewarganegaan Indonesia dan pasangan ini akan berdomisili di New Zealand, sehingga atas hal tersebut membuat calon mempelai wanita yang berkewarganegaan Indonesia memiliki segudang pertanyaan mengenai kedudukan akta perjanjian perkawinan yang mereka buat di Indonesia oleh notaris Indonesia di New Zealand Selain ada persamaan maupun perbedaan tentang isi perjanjian perkawinan di Indonesia dan New Zealand, kedudukan terhadap harta-harta selama perkawinan terkait perjanjian kawin yang dibuat oleh Notaris di Indonesia dapat dikatakan bahwa mengenai status kepemilikan tanah WNI dalam harta bersama, berdasarkan undang-undang adalah dipersamakan haknya dengan hak atas tanah bagi pasangan WNA-nya, yakni hanya sebatas hak pakai, sedangkan hak Milik masih dapat diusahakan oleh WNI pelaku perkawinan campuran tanpa perjanjian perkawinan, tetapi dengan cara-cara ilegal. Kata Kunci :Hukum Perkawinan, Perjanjian Kawin, Warga Negara Indonesia, Warga Negara Selandia Baru.

ABSTRACT
Name REGIKA CHRISTYProgram of Study NotaryTitle Prenuptial Agreement Between Indonesian Citizen And New Zealand Citizen Which Conducted In New ZealandPrenuptial Agreement made by Indonesian public notary against a marriage of a different citizen, an Indonesian female citizen and New Zealand male citizen, subject to a marriage law in New Zealand due to her marriage will be conducted in that country. The prenup was made before the couple married in New Zealand, which was made by Indonesian public notary. For the reason that the bride of Indonesian citizen will be domiciled in Zealand, therefore causing the bride of an Indonesian citizenship has plenty of questions about the legality of their prenuptial agreement made by Indonesian public notary in New Zealand.In addition to the similarities anddifferences between the contents of the prenuptial agreement in Indonesia and New Zealand, the position of the marital property related to the prenuptial agreement made by Indonesian notary can be said that regarding the status of Indonesian citizen land ownership in marital property, according to the law, is equal to the right of land for their foreign spouse, which is the Right of Use Title Hak Pakai . While Freehold Title Hak Milik may still be cultivated by Indonesian citizen in mixed marriage without prenuptial agreement, but with ilegal means."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Amanati
"Pada umumnya masyarakat yang melakukan perkawinan campuran tidak memperhatikan dan mengetahui hal-hal yang harus dilakukan sebelum mereka melakukan perkawinan campuran terutama hal-hal yang menyangkut mengenai harta bersama yang diperoleh sepanjang perkawinan mereka. Pada dasarnya seseorang yang melakukan perkawinan campuran tidaklah dapat secara bebas untuk membeli hak-hak atas tanah di Indonesia dikarenakan pasangannya yang berkewarganegaraan asing tetap mempunyai hak tersebut karena adanya harta bersama. Hal ini karena adanya pembatasan hak kepemilikan tanah yang diatur dalam hukum pertanahan Indonesia pasal 1 jo pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 yang berazaskan kebangsaan.
Penelitian kali ini berjudul "Tinjauan Yuridis Perjanjian Kawin Dalam Perkawinan Campuran Terhadap Harta Bersama" dengan menggunakan metode kepustakaan yang bersifat normatif dengan jenis penelitian menarik asas hukum untuk mendapatkan gambaran menyeluruh terhadap permasalahan yang diteliti serta wawancara kepada narasumber atau informan untuk menambah informasi atas penelitian. Juga menganalisa putusan Pengadilan Agama Bandung nomor 495/Pdt.G/2005/PA.Bdg sebagai salah satu contoh perkawinan campuran. Seseorang yang melakukan perkawinan campuran harus membuat perjanjian kawin diluar persekutuan harta dan benda sebelum melakukan perkawinan serta didaftarkan agar dapat mengikat pihak ketiga serta adanya kepastian hukum.
Hal ini agar tidak terdapat persatuan harta dan benda dalam bentuk apapun antara suami dan istri tersebut sesuai yang diatur dalam pasal 29 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 139 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pada kenyataannya, masih banyak masyarakat yang melakukan perkawinan campuran dengan tidak membuat perjanjian kawin diluar persekutan harta dan benda karena unsur ketidaktahuan atau tidak adanya budaya membuat perjanjian kawin dalam perkawinan di Indonesia. Sehingga ketika terjadi perceraian dan pewarisan menimbulkan permasalahan dan dalam pelaksanaannya sering terjadi penyelundupan hukum. Ini dapat menyebabkan seseorang kehilangan atas hak atas tanah tersebut.

In General, Couples of mixed marriage do not care and know what they should do before they enter married life, especially about their marital property. Principally, a person who did this marriage has limitation to posses land, because based on Article 1 jo article 21 Law Number 5 Year 1960 every possession that is purchased by a mixed couple after they are married is considered a collective possession. The couple would lose the right to own land because one of the parties was an expatriate.
The research is entitled "Judicial Review Of Prenuptial Agreement In Mixed Marriage On Marital Property". The normative library method is used in this research for getting full description about the problem. Interview with the informant is used to add information for the research. I also analyze verdict of religious court of Bandung Number 495/Pdt.G/2005/PA.Bdg as an example of mixed marriage case. An Indonesian (man or woman) in a mixed marriage has to make prenuptial agreement for separation property before they married to protect their assets and limit parties? right. After that the prenuptial agreement has to be registered to bind third party and legal certainty.
The prenuptial agreement to avoid joint marital property which is in line with article 29 Law Number 1 Year 1974 jo article 139 The Burgerlijk Wetboek.However, many mixed married couples who do not make prenuptial agreement in Indonesian marriage, since they are not familiar with making prenuptial agreement. Consequently, they find many problems when they divorce or one of them dies. Sometimes there is smuggling law which prohibit in our country and they can lose the right to own land."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28655
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Natasia
"Perjanjian perkawinan menurut Pasal 29 UU Nomor 1 Tahun 1974 dapat dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan. Isi dari perjanjian perkawinan tersebut berlaku bagi pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. Skripsi ini membahas mengenai Penetapan No. 381/Pdt.P/2015/PN.Tng, yang dalam pertimbangannya terdapat pengesahan perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan dilangsungkan sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015, dan pasca adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, penulis dalam tulisan skripsi ini mengacu pada aturan-aturan hukum yang ada untuk kemudian dapat menjawab permasalahan. Bahwa hal tersebut dimungkinkan atau tidak untuk membuat perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan dilangsungkan dan akibat perjanjian tersebut bagi pihak ketiga. Dalam kesimpulannya, meskipun telah ada putusan Mahkamah Konstitusi atas Pengujian Undang-Undang No. 69/PUU-XIII/2015 yang menyatakan bahwa perjanjian perkawinan dapat dibuat pada waktu, sebelum atau selama perkawinan berlangsung, tetap memerlukan suatu peraturan pelaksana dan pengaturan khusus untuk Notaris terkait dengan mekanisme hukum pembuatan perjanjian perkawinan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan kepada pihak ketiga agar tidak dirugikan atas pembentukan perjanjian perkawinan.

Prenuptial Agreement based on Article 29 Law Number 1 of 1974 can be made during the marriage period or before the marriage take place that will be legalized by the officer of marriage registration. The content of the prenuptial agreement apply to the third party as long as the third party is involved. This Final Assignment discuss the Court Decision No. 381 Pdt. P 2015 PN. Tng, which in it rsquo s consideration legalized the prenuptial agreement, where agreement is made after the marriage is legalized before Constitutional Court Decision Number 69 PUU XIII 2015, and after Constitutional Court Decision Number 69 PUU XIII 2015. By using Normative Jurisdiction Method, the writer in this final assignment strictly follow to the existing rules of law to then be able to answer whether is it possible or not to make the prenuptial agreement after the marriage is being legalized and what are the consequences for the third party. In conclusion eventhough there rsquo s a constitutional court decision on Judicial Review No. 69 PUU XIII 2015 which stated that the prenuptial agreement can be made before the marriage take place or during the marriage period, still needs of a legal guidelines for the related field Notary which involve law mechanism for the creation of a prenuptial agreement that will provide more legal protection for the third party in order not to the harmed due the creation of the Prenuptial Agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Chen
"Perkawinan campuran antara WNI dan WNA bukan merupakan suatu hal baru yang terjadi di Indonesia. Pada tahun 2015, terdapat 1.200 perkawinan campuran yang diyakini dapat meningkat seiring waktu dengan kemudahan komunikasi serta mobilitas sosial. Perkawinan campuran pada dasarnya tunduk pada dua atau lebih hukum karena adanya perbedaan kewarganegaraan diantara pasangan. Keberlakuan hukum ini tidak hanya meliputi perkawinan tetapi juga harta benda perkawinan. Bila suatu perkawinan dinyatakan putus karena perceraian maka timbul persoalan berapa besaran harta yang diperoleh masing-masing pihak dan atas dasar apa pembagian tersebut dilangsungkan. Keberlakuan dari dua atau lebih hukum membuat Majelis Hakim di Indonesia memiliki kebijaksanaan tersendiri guna memilah dan menentukan besaran harta yang diperoleh oleh setiap pihak. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menentukan bagaimana Majelis Hakim di Indonesia menentukan hukum yang berlaku terhadap pembagian harta benda perkawinan dari perceraian perkawinan campuran. Penulisan ini membandingkan keberlakuan hukum Indonesia maupun negara lain dalam pengaturan terhadap perkawinan hingga pembagian harta benda perkawinan itu sendiri. Lebih lanjut, penulisan ini juga bermaksud untuk menganalisa penerapan dari kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasional pada tiga studi kasus pembagian harta benda perkawinan dalam perceraian perkawinan campuran di Indonesia. Penulisan ini dikemas menggunakan penelitian yang bermetode yuridis normatif terhadap beberapa peraturan perundang-undangan baik di Indonesia maupun negara lain.

Mixed marriage between Indonesian citizens and foreigners is not a new thing that has happened in Indonesia. In 2015, there were 1,200 mixed marriages which are believed to increase over time with ease of communication and social mobility. Mixed marriages are subject to two or more laws due to differences in nationality between the partners. The enactment of this law does not only cover marriage but also marital property. If a marriage is declared to have been broken up due to divorce, the question arises of how much property each party has acquired and on what basis the division takes place. The enforceability of two or more laws makes the Panel of Judges in Indonesia have its own discretion to sort and determine the amount of assets acquired by each party. The purpose of this paper is to determine how the Panel of Judges in Indonesia determines the law that applies to the distribution of marital assets from mixed marriage divorces. This writing compares the application of Indonesian law and other countries in regulating marriage to the division of the marital property itself. Furthermore, this paper also intends to analyze the application of the principles of Private International Law in three case studies of the division of marital property in the divorce of mixed marriages in Indonesia. This writing is packaged using normative juridical research on several laws and regulations both in Indonesia and other countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Amalia Yuliani
"Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, kini perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan dapat dilakukan tanpa adanya penetapan pengadilan negeri terlebih dahulu dan dapat disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris. Pengesahan perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan dilakukan dengan cara melaksanakan pencatatan perjanjian perkawinan pada Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama, sedangkan pengesahan oleh Notaris dianggap membingungkan karena dianggap tidak jelas maksudnya. Hal ini menimbulkan permasalahan karena belum ada ketentuan mengenai tata cara pencatatan perjanjian perkawinan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, sehingga pegawai pencatat perkawinan menolak melakukan pencatatan terhadap perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan dan meminta adanya penetapan pengadilan negeri untuk pengesahan perjanjian perkawinan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif yang menggunakan data primer dan data sekunder sebagai sumber data, dimana penulis dalam meneliti mengkaji aturan hukum mengenai perkawinan dan perjanjian perkawinan untuk dapat menjawab permasalahan secara dekriptif analitis. Melalui penelitian ini penulis menemukan jawaban bahwa pengesahan dan pencatatan perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan kini dapat dilakukan tanpa adanya penetapan pengadilan negeri terlebih dahulu dengan berpedoman kepada Surat Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil tanggal 19 Mei 2017 No. 472.2/5876/Dukcapil tentang petunjuk mengenai pencatatan perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan.

With the Constitutional Court Decision Number 69 PUU XIII 2015, postnuptial agreement can be done without any approval from the district court. It can also be legitimated by the marriage officer or the notary. The legalization of postnuptial agreement by the marriage officer is done by registering the postnuptial agreement to the Office of Population and Civil Registration Agency or the Office of Religious Affairs, while the legalization done by the notary is considered confusing as its main point is not that clear. It causes problem since there is no other regulation yet about the procedure of postnuptial agreement registration beside the Constitutional Court Decision Number 69 PUU XIII 2015 so that the marriage officer refuses to accept the registration of postnuptial agreement and asks the approval from district court to legalize it. This research uses normative juridical method using primary and secondary data as the source as I examine the law of marriage and postnuptial agreement to find the descriptive and analytical answer for the problems occur. The findings reveal that the legalization and the registration of postnuptial agreement now can be done without any approval from the district court, based on the regulation on Surat Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, May 19, 2017 No. 472.2 5876 Dukcapil about the guidance of postnuptial agreement registration."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68822
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pelealu, Cinthya Melissa Vina
"Tesis ini membahas mengenai permasalahan perjanjian kawin yang tidak didaftarkan. Yang menjadi permasalahan adalah apakah perjanjian kawin yang tidak didaftarkan berlaku efektif kepada pihak ketiga dan bagaimanakah kedudukan harta benda dalam perkawinan tersebut apabila perjanjian kawin yang dibuat tidak didaftarkan. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dalam penulisan ini. Perjanjian Perkawinan adalah perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan dan mengikat kedua belah pihak dan calon mempelai yang akan menikah. Banyaknya angka perceraian yang berujung masalah dalam harta perkawinan dirasakan perlu dibuatnya perjanjian perkawinan. Tidak hanya harta perkawinan, hutang - hutang yang timbul sepanjang perkawinan juga sering dipermasalahkan apalagi jika perjanjian perkawinan mengikat pihak ketiga.Tentunya pembuatan perjanjian perkawinan haruslah dengan prosedur yang berlaku seperti harus dibuat dengan akta notaris dan harus didaftarkan. Undang - Undang mengatur bahwa perjanjian perkawinan haruslah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat. Penulis dalam penulisan ini mencoba menganalisa perjanjian kawin yang tidak didaftarkan apakah dapat melindungi kepentingan pihak ketiga atau dianggap tidak berlaku sama sekali untuk pihak ketiga serta kedudukan harta benda dalam perkawinan itu sendiri apakah berlaku harta bersama atau berlaku pemisahan harta seperti yang tercantum dalam Perjanjian Perkawinan. Pihak Ketiga akan dirugikan apabila tidak dilakukan pendaftaran, karena Perjanjian Perkawinan dianggap tidak berlaku kepada pihak ketiga apabila tidak diaftarkan. Harta Benda dalam perkawinan dianggap tidak ada pemisahan harta dalam perkawinan tersebut. Pendaftaran perjanjian perkawinan dianggap syarat mutlak sehingga notaris juga bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada kedua belah pihak sebelum pembuatan perjanjian mengenai akibat - akibat yang akan timbul jika perjanjian perkawinan tidak didaftarkan. Penulis ini menyarankan agar notaris memberikan penyuluhan hukum terlebih dahulu kepada klien yang akan membuat perjanjian kawin.

This research talking about prenuptial agreements that not been registered. The problems are whether the unregistered prenuptial agreements can be effective to third party and how the marital property position in unregistered prenuptial agreements. Juridical normative approach was used as method in this research. Prenuptial agreements is a contract entered into prior to marriage by the people intending to marry or contract with each other. Many problems occurs in divorce events, especially about marital property and financial rights. That is why prenuptial agreements is needed, to establishes the property and financial rights of each spouse and also third party, in the event of divorce.Prenuptial agreements should be made with notary deed to be registered. According to laws, prenuptial agreements should be registered to local district court.In this research, writer want to analyze the absent of prenuptial agreements, whether it can protect the third party's interests and also determine how property is handled during marriage based on marital agreement.Third party will be disadvantaged if prenuptials agreement is not been registered because marital agreement considered not valid to third party. It also affect to marital property where it can be considered no separation of property in that marriage. Thus, prenuptial agreement is a must before marriage and notary has responsibility to explain to both parties, the result that can be happened if the prenuptial agreements not been registered."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42639
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>