Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133417 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Sirulhaq
"Sebagai fenomena politik global, kajian ujaran kebencian sudah banyak dieksplorasi oleh para peneliti terdahulu, tetapi sebagai fenomena kognitif yang terkait dengan ideologi, kajian ujaran kebencian masih sangat terbatas. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, ekspresi ujaran kebencian kerap kali ditemukan, terutama yang disampaikan oleh para elite simbolik. Namun, di Indonesia, hampir tidak ada kajian yang menghubungkan ujaran-ujaran tersebut dengan ideologi kelompok politik tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menemukan dimensi ideologis ujaran kebencian dalam wacana politik di Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Data diambil dari ujaran kebencian yang diucapkan oleh enam elite simbolik di Indonesia, yang dipadukan dengan data konteks sosial-politik ujaran tersebut. Dengan menggunakan pendekatan kajian wacana kritis (KWK) sosiokognitif model van Dijk, penelitian ini memperlihatkan bahwa ujaran-ujaran kebencian yang diekspresikan oleh elite-elite simbolik mengandung proposisi makro yang berhubungan dengan model konteks politik dalam wacana politik di Indonesia. Di samping itu, proposisi-proposisi ideologis tersebut memiliki basis kognitif dalam representasi sosial masyarakat indonesia, yang muncul ke permukaan karena didorong oleh faktor politik. Hal ini membentuk model-mental situasi politik Indonesia, terutama terkait dengan polarisasi kelompok prooposisi dan propemerintah, termasuk aktor, aksi, dan relasi di dalamnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo ujaran kebencian dalam wacana politik di Indonesia memperlihatkan adanya relasi antara struktur dan makna ujaran kebencian dengan kognisi sosial-politik di Indonesia yang mengarah pada polarisasi berdasarkan dimensi ideologis yang direproduksi oleh kelompok Kami dan Mereka. Secara teoretis, penelitian ini merupakan terobosan baru terkait dengan cara memahami sikap kelompok berdasarkan keberpihakan politik (propemerintah dan prooposisi) yang tidak disinggung dalam teori ideologi van Dijk. Sumbangan teoretis lain yang dapat diberikan penelitian ini adalah kontribusi pada pengembangan disiplin ilmu linguistik forensik, terutama terkait dengan konsep ujaran kebencian dan bagaimana ujaran kebencian tersebut harus ditafsirkan dengan pendekatan sosiokognitif. Hal ini bersandar pada konsep bahwa ujaran kebencian adalah fenomena ideologis, sementara ideologi adalah parameter kognitif yang paling signifikan yang mengontrol sikap dan tindakan aktor dalam suatu kelompok. Selebihnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berharga untuk memahami situasi politik di Indonesia belakangan ini dalam upaya untuk terus mengasah sikap kritis dan mendorong adanya sistem yang mendasar untuk melakukan perubahan sosial.

As a global political phenomenon, the study of hate speech has been widely explored by previous researchers, but as a cognitive phenomenon related to ideology, the study of hate speech is still very limited. During President Joko Widodo's administration, expressions of hate speech were often found, especially those conveyed by symbolic elites. However, in Indonesia, there are almost no studies that link these utterances to the ideology of certain political groups. Therefore, this research aims to discover the ideological dimensions of hate speech in political discourse in Indonesia during the administration of President Joko Widodo. Data was taken from hate speech uttered by six symbolic elites in Indonesia, which was combined with data on the socio-political context of the speech. By using the van Dijk model of the sociocognitive critical discourse study (CDA) approach, this research shows that hate speech expressed by symbolic elites contains macro propositions related to the political context model in political discourse in Indonesia. Apart from that, these ideological propositions have a cognitive basis in the social representation of Indonesian society, which emerges to the surface because political factors drive it. This forms a mental model of the Indonesian political situation, especially related to the polarization of pro-opposition and pro-government groups, including actors, actions and relations within them. Thus, it can be concluded that during the administration of President Joko Widodo, hate speech in political discourse in Indonesia showed a relationship between the structure and meaning of hate speech and socio-political cognition in Indonesia, leading to polarization based on the ideological dimensions reproduced by the group of We and They. Theoretically, this research is a new breakthrough regarding how to understand group attitudes based on political alignments (pro-government and pro-opposition), which are not mentioned in van Dijk's ideological theory. Another theoretical contribution that this research can make is a contribution to the development of the discipline of forensic linguistics, especially related to the concept of hate speech and how hate speech should be interpreted using a sociocognitive approach. This relies on the concept that hate speech is an ideological phenomenon, while ideology is the most significant cognitive parameter that controls the attitudes and actions of actors in a group. Furthermore, it is hoped that this research can provide a valuable contribution to understanding the recent political situation in Indonesia in an effort to continue to hone critical attitudes and encourage the existence of a fundamental system for carrying out social change."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Khansa
"Ujaran kebencian dan bahasa kasar mempermudah penyebaran kekerasan di kehidupan nyata, sehingga muncul urgensi adanya pendeteksian secara otomatis. Untuk melanjutkan pekerjaan yang sudah dilakukan oleh Ibrohim dan Budi (2019), penelitian ini membahas dua isu terkait deteksi ujaran kebencian dan bahasa kasar pada mikroblog berbahasa Indonesia. Isu pertama adalah kajian terkait effect size fitur dan pengembangan model menggunakan fitur-fitur tersebut. Metode Analysis of Variance f-test, Logistic Regression Analysis, dan nilai Shapley digunakan untuk melakukan kajian effect size pada fitur-fitur yang dirancang secara manual. Kemudian, digunakan beberapa algoritma pemelajaran mesin untuk mengembangkan model prediksi berbasis fitur-fitur tersebut. Isu kedua adalah kajian bias dalam pengembangan model terkait keberadaan kata-kata bersifat netral pada data yang merupakan ujaran kebencian atau bahasa kasar. Kajian terkait bias dilakukan dengan menggunakan dataset uji bias. Dataset ini dikembangkan dengan menggantikan kata-kata yang dideteksi memiliki potensi adanya bias pada model yang dilatih menggunakan dataset hasil pekerjaan Ibrohim dan Budi (2019). Penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan kata-kata tertentu berpengaruh terhadap hasil deteksi ujaran kebencian dan bahasa kasar. Di antara kata-kata tersebut, terdeteksi beberapa kata-kata yang berpotensi bias, karena memiliki pengaruh terhadap pendeteksian padahal secara sendiri kata-kata yang dideteksi sebagai potensi bias tidak memiliki unsur kebencian atau bersifat kasar. Hasil evaluasi pengambilan sampel bootstrap menunjukkan Logistic Regression dan XGBoost sebagai model dengan akurasi terbaik dalam pendeteksian ujaran kebencian dan bahasa kasar. Namun, ketika model yang sudah dikembangkan digunakan untuk memprediksi dataset sintetis, didapatkan penurunan akurasi dalam pendeteksian ujaran kebencian. Hasil ini menandakan adanya bias pada model yang dikembangkan. Hasil tersebut didukung juga oleh hasil prediksi dengan akurasi rendah ketika model digunakan untuk melakukan pendeteksian ujaran kebencian pada dataset yang dikembangkan secara manual, tetapi ketika kata-kata bias digantikan dari data, akurasi model meningkat. Kontribusi yang diberikan oleh penelitian ini adalah pengembangan dataset uji bias secara otomatis dari dataset yang dikembangkan oleh Ibrohim dan Budi (2019) dan juga dataset uji bias yang dikembangkan secara manual.

Hate speech and abusive language facilitate the spread of violence in real life, hence the urgency of automatic detection. To continue the work done by Ibrohim dan Budi (2019), this research addresses two issues related to the detection of hate speech and abusive language on Indonesian-language microblogs. The first issue is a study on the effect size of features and the development of models using these features. Analysis of Variance f-test, Logistic Regression Analysis, and Shapley values are used to investigate the effect size of manually designed features. Several machine learning algorithms are then employed to develop prediction models based on these features. The second issue involves studying bias in model development concerning the presence of neutral words in data that constitute hate speech or abusive language. The study related to bias is conducted by using a bias test dataset. This dataset is developed by replacing words that are detected to have the potential for bias in models trained using the dataset resulting from the work of Ibrohim dan Budi (2019). This research demonstrates that certain words significantly influence the detection of hate speech and abusive language. Among these words, some are identified as potentially biased, as they affect detection despite not inherently containing hate or abusive elements. The results of bootstrap sampling evaluation indicate that Logistic Regression and XGBoost are the models with the highest accuracy in detecting hate speech and abusive language. However, when the developed models are used to predict synthetic datasets, a significant decrease in accuracy is observed in hate speech detection. This finding indicates the presence of bias in the developed models. This result is further supported by low-accuracy predictions when the models are used to detect hate speech in manually developed datasets. However, when biased words are replaced in the data, the model’s accuracy significantly improves. The contributions of this research include the development of an automatically generated bias test dataset from the dataset created by Ibrohim dan Budi (2019), as well as a manually developed bias test dataset."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiharyani
"Penyebaran konten ujaran kebencian berpotensi memunculkan kekerasan fisik dan konflik sosial. Terlepas dari meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap dampak yang merugikan akibat ujaran kebencian di media sosial, hanya sedikit konsensus yang memusatkan perhatian pada pendekatan untuk menguranginya. Disertasi ini bertujuan merumuskan model pengendalian sosial melalui analisis pola dan efektivitas penanganan ujaran kebencian secara daring di media sosial dengan menggunakan parameter efektivitas regulasi dari Evan (1990). Berbeda dengan beberapa penelitian terdahulu, terutama di negara Barat yang fokus pada hak kebebasan berpendapat, penelitian ini mengedepankan pendekatan toleransi dalam menganalisis pengendalian terhadap ujaran kebencian secara daring di Indonesia. Melalui pendekatan kualitatif, pertanyaan penelitian dijawab dengan beberapa teknik analisis, termasuk teknik Delphi yang merumuskan konsensus dari para ahli untuk model pengendalian sosial yang efektif. Hasil yang ditemukan dari penelitian ini, antara lain; terdapat pola berbeda dalam tindakan ujaran kebencian secara daring yang dilakukan oleh individu dengan kelompok, regulasi dan penanganan kasus penyebaran ujaran kebencian secara daring selama ini tidak efektif, tidak adanya kolaborasi institusi formal dan informal dalam pengendalian ujaran kebencian, dan fokus program belum menyentuh akar masalah munculnya ujaran kebencian. Akhirnya, penelitian ini berkontribusi memberikan kebaruan terhadap model efektif dalam pengendalian sosial terhadap ujaran kebencian secara daring yang fokus pada peningkatan sosialisasi, edukasi, dan fasilitasi.

Hate speech content dissemination can lead to physical violence and social conflict. Despite heightened awareness of the deleterious impact of online hate speech, particularly on social media platforms, there is little consensus on an approach to control it. This dissertation aims to construct a model of social control through online hate speech patterns and regulation evaluation using regulatory effectiveness parameters from Evan (1990). Unlike previous studies, especially research about online hate speech in western countries that focus on the right to freedom of speech, this research promotes a tolerance-based approach in analyzing social control against online hate speech in Indonesia. Through a qualitative approach, research questions were answered by several techniques, including the Delphi method outlining the consensus from experts for an effective model of social control against online hate speech. The findings of this study are: there are differences in patterns in online hate speech carried out by individuals and groups, existing regulation and the handling of online hate speech cases has been ineffective, there is no collaboration between formal or informal institutions in controlling hate speech, and yet the focus of program has not touched the root of hate speech. Finally, this research contributes to the novelty of an effective model of social control against online hate speech, which focuses on socialization, education, and facilitation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Indah Pratiwi
"Saat ini pengguna media sosial semakin kreatif dalam menyampaikan ujaran kebencian. Untuk menghindari peraturan kebijakan di media sosial, pengguna menggunakan kode untuk berinteraksi satu sama lain. Kode tersebut merupakan istilah atau julukan berisi kebencian yang ditargetkan pada suatu pihak untuk menyampaikan ujaran kebencian. Penelitian ini bertujuan untuk menggunakan kode kebencian dalam mengidentifikasi ujaran kebencian pada media sosial. Penelitian ini menggunakan twit berbahasa Indonesia serta menggunakan metode Logistic Regression, Support Vector Machine, Naïve Bayes, dan Random Forest Decision Tree. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fitur kode
kebencian (hate-code HC) yang diusulkan, dapat digunakan sebagai fitur untuk identifikasi
ujaran kebencian. Jika tanpa fitur kode kebencian, F-Measure menghasilkan tidak lebih dari 55%. Namun, performa meningkat jika menggunakan fitur kode kebencian dengan hasil F-Measure sebesar 80.71% yang dikombinasikan dengan metode Logistic Regression Nowadays social media users are increasingly creative in expressing hate speech.

To avoid policy regulations on social media, users use code to interact with each other. The code is a term or nickname containing hatred that is targeted at a individual or groups to convey the utterance of hate. This study aims to use hate codes in identifying hate speech on social media. This study uses twit in Indonesian and uses the Logistic Regression, Support Vector Machine, Naïve Bayes, and Random Forest Decision Tree. The results show the hate code features (HC) that proposed can be used as a feature to identify hate speech. If without the hate code feature, F Measure generates nomore than 55%. However, performance increases if using this feature, with the result of F-Measure of 80.71%
combined with Logistic Regression method.
"
Depok: Fakultas Komputer Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trissa Diva Rusniko
"Tulisan ini membahas mengenai ujaran kebencian yang terjadi pada salah satu grup chat di dalam aplikasi Telegram. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode netnografi dalam pengumpulan dan pengolahan data. Pengolahan data dilakukan melalui lima tahapan, yakni collating, coding, combining, counting, dan charting. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi praktik dan jenis ujaran kebencian di dalam grup chat Telegram serta mengategorisasikan tipe partisipan dan kode wicara yang berlaku di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ujaran kebencian muncul di dalam grup chat Telegram dalam berbagai bentuk dan tema. Secara signifikan, ujaran-ujaran kebencian tersebut dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia luring. Melalui konten-konten ujaran kebencian tersebut pula, kita dapat melihat bahwa terdapat kode-kode wicara khas yang dapat ditelaah melalui 6 proposisi speech code theory milik Philipsen.

This paper discusses about hate speech that occurs in one of the chat group in the Telegram application. This research is a qualitative study using netnographic methods in data collection and processing. Data processing is carried out through five stages; collating, coding, combining, counting, and charting. The purpose of this study is to identify practices and types of hate speech in Telegram chat group and categorize the type of participants and the speech codes that prevail in the group. The results showed that hate speech appeared in Telegram chat group with various forms and themes. Significantly, hate speech that occurs within the group is influenced by events that occur in the offline world. Through the hate speech content, we can also see unique speech codes that can be analyzed through Philipsen's 6 propositions of speech code theory."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martono Kalapadang
"Kasus ujaran kebencian di media sosial Indonesia tidak sedikit. Penelitian ini akan mengkaji salah satu kasus ujaran kebencian yang terjadi di tahun 2022, yaitu kasus yang menimpa EM. Pada saat karya ilmiah ini ditulis, kasus ini sudah naik ke tahap persidangan di pengadilan. EM didakwa menyatakan ujaran kebencian terhadap masyarakat yang ada di Kalimantan dengan frasa "tempat jin buang anak". Jenis kajian penelitian adalah deskriptif kualitatif. Objek penelitian ini bersumber dari YouTube yang dikelola oleh EM sendiri. Penelitian ini untuk mengungkapkan apakah ujaran EM “tempat jin buang anak” dapat dikategorikan sebagai ujaran kebencian atau tidak berdasarkan Pasal 156 KUHP dan Pasal 45A ayat (2) dalam UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. Peneliti menggunakan teori tindak tutur, konteks pertuturan, dan analisis wacana untuk membuktikan ujaran EM tersebut. Berdasarkan analisis tindak tutur, konteks pertuturan, dan analisis wacana, EM dapat dinyatakan melakukan ujaran kebencian berdasarkan Pasal 156 KUHP karena memenuhi semua unsur yang dipaparkan dalam undang-undang tersebut. Namun, EM tidak dapat dinyatakan melakukan ujaran kebencian berdasarkan Pasal 45A ayat (2) dalam UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE karena salah satu unsur wajib tidak memenuhi. Unsur yang tidak memenuhi tersebut adalah semua pernyataan EM tidak ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian kepada masyarakat Kalimantan. Selain itu, pernyataan EM juga tidak ditujukan untuk menimbulkan permusuhan kepada masyarakat Kalimantan.

There are many cases of hate speech on Indonesian social media. This study will examine one of the cases of hate speech that occurred in 2022, namely the case that befell EM. At the time this scientific paper was written, this case had already reached the stage of trial in court. EM was charged with expressing hatred towards the people in Kalimantan with the phrase "tempat jin buang anak". The type of research study is descriptive qualitative. The object of this research is sourced from YouTube which is managed by EM himself. This research is to reveal whether the EM utterance “tempat jin buang anak” can be categorized as hate speech or not based on Pasal and Pasal 45A ayat (2) dalam UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. The researcher uses speech act theory, context of speech, and discourse analysis to prove the EM utterances. Based on the analysis of speech acts, context of speech, and analysis of discourse, EM can be declared to have committed hate speech in Pasal 156 KUHP because it fulfills all the elements described in the 2 law. However, EM cannot be declared to have committed hate speech on Pasal 45A ayat (2) dalam UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE because one of the mandatory elements does not fulfill. The element that does not fulfill this is that all of EM's statements are not intended to cause hatred for the people of Kalimantan. In addition, all of EM's statements are also not intended to cause hostility to the people of Kalimantan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagaol, Ester Josephin Pratiwi
"Ujaran kebencian merupakan perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan, diskriminasi, permusuhan atas dasar suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Salah satu faktor lemahnya penegakan hukum terhadap fenomena ujaran kebencian yaitu terletak pada pengaturan mengenai ujaran kebencian itu sendiri, dimana terdapat
ketidakjelasan parameter dalam pengaturannya. Akibat dari ketidakjelasan parameter tersebut, maka kepastian hukum terkait ujaran kebencian akan sulit dicapai selain itu akan semakin besar kemungkinan terjadinya kesewenangwenangan. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan memahami bagaimanakah sejarah peraturan tentang ujaran kebencian di Indonesia, apa yang menjadi parameter suatu perbuatan termasuk sebagai ujaran kebencian (hate speech) serta praktik penegakan hukum terhadap tindak pidana ujaran kebencian (hate speech) di Indonesia. Melalui penelitian Yuridis-Normatif dengan
pendekatan sejarah, undang-undang dan konseptual, maka penelitian ini menghasilkan tiga kesimpulan yaitu: 1. Sejarah peraturan tindak pidana ujaran kebencian (hate speech) di Indonesia sesungguhnya berasal dari British Indian Penal Code yang saat itu berlaku di India yang dijajah oleh Inggris. Berdasarkan Traktat London, semua jajahan Perancis diserahkan ke tangan Inggris. Belanda
yang merupakan jajahan Perancis kemudian jatuh ke tangan Inggris, maka Inggrislah yang membawa pasal tersebut ke Belanda, kemudian Belanda menerapkan pasal tersebut ke Indonesia karena dianggap memiliki kesamaan dengan India yang memiliki ragam kultur dan agama. 2. Parameter ujaran
kebencian yaitu perbuatan yang dilakukan di muka umum; bersifat permusuhan, penghinaan atau merendahkan, dan kebencian; dilakukan dengan sengaja baik langsung maupun tidak langsung; menimbulkan terjadinya kerusuhan yang
menyebabkan terjadinya kerugian materiil, immateriil dan jiwa. 3. Penegakan hukum terhadap tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan analisis dari tujuh putusan ialah bahwa hakim kurang memberikan tafsiran dan argumen terhadap unsur pasal yang tidak jelas tersebut dan ada hakim yang memperluas makna golongan menjadi tidak sesempit pada suku, agama dan ras saja.

Hate speech is a word, behavior, writing, or show that is prohibited because it can trigger acts of violence, discrimination, animosity on the basis of ethnicity,
religion, race and intergroup (SARA). One factor that is weak law enforcement against the phenomenon of hate speech is located in the regulation of the hate speech itself, where there are unclear parameters in the regulation. As a result of the unclear parameters, the legal certainty related to hate speech will be difficult to achieve other than that the greater the possibility of arbitrariness. This research is intended to find out and understand how the history of regulations regarding hate speech in Indonesia, what is the parameter of an act including hate speech and law enforcement practices against hate speech in Indonesia. Through juridical-normative research with historical, legal and conceptual approaches, this research resulted in three conclusions, namely: 1. The history of
hate speech regulations in Indonesia actually originated from the British Indian Penal Code which was then in force in India which was colonized by the British. Based on the London Treaty, all French colonies were handed over to the British. The Netherlands which was a French colony then fell into the hands of the British, then it was England who brought the article to the Netherlands, then the Dutch
applied the article to Indonesia because it was considered to have similarities with India which had a variety of cultures and religions. 2. Parameters of hate speech, namely acts committed in public; hostility, humiliation or humiliation, and hatred; done intentionally both directly and indirectly; lead to riots that cause material, immaterial and life losses. 3. law enforcement against hate speech based on an analysis of the seven decisions is that the judge does not provide interpretations and arguments about the unclear elements of the article and there are judges who expand the meaning of groups to be not as narrow as ethnic, religious and racial only.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif
"Tugas karya akhir ini akan membahas mengenai Hate Speech dalam kolom komentar Instagram yang mengkonstruksi realitas seseorang. Hate Speech merupakan ujaran yang menyerang seseorang ataupun kelompok berdasarkan atribut seperti agama, asal ras, etnis, orientasi seksual, disabilitas, ataupun jenis kelamin. Komentar yang dituliskan dalam media sosial juga memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk mengkonstruksi realitas seseorang. Penelitian ini menggunakan konsep Media dan Konstruksi Realitas Sosial untuk bisa menjelaskan realitas Hates Speech dalam kolom komentar Instagram. Hasil penelitian ini menunjukkan bagaimana komentar yang mengandung hate speech menggambarkan realitas masyarakat Indonesia saat ini.

This paper will discuss about Hate Speech in the comment section of Instagram that may construct a person`s reality. Hate Speech is a speech that attacks a person or group based on attributes such as religion, race, ethnicity, sexual orientation, disability, or gender. Comments written in social media also have a much considerable possibility to construct a person`s reality. This study uses the concept of Media and Construction of Social Reality to be able to explain the reality of Hates Speech in the comment section of Instagram. The results of this study shows how hate speech comments pictures the reality of the current people of Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Reno Prakoso
"Di Indonesia, khususnya DKI Jakarta sebagai pusatnya, ujaran kebencian khususnya dalam bentuk berita bohong menjadi sangat massif dan merebak. Polda Metro Jaya khususnya Direktorat Intelkam memiliki kewajiban melakukan deteksi dini terhadap ancaman harus berperan aktif melakukan upaya-upaya pencegahan dan antisipasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian yaitu: (1) Momentum politik saat pilkada dan menjelang pemilihan presiden seakan menjadi momentum menyebarnya berita hoaks. Pada tahun 2018, sedikitnya ada kurang lebih 997 kasus hoaks di DKI Jakarta yang dipantau, dicegah dan ditanggulangi oleh Ditintelkam Polda Metro Jaya, melonjak drastis dari tahun-tahun sebelumnya. Dari sekian banyak jenis ujaran kebencian, yang paling banyak terjadi khususnya di DKI Jakarta sebagai “penjuru” nya Indonesia adalah berita bohong (hoaks). (2) Ditinjau dari sudut pandang Foreign policy dan Program strategy development, pemerintah telah berupaya meminimalisir terjadinya berita bohong dengan berbagai peraturan dan Undang-Undang, misalnya melalui Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/6/X/2015 tanggal 8 Oktober 2015 tentang penanganan Ujaran Kebencian. Dari sudut pandang Economic Analysis, menjadi produsen maupun penyebar berita bohong (hoaks) kemudian mengambil keuntungan dari pro kontra yang ditimbulkan menjadi pilihan “pekerjaan” bagi sebagian orang saat ini. Dari sudut pandang political analysis, dimana justru banyak aktor-aktor politik yang memanfaatkan berita bohong dan sengaja diproduksi untuk menyingkirkan dan menjatuhkan lawan politiknya. Ditinjau dari sudut pandang Compliance monitoring bahwa dengan banyaknya fenomena berita bohong di tengah masyarakat akan berpotensi pada terjadinya konflik-konflik di dalam masyarakat yang berbahaya bagi ketahanan nasional, sehingga dari sudut Defence and security threat terlihat jika fenomena ujaran kebencian ini tidak diantisipasi sejak dini, berpotensi pada terpecah belahnya NKRI. Oleh karena itu, Law enforcement planning yang perlu dilakukan adalah memaksimalkan dan mensinergikan berbagai pemangku kepentingan di DKI Jakarta termasuk masyarakat itu sendiri dalam upaya antisipasi sejak dini terhadap berita bohong (hoaks) yang meresahkan masyarakat demi keutuhan NKRI.

In Indonesia, especially DKI Jakarta as the center, hate speech, especially in the form of fake news, has become massive and widespread. Polda Metro Jaya, especially the Directorate of Intelligence and Security, has an obligation to carry out early detection of threats and must play an active role in making prevention and anticipation efforts. This research uses a qualitative approach. The results of the research are: (1) Political momentum during the regional elections and before the presidential election seems to be a momentum for hoax news to spread. In 2018, there were at least 997 hoax cases in DKI Jakarta that were monitored, prevented and overcome by the Directorate of Information and Technology of the Polda Metro Jaya, a drastic increase from previous years. Of the many types of hate speech, the most common especially in DKI Jakarta as the “corner” of Indonesia is hoax. (2) From the point of view of the foreign policy and strategy development program, the government has tried to minimize the occurrence of fake news with various regulations and laws, for example through the Chief of Police Circular Number: SE / 6 / X / 2015 dated 8 October 2015 concerning handling of speech. Hatred. From the point of view of the Economic Analysis, being a producer or spreading hoax then taking advantage of the pros and cons that has resulted in becoming a "job" choice for some people today. From the point of view of political analysis, there are many political actors who take advantage of fake news and are deliberately produced to get rid of and overthrow their political opponents. From the point of view of Compliance monitoring, with the many phenomena of fake news in the community, there will be potential for conflicts in society that are dangerous to national security, so that from the point of view of Defense and security threat, it can be seen that if the phenomenon of hate speech is not anticipated early, it will the potential for the fragmentation of the Republic of Indonesia. Therefore, law enforcement planning that needs to be done is to maximize and synergize various stakeholders in DKI Jakarta including the community itself in an effort to anticipate from an early age fake news (hoax) that disturbs the community for the integrity of the Republic of Indonesia"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jerry Thomas
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui konsep ujaran kebencian yang berkaitan erat dengan hak asasi manusia dalam kebebasan berpendapat. Ujaran kebencian adalah kegiatan kriminal yang ditargetkan, biasanya dimotivasi oleh prasangka berdasarkan pada karakteristik pribadi yang dirasakan para korban. Ujaran kebencian ini adalah masalah HAM yang dilematis, dimana di satu sisi menyampaikan pendapat merupakan suatu HAM yang patut dilindungi, dan di sisi lain kebebasan tersebut berpotensi menyebabkan ujaran kebencian. Kemajuan teknologi kemudian memberi kontribusi besar dalam terjadinya ujaran kebencian yang dilakukan melalui media sosial. Penelitian dalam tesis ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan perolehan data secara khusus dari peraturan perundang-undangan nasional, perjanjian-perjanjian internasional, putusan pengadilan, literatur-literatur hukum terkait, dan data-data dari wawancara terhadap para praktisi yang sudah pernah berurusan dengan perbuatan ujaran kebencian ini. Data-data yang diperoleh akan dideskripsikan dan dianalisis secara mendalam dan diuraikan secara sistematis. Hasil penelitian dalam tesis ini menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan yang ada masih bersifat karet dimana para penegak hukum masih mengalami kendala yang berarti dalam penanggulangan ujaran kebencian. Ujaran kebencian memiliki unsur yang berhubungan erat dengan hasutan kebencian kepada para pendengarnya dan kerentanan seseorang atau suatu kelompok minoritas yang dijadikan target dari kebencian itu. Tesis ini juga merekomendasikan pemerintah agar dapat mempertimbangkan untuk melakukan regulasi khusus terhadap perbuatan ujaran kebencian. Dengan demikian, kriminalisasi terhadap ujaran kebencian dapat membantu para penegak hukum untuk melakukan penegakan hukum yang efektif dan sesuai dengan koridor hukum.

This thesis aims to know the concept of hate speech that is closely related to human rights in freedom of expression. Hate speech is a targeted criminal activity, usually motivated by prejudice based on the personal characteristics felt by victims. This hate speech is a dilemmatic human rights issue, which on the one hand conveys opinion as a human right to be protected, and on the other hand it has the potential to cause hate speech. Technological advances then contribute greatly to the occurrence of hate speech through social media. The research in this thesis uses qualitative research methods with the acquisition of data specifically from national legislation, international agreements, court decisions, related legal literature, and data from interviews of practitioners who have previously dealt with this hate speech. The data obtained will be described and analyzed in depth and described systematically. The results of the research in this thesis indicate that the existing legislation is still uncertain where law enforcers still experience significant obstacles in overcoming hate speech. Hate speech has elements that are closely related to incitement of hatred to the audience and the vulnerability of a person or a minority group targeted by that hatred. This thesis also recommends the government to consider doing special regulation on hate speech. Thus, criminalization of hate speech can assist law enforcement to enforce effective laws and in accordance with legal corridors."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T52207
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>