Ditemukan 40034 dokumen yang sesuai dengan query
Muhamad Abdurahman Arasyid
"Pendaftaran tanah yang dilakukan masyarakat melalui kantor pertanahan mewajibkan masyarakat menyerahkan bukti-bukti kepemilikan tanah mereka ke kantor pertanahan untuk disimpan sebagai buku warkah. Selain bukti kepemilikan milik masyarakat, dalam warkah tersebut juga dimasukan dokumen terkait data fisik dan yuridis sebagai dasar pendaftaran tanah dan perubahan yang terjadi pada tanah tersebut. Karena vital nya warkah atas tanah tersebut, kantor pertanahan sebagai instansi yang menyimpan warkah wajib menyimpan warkah secara baik dan bertanggung jawab atas musnah atau rusak nya warkah tanah milik masyarakat. Sebagaimana musnahnya warkah tanah milik I Wayan Darsana pada kantor pertanahan kabupaten buleleng dan tanah tersebut didaftarkan untuk pembuatan sertipikat oleh Desa Adat Julah melalu program PTSL sebagaimana dijelaskan dalam Putusan Nomor 109 Pk/Tun/2022. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini didasarkan pada fakta-fakta yang terdapat di dalam putusan untuk menganalisis bagaimana kedudukan Kepemilikan tanah milik I Wayan Darsana yang warkah tanah nya sudah musnah akibat bencana kebakaran dan pendaftaran tanah oleh Desa Adat Julah melalui program PTSL. Penelitian ini dilakukan menggunakan penelitian doktrinal, dengan maksud untuk melakukan analisa terhadap data sekunder. Data-data yang disebutkan dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Alat pengumpulan data yang dipakai adalah studi dokumen untuk menghimpun data dari sumber-sumber peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian menggambarkan bahwa kantor pertanahan dalam menjalankan tugasnya menjaga warkah tanah tidak bertanggung jawab atas musnahnya warkah hak atas tanah dan mengembalikan kewajiban kepada masyarakat untuk melaukan pendataan ulang bagi masyarakat yang warkah tanah nya hilang atau musnah di kantor pertanahan.
The registration of land carried out by the community through the land office requires the community to submit proof of land ownership to the land office to be stored as a document book. In addition to proof of ownership, the document book also includes documents related to physical and juridical data as the basis for land registration and any changes that occur on the land. Due to the importance of these land documents, the land office, as the institution responsible for storing the documents, is obliged to store them properly and be accountable for the destruction or damage of the land documents owned by the community. This is evident in the case of the destruction of the land document belonging to I Wayan Darsana at the Buleleng district land office, where the land was registered for the issuance of a certificate by the Julah Customary Village through the PTSL program, as explained in Decision Number 109 Pk/Tun/2022. Based on these facts, this research is based on the information contained in the decision to analyze the position of land ownership of I Wayan Darsana, whose land document has been destroyed due to a fire disaster, and the registration of the land by the Julah Customary Village through the PTSL program. This research is conducted using doctrinal research, with the aim of analyzing secondary data. The mentioned data is analyzed using a qualitative approach. The data collection tool used is document study to gather data from relevant legislation sources. The research findings illustrate that the land office, in carrying out its duties to safeguard land documents, is not accountable for the destruction of land rights documents and shifts the responsibility back to the community to undergo re-registration for those whose land documents are lost or destroyed at the land office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dyana Safitri Juliani
"Pelepasan hak atas objek tanah yang dimiliki oleh anak dibawah umur harus diwakili oleh orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua atau wali yang ditunjuk dengan menjalankan perwalian, yang harus didasari oleh adanya penetapan pengadilan untuk membuktikan bahwa orang tua atau wali itu berwenang untuk mewaikili dan hal itu dilakukan atas dasar kepentingan si anak. Hal ini dikarenakan anak dibawah umur dianggap belum cakap dalam melakukan perbuatan hukum untuk mewakili dirinya sendiri. Selanjutnya maka penelitian ini berfokus pada kasus pelepasan hak di Jakarta Timur yang terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1211 K/PDT/2021, bahwa telah dilakukan pelepasan hak yang juga dianggap sebagai jual beli terhadap objek tanah dengan sertipikat hak milik atas nama si anak dibawah umur oleh ayah dari si anak dibawah umur tersebut atas dasar kekuasaan orang tua tanpa adanya penetapan pengadilan, yang kemudian hal ini mengakibatkan adanya sengketa terhadap objek tanah hak milik itu. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini didasarkan pada fakta-fakta yang terdapat dalam putusan untuk menganalisis konstruksi hukum dan kesahan akta pelepasan hak yang dibuat oleh orang tua dari subjek pemegang hak yang adalah anak dibawah umur tanpa didasari penetapan pengadilan. Penelitian ini dilakukan menggunakan penelitian doktrinal. Data-data yang dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Alat pengumpulan data yang dipakai adalah studi dokumen untuk menghimpun data dari sumber-sumber peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian menggambarkan bahwa pelepasan hak yang dibuat oleh orang tua dari subjek pemegang hak yang adalah anak dibawah umur tanpa didasari penetapan pengadilan menyebabkan perbuatan hukum pelepasan hak tersebut seharusnya tidak sah dan mengakibatkan akta pelepasan hak tersebut dapat dibatalkan.
The release of rights to land objects owned by minors must be represented by parents who exercise parental authority or guardians appointed by exercising guardianship, which must be based on a court decision to prove that the parent or guardian is authorized to represent and it is done based on the interests of the child. This is because minors are considered incapable of performing legal acts to represent themselves. Furthermore, this research focuses on a case of relinquishment of rights in East Jakarta in Supreme Court Decision Number 1211 K/PDT/2021, where a relinquishment of rights, which is also considered a sale and purchase of a land object with a certificate of ownership in the name of the minor, was carried out by the father of the minor based on parental authority without a court order, which then resulted in a dispute over the land object. Based on this, this research is based on the facts contained in the decision to analyze the legal construction and validity of the deed of release of rights made by the parents of the right holder subject who is a minor without being based on a court decision. This research was conducted using doctrinal research. The data were analyzed using a qualitative approach. The data collection tool used is a document study to collect data from sources of applicable laws and regulations. The results of the study illustrate that the release of rights made by the parents of the right-holder subject who is a minor without being based on a court decision causes the legal act of releasing the right to be invalid and results in the deed of release of the right to be canceled."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Bunga Shabrina
"Penelitian ini membahas mengenai kemajemukan kewenangan pengadilan sebagai dasar pembatalan bukti kepemilikan dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 796 PK/PDT/2021. Beberapa permasalahan yang akan dijelaskan dalam penelitian ini ialah bagaimana kemajemukan kewenangan pengadilan sebagai dasar pembatalan bukti kepemilikan hak atas tanah dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 796 PK/PDT/2021 dan konsekuensi hukum terkait status kepemilikan Sertipikat Hak Milik Nomor 1022/Kelurahan Wt. Soreang apabila dikaitkan dengan Putusan Tata Usaha Negara Nomor 145 PK/TUN/2013 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 796 PK/PDT/2021. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum doktrinal dengan tipe penelitian preskriptif. Hasil analisa adalah kemajemukan kewenangan pengadilan sebagai dasar pembatalan bukti kepemilikan hak atas tanah dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 796 PK/PDT/2021 menjadi pertimbangan dalam pembatalan bukti kepemilikan hak atas tanah. Peraturan ATR BPN Nomor 21 Tahun 2020 tentang penanganan dan penyelesaian menerbitkan kemajemukan kewenangan pengadilan dalam memutuskan pembatalan bukti kepemilikan hak atas tanah. Peraturan ATR BPN tersebut apabila dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 796 PK/PDT/2021 masih terdapat penyimpangan dalam pelaksanaannya karena belum memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan tersebut. Konsekuensi hukum terkait status kepemilikan sertipikat hak milik nomor 1022/Kelurahan Wt. Soreang ialah status kepemilikan atas sertipikat tersebut menjadi tidak jelas. Oleh karena itu, pihak Tergugat dapat melakukan upaya hukum dengan mengajukan peninjauan kembali kedua kepada pengadilan Tata Usaha Negara. Tujuannya adalah untuk mengatasi permasalahan hukum terkait status kepemilikan Sertipikat Hak Milik Nomor 1022/Kelurahan Wt. Soreang. Melalui peninjauan kembali kedua ini, pihak Tergugat dapat memperoleh putusan yang menguntungkan mereka dalam sengketa kepemilikan tanah tersebut.
This research discusses the multiplicity of court jurisdiction in relation to the basis for invalidation of proof of ownership in the case of Supreme Court Decision Number 796 PK/PDT/2021 The issues that will be discussed in this research are the multiplicity of court jurisdiction serves as the basis for the invalidation of proof of land ownership in the case of Supreme Court Decision Number 796 PK/PDT/2021, and the legal consequences regarding the status of Certificate of Ownership Number 1022/Sub-District Wt. Soreang when associated with State Administrative Court Decision Number 145 PK/TUN/2013 and Supreme Court Decision Number 796 PK/PDT/2021. To answer the problem, legal doctrinal research with a prescriptive research type is used. The analysis results indicate that the diversity of jurisdiction serves as the basis for the invalidation of proof of land ownership in the case of Supreme Court Decision Number 796 PK/PDT/2021. Regulation of the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency (ATR BPN) Number 21 of 2020 regarding the handling and settlement of jurisdictional diversity is relevant in deciding the invalidation of proof of land ownership. However, there are still deviations in the implementation of the ATR BPN regulation when associated with Supreme Court Decision Number 796 PK/PDT/2021, as it does not fully comply with the provisions outlined in the regulation. The legal consequence regarding the status of Certificate of Ownership Number 1022/Kelurahan Wt. Soreang is that the ownership status of the certificate becomes uncertain. Therefore, the Respondent can file a second judicial review to the administrative court. The purpose is to solve the legal problem related to the ownership status of Certificate of Land Ownership Rights Number 1022/subdistrict Wt. Soreang. Through this second judicial review, the Respondent can obtain a favorable decision in the land ownership dispute."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Christy Monaita Martanti
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu dalam hal peralihan hak atas tanah, salah satunya yaitu akta jual beli. Dalam peraturannya telah diatur bahwa tidak diperbolehkan membuat akta jual beli dengan blanko kosong. Dalam hal ini ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT dalam pembuatan akta jual beli dengan blanko kosong sehingga berimplikasi pada perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Tesis ini membahas tanggung jawab PPAT sebagai pejabat umum terhadap pembatalan akta jual beli akibat perbuatan melawan hukum serta akibat hukumnya. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif. Hasil pembahasan ini adalah PPAT bertanggung jawab terhadap perbuatan melawan hukum membuat akta jual beli dengan blanko kosong: (1) Tanggung jawab PPAT bersangkutan terdiri dari tanggung jawab administrasi berupa pengenaan sanksi administrasi pemberhentian sementara dari jabatannya dan tanggung jawab pidana berupa pengenaan sanksi pidana. (2) Akibat hukum terhadap akta jual beli yang dinyatakan batal demi hukum oleh suatu putusan pengadilan yaitu akta tersebut dianggap tidak pernah ada. Artinya sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli. Pengurusan dilakukan dengan membuat akta pembatalan jual beli tanah, yang akan ditindak lanjuti oleh Kantor Pertanahan untuk dilakukan pencabutan dan pembatalan sertipikat yang telah terbit sebelumnya. Pembatalan sertipikat akan mengembalikan status tanahnya ke keadaan semula sebelum dilakukan peralihan hak. Sehingga nama pemegang hak akan kembali ke nama pemegang hak semula.
The Land Deed Maker Official (PPAT) is a public official who is authorized to make authentic deeds regarding certain legal actions in terms of the transfer of land rights, one of which is the deed of sale and purchase. In the regulations it has been regulated that it is not allowed to make a deed of sale with a blank form. In the case, a violation was found by PPAT in making a deed of sale and purchase with a blank form so that it had implications for unlawful acts (onrechmatige daad). This thesis discusses PPAT’s responsibility as a public official for the cancellation of the sale and purchase deed due to unlawful acts and the legal consequences. The research method used in normative legal research. The results of this discussion are that the PPAT is responsible for unlawful acts of making a blank sale and purchase deed: (1) The related PPAT’s responsibilities consist of administrative responsibility in the form of imposition of administrative sanctions for dismissal from his position and crimical responsibility in the form of imposition of criminal sanctions. (2) The legal consequence of the deed of sale which is declared null and void by a court decision is that the deed is deemed to have never existed. That is, from the beginning the law considered that there had never existed. That is, from the beginning the law considered that there had never been a sale and purchase. Managenemt is carried out by making a deed of sale and purchase of land, which will be followed up by the Land Officer for revocation and previously a certificate that has been issued previously. Cancellation of the certificate will return the land status to its original state before the title song was carried out. So that the name of the right holder will return to the name of the original right holder."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Evelyne Julian Halim
"Tesis ini membahas mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dibenarkan oleh Pengadilan sebagaimana dalam Putusan No. 825 PK/PDT/2020 dan kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sehubungan dengan adanya Instruksi No. K.898/I/A/1975 yang melarang WNI Tionghoa (kelompok Tionghoa) untuk memperoleh hak milik atas tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian dogmatik. Pasal 21 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) berlaku bagi seluruh Warga Negara Indonesia. Pasal 21 UUPA merupakan pasal yang mengandung asas nasionalitas dan asas persamaan hak dalam kepemilikan hak atas tanah di Indonesia. Namun, dalam praktiknya, Kelompok Tionghoa tidak dapat memperoleh hak milik atas tanah di DIY dengan adanya Instruksi No. K.898/I/A/1975. Majelis Hakim dalam pertimbangannya dalam Putusan No. 825 PK/PDT/2020 cenderung berfokus pada klasifikasi Instruksi No. K.898/I/A/1975 dalam tatanan hukum Indonesia dibandingkan substansi objek gugatan yakni Pasal 21 UUPA. Kontradiksi antara Instruksi No. K.898/I/A/1975 dengan Pasal 21 UUPA menunjukkan terpenuhinya unsur perbuatan melawan hukum oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Di lain sisi, kedudukan PPAT di Yogyakarta berada dalam situasi dilematis karena dihadapkan pada dua sistem hukum yang saling bertentangan. Sehubungan dengan adanya Rekomendasi Komnas HAM, PPAT seharusnya tetap memiliki kedudukan untuk membuat akta peralihan hak milik atas tanah bagi Kelompok Tionghoa di DIY.
This thesis discusses unlawful acts committed by the Yogyakarta Special Region Government, which were confirmed by the Court as in Decision No. 825 PK/PDT/2020 and the position of Land Deed Official (PPAT) in connection with Instruction No. K.898/I/A/1975 which prohibits Chinese citizens (Chinese groups) from obtaining ownership rights to land in the Special Region of Yogyakarta (DIY). This article was prepared using dogmatic research methods. Article 21 of the Basic Agrarian Law (UUPA) applies to all Indonesian citizens. Article 21 UUPA is an article that contains the principle of nationality and the principle of equal rights in the ownership of land rights in Indonesia. However, in practice, the Chinese Group cannot obtain ownership rights to land in DIY due to Instruction No. K.898/I/A/1975. The Panel of Judges in their considerations in Decision No. 825 PK/PDT/2020 tends to focus on the classification of Instruction No. K.898/I/A/1975 in the Indonesian legal order compared to the substance of the object of the lawsuit, namely Article 21 UUPA. Contradiction between Instruction No. K.898/I/A/1975 with Article 21 UUPA shows that the elements of unlawful acts are fulfilled by the Yogyakarta Special Region Government. On the other hand, the position of PPAT in Yogyakarta is in a dilemma because it is faced with two conflicting legal systems. In connection with the Komnas HAM recommendation, PPAT should still have the position to make deeds of transfer of land ownership rights for Chinese groups in DIY."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Theola Ramadhani
"Dalam perjanjian tukar-menukar tanah dan bangunan, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang bersangkutan wajib membuat akta sesuai dengan perbuatan hukum yang disepakati para pihak. PPAT juga wajib membaca, menjelaskan, dan memastikan akta PPAT yang dibuat telah sesuai isinya dengan apa yang dikehendaki para pihak, sebelum akta tersebut disampaikan ke kantor pertanahan guna pendaftaran peralihan hak atas tanah. Hal tersebut bertujuan agar akta yang dibuat PPAT terhindar dari unsur penyalahgunaan keadaan dari salah satu pihak, yang menyebabkan cacat kehendak tersebut merugikan pihak lawan. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu mengenai peran dan upaya pencegahan PPAT terhadap penyalahgunaan keadaan dalam pembuatan akta terkait tukar-menukar tanah dan bangunan berdasarkan Putusan Nomor 3145 K/Pdt/2020; dan mengenai akibat hukum atas akta jual beli yang dibuat atas dasar penyalahgunaan keadaan dalam perjanjian tukar-menukar tanah dan bangunan berdasarkan Putusan Nomor 3145 K/Pdt/2020. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah diatas adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian bersifat eksplanatoris. Hasil analisis dari penelitian ini adalah PPAT yang bersangkutan membuat akta jual beli dikarenakan atas dasar penyalahgunaan keadaan salah satu pihak dalam perjanjian tukar-menukar tanah dan bangunan. PPAT seharusnya dapat melakukan upaya pencegahan terjadinya penyalahgunaan keadaan dengan membaca dan menjelaskan isi akta kepada para pihak terlebih dahulu sebelum akta tersebut ditandatangani. Akta yang seharusnya PPAT tersebut buat adalah akta tukar-menukar, mengingat akta PPAT yang dibuat harus sesuai dengan perbuatan hukum yang disepakati para pihak dan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Adapun akibat hukum terhadap akta jual beli yang dibuat PPAT akibat penyalahgunaan keadaan salah satu pihak tetap mengikat dan sah sehingga dapat didaftarkan guna pendaftaran peralihan hak atas tanah. Namun jika pihak lawan mengajukan pembatalan terhadap perbuatan hukum dalam akta tersebut, maka akta jual beli tersebut dapat dibatalkan dengan dasar adanya bukti seperti putusan pengadilan atau akta PPAT mengenai perbuatan hukum yang baru.
In the land and building exchange agreement, the concerned Land Deed Maker (PPAT) is obliged to make a deed in accordance with the legal actions agreed by the parties. The PPAT is also obliged to read, explain, and ensure that the PPAT deed made is in accordance with what the parties want, before the deed is submitted to the land office for registration of the transfer of land rights. This is intended so that the deed made by PPAT is protected from the element of undue influences from one party, which causes the defect of the will to be detrimental to the opposing party. The problems discussed in this study are regarding the PPAT's role and prevention efforts against Undue Influence in making deed related to the exchange of land and buildings based on Decision Number 3145 K/Pdt/2020; and regarding the legal consequences of the deed of sale and purchase made on the basis of Undue Influence in the land and building exchange agreement based on Decision Number 3145 K/Pdt/2020. The research method used to answer the problem formulation above is normative juridical with an explanatory research typology. The results of the analysis of this study are the PPAT concerned made a deed of sale and purchase due to the undue influences of one of the parties in the land and building swap agreement. The PPAT should be able to make efforts to Undue Influence by reading and explaining the contents of the deed to the parties before the deed is signed. The deed that PPAT should have made is a deed of exchange, considering that the PPAT deed made must be in accordance with legal actions agreed upon by the parties and regulated in Government Regulation Number 24 of 1997. The legal consequences of the sale and purchase deed made by PPAT due to Undue Influence because one party remains binding and legal so that it can be registered for registration of the transfer of land rights. However, if the opposing party submits the cancellation of the legal action in the deed, the sale and purchase deed can be canceled on the basis of evidence such as a court decision or PPAT deed regarding a new legal act."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Raydo Deagustama
"Tesis ini membahas peralihan hak atas tanah yang didasari pada surat kuasa menjual palsu. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan deskriptif analitis. Hasil penelitian adalah deskripsi hukum perjanjian jual beli hak atas tanah yang mengandung atas unsur kepalsuan pada dasar jual beli tersebut yaitu Akta Kuasa yang palsu, maka perjanjian tersebut batal dan terdapat penjelasan dalam Pasal 1321 dan Pasal 1449 KUH Perdata; Notaris/PPAT sebagai pejabat umum yang membuat akta autentik mengenai pertanahan dapat membantu proses pemulihan sertipikat hak atas tanah yang dibatalkan akibat jual beli yang tidak sah dengan cara melaporkan kepada Badan Pertanahan Nasional mengenai hasil putusan Peradilan Tata Usaha Negara di tingkat Kasasi. Perubahan atas pemulihan kepemilikan sertipikat hak atas tanah cukup ditulis keterangan di dalam kolom mutasi dengan memberikan keterangan "berdasarkan putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Tingkat Kasasi maka sertipikat hak atas tanah tetap milik penggugat atau kembali menjadi milik penggugat."
This thesis discusses about transition of land rights based on counterfeit selling power of attorney. This research is normative juridical research with analytical descriptive. The results of the study are the legal consequences of the sale and purchase agreement of land rights that contain elements of oversight, then the agreement is canceled and there is an explanation in Article 1321 and Article 1449 of the Civil Code; Notary/PPAT as a public official who makes authentic deeds regarding land can assist in the process of recovering certificates of land rights that have been canceled due to illegal sale by reporting to the National Land Agency regarding the results of the decision of the State Administrative Court at the Cassation level. Changes to the restoration of ownership certificates of land rights are simply written in the mutation column by providing a statement based on the decision of the Cassation Court of the State Administrative Court, the certificate of the right to the land belongs to the plaintiff or returned to the plaintiff."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54270
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Fatimah Nur Fajriyyah
"Penelitian ini membahas mengenai akibat hukum terhadap pembuatan akta jual beli oleh PPAT yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum dalam Putusah Mahkamah Agung nomor 3034 K/Pdt/2018. PPAT merupakan pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. PPAT dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum hendaknya bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri, jujur, dan tidak berpihak. PPAT hendaknya selalu mengikuti prosedur pembuatan akta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah kriteria perbuatan melawan hukum oleh PPAT dan akibat hukum terhadap pembuatan akta jual beli yang dibuat secara melawan hukum. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3034 K/Pdt/2018 jo Putusan Pengadilan Negeri Praya Nomor 17/Pdt.G/2017/Pn.Pya. Di dalam kasus ini PPAT disebut melakukan perbuatan melawan hukum dikarenakan membuat Akta Jual Beli secara melawan hukum dengan memuat nilai transaksi dan luas tanah yang dijadikan objek jual beli berbeda dengan yang telah disepakati sebelumnya oleh para pihak. Hal ini bermula saat PPAT tidak hadir di kantor dan menyuruh Penggugat dan Turut Tergugat selaku penjual untuk menandatangani 2 lembar blanko akta jual beli kosong dan 1 lembar kwitansi kosong melalui stafnya. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan bentuk hasil penelitian berupa data yang deskriptif didasarkan pada metode pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian adalah PPAT terbukti melakukan perbuatan melawan hukum karena telah memenuhi kriteria perbuatan melawan hukum dan akibat hukum dari pembuatan akta jual yang dibuat oleh PPAT menjadi batal demi hukum.
This study discusses the legal consequences of making a sale and purchases deed by PPAT which contains elements of unlawful acts in the Supreme Court Decision number 3034 K/Pdt/2018. PPAT is a public official who is authorized to make authentic deeds regarding certain legal actions regarding land rights or Ownership Rights on Flat Units. PPAT in carrying out their duties as public officials should work with a full sense of responsibility, independence, honesty, and impartiality. PPAT should always follow the procedure for making the deed in accordance with the applicable laws and regulations. The main problem in this study is the criteria for unlawful acts by PPAT and the legal consequences of making a sale and purchase deed made against the law. The problems discussed in this study are contained in the Supreme Court Decision Number 3034 K/Pdt/2018 in conjunction with the Praya District Court Decision Number 17/Pdt.G/2017/Pn.Pya. In this case, the PPAT is said to have committed an unlawful act because it made a Sale and Purchase Deed against the law by containing the transaction value and the area of land used as the object of sale and purchase which was different from what was previously agreed upon by the parties. This started when PPAT was not present at the office and ordered the Plaintiff and Co-Defendant as the seller to sign two (2) blank deeds of sale and 1 blank receipt through his staff. To answer these problems, a normative juridical research method is used with the form of research results in the form of descriptive data based on a qualitative approach method. The result of the research is that PPAT is proven to have committed an unlawful act because it has met the criteria for an unlawful act and the legal consequences of making a deed of sale made by PPAT are null and void."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Olivia Laksmono
"Penelitian ini difokuskan mengenai bagaimana kepemilikan hak atas tanah oleh perseroan terbatas berdasarkan perjanjian pinjam nama yang dituangkan dalam bentuk akta pernyataan, dan akibat hukum dari akta pernyataan yang mengandung perjanjian pinjam nama terhadap akta jual beli tanah yang dibuat sebelumnya. Penelitian ini berbentuk doktrinal, yang dilakukan dengan mengumpulkan data melalui studi dokumen, dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dalam Putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor 153/Pdt/2022/Pt Smr., perjanjian pinjam nama digunakan oleh PT DM untuk memungkinkan pihaknya untuk dapat secara tidak langsung menjadi pemilik dari tanah hak milik, serta untuk menghindari pajak. Penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) Kepemilikan hak atas tanah oleh perseroan terbatas berdasarkan perjanjian pinjam nama yang dituangkan dalam bentuk akta pernyataan adalah tidak sah; dan 2) Akibat hukum dari akta pernyataan yang mengandung perjanjian pinjam nama terhadap akta jual beli hak atas tanah yang dibuat sebelumnya adalah mengakibatkan tidak terpenuhinya syarat subjektif dan objektif sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, sehingga akta jual beli tersebut seharusnya batal demi hukum.
This research focuses on the ownership of land rights by limited liability company based on a nominee agreement stated in the form of deed of statement, and the legal consequences of said deed of statement on the land sale and purchase deed made previously. This research is doctrinal, which was carried out by collecting datas through document study, which was then analyzed qualitatively. In the Samarinda High Court Decision Number 153/Pdt/2022/Pt Smr., a nominee agreement set out in the form of a deed of statement was used by PT DM to be able to indirectly own land ownership rights, as well as to avoid taxes. This research concluded that: 1) Ownership of land rights by a limited liability company based on a nominee agreement stated in the form of a deed of statement is invalid; and 2) The legal consequences of the deed of statement containing nominee agreement on the deed of sale and purchase of land rights previously made are that the subjective and objective conditions for the validity of the agreement as regulated in Article 1320 of the Civil Code are not fulfilled, resulting in the deed of sale and purchase to be null and void."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Santi
"Pengalihan terhadap tanah yang belum bersertipikat dengan bukti tertulis salah satunya yaitu Surat Keterangan Tanah (SKT) seharusnya dilakukan setelah melalui proses pendaftaran tanah pertama kali, untuk memberikan kepastian hukum mengenai kepemilikan seseorang atas tanah dan mencegah terjadinya sengketa tanah. Penulisan ini membahas mengenai kekuatan hukum SKT dalam proses pengalihan tanah dan kesesuaian pertimbangan dan putusan Majelis Hakim pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 2137 K/PDT/2021. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian hukum doktrinal dengan tipe penelitian deskriptif dan preskriptif. Metode penelitian yaitu kualitatif dengan bentuk hasil penelitian preskriptif. Hasil penelitian yaitu pembuatan Akta Jual Beli (AJB) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap tanah yang belum bersertipikat dengan menyerahkan salah satunya yaitu bukti tertulis berupa SKT diatur dan diperbolehkan dalam Pasal 25 ayat (1) PP No 10 Tahun 1961 dan Pasal 39 ayat (1) huruf b PP No. 24 Tahun 1997, dengan syarat wajib segera didaftarkan ke Kantor Pertanahan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 40 PP No. 24 Tahun 1997 dan didukung dengan bukti lainnya seperti bukti pembayaran PBB, surat keterangan tidak sengketa, surat penguasaan fisik tanah dan surat keterangan riwayat tanah. Pertimbangan dan putusan Majelis Hakim dalam menetapkan RR sebagai pemilik yang berhak atas tanah sudah tepat. RR dikategorikan sebagai pembeli yang beritikad baik karena telah menguasai fisik tanah dan melakukan pengecekan legalitas tanah sebelum membeli tanah, walaupun jika dilihat dari sejarah tanahnya berasal dari perjanjian pengikatan hibah yang batal demi hukum karena menggunakan bukti tertulis salah satunya yaitu SKT yang telah dijual sebelumnya oleh IT kepada ES. Jika dibandingkan dengan ES, sebenarnya ia merupakan pihak yang paling berhak atas tanah karena memperoleh tanah berdasarkan AJB No. 58/II/1988 yang dibuat di hadapan Notaris/PPAT TYD, akan tetapi ia tidak menguasai fisik tanah dari tahun 1988 dan pada 2015 baru mengetahui bahwa di atas tanahnya terdapat kepemilikan pihak lain yaitu RR.
The transfer of land that has not been certified with written evidence, one of which is a information land letter issued by the Village Head should be carried out after going through the land registration process for the first time, to provide certainty and legal protection regarding ownership of land. At this writing, will discuss the legal force of a information land letter issued by the Village Head in the land transfer process and the appropriateness of the considerations and decisions of the Panel of Judges in the Supreme Court Decision Number 2137 K/PDT/2021. This study uses a form of doctrinal research with descriptive and prescriptive research types. The research method is qualitative in the form of prescriptive research results. The results of the study are the making of a Deed of Sale and Purchase Land by the Land Deed Official for land that has not been certified with written evidence, one of which is information land letter issued by the Village Head regulated and permitted in Article 25 paragraph (1) government regulation number 10 of 1961 and Article 39 paragraph (1) letter b government regulation number 24 of 1997 with the condition that it must be immediately registered with the Office land, based on Article 40 government regulation number 24 of 1997. The considerations and decisions of the Panel of Judges in determining RR as the rightful owner of the land is correct. RR is categorized as a buyer in good faith because he physically controls the land and checked the legality of the land before buying the land. ES is actually the person with the most rights over the land because she acquired the land based on the Land Sale and Purchase Deed number 58/II/1988. However, he did not physically control the land from 1988 and she only found out that in 2015, her land was owned by another person, namely RR."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library